Penentuan faktor faktor yang memepengaruhi umur simpan dan penentuan umur simpan orange emulsion flavor dengan metode ASLT di PT. Firmenich Indonesia

(1)

1

PENENTUAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR

SIMPAN DAN UMUR SIMPAN

ORANGE EMULSION FLAVOR

DENGAN

METODE

ASLT

DI PT. FIRMENICH INDONESIA

SKRIPSI

MAULINA SENDY OKTAVIANI

F24080084

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

2

PREDICTING SHELF LIFE OF ORANGE EMULSION FLAVOR

AND IT AFFECTING FACTORS

Maulina Sendy Oktaviani, Dahrul Syah and Lukman Hakim

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, West Java,

Indonesia

Phone 62 812 821 655 18 email: Maulinasendyoktaviani@hotmail.com

ABSTRACT

Stability of emulsion product such as emulsion flavor is depend largely on interaction between hydrophilic and hydrophobic part of the product. Flavor compounds are generally soluble in oil (oil soluble), insert of these compounds in an emulsion makes it possible to deliver oil-soluble components into the water based. This research aims to estimate the shelf life of stabilized emulsions flavor using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) method. In this method, the storage condition is out of normal so that the deterioration will be occurred in a shorter time. Storage temperatures that used in this research were 20°C, 25°C,30°C and 35°C. Arrhenius equation used as a model in the estimation of shelf life with acceleration method. Arrhenius equation is an approach that uses the kinetic theory, which generally have reaction order 0 or 1 for food. The parameters that can be quantitatively measured are required to analyze the decline of quality with acceleration method. The parameters that used in this research were size particle, odor, spesific gravity, color and microbial. Based on theanalysis ofparticlesize, the shelf life of orange emulsion flavor are 0,266 months at 25 °C. Basedonthe analysis ofsensoryattributes ofsmell, the shelf life of orange emulsion flavor are 5.38 months at 25 °C, And based on the analysis of sensoryattributes of color , the shelf life of orange emulsion flavor are 2.55 months at 25 °. The factorsmostinfluentialin determining theshelf life of orange emulsion flavor based on AHP analysis include: homogenization, stabilizer, flavor, emulsifier, andtype of packaging. While thefinalquality oftheproductparametersorangeemulsion flavorare: particle sizedistribution,microbiology, flavor, pH, specific gravity, refractionindex, and color.


(3)

3

Maulina Sendy Oktaviani F24080084. Penentuan faktor faktor yang memepengaruhi umur simpan dan penentuan umur simpan orange emulsion flavor dengan metode ASLT di PT. Firmenich Indonesia. Di bawah bimbingan Dahrul Syah dan Lukman Hakim. 2012

RINGKASAN

Flavor emulsi merupakan produk flavor yang distabilkan oleh ikatan fisik-kimia antar partikel-partikel hidrofobik dan hidrofilik sehingga umur simpannya sangat dipengaruhi oleh kestabilan ikatan antar partikel tersebut. Accelerated shelf life testing yang didasarkan pada pendekatan Arhenius dapat digunakan untuk menduga umur simpan mengingat suhu sangat berpengaruh pada ikatan penstabil emulsi.

Tujuan penelitian dalam pelaksanaan magang ini adalah menduga umur simpan dari Orange Emulsion Flavor dengan metode Accelerated Shelf Life Testing dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan Orange Emulsion Flavor dengan metode Analytical Hirieraki Process. Kegiatan magang dilakukan di PT. Firmenich Indonesia dimulai dari bulan Februari 2012 hingga Juni 2012.

Parameter yang digunakan sebagai penentu titik kritis orange emulsion flavor adalah ukuran partikel, aroma, warna, dan mikrobiologi. Untuk itu dilakukan penyimpanan dan pengukuran terhadap laju penurunan mutu Orange Emulsion Flavor pada empat suhu yang berbeda, yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C. Kontrol dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu ruang 25°C. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari selama 28 hari dengan dua kali ulangan untuk parameter PSD dan satu kali ulangan untuk parameter aroma dan warna.

Berdasarkan analisis ukuran partikel, maka produk orange emulsion flavor memiliki umur simpan 0,266 bulan pada suhu penyimpanan 25 °C. Berdasarkan analisis sensori pada atribut aroma, maka produk orange emulsion flavor memiliki umur simpan selama 5.38 bulan pada suhu penyimpanan 25 °C. Sedangkan Berdasarkan atribut warna secara subjektif, maka orange emulsion flavor memiliki umur simpan selama 2.55 bulan pada suhu penyimpanan 25°.

Faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan umur simpan orange emulsion flavor berdasarkan analisis AHP antara lain adalah: homogenisasi, flavor, emulsifier,suhu dan warna. Sedangkan paramater mutu akhir pada produk orange emulsion flavor adalah: particle size distribution, mikrobiologi, aroma, pH, spesific gravity, refraction index, dan warna.


(4)

4

PENENTUAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI UMUR

SIMPAN DAN PENENTUAN UMUR SIMPAN

ORANGE EMULSION

FLAVOR

DENGAN METODE

ASLT

DI PT. FIRMENICH INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

oleh

MAULINA SENDY OKTAVIANI

F24080084

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

5

Judul skripsi

: Penentuan faktor faktor yang memepengaruhi umur simpan dan penentuan

umur simpan orange emulsion flavor dengan metode ASLT di PT. Firmenich Indonesia

Nama : Maulina Sendy Oktaviani NIM : F24080084

Menyetujui Pembimbing 1, Menyetujui Pembimbing 2,

(Dr.Ir. Dahrul Syah Msc,Agr) (Lukman Hakim S.Tp)

NIP 196508141990021001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr.Ir.Feri Kusnandar M.Sc) NIP 1968052611993031004


(6)

6

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor dan penentuan umur simpan orange emulsion flavor dengan metode ASLT di PT. Firmenich Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip ini karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012 Yang membuat pernyataan,

Maulina sendy Oktaviani F24080084


(7)

7

BIODATA PENULIS

Maulina Sendy Oktaviani lahir di Jakarta, 5 Oktober 1990 dari pasangan Ayah Setio Hartono dan Ibu Ratu Chumaliah sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal 1996-2002 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) SERUA 06 Ciputat, dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 87 Jakarta hingga tahun 2005 dan menyelesaikan studi Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2008 dari SMA SUMBANGSIH Jakarta.

Tahun 2008, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah atau yang lebih dikenal dengan BUD. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di beberapa kepanitian seperti BAUR 2010. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan Praktik Magang di PT.Firmenich Indonesia dengan judul “Penentuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Umur Simpan Orange Emulsion flavor dan Penentuan Umur Simpan Orange Emulsion Flavor dengan Metode ASLT ”.


(8)

8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi berisi kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan di PT. Firmenich Indonesia sejak bulan Februari sampai Juni 2012 dengan judul “Penentuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Umur Simpan Orange Emulsion Flavor dan Penentuan Umur Simpan Orange Emulsion Flavor dengan Metode ASLT ”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Papa (Setio Hartono) dan mama (Ratu Chumaliah) yang selalu menguatkan dan menyemangati penulis dengan doa dan cintanya.

2. Seluruh keluarga ( Kak Dodi, Kak Nina, Kak Teddy, Kak Nia, Kak Banny, Om yana, Tante Tutut, Teteh Yeni, Uwa Endang, dan Maya) yang selalu memberikan motivasi, semangat, nasehat, doa, serta kasih sayangnya pada penulis.

3. Dr. Ir Dahrul Syah selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, nasehat, masukan, dan perhatiannya selama studi dan penelitian.

