KEGUNAAN Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia

BAB III KEGUNAAN

VISUM ET REPERTUM DALAM MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN SESEORANG A. Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti 1. Pengertian Alat Bukti Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubumgannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tundak pidana yang telah dilakukan terdakwa. 33 1 Alat bukti yang sah adalah: Alat bukti menurut KUHAP adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang terdiri dari : a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa. Susunan alat bukti dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP diatas menurut Andi Hamzah 34 33 Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung; CV Mandar Maju, 2003, hal. 11. 34 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta; Sinar Grafika, 2001, hal. 255. bila dibandingkan dengan Het Herziene Inlands Reglement HIR, diterjemahkan dengan Reglemen Indonesia Baru disingkat RIB yakni hukum acara pidana yang berlaku sebelum KUHAP, maka ada penambahan alat bukti baru yaitu keterangan ahli. Alat bukti keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP dijelaskan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Selanjutnya dalam Pasal 186 KUHAP dinyatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Alat bukti keterangan saksi menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP dijelaskan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuan ini. Oleh karena itu dalam Pasal 185 ayat 5 KUHAP ditegaskan bahwa baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja nukan merupakan keterangan saksi. Dipertegas dalam penjelasan Pasal 185 ayat 1 KUHAP bahwa dalam keterangan saksi tidak termaksud keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. 35 Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 KUHAP, baik surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. kaitannya dengan kekuatan pembuktian dari surat sebagai alat bukti dalam perkara pidana, Andi Hamzah berpendapat bahwa hanya akte surat otentik yang dapat dipertimbangkan, sedangkan surat dibawah tangan seperti dalam hukum perdata tidak dipakai lagi dalam hukum acara pidana 36 35 Ibid.,hal. 260. 36 Ibid, hal. 271. . Akan tetapi dijelaskan lebih lanjut oleh Andi Hamzah bahwa selaras dengan ketentuan Pasal 187 huruf d, maka surat dibawah tangan ini masih mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian lain. Contoh keterangan saksi yang menerangkan bahwa ia saksi telah menyerahkan uang kepada terdakwa. 37 Ada kalanya sulit dibedakan antara akte dan surat biasa. Di dalam hal ini Hari Sasangka dan Lily Rosita 38 Petunjuk sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 KUHAP. Dijelaskan dalam Pasal 188 ayat 1 KUHAP bahwa petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat 1 KUHAP selanjutnya diatur dalam Pasal 188 ayat 2 KUHAP diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu Wirjono Prodjodikoro dalam Martiman Prodjohamidjojo memberi sindiran pendapatnya tentang petunjuk ini dengan menyatakan bahwa apa yang disebut petunjuk sebenarnya bukan alat bukti melainkan kesimpulan belaka yang diambil dengan menjelaskan bahwa : Surat biasa dibuat tanpa maksud dijadikan alat bukti. Jika dikemudian hari menjadi alat bukti, hak itu merupakan suatu kebetulan saja. Dalam hukum pembuktian sutrat biasa mempunyai nilai pembuktian sebagai alat bukti bebas. Kecuali ditentukan dalam Pasal 1881 dan Pasal 1883 KUHPerdata. Dalam praktek surat semacam ini sering digunakan untuk menyusun prasangkaan. Sedangkan akte berbeda dengan surat biasa. Sebuah akte memang sengaja dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti. 37 Ibid. 38 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.Cit., Hal. 68. menggunakan alat-alat bukti sah yang lain, yaitu keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa 39 Proses penegakan hukum dan keadilan itu merupakan usaha ilmiah, dapat dilihat pada Pasal-Pasal yang tercantum di dalam KUHAP, dimana terdapat dalam bentuk: keterangan ahli, pendapat orang lain, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya KUHAP Pasal 187 butir c. . Keterangan terdakwa sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 189 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 KUHAP. Dijelaskan dalam Pasal 129 ayat 1 KUHAP bahwa keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Apabila keterangan terdakwa itu diberikan di luar sidang menurut Pasal 189 ayat 2 KUHAP dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya, akan tetapi di dalam Pasal 189 ayat 3 KUHAP ditegaskan bahwa keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. 