Walaupun karakter ABL di Pulau Pramuka dapat menggambarkan karakter ABL untuk
wilayah lautan, tetapi dalam pengambilan data yang dilakukan di Pulau Pramuka tetap di
daratan, sehingga karakter permukaan profil ABL untuk wilayah ini menunjukkan karakter
daratan dengan kekuatan yang lebih lemah.
Secara umum karakter ABL untuk lautan secara diurnal tidak jauh berbeda. Hal ini
disebabkan oleh sifat air yang memiliki kapasitas panas yang besar mampu
menyimpan panas dalam jangka waktu yang lebih lama. Pada siang hari suhu permukaan
lautan relatif lebih dingin dibandingkan dengan suhu udara dekat permukaan lautan,
tetapi perbedaan suhu permukaan lautan dengan suhu udara dekat permukaan laut tidak
terlalu besar hanya berkisar 1-
2 ˚C, yang menyebabkan
dinamika atmosfer
diatas permukaan laut tidak terlalu didominasi oleh
Radiation Budget tetapi dinamika atmosfer di atas permukaan laut lebih didominasi oleh
shear angin. Transport fluks panas dan fluks panas terasa yang lemah menyebabkan
ketebalan ABL di wilayah lautan lebih kecil dibandingkan dengan wilayah daratan Garrat
1992.
4.3 Perbandingan karakter ABL di Tiga
Wilayah Kajian
Profil vertikal variabel-variabel ABL di Daerah Bogor, Karawang, dan Pulau Pramuka
digunakan untuk menganalisa perbedaan karakter
ABL untuk
wilayah daratan
pedalaman, pantai, dan lautan. Untuk lebih mudah memahami karakter-karakter ABL
secara spasial, dapat dilihat dalam Tabel 1 yang
menunjukkan perbedaan-perbedaan
karakter ABL secara spasial dan temporal yang sangat kontras. Dalam tabel tersebut
disebutkan beberapa parameter yang dapat menggambarkan karakter ABL di tiga wilayah
kajian.
Variabel utama yang menjadi karakter ABL adalah ketebalan ABL. Pada siang hari
lapisan ABL lebih tebal dibandingkan pada malam hari, hal ini karena pada siang hari
penyinaran radiasi matahari yang intensif menyebabkan pemanasan yang maksimum
terjadi di daratan dan di lautan, namun sifat daratan yang cepat menerima panas membuat
daratan lebih cepat panas daripada lautan. Kondisi ini menyebabkan ketebalan ABL di
daratan pada siang hari di daratan lebih besar daripada lautan. Penyebab besar kecilnya
ketebalan ABL adalah gaya apung faktor konveksi. Besarnya gaya apung yang terjadi
pada lapisan ABL bukan terletak pada besarnya energi yang terkandung dalam parsel
udara atau permukaan tetapi pada deltaselisih energi antara permukaan dan udara di atasnya.
Semakin besar selisihnya suhu permukaan semakin
tinggi maka
semakin besar
gradiennya, mengakibatkan besarnya gaya apung yang terbentuk, dan berakibat pada
semakin tebalnya ABL yang menyelimuti suatu permukaan. Karena pada siang hari suhu
permukaan daratan lebih panas dari suhu udara di atasnya menyebabkan terjadinya gaya
apung yang besar kondisi unstable kuat, sedangkan pada lautan yang perbedaan suhu
udaranya relatif kecil bahkan hampir sama dengan suhu permukaan laut menyebabkan
gaya apung yang terbentuk di lautan lemah. Pada malam hari di daratan dimana tidak ada
pemanasan dan suhu permukaan bumi relatif dingin dibandingkan dengan suhu udara di
atasnya menyebabkan terjadinya inversi pada lapisan SL dan kondisi atmosfer menjadi
stable, begitu pula pada daerah pantai dan lautan. Namun kondisi stable di lautan juga
relatif lemah dibandingkan dengan daratan. Pada kondisi ABL yang stable gaya apung
tidak terjadi, sehingga ketebalan ABL menurun tajam.