4. Prof. Hanny Wijaya dan Bapak Aziz Boing Sitanggang atas masukannya untuk penelitian ini. 5. Bapak Lukman Hakim, Bapak Purnomo Sutarso , Bapak Jajang Hendayana , Bapak Budi

Hendra Maulana dan Bapak Rully sebagai pembimbing lapang atas bimbingan, kritik, dan sarannya.

6. Seluruh staf Quality Control PT Firmenich Indonesia, Mbak Vike, Mba Ayu, Mba Hevy, Mas Ichwan, Mas Dadang dan Mas Hendry.

7. Seluruh staf Produksi PT Firmenich Indonesia, Pak Urim, Pak Nasib, Pak teguh dan seluruh staf Produksi yang tidak dapat disebut satu persatu

8. Seluruh staf PT. Firmenich Indonesia.

9. H.E.A.F.I tersayang, Evi, Ehsa Oje dan Aling yang selalu memberi semangat dan motivasi selama ini.

10. Sahabat sahabat tersayang seperjuangan : Arin, Cindy, Niken, Dessy, Ica, Icem, Ranti, dan Shynta. Terima kasih atas canda, tawa dan kebersamaan selama ini.

11. Rekan-rekan ITP yang sangat berkesan : Gita, Yufi, Mizu, Haphap, Virza, Dika, Sally, Inah, Tiur, Ratna, Ube, Jeje, Mutia, Oktan, Tata, Mba Opi, Hilda, Rara, Mba Nissa, Ifah, Dio, Priska, Ka-U, Rendy, Dini, Wulan, Diah, Dody, Citra, Mike, Madun, Bangkit, Irul, Mba Yana dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

12. Adik kelas terkasih Aghitia Maulani

13. Ksk Dede, Kak Akbar dan Kak Dzikri yang telah membantu penulis dalam memperbaiki penulisan kalimat.

14. Staf Unit Pelayanan Terpadu ITP. Bu Anie, Bu Novi. Terima kasih atas bantuannya selama penulis berada di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB.


(9)

9

Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan berkontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang teknologi pangan

Bogor, 2012 Maulina Sendy Oktaviani


(10)

10

DAFTAR ISI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI...i

BIODATA PENULIS...ii

KATA PENGANTAR...iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.

LATAR BELAKANG ... 15

B.

TUJUAN ... 15

C.

MANFAAT ... 16

II. TINJUAN PUSTAKA ... 17

A. FIRMENICH ... 17

1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 17

2. LOKASI PERUSAHAAN ... 18

3. JENIS DAN SPESIFIKASI PRODUK ... 18

B.

FLAVOR EMULSI ... 18

C.

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN ... 20

D.

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. BAHAN DAN ALAT ... 26

B. METODE PENELITIAN ... 26

1. Penentuan Parameter Kritis ... 27

2. Analisis Umur Simpan ... 27

a. Persiapan Sampel...27

b. Metode Analisis...27

(i) Derajat Keasaman (pH) ... 27

(ii) Spesific Gravity ... 28

(iii) Refractive Index ... 29

(iv) Ukuran Partikel... 30

(v) Uji Sensori ... 32

(vi) Uji Mikrobiologi (TPC) ... 32

(vii) Penentuan Umur Simpan (ASLT) ... 33

3. Penetuan Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Umur Simpan ... 34

A.

Penyusunan Hierarki...34

B.

Penilaian Kriteria dan Alternatif...34

C.

Penentuan Prioritas...35

D.

Konsistensi Logis...35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A.

PENENTUAN PARAMETER KRITIS ... 36

1.

Ukuran Partikel ... 36

2.

Aroma ... 39

3.

Warna ... 39

B.

ANALISIS UMUR SIMPAN ... 41

1.

Penentuan Ordo Reaksi ... 41


(11)

11

a). Ukuran Partikel

Orange Emulsion Flavor

...42

b). Aroma

Orange Emulsion Flavor

...44

c). Warna

Orange Emulsion Flavor

...46

d). Mikrobiologi

Orange Emulsion Flavor

...48

C.

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR SIMPAN

ORANGE EMULSION FLAVOR ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

1.

SIMPULAN ... 52

2.

SARAN ... 52

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel penilaian dari skala perbandingan ... 34

Tabel 2. Nilai mutu awal dan kadaluarsa produk

orange emulsion flavor

... 36

Tabel 3. Nilai koefisien determinasi (R

2

) dari grafik penurunan mutu menurut ordo

reaksi 0 dan ordo reaksi 1... 41

Tabel 4. Nilai konstanta laju penurunan mutu

orange emulsion flavor

... 42

Tabel 5. Nilai K(t) pada empat suhu penyimpanan untuk parameter ukuran partikel 43

Tabel 6. Nilai konstanta laju penurunan mutu

orange emulsion flavor

parameter

aroma ... 44

Tabel 7. Nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk parameter atribut

aroma ... 45

Tabel 8. Nilai konstanta laju penurunan mutu

orange emulsion flavor

parameter

warna ... 46

Tabel 9. Nilai k dan ln k pada empat suhu penyimpanan untuk parameter warna

secara organoleptik... 47


(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Pembuatan Flavor Emulsi ... 20

Gambar 2. kerangka berpikir kegiatan penelitian ... 26

Gambar 3. Skema elektroda pH meter ... 28

Gambar 4. pH meter ... 28

Gambar 5. spesific gravity meter ... 29

Gambar 6. Prinsip kerja refraktometer ... 30

Gambar 7. refraktometer ... 30

Gambar 8. Tampilan awal program PSD ... 31

Gambar 9. Tampilan pada saat persiapan analisis ... 31

Gambar 10.

Particle Size Analyzer

... 32

Gambar 11. Jenis kerusakan pada sistem emulsi ... 38

Gambar 12. Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis. Sumber:

Mulyono dan Wijaya 2009. ... 40

Gambar 13. Perbandingan warna sampel pada suhu normal dan suhu tinggi...26

Gambar 14. Grafik hubungan nilai K (t) ukuran partikel dengan suhu (1/T) ... 43

Gambar 15. Grafik hubungan nilai k atribut aroma dengan suhu 1/T ... 45

Gambar 16. Grafik hubungan nilai k uji organoleptik warna dengan suhu (1/T) ... 47

Gambar 17. Urutan prioritas penentuan faktor yang mempengaruhi umur simpan

orange emulsion flavor

...34

Gambar 18. Urutan prioritas penentuan parameter akhir pada produk

orange

emulsion flavor

... 51


(14)

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tata letak Pabrik Firmenich Indonesia ... 57

Lampiran 2. Skema Pembuatan Flavor Emulsi ... 58

Lampiran 3. Contoh Hasil Analisis PSD ... 59

Lampiran 4. Kuesioner Uji Beda dari Kontrol Analisis Perbedaan Aroma ... 60

Lampiran 5. Kuesioner Uji Beda dari Kontrol Analisis Perbedaan Warna ... 61

Lampiran 6. Hierarki Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Umur Simpan Orange

Emulsion Flavor ... 62

Lampiran 7. Input Data Aroma ... 63

Lampiran 8. Input Data Warna... 63

Lampiran 9. Input Data PSD (

Particle Size Distribution

) ... 64

Lampiran 10. Input Data TPC (

Total Plate Count

) ... 65

Lampiran 11. Grafik penurunan dan kenaikan nilai parameter Particle Size

Distribution (µm) selama penyimpanan ... 66

Lampiran 12. Grafik penurunan dan kenaikan nilai parameter atribut sensori aroma

selama penyimpanan ... 68

Lampiran 13. Grafik penurunan dan kenaikan nilai parameter atribut sensori warna

selama penyimpanan ... 70

Lampiran 14. Tabel Perhitungan Lengkap Pendugaan Umur Simpan ... 72

Lampiran 15. Kuesioner AHP ... 60

Lampiran 16. Nilai Prioritas Responden pada Penentuan Faktor yang Mempengaruhi

Orange Emulsion Flavor ... 84

Lampiran 18. Tahap-tahap perhitungan pendugaan umur simpan produk dengan

menggunakan bantuan persamaan Arhenius (ukuran partikel): ... 74


(15)

15

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap produk selalu memiliki masa pakai yang optimal. Masa kadaluarsa adalah waktu dimana produk pangan masih memberikan daya guna seperti yang diharapkan jika produk tersebut disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Undang-undang pangan nomor 7 tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan menyatakan setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu dan tanggal kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Pencantuman informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada konsumen bahwa produk memiliki mutu yang baik saja yang dipasarkan dan produk tersebut aman dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa yang telah ditetapkan produsen (Hariyadi, 2004).