40 2. Visum et Repertum sebagai Alat Bukti Visum et Repertum yang merupakan surat keterangan dari seorang ahli dokter, termasuk alat bukti surat, sedangkan alat bukti keterangan ahli, ialah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan, yang dapat juga sudah diberikan pada waktu 39 Martiman Prodjohamidjojo,Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi, Bandung; CV Mandar Maju, 2001, Hal. 129. 40 Abdul Mun’im Idries, Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik bagi praktisi hukum, Op.Ci,t, Hal. 9. pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Surat sebagaimana disebutkan pada Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; b. Surat yang dimuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu keadaan; c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya; d. Surat lain yang hanya berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain Pasal 187 KUHAP 41 Aktivitas seorang dokter ahli sebagaimana disebutkan diatas, dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pihak yang berkompeten dengan masalah tersebut. Visum et Repertum merupakan surat yang dibuat atas sumpah jabatan, yaitu jabatan sebagai dokter, sehingga surat tersebut memiliki keotentikkan. 41 Waluyadi, Op.Cit, hal. 36. Proses selanjutnya, Visum et Repertum dapat menjadi alat bukti petunjuk, didasarkan oleh karena petunjuk sebagaimana yang diatur dalam Pasal 188 ayat 1 KUHAP hanya dapat diperoleh dari: a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Kita berkeyakinan bahwa pada proses awalnya Visum et Repertum yang selanjutnya disebut sebagai alat bukti surat yang untuk memperoleh Visum tersebut berasal dari kesaksian dokter terhadap seorang dengan membaca apa yang dilihatnya, apa yang didengarnya, dan apa yang ditemukannya, menunjukkan bahwa tersisip didalamnya alat bukti keterangan saksi. Dari pemaparan tersebut dapat ditarik kesimpulan: a. Untuk adanya Visum et Repertum harus ada terlebih dahulu keterangan saksi; b. Alat bukti surat sesungguhnya merupakan penjabaran dari Visum et Repertum c. Dari alat bukti surat tersebut, dapat diperoleh alat bukti baru, yaitu petunjuk. Dengan demikian, antara keterangan saksi, Visum et Repertum, alat bukti surat dan petunjuk, merupakan empat serangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 42 Untuk lebih jelas tentang uraian diatas, penulis membuat skema seorang dokter sebagai pembuat Visum et Repertum dan seorang dokter yang menjadi saksi ahli keterangan ahli dalam membantu tegaknya suatu keadilan. 42 Ibid, hal. 38. Sekamanya sebagai berikut: Permintaan Visum et Repertum Membalas Visum et Repertum mengirim ke dokter memeriksa pengiriman berkas dan VeR melengkapi berkas serta VeR keputusan keterangan: Polisi sebagai penyidik untuk keperluan penyidikan berdasarkan wewenangnya mengirim korban dalam hal ini pembunuhan kepada dokter forensik untuk meminta Visum et Repertum sebagai pengganti alat bukti, kemudian dokter forensik memeriksa korban pembunuhan dan dari hasil pemeriksaannya dibuat dalam bentuk Visum et Repertum selanjutnya hasil Visum tersebut diserahkan kepada penyidik untuk pemeriksaan pendahuluan. Selanjutnya hasil Visum et Repertum diserahkan kepada jaksa untuk proses penyidangan sebagai alat bukti surat. Dalam persidangan, apabila visum masih belum dapat menjelaskan dengan baik, maka hakim dapat memanggil dokter ahli forensik untuk hadir di persidangan sebagai saksi ahli. Dasar-dasar hukum tentang peranan keterangan ahli itu bagi kelengkapan alat bukti dalam berkas perkara Pro Yustisia dan pemeriksaan di sidang pengadilan, amat membantu dalam usaha untuk menambah keyakinan Hakim dalam mengambil keputusan. Penyidik POLRI Dokter Kehakiman Jaksa