Variabel lain
yang penting
dalam penentuan karakter ABL adalah kecepatan
angin dan kelembaban udara. Pada wilayah daratan di siang hari untuk wilayah Indonesia
kelembabannya cukup tinggi karena pengaruh evapotranspirasi yang tinggi, tetapi evaporasi
yang terjadi di lautan jauh lebih tinggi dan lebih
intensif dibandingkan
daratan menyebabkan kelembaban di atas permukaan
laut pada siang hari mencapai lebih dari 75 dan sebagian besar laut ditutupi oleh awan.
Tetapi pada malam hari dimana tidak terjadi evaporasi ataupun evapotranspirasi udara
lembab sebagian besar berada pada lapisan ABL tengah dan atas menyebabkan lapisan
ABL bawah dan SL menjadi lebih kering. Karena kondisi ini titik dasar awan dan daerah
Entrainment Zone lebih mudah diidentifikasi pada siang hari. Titik dasar awan yang paling
mudah diamati adalah di wilayah lautan pada siang hari, karena letak titik dasar awan ini
relatif rendah dan daerah Entrainment Zone yang terbentuk di lautan lebih tebal.
Sedangkan untuk wilayah daratan dengan kelembaban yang relatif rendah dibandingkan
dengan lautan titik dasar awannya lebih tinggi yang disebabkan ekspansi oleh gaya apung
yang besar dan daerah Entrainment Zone pada daerah daratan relatif lebih kecil dibandingkan
dengan lautan ataupun daerah pantai.
Tabel 1 Perbandingan karakter ABL secara spasial dan temporal
Waktu Variabel
Karakter Bogor daratan
Karawang pantai Pulau Pramuka lautan
Siang ketebalan ABL
± 1500 m ± 1200 m
± 450 m stabilitas statis non-lokal
unstable kuat unstable sedang
unstable lemah kecepatan angin ms
0-4 0-4
0-7 kelembaban udara
60-80 60-80
75 Turbulensi
Intensif Intensif
Kurang intensif Profil suhu udara
SL lapse rate
lapse rate Inversi
ML lapse rate
lapse rate Lapserate
titik dasar awan Tinggi
Tinggi Rendah
entrainment zone ±330 m
±370 m ±440 m
waktu transisi
Malam ketebalan ABL
± 1450 m ± 1300 m
± 650 m stabilitas statis non-lokal
Stable Stable
stable lemah kecepatan angin ms
0-4 0-8
0-4 kelembaban udara
80-90 70-90
75 Turbulensi
lemahhilang lemahhilang
lemahhilang Profil suhu udara
SL Inversi
Inversi Lapserate
SBL lapse rate
lapse rate Lapserate
titik dasar awan tidak ada
tidak ada Rendah
entrainment zone -
- ±175 m
Untuk variabel kecepatan angin secara vertikal antara daratan, pantai, dan wilayah
lautan tidak terlalu berbeda jauh. Namun yang membedakan karakter angin antara daratan
dan lautan adalah turbulensi. Di wilayah daratan, terutama siang hari, turbulensi sangat
intensif shingga profil angin secara vertikal menjadi Chaotic, hal ini di sebabkan oleh
kekasapan permukaan daratan, sehingga gaya gesek
udara di
lapisan udara
besar menyebabkan aliran angin menjadi Chaotic.
Sedangkan pada wilayah lautan profil vertikal kecepatan angin relatif lebih stabil bersifat
laminar, karena pada lautan kekasapan permukaannya relatif kecil.
Dari karakter-karakr variabel ABL di atas dapat disimpulkan bahwa ABL bervariasi
secara temporal diurnal dan spasial. Dalam jangka waktu yang panjang karakter-karakter
ABL ini dapat membentuk suatu pola tertentu. Sehingga dengan memahami salah satu atau
beberapa karakter ABL tersebut dalam jangka waktu yang panjang, Analisis tentang ABL ini
dapat digunakan sebagai acuan dalam pemodelan atau dapat digunakan untuk
memprediksi fenomena cuaca tertentu.
4.4 Ketebalan ABL Sebagai Fungsi Spasial