Umur simpan merupakan parameter yang penting untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan dan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk, serta berkaitan erat dengan jenis kemasan yang digunakan. Pendugaan umur simpan produk dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). ESS adalah penentuan kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kadaluawarsa. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang panjang dan analisa karakteristik mutu yang dilakukan relatif banyak. Sedangkan dengan menggunakan ASLT, pengujian dapat dipercepat, dengan ketepatan dan akurasi tinggi. Pada metode ini, digunakan kondisi yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk.

Ketentuan tentang masa kadaluarsa berlaku untuk semua produk pangan, termasuk juga pada produk flavor emulsi. Flavor emulsi merupakan produk flavor yang memiliki ikatan fisik antar partikel-partikel hidrofobik dan hidrofilik sehingga umur simpannya sangat dipengaruhi oleh kestabilan ikatan antar partikel tersebut (Dumont et al, 2006). Flavor emulsi mampu larut air melalui proses homogenisasi. Senyawa – senyawa flavor umumnya dapat larut dalam minyak (oil soluble), memasukkan senyawa-senyawa ini ke dalam suatu sistem emulsi yang memungkinkan untuk menyatu dengan komponen-komponen larut minyak dan komponen yang larut air. Adanya senyawa yang bersifat larut dalam minyak dalam sistem emulsi juga akan membatasi volatilitas senyawa tersebut, sehingga akan meningkatkan stabilitasnya selama penyimpanan dan dalam pengolahan yang menggunakan panas. Dalam pendugaan umur simpan flavor emulsi ditentukan dengan metode akselerasi dengan pendekatan Arhenius dan penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan Orange Emulsion Flavor dengan metode Analytical Hierarchy Process.

B. TUJUAN

Menduga umur simpan dari Orange Emulsion Flavor dengan metode Accelerated Shelf Life Testing dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan Orange Emulsion Flavor dengan metode Analytical Hierarchy Process.


(16)

16

C. MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang parameter mutu yang paling penting dalam menentukan kualitas Orange Emulsion Flavor. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan studi lebih lanjut tentang mekanisme kerusakan Orange Emulsion Flavor serta memberikan informasi mengenai umur simpan dari produk Orange Emulsion Flavor.


(17)

17

II. TINJUAN PUSTAKA

A. FIRMENICH

1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Firmenich SA merupakan perusahaan keluarga yang didirikan di Swiss pada tahun 1895 oleh Mr. Firmenich, Mr. Chuit dan Mr. Naef. Awal beridirinya Firmenich dipelopori oleh dua ahli kimia, yaitu Mr. Martin Naef dan Mr. Philippe Chuit. Kemudian Mr. Chuit berkeluarga dengan Mrs Firmenich yang bersama keluarganya mendirikan perusahaan keluarga dengan nama Firmenich SA. Mulanya perusahaan ini memproduksi parfume pada tahun 1920. Pada tahun yang sama pula seorang ahli kimia Firmenich yaitu Profesor Ruzika menemukan senyawa kimia parfume (maskenon) dan mendapatkan nobel atas karyanya di bidang kimia.

Pada awalnya Firmenich bergerak di bidang chemical and specialities saja. Pada tahun 1939 perusahaan ini mulai menjalankan bisnis flavor dan kini bergerak di bidang flavor, fragrance, serta chemical and specialities. Firmenich SA mulai membentuk jaringan organisasi dan servis pada tahun 1960. Pada tahun 1984 dan 1988 perusahaan grup ini mendirikan pabrik firanova (Citrus) di Florida dan pabrik Firharbor di Amerika Utara. Dua tahun kemudian perusahaan ini menerapkan R & D, logistik dan bioteknologi dalam memproduksi flavor, fragrance, chemical serta specialities.

Saat ini Firmenich SA telah memiliki lebih dari 60 cabang di lima benua yang terbagi dalam empat zona komersil, yaitu : Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara ( Amerika Serikat dan Canada ) dan Asia Pasifik ( Indonesia, Malaysia, Singapur, Thailand, Filipina, Vietnam, Bangladesh, India, Srilangka, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, RRC, Taiwan, Selandia Baru dan Australia).

PT. Firmenich Indonesia merupakan salah satu cabang Firmenich SA yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1994. Firmenich Indonesia merupakan perusahaan patungan berstatus penanaman Modal Asing. Pemegang Sahamnya adalah Firmenich Trading Corporation dan sebuah perusahaan flavor yaitu PT. Indesso Aroma. PT. Firmenich Indonesia lazim disebut menurut singkatan resminya “Firjava” masuk dalam zona Asia Pasifik. PT. Firmenich Indonesia bergerak di bidang flavor untuk produk pangan dan tembakau dan fragrance untuk produk non pangan.

Sebenarnya bisnis Firmenich SA di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1974 bersamaan dengan berdirinya PT. Indesso Aroma di Purwokerto dengan PT. Indesso Aroma sebagai distributor tunggal produk PT. Firmenich di Indonesia. Setelah berdirinya PT. Firmenich Indonesia, PT. Indesso Aroma telah bergeser perannya hanya sebagai distributor tunggal untuk produk Firmenich di Indonesia, Selain menghasilkan produk atas namanya sendiri dan co-distributor untuk produk-produk gum.

Pada tanggal 14 Maret 1997, pabrik PT. Firmenich Indonesia didirikan di wilayah Cileungsi Bogor seluas 2.4 Ha yang digunakan untuk tempat compounding flavour, gudang, kantor, laboratorium Quality Control.


(18)

18

2. LOKASI PERUSAHAAN

PT. Firmenich Indonesia terletak pada dua lokasi yaitu kantor pusat dan pabrik. Kantor pusat berlokasi di Jalan Tanah Abang II no 78 Jakarta Pusat sedangkan pabrik berlokasi di jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi Km. 9 Bogor. Pabrik PT. Firmenich Indonesia merupakan satu area dengan pabrik PT. Indesso yang berada dalam suatu area kawasan industri. Pabrik ini didirikan di wilayah Cileungsi dengan luas 2.4 hektar dan terdiri dari tiga bangunan utama. Bangunan pertama digunakan untuk kantor dan laboratorium, bangunan kedua untuk kantin sedangkan bangunan ketiga digunakan untuk produksi. Tata letak pabrik PT. Firmenich Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1.

3. JENIS DAN SPESIFIKASI PRODUK

Produk yang dihasilkan oleh PT. Firmenich dibagi menjadi dua jenis yaitu flavor dan parfume. Produk flavor sendiri dibagi lagi menjadi empat jenis berdasarkan proses pembuatannya yaitu, Emulsion, Simple Dilution, Reaction, dan Washed Oil. Produk flavor berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yaitu, Flavor cair (flavor cair biasa, flavor pasta dan emulsi) dan flavor padat (bubuk dan durarome) sedangkan yang diproduksi di PT. Firmenich Indonesia hanya flavor cair seperti liquid, pasta dan emulsi.

