3.6 Pengujian Koefisien Korelasi Antara Tinggi Dengan Diameter
Pohon
Pengujian dilakukan dengan analisis perhitungan koefisien korelasi dari kedua peubah tersebut r sebagai penduga koefisien korelasi
populasinya, yaitu ρ . Apabila r = 0 maka besar kemungkinannya untuk menyimpulkan ρ = 0 dan apabila nilai r mendekati + 1 atau – 1, hal tersebut
mencirikan bahwa ρ ≠ 0. Suatu uji untuk menyatakan kapan nilai r berada cukup jauh dari nilai ρ adalah melalui pengujian koefisien korelasi dengan uji
Z
-Fisher
Walpole 1993. Dalam uji Z
-Fisher
ini, dilakukan transformasi nilai-nilai r dan ρ kedalam Z
-Fisher
. Dalam penyusunan tabel volume lokal, Fakultas Kehutanan IPB 1985 dan Sutarahardja 1982 mensyaratkan bahwa nilai ρ
harus lebih besar dari 0,7 atau ρ 0,7 yang berarti pada nilai ρ 0,7 maka
hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dianggap cukup kuat, dimana jika ρ 0,701 artinya ρ
2
adalah 50 .. Hubungan yang kuat dengan
ρ
2
50 tersebut berarti akan menjamin bahwa sekurang-kurangnya 50 keragaman volume pohon yang disebabkan oleh keragaman tinggi pohon
dapat dicakup oleh pengaruh keragaman diameter pohon. Tahap pengujian koefisien korelasi bersyarat dengan menggunakan transformasi Z
-Fisher
tersebut adalah dengan prosedur sebagai berikut :
a. Menentukan hipotesis pengujian koefisien korelasi, yaitu : H
: ρ = 0,701 H
1
: ρ 0,701 b. Menghitung nilai transformasi Z
-Fisher
dari nilai koefisien korelasi populasi ρ dan koefisien korelasi contoh r :
Z ρ = 0,5 ln{ 1 + ρ 1 – ρ }................. 5 dan
Zr = 0,5 ln{ 1 + r 1 – r }................... 6
c. Menentukan pendekatan simpangan baku dari hasil transformasi Z
-Fisher
, yaitu :
σ
Zr
= 1√n-3 .......................................... 7
d. Kriterium uji dalam pengujian transformasi Z
-Fisher
adalah : Z
-hitung
= Zr – Zρ σ
Zr
...............................8 Dimana :
Z = Sebaran normal Z σ
Zr
= Pendekatan simpangan baku transformasi Z
-Fisher
e. Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut : Jika Z
-hitung
≤ Z
-tabel
pada tingkat nyata tertentu misalnya pada taraf nyata 5 , maka H
diterima artinya hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon kurang erat dalam batas yang telah disyaratkan tersebut diatas.
Jika Z
-hitung
Z
-tabel
pada tingkat nyata tertentu, maka H ditolak artinya bahwa
hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon adalah erat. Bila keputusan H
diterima, maka tabel volume yang disusun untuk tegakan hutan yang diukur harus menyertakan peubah lain selain peubah
diameter pohon, misalnya antara lain mengikut sertakan tinggi pohon dan atau peubah lainnya, jadi tabel volume yang disusun adalah tabel volume standar.
Sedang apabila H ditolak dalam pengujian tersebut artinya hubungan
antara diameter pohon dengan tinggi pohon cukup erat, artinya koefisien korelasi yang dihasilkan dari pohon-pohon contoh memenuhi syarat sekurang-
kurangnya sama dengan koefisien korelasi yang telah ditetapkan, maka dalam tegakan hutan yang diukur dapat dibuat tabel volume pohon lokal tarif
volume, yaitu tabel volume dengan kunci pembacanya cukup dengan menggunakan satu peubah, yaitu diameter pohon.
3 .7
Scatter Diagram dan Penentuan Model Penyusunan Tabel Volume
Scatter diagram dapat digunakan untuk membantu dalam pemilihan model. Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan
penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier ataukah nonlinier, sehingga
dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya.
Salah satu contoh gambar scatterplot diagram persebaran kelas diameter dengan volume pohon yang akan dijadikan model persamaan regresi
dalam penyusunan tabel volume pohon.
Gambar 1 Scatterplot diagram hubungan volume dengan diameter
Selain untuk membantu dalam pemilihan model, pembuatan scatter diagram dapat digunakan untuk memeriksa data apabila terdapat kemungkinan
adanya pengamatan yang bisa jadi merupakan pencilan. Indikasi kemungkinan data pencilan, secara visual dapat dilihat dari sebaran data pada scatter
diagram.
3.8 Penyusunan Tabel Volume