Penuntut Umum Hakim Pengadilan Korban Penganiayaan yang mengakibatkan kematian Beberapa kasus yang diperiksa, Majelis Hakim tidak mutlak harus mendasarkan diri pada Visum et Repertum. Bismar Siregar, S.H menuturkan bahwa adanya Visum et Repertum dari dokter, hendaklah jangan sampai menghambat proses persidangan. Visum et Repertum sebagai alat bukti tidak mengikat hakim. Jika kalau visum belum ada, jangan sampai menghambat sidang. Visum hanyalah alat bukti tambahan 43 a. Sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah; . Oleh karena Penuntut Umum berusaha membuktikan kesalahan Terdakwa dipersidangan, maka beban pembuktian bagi perkara pidana terdapat pada Penuntut Umum dan KUHAP menentukan dalam Pasal 66: tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, dalam usaha mencari kebenaran materil, dan Hakim tetap dibatasi pada alat-alat bukti yang diajukan olehnya. Pasal 183 KUHAP menentukan bahwa yang diperlukan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seorang adalah: b. Keyakinan; c. Bahwa tindak pidana itu benar terjadi; d. Bahwa terdakwalah yang berbuat. Waluyadi 44 a. memaparkan bahwa dalam teori pembuktian dikenal beberapa sistem yaitu: Sistem pembuktian positif 43 Ibid, Hal 42. 44 Ibid, hal. 39-42. ; yaitu sistem pembuktian yang hanya didasarkan pada alat-alat bukti semata, akan mengesampingkan tugas hakim dalam kaitan dengan upaya menciptakan hukum. Bahkan lebih dari itu, kebenaran dari putusannya pun terdapat peluang untuk tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Sebab, dapat saja barang bukti yang dihadirkan dalam sidang pengadilan merupakan hasil rekayasa. Tentunya tetap berpedoman pada asas praduga tak bersalah dengan sifat kemanusiaannya, dokterpun dapat saja memberikan hasil Visum et Repertum yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Yang demikian itu dapat saja terjadi. b. Sistem pembuktian yang hanya didasarkan pada keyakinan hakim c. ; juga dirasakan kurang mendukung adanya usaha untuk memperoleh kebenaran materil. Yaitu kebenaran yang selengkap-lengapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya minta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan siapakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Sistem pembuktian yang hanya didasarkan pada pertimbangan hakim yang logis d. ; masih dianggap kurang sesuai dengan pencapaian sebuah kebenaran materiil hukum. Sebab disamping sistem ini telah meniadakan peranan alat bukti, juga kiranya perlu diingat bahwa pertimbangan yang logis manusia akan sangat terbatas dalam kaitannya dengan pencapaian sebuah kebenaran. Sistem pembuktian negatif, yaitu sistem pembuktian yang didasarkan pada keyakinan hakim dan didasarkan pada alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang. Sungguh pun demikian sistem pembuktian negatif ini, juga tidak tertutup kemungkinan di dalamnya terdapat logika hakim dan subjektivitas hakim. Akan tetapi setidaknya logika dan subjektivitas hakim tersebut masih dalam kerangka undang-undang. Artinya, undang-undang akan membatasi pemakaian logika hakim dan kesubjektivitasan hakim dalam kaitannya dengan keputusan yang hendak diambilnya.

B. Untuk Menentukan Faktor Penyebab dari Tindak Pidana Penganiayaan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang Dilihat Dalam Perspektif Viktimologi (Studi Putusan Nomor 10/Pid/2014/Pt-Mdn)

3 51 120

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Event Organizer Terhadap Tindak Pidana Kelalaian Yang Menyebabkan Meninggalnya Orang Dalam Konser Musik (Studi Putusan NO.713/Pid.B/2008/PN.Bdg)

2 78 95

Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Menggunakan Racun

6 88 85

Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Terhadap Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Di Bawah Umur ( Studi Putusan PN No. 609/Pid.B/2011/PN Mdn )

3 73 99

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066/Pid.B/2002/PN Mdn

0 36 90

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia - Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang Dilihat Dalam Perspektif Viktimologi (Studi Putusan Nomor 10/Pid/2014/Pt-Mdn)

0 0 25

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 2 11