Flavor cair terdiri dari empat jenis flavor, yaitu sweet, savoury, tobacco flavor dan washed oil flavor. Sweet flavor adalah flavor dengan rasa utama manis, seperti flavor buah-buahan (strawberry, banana, mango, tamarin, dll), susu, coklat, coffe dan flavor lainnya. Savoury flavour adalah flavor dengan rasa utama asin dan gurih atau umami misalnya flavor daging, chicken, fish, beef dan sebagainya. Sementara tobacco flavor diaplikasikan pada produk-produk rokok. Washed oil flavor merupakan flavor cair yang telah mengalami proses penjernihan dengan cara pendinginan, misalnya lime washed, orange washed, dan lain-lain. Keempat jenis flavor cair ini diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia yang berlokasi di Cileungsi.

Flavor padat (powder dan Durarome) tidak diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia. Flavor ini masuk ke dalam kategori produk direct selling, yaitu produk yang diproduksi oleh Firmenich Negara lain untuk langsung dijual oleh Firmenich Indonesia.

B. FLAVOR EMULSI

Flavor emulsi merupakan flavor yang diproses dengan pencampuran dua sifat molekul yang berbeda yaitu sifat larut air (hidrofilik) dan larut minyak (lipofilik), melalui penambahan emulsifier dan proses homogenisasi akan tercipta suatu film yang menyelubungi partikel minyak dan stabil pada larutan air (Ananta, 2011).

Ada dua jenis flavor emulsi yang digunakan dalam industri makanan. Salah satunya adalah flavor emulsi dengan konsentrasi yang tinggi. Pada dasarnya flavor emulsi tersebut adalah minyak esensial yang distabilisasi dengan emulsifier dan aditif lainnya (Anonim, 2012). Selain dengan zat aditif, flavor emulsi juga dapat stabil dengan adanya proses homogenisasi. Homogenisasi dilakukan dengan tekanan tinggi (2000-5000 psi), hal tersebut dapat memperkecil ukuran partikel antara 0,2-2,0 mikron (Peter, 2008).


(19)

19

Menurut Ananta (2011) untuk membuat flavor emulsi yang baik, sebagai contoh jenis Citrus Oil (seperti orange atau lemon) diperlukan suatu penstabil emulsifier yang baik seperti Gum arabic atau pati termodifikasi. Umumnya emulsifier yang digunakan adalah pati termodifikasi sebagai penstabil emulsifier untuk pembuatan flavor emulsi, dikarenakan kemampuannya yang dapat menambahkan rantai samping hidrofobik dengan molekul pati yang awalnya hanya bersifat hidrofilik (Murphy, 2000).

Keistimewaan dari flavor emulsi yang menggunakan weighting agent adalah efek turbiditas yang diberikan pada minuman. Hal ini berbeda dengan flavor emulsi tanpa weighting agent, yang hampir tidak ada efek turbiditas atau disebut sebagai Clear Emulsion. Efek jernih ini diinginkan terutama pada produk minuman yang mengandung alkohol, minuman fortifikasi, minuman olahraga, atau minuman berflavor. Dengan tidak adanya weighting agent, maka untuk meminimalkan perbedaan specific gravity, ukuran partikel minyak harus sangat kecil sekali. Disamping menghindari terjadinya creaming, emulsi akan terlihat lebih jernih (Ananta, 2011).

Kestabilan flavor emulsi dalam jangka waktu penyimpanan yang lama sangat dibutuhkan baik dalam bentuk konsentrat maupun di dalam produk minuman. Stabilitas yang kurang baik akan menghasilkan penampakan yang kurang menarik pada minuman seperti masalah ringing (pembentukan cincin pada permukaan minuman), pemisahan, kekeruhan dan flavor tidak konsisten (Ananta, 2011).

Proses pembuatan flavor emulsi terdiri dari beberapa tahap, sebagaimana digambarkan pada gambar 1. Tahapan awal yang dilakukan adalah mempersiapkan bahan baku. Bahan baku yang digunakan terdiri dari air demineralisasi, pelarut, serta bahan baku cair dan bubuk. Untuk mempermudah proses pengolahan, bahan baku (cair) dihangatkan terlebih dahulu dalam water bath. Selanjutnya bahan baku dipindahkan ke dalam tanki dengan menggunakan pompa dan kemudian ditimbang sesuai formulasi yang sudah ditentukan.

Tahap kedua adalah pencampuran bahan baku dan homogenisasi. Proses pencampuran bahan baku dilakukan secara terpisah berdasarkan fasenya, yakni fase minyak dan fase air. Waktu dan kecepatan yang digunakan dalam kedua proses pencampuran bahan baku tersebut sama yaitu selama 10-60 menit dengan kecepatan 700-2500 rpm. Setelah proses pencampuran selesai, kedua hasil yang diperoleh kemudian dicampur melalui proses pre-homogenisasi selama1-3 jam dengan kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan flavor emulsi, dengan menggunakan saringan berukuran 100 mikron. Proses homogenisasi dilakukan pada hasil penyaringan flavor emulsi untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran droplet minyak dan air pada campuran emulsi.

Tahap akhir dalam pembuatan flavor emulsi adalah pemeriksaan mutu , pengepakan serta pemindahan ke gudang. Flavor emulsi yang telah selesai diproduksi akan menjalani pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu untuk mendapatkan rekomendasi dari bagian pengawasan mutu. Setelah diperoleh rekomendasi kemudian dapat dilakukan proses pengisian kedalam jerigen HDPE. Pada proses pengisian dilakukan kembali penyaringan untuk mencegah adanya kontaminan yang terbawa pada produk. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan berukuran 100 mikron. Saringan tersebut terletak pada selang yang digunakan untuk mengalirkan flavor emulsi ke dalam kemasan. Setelah proses pengisian selesai kemudian dilanjutkan dengan pengemasan dan penyegelan, serta penyimpanan dalam gudang. .


(20)

20

Gambar 1. Skema Pembuatan Flavor Emulsi

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

Menurut Arpah (2007) umur simpan adalah selang waktu yang menunjukkan antara saat

Mulai Pemindahan dengan pompa Persiapan bahan Pembukaan kemasan Dihangatkan dalam water bath

Air demineralisasi Pelarut Bahan baku (cair)

Pembukaan kemasan Pemindahan secara manual Penimbangan Fase air Fase minyak Pencampuran (10-60 menit. 700-2500 rpm)

Pencampuran (10-60 menit. 700-2500 rpm)

Pre-Homogenisasi (1-3 jam, ±3000 rpm)

Penyaringan (100 mikron)

Homogenisasi (100-250 bar)

Analisis QC

Pengisian ke dalam kemasan

Penutupan kemasan

Proses segel

Pemindahan ke Gudang

Selesai

Persiapan kemasan Penempelan label dalam kemasan Label

Jerigen HDPE

Bahan baku


(21)

21

produksi hingga saat akhir dari produk masih dapat dipasarkan, dengan mutu prima seperti yang dijanjikan. Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik.

Menurut Syarief et al (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan pangan yang dikemas adalah :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, seperti kepekaan terhadap perubahan kimia internal dan fisik

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume 3. Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

Pendugaan umur simpan bahan pangan atau produk pangan sangat penting untuk mengetahui masa kadaluarsa suatu produk, yaitu suatu masa bagi produk tidak layak untuk dikonsumsi atau produk tersebut sudah terdapat dalam kondisi yang tidak sesuai dengan keterangan yang tertera pada label kemasan.

Umur simpan suatu produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan konsep studi penyimpanan produk pangan. Metode-metode yang umumnya digunakan dalam pendugaan umur simpan tersebut adalah metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS).

ESS disebut juga dengan metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, tapi memerlukan waktu yang panjang serta analisa parameter mutu yang relatif banyak.

Berbeda halnya dengan metode ESS, metode AAS membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Oleh karena itu, kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung.

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan. Pertama adalah pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa. Kedua adalah pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2001).


(22)

22

mutu produk pangan akan mengikuti pola reaksi sebagai berikut :

A Produk Intermediet B

Dalam kondisi tersebut konsentrasi mutlak A maupun B tidak dianalisa. Akan tetapi, yang diukur adalah perubahan konsentrasi produk intermediet terhadap waktu. Perubahan konsentrasi ini dianggap proporsional terhadap penurunan konsentrasi produk A maupun peningkatan konsentrasi produk B. Secara matematis laju reaksi dinyatakan sebagai :

.

... Persamaan 1 Atau

... Persamaan 2

keterangan :

[A] = penurunan konsentrasi A yang dikorelasikan dengan mutu produk [B] = peningkatan konsentrasi B yang dikorelasikan dengan mutu produk k = konsentrasi laju reaksi

n = ordo reaksi t = waktu

Persamaan 2 diterapkan pada suatu kondisi suhu, Aw, dan intensitas cahaya dibuat konstan. Penerapan persamaan ini untuk penentuan umur simpan dilakukan dengan menentukan konsentrasi kritis A atau B yang mana pengaruhnya terhadap mutu mencapai tingkat kerusakan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Arpah, 2001).

Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan cara memantau penurunan mutu produk selama penyimpanan melalui teori kinetika reaksi. Penurunan mutu produk dapat mengikuti reaksi ordo 0, 1, atau ordo lainnya. Laju reaksi pada ordo nol tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaksi sehingga laju reaksi ordo nol hanya dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k (Syarief et al, 1989). Laju perubahan A menjadi B dapat dinyatakan sebagai berikut :

... persamaan 3

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut : ... Persamaan 4

... Persamaan 5

Apabila konsentrasi kritis komponen A = Ac, maka umur simpan produk sama dengan :


(23)

23

... Persamaan 6

Plot antara perubahan konsentrasi [A] dan waktu (t) untuk reaksi ordo nol, memberikan garis lurus dengan nilai kemiringan (slope) = k (Arpah, 2001). Penurunan mutu mengikuti reaksi ordo nol diantaranya adalah oksidasi lemak (ketengikan pada snacks, dry foods, dan frozen foods), pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (Labuza, 1982).

Penurunan mutu yang mengikuti reaksi ordo satu diantaranya adalah ketengikan pada minyak sayur, pertumbuhan mikroba pada pada daging maupun ikan segar, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan off flavor akibat mikroba pada daging dan ikan (Labuza, 1982). Persamaan pada laju reaksi ordo 1 adalah sebagai berikut :

...persamaan 7

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut :

...

persamaan 8 Pada t0 = 0, maka :

... persamaan 9 ...persamaan 10

... ...persamaan 11

Ts merupakan umur simpan produk dan plot antara perubahan logaritma konsentrasi [A] dengan waktu t, untuk reaksi ordo satu, memberikan garis lurus dengan slope –k (Arpah, 2001).

Untuk mengkuantifikasi pengaruh temperatur terhadap reaksi deteriorasi, maka dapat dilakukan pendekatan Arrhenius. Pada model Arrhenius, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produk pangan. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi laju reaksi berbagai senyawa kimia yang akan mempercepat pula penurunan mutu produk. Dengan demikian, suhu penyimpanan diusahakan dalam keadaan tetap. Laju penurunan mutu dengan metode Arrhenius adalah sebagai berikut :

ln e

... Persamaan 12 Keterangan :

k = konstanta penurunan suhu ko = konstanta


(24)

24

R = konstanta gas (1.986 kal/mol)

T = suhu mutlak (K)

Interpretasi energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln k dengan 1/T. Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu sehingga nilai slope akan besar (Arpah, 2001).

Model Arrhenius memiliki asumsi-asumsi yang diterapkan dalam pendugaan umur simpan. Asumsi-asumsi tersebut adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu, proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya, dan suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap (Syarief et al, 1989).

D. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Proses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L.Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1983 dalam Marimin 2004). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang teroganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya (Marimin, 2004).

Menurut Marimin (2004) Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Menurut Saaty (1986), AHP baik digunakan untuk menyusun model problem dan pendapat sehingga permasalahan yang ada dapat dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan, dan diprioritaskan untuk dikaji. Proses AHP memberikan suatu kerangka pengambilan keputusan yang efektif terhadap persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan suatu keputusan. Pada dasarnya, metode AHP ini memilah-milah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian tertentu; menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki. Melalui serangkaian kegiatan sistematis, AHP mensintesis penilaian-penilaian menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif dari berbagai alternatif tindakan dengan memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Metode AHP ditujukan untuk memodelkan perihal tak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun manajemen. Penerapan AHP sedapat mungkin menghindari adanya penyederhanaan dengan membuat asumsi-asumsi agar diperoleh model yang representatif. Penerapan


(25)

25

AHP membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana yang ada dalam kenyataan seharihari, dalam usaha mencapai konsensus (Eryatno, 1996). Sebagaimana penelitian Oktorio (2004) tentang pemberian insentif untuk pemanfaatan limbah menunjukkan bahwa perbedaan prioritas insentif disebabkan oleh perbedaan kepentingan yang dibawa oleh masing-masing stakeholder.

Proses Hierarki Analitik dapat digunakan untuk merangsang timbulnya gagasan untuk melakukan tindakan kreatif dan mengevaluasi keefektifan setiap keputusan. Selain itu, untuk membantu para pemimpin meletakkan informasi apa yang patut dikumpulkan guna mengevaluasi faktor-faktor yang relevan dalam situasi yang kompleks. Proses Hierarki Analitik juga dapat digunakan untuk melacak ketidak konsistenan pertimbangan dan preferensi peserta sehingga pemimpin mampu menilai mutu pengetahuan para pembantu mereka dan kemantapan pemecahan itu (Saaty, 1986).

AHP memiliki keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga lebih mudah untuk dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dengan metode AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil. Selain itu, AHP juga dapat menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang (Marimin dan Maghfiroh, 2010).


(26)

26

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah orange emulsion flavor yang diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia, alcohol, larutan pengencer Buffer Fosfat (KH2Po4), media PCA dan air destilata.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain inkubator, botol sampel, particle size analyzer, pH meter, refraktometer, spescific gravity meter, gelas piala, erlenmeyer, sudip, gelas pengaduk, cawan petri, tabung reaksi berulir, pipet tetes, pipet mikro, neraca analitik, botol aquades, dan smelling strips.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap I adalah penentuan parameter kritis orange emulsion flavor, tahap II adalah analisis umur simpan dengan parameter yang sudah ditentukan pada tahap I, tahap III adalah penentuan umur simpan orange emulsion flavor , dan tahap IV adalah penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan orange emulsion flavor dengan menggunakan metode AHP. Sebagaimana kerangka berpikir kegiatan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. kerangka berpikir kegiatan penelitian Orange emulsion flavor

Penentuan Parameter Kritis

Penyimpanan (20, 25, 30, 35 C ; 4 minggu)

Analisis Sensori

- Aroma - Warna

Analisis Fisik - Ukuran Partikel

Analisis Mikrobiologi

- TPC

Penentuan Umur Simpan (Shelf Life)

Penentuan faktor yang mempengaruhi umur simpan dengan metode AHP Penyebaran kuesioner (Responden merupakan Pakar dalam bidang Flavor)

Pengolahan data dengan expert choice 2000

TUJUAN

1. Penentuan Parameter Kritis

2. Menentukan Umur Simpan orange emulsion flavor dengan metode ASLT


(27)

27

1. Penentuan Parameter Kritis

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter kritis yang mempengaruhi daya simpan orange emulsion flavor dengan cara membandingkan sampel yang sudah kadaluarsa dan sampel yang baru dibuat. Parameter yang di uji antara lain, pH, spesific gravity, refractive index, ukuran partikel, aroma dan warna.

2. Analisis Umur Simpan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap parameter kritis yang sudah ditentukan. Parameter kritis yang sudah ditentukan antara lain ukuran partikel, warna, aroma, dan mikrobiologi. Analisis umur simpan dilakukan dengan menggunakan kemasan HDPE. Setiap kemasan berisi ±50 gram Orange emulsion flavor .

a. Persiapan Sampel

Sebelum sampel dianalisis, sampel ditimbang terlebih dahulu. Sampel ditimbang dengan berat total ±50 gram dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian sampel diberi label dengan keterangan masing-masing suhu penyimpanan. Sampel yang sudah siap untuk dianalisis dapat dilihat pada Lampiran 17.

b. Metode Analisis

(i) Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 sampai 14. Istilah pH berasal dari “p” lambang matematika dari negatif logaritma, dan “H” lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Definisi yang formal tentang pH adalah negatif logaritma dari aktivitas ion Hidrogen. Yang dapat dinyatakan dengan persamaan:

pH = - log [H+]

Prinsip kerja dari pH meter adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan ion hidrogen yang ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan suatu elektroda pembanding. Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan (Basset, 1994).


(28)

28

Gambar 3. Skema elektroda pH meter

Langkah awal pengukuran pH adalah pH meter dikalibrasi dengan cara mencelupkan elektroda yang telah dibilas akuades ke dalam buffer pH 4 yang dilanjutkan pada buffer pH 7 dan buffer pH 9. Setelah pH meter dikalibrasi, dilakukan pengukuran terhadap sampel. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel. Sampel didiamkan hingga memperoleh hasil yang stabil. Setelah pengukuran selesai elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue. Adapun pH meter dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. pH meter

Sumber:

muthiaura.wordpress.com

(ii) Spesific Gravity

Specific Gravity (SG) didefinisikan sebagai rasio dari kerapatan suatu gas terhadap kerapatan suatu udara yang diukur dalam keadaan suhu dan tekanan yang sama. Analisis spesific gravity dilakukan dengan menggunakan spesific gravity meter (Nugraha, 2010). Adapun alat spesific gravity meter dapat dilihat pada Gambar 4.

Prinsip kerja dari spesific gravity meter adalah tekanan hidrostatik berbasis instrumen yang bergantung pada prinsip Pascal yang menyatakan bahwa perbedaan tekanan antara dua titik dalam kolom vertikal cairan tergantung pada jarak vertikal antara dua titik, kepadatan cairan dan gaya gravitasi (Anonim, 2012). Prinsip tersebut dinyatakan dengan persamaan:


(29)

29

Dimana:

= tekanan hidrostatik (dalam satuan Pa) atau perbedaan tekanan pada dua titik dalam sekat yang berisi zat cair

= massa jenis zat cair ( kg/m3) = percepatan gravitasi (m/detik2)

= perbedaan ketinggian antara dua titik pada kolom yang berisi zat cair (m)

Penggunaan spesific gravity meter terbagi menjadi beberapa tahap. Berikut adalah tahapan langkah kerja dalam menggunakan spesific gravity meter :

1. Persiapan

Pada tahap persiapan, selang yang berada di dalam spesific gravity meter dibersihkan terlebih dahulu dengan cara menekan tombol pump yang berada di bagian layar.

2. Pengukuran

Pengukuran sampel dapat dilakukan jika pada layar telah menunjukkan angka 0,000. Sampel dimasukkan dengan menggunakan syringe. Kemudian hasil pengukuran akan muncul pada layar.

3. Pembersihan

Pembersihan pada spesific gravity meter bertujuan untuk menghilangkan sisa sampel yang terdapat dalam selang . Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan alkohol.

Gambar 5. spesific gravity meter

sumber: www.greentree.com. (iii) Refractive Index

Analisis Refractive index dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula, Garam, Protein dsb. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20 (Anonim 2010). Adapun prinsip kerja dari refraktometer adalah sebagai berikut :


(30)

30

1. Dari gambar 6 terdapat 3 bagian yaitu : Sample, Prisma dan Papan Skala. Refractive index

prisma jauh lebih besar dibandingkan dengan sampel.

2. Jika sampel merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample besar. Maka pada papan skala sinar “a” akan jatuh pada skala rendah.

3. Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut refraksi akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sampel kecil.

Gambar 6. Prinsip kerja refraktometer Sumber: www.dunianalitika.com

Langkah awal dalam menggunakan refraktometer adalah sampel dituangkan dengan menggunakan syringe ke tempat sampel yang terletak di bagian atas . Tombol start ditekan pada layar, refraktometer akan secara otomatis membaca kadar refractive index pada sampel. Adapun refraktometer dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. refraktometer Sumber: www.restech.com. (iv) Ukuran Partikel

Analisis ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan particle size analyzer (PSA) yang bekerja berdasarkan prinsip Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve analyses), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil


(31)

31

pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.

Pengoperasian particle size analyzer (PSA) menggunakan sistem komputer. Langkah awal dalam menggunakan PSA adalah keran air dinyalakan, kemudian tombol on pada PSA dan komputer ditekan. Setelah komputer dan PSA menyala, program PSA yang terdapat pada komputer dipilih, selanjutnya dilakukan input keterangan data sampel seperti nama sampel, tanggal pengujian dan keterangan lain. Adapun tampilannya dapat dilihat pada gambar 8 dan gambar 9.

Gambar 8. Tampilan awal program PSD

Gambar 9. Tampilan pada saat persiapan analisis

Langkah selanjutnya adalah sampel diteteskan perlahan dengan menggunakan pipet tetes. Indikator pada PSA akan menunjukkan warna hijau jika sampel yang diteteskan sudah


(32)

32

cukup. Setelah indikator berwarna hijau akan muncul peak pada layar. Hal tersebut menunjukkan bahwa PSA sudah mulai menganalisis sampel. Setelah sampel selesai dianalisis maka hasil akan keluar dan tersimpan dalam folder. Pengukuran sampel dilakukan beberapa kali ulangan, hingga diperoleh dua data yang memiliki selisih kurang dari 0,0120 µm. Dari kedua data tersebut kemudian diolah secara bertahap dalam menentukan umur simpan. Adapun hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Particle Size Analyzer dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Particle Size Analyzer Sumber : www. nanotechweb.org (v) Uji Sensori

Uji sensori yang digunakan untuk analisis perbedaan aroma dan warna adalah uji beda dari kontrol. Uji beda dari kontrol dilakukan dua arah antara satu atau lebih sampel uji terhadap kontrol bukan antar sampel uji. Pada uji beda dari kontrol ini digunakan sampel “blind

control” yaitu sampel kontrol yang dijadikan sebagai salah satu sampel uji. Dengan demikian

pada saat pengujian diharapkan nilai sama atau tidak ada perbedaan dengan sampel kontrol. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis terlatih yang berjumlah 8 orang. Contoh kuesioner Uji Beda dari Kontrol untuk analisis perbedaan aroma terdapat pada Lampiran 4 sedangkan kuesioner untuk analisis perbedaan warna terdapat pada Lampiran 5.

(vi) Uji Mikrobiologi (TPC)

Sampel dipipet sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berulir serta ditambah larutan pengencer 9 ml, dikocok hingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 3 tabung reaksi berulir steril yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml pengencer. Dari pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan pada tabung I dan diperoleh pengenceran 10-2. Dari tabung I yang merupakan pengenceran 10 -2

dimasukkan 1 ml ke dalam tabung II. Demikian selanjutnya dibuat hingga pengenceran 10 -3

.Dari setiap pengenceran, masing-masing dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan petri tersebut dituangi media PCA (suhu ± 450C) sebanyak 15 ml. Cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar


(33)

33

merata. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu suhu 37 °C ± 1 °C selama 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

(vii) Penentuan Umur Simpan (ASLT)

Data hasil pengamatan uji sensori aroma dan warna sebagai indikator penurunan mutu selama penyimpanan ditabulasikan dan dilakukan tahap-tahap pendugaan umur simpan produk dengan menggunakan bantuan persamaan Arrhenius sebagai berikut :

1. Data hasil analisa pada berbagai suhu ditabulasikan . Data-data tersebut akan diplotkan sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. Plot data dilakukan pada ordo nol dan ordo satu.

2. Berdasarkan persamaan tersebut akan diperoleh nilai slope (b) yang merupakan konstanta laju reaksi perubahan karakteristik orange emulsion flavor.

3. Nilai ln K dan 1/T yang merupakan parameter persamaan Arrhenius ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan terhadap nilai 1/T dan diperoleh nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier sebagai berikut.

Keterangan : Ln ko = intersep Ea/ R = slope

Ea = energi aktivasi

R = konstanta gas ideal (1.986 kal/mol.K)

4. Hasil plot data akan diperoleh nilai R2. Apabila nilai R2 pada plot ordo nol lebih mendekati nilai satu dibandingkan dengan plot pada ordo satu, maka persamaan ordo reaksi yang digunakan adalah reaksi ordo nol. Begitu pula sebaliknya.

5. Berdasarkan persamaan yang diperoleh, maka dapat ditentukan nilai konstanta k0 yang merupakan faktor eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik orange emulsion flavor (Ea). Selanjutnya ditentukan model persamaan kecepatan reaksi (k) perubahan karakteristik orange emulsion flavor sehingga diperoleh persamaan Arrhenius.

6. Melalui persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai kecepatan reaksi (k) dari perubahan karakteristik orange emulsion flavor pada suhu (T) penyimpanan yang ditentukan. 7. Umur simpan orange emulsion flavor dihitung dengan menggunakan persamaan

kinetika reaksi ordo nol t = (A0-At)/ k atau ordo satu t = (ln A0-ln At)/ k (t merupakan umur simpan produk). Perhitungan menggunakan data karakteristik mutu awal orange emulsion flavor (kondisi orange emulsion flavor pada waktu t=0 atau A0) dan nilai


(34)

34

karakteristik mutu orange emulsion flavor pada kondisi kritis (kondisi pada waktu t= t atau At)

3. Penetuan Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Umur Simpan

Dalam penentuan faktor-faktor yang berperan dalam umur simpan orange emulsion flavor menggunakan metode Analitical Hierarki Process (AHP) . Menurut Marimin (2004) dengan metode AHP proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan–keputusan lebih kecil yang dapat ditangani dengan mudah. Data penelitian ini dikumpulkan melalui pengisian kuesioner dengan responden. Pengisian pada tahapan ini dilakukan dengan beberapa orang pakar yang berasal dari PT. Firmenich Indonesia dan dosen/staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Responden ahli terdiri dari flavorist, QA and QC manager, Production Manager, QA supervisor, QC Supervisor. dan dosen. Pengolahan data dilakukan dengan metode Analitical Hierarki Process (AHP). Perhitungan dalam analisis ini berasal dari hasil isian kuesioner responden ahli. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Expert Choice 2000 for windows.

A. Penyusunan Hierarki

Langkah awal dalam menyelesaikan persoalan adalah menguraikan menjadi beberapa unsur, yaitu beberapa kriteria, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Struktur hierarki berikut mempresentasikan keputusan untuk menentukan faktor apa saja yang berperan dalam umur simpan orange flavor emulsion. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah Bahan baku, teknologi proses, kemasan, storage, perilaku aplikasi, pendistribusian, dan parameter akhir. Kriteria yang lain tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level akhir dalam diagram. Hierarki persoalan ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

B. Penilaian Kriteria dan Alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel penilaian dari skala perbandingan

Tingkat Kepentingan Definisi

1 Sama penting

3 Sedikit lebih penting

5 Jelas lebih penting

7 Sangat jelas lebih penting

9 Pasti/mutlak lebih penting (kepentingan yang ekstrim ) 2,4,6,8 Jika ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan


(35)

35

C. Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan berpasangan atau komparasi berpasangan, yakni membandingkan elemen dengan eleman lainnya pada setiap tingkat skala komparasi yang berdasarkan penilaian Saaty (1986).

D. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.


(36)

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN PARAMETER KRITIS

Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis yang cenderung berpengaruh terhadap umur simpan orange emulsion flavor. Sebelum penyimpanan, dilakukan pengukuran nilai mutu awal dari produk orange emulsion flavor. Selain itu, orange emulsion flavor yang sudah kadaluarsa juga diukur dan dianalisis. Kemudian hasil analisis tersebut dibandingkan dengan nilai standar yang berlaku di PT. Firmenich Indonesia. Dari hasil yang sudah dibandingkan dengan standar akan diperoleh parameter mutu kritis.. Adapun hasil dari pengukuran mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor Parameter Hasil Analisis

(Produk Awal)

Hasil Analisis (Produk kadaluarsa)

Standar

pH 3,71 3,91 3,2-4,2

Spesific Gravity 1,0890 1,094 1,086-1,096

Refraction Index 1,3892 1,3893 1,384-1,390

Ukuran Partikel 0,273 0,712 0,5 µm

Warna Orange Orange (sedikit gelap dan terdapat endapan)

Orange

Aroma Aroma jeruk Aroma jeruk tengik (seperti vit.c yang sudah

lama) Aroma jeruk TPC (Total Plate Count) - (tidak diuji) - (tidak Diuji) 1 CFU

Berdasarkan hasil pengukuran dan perbandingan maka diperoleh parameter mutu kritis yaitu ukuran partikel, aroma, warna dan uji TPC. Untuk parameter lainnya seperti spesific gravity, refractive index, dan pH tidak termasuk kedalam parameter mutu kritis, hal ini disebabkan karena nilai pada parameter tersebut relatif stabil. Sedangkan pada parameter ukuran partikel mengalami peningkatan ukuran yang hampir mendekati 1 µm, pada parameter warna terdapat endapan yang cukup banyak, dan pada parameter aroma terjadi off flavor.

1. Ukuran Partikel

Analisis ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan particle size analyzer (PSA) yang bekerja berdasarkan prinsip Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve


(37)

37

analyses), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.

Ukuran partikel merupakan salah satu parameter yang terpenting dalam sistem emulsi, selain itu ukuran partikel merupakan parameter kunci untuk mendeteksi waktu proses ketidakstabilan sistem emulsi. Semakin besar ukuran partikel maka semakin rentan terjadi destabilisasi. Dari parameter ini mekanisme ketidakstabilan dapat diprediksi, koalesen akan terjadi jika konsentrasi droplet tinggi (diatas 10 sampai 50 persen), flokulasi dapat terjadi pada konsentrasi rendah dan droplet berukuran kecil (di bawah 5 persen dan 1 m). Sedangkan kriming dapat terjadi bila ukuran droplet cukup besar dan dalam konsentrasi relatif rendah (Andarwulan dan Adawiyah, 1992)

Menurut Andarwulan dan Adawiyah (1992) ketidakstabilan dalam sistem emulsi disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme seperti sedimentasi atau creaming, flokulasi dan koalesen.

a. Sedimentasi /creaming

Sedimentasi atau creaming dapat terjadi karena adanya aksi dari gaya gravitasi pada fasa yang berbeda densitasnya. Kecepatan pembentukan krim mengikuti hukum Stokes sebagai berikut:

Keterangan : V= Kecepatan globula r = jari-jari globula g = gaya gravitasi

p = perbedaan densitas antara 2 fasa u = viskositas fasa kontinyu/pendispersi

Hukum Stokes mengasumsikan bahwa terjadinya pengendapan partikel tidak dipengaruhi oleh adanya partikel lain. Penurunan pengendapan dalam

konsentrasi yang tinggi digambarkan dengan istilah “pengendapan terentang’ dan konsentrasi dalam jumlah yang besar memiliki peranan penting dalam penurunan pengendapan (Bergenstahl, 1992).

b. Flokulasi

Flokulasi merupakan mekanisme kedua destabilisasi emulsi. Flokulasi terbentuk karena globula lemak lebih suka bergerak membentuk grup atau globula


(38)

38

yang lebih besar daripada bergerak individual. Tanpa adanya proses homogenisasi maka sistem emulsi akan cenderung berflokulasi. Hal ini menyebabkan meningkatkan kecepatan kriming. Flokulasi tidak disebabkan oleh adanya lapisan interfasial atau perubahan ukuran globula, tetapi karena adanya muatan elektrostatik.

c. Koalesen

Koalesen merupakan mekanisme ketiga dari bentuk destabilisasi terpenting pada sistem emulsi. Koalesen dipengaruhi oleh lapisan interfasial yang menyebabkan terjadinya pembentukan globula individual. Menurut Bergenstahl (1992) koalesen terjadi atas beberapa tahap, diantaranya :

i. Konsentrasi emulsi (lapisan krim emulsi lebih cair) berubah secara perlahan menjadi lebih padat melalui proses konsolidasi frekuensi interaksi antar droplet yang semakin meningkat.

ii. Lapisan tipis yang terbentuk berada di antara droplet-droplet. Tingkat dari proses drainase menentukan seberapa cepat lapisan menjadi lebih tebal. . iii. Pada tahap ini terjadi proses acak dan pecahnya lapisan. Terjadinya proses

acak ini ditentukan dari ketebalan lapisan. Dalam tahap ini diharapkan titik kritis lapisan dapat ditentukan.

iv. Tahap terakhir adalah penggabungan droplet.

Gambar 11. Jenis kerusakan pada sistem emulsi

Menurut Raharjo (2006) ukuran diameter droplet minyak dalam sistem emulsi pada makanan dan minuman bisa berkisar antara 0,1 sampai dengan 100 m. perbedaan ukuran diameter droplet berpengaruh pada stabilitas oksidatif dalam sistem emulsi. Oksidasi lemak dalam sistem emulsi dipicu oleh reaksi oksidasi yang terjadi di permukaan globula atau lapisan antar muka. Namun demikian pengaruh ukuran globula terhadap laju oksidasi lemak juga ditentukan oleh konsentrasi zat-zat reaktif yang bersifat prooksidan. Jika jumlah pro-oksidan ini berlebihan maka memperkecil ukuran globula akan menyebabkan senyawa pro-oksidan lebih banyak menduduki lapisan antar muka. Hal tersebut sudah dilaporkan juga oleh Roozen et al. (1994) yang menyatakan bahwa laju reaksi oksidasi pada emulsi tidak selalu dipengaruhi oleh ukuran globula minyak.

Kondisi fisik dari globula minyak dalam emulsi O/W juga bisa mempengaruhi laju reaksi oksidasi lemak. Kondisi globula minyak pada kebanyakan makanan beremulsi pada suhu


(39)

39

ruang biasanya berwujud cair. Jika didinginkan dalam refrigerator maka sebagian atau seluruh minyak tersebut akan memadat. Lemak dalam kondisi padat mengalami reaksi oksidasi dengan laju yang lebih lambat dibandingkan minyak dalam kondisi cair (Raharjo, 2006).

2. Aroma

Off flavor terdeteksi semakin kuat dengan semakin lamanya penyimpanan. Begitu pula dengan suhu penyimpanan, maka semakin tinggi suhu penyimpanan off flavor terdeteksi semakin kuat. Terjadinya off flavor dapat dikarenakan reaksi oksidasi pada produk yang dapat menyebabkan ketengikan. Reaksi oksidasi dapat dipercepat dengan adanya panas (Ketaren, 2008) sehingga semakin tinggi suhu off flavor terdeteksi semakin kuat (sangat berbeda dengan kontrol) yang ditunjukkan dengan skor aroma yang semakin rendah.

Produk oksidasi lemak dan hasil degradasinya dalam sistem emulsi akan terdistribusi dalam fase minyak, fase air, dan headspace. Hal ini secara langsung berpengaruh terhadap persepsi flavor dari produk makanan yang berupa emulsi (McClements,1999). Menurut Raharjo (2006) Intensitas aroma pada sistem emulsi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi molekul senyawa volatile di dalam headspace. Senyawa hasil degradasi peroksida lemak cenderung lebih larut dalam fase minyak dari pada dalam fase air. Selain itu, perbedaan ukuran diameter globula minyak juga berpengaruh pada stabilitas oksidatif dalam emulsi (Gohtani et al, 1999). Oksidasi lemak dalam emulsi dipicu oleh reaksi oksidasi yang terjadi di permukaan globula atau lapisan antar muka (McClements,1999).

Menurut Raharjo (2006) struktur kimia dari lipida itu sendiri yang menjadi salah satu faktor utama yang menentukan terjadinya oksidasi lemak pada sistem emulsi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya oksidasi dalam sistem emulsi yaitu, memilih lemak dengan ikatan rangkap sedikit atau tidak ada ikatan rangkapnya. Selain memilih lemak tepat, konsentrasi oksigen juga perlu diperhatikan. Oksidasi lemak melibatkan reaksi antara oksigen dan asam lemak tidak jenuh. Kelarutan oksigen tiga kali lebih tinggi pada sistem minyak dari pada dalam air (Ke and Ackman, 1973, dalam Raharjo 2006).

3. Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Pewarna pangan diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami, identik alami, dan sintetik (Lopez dan Vargas dalam Mulyono dan Wijaya, 2009)

Dalam produk orange emulsion flavor pewarna yang digunakan adalah pewarna sintetik. Pewarna sintetik banyak digunakan dalam industri pangan karena pewarna alami memiliki banyak kekurangan, misalnya konsentrasinya yang kurang pekat, stabilitasnya yang


(40)

40

kurang baik dan harganya yang relatif mahal (Winarno, 2002). Menurut Lopez dan Vargas dalam Mulyono dan Wijaya (2009) pewarna sintetik dapat digolongkan berdasarkan struktur molekulnya, menjadi golongan azo, golongan triarilmetana, golongan quinolin, antraquinon, dan fenol. Untuk mengahasilkan tampilan warna yang lebih beragam, dapat dilakukan pencampuran beberapa pewarna (Mulyono dan Wijaya, 2009). Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Contoh tampilan warna pada beberapa pewarna sintetis. Sumber: Mulyono dan Wijaya 2009.

Warna sampel menjadi semakin gelap seiring dengan tingginya suhu penyimpanan. Terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap atau agak kemerah-merahan disebabkan oleh kelarutan yang mulai berkurang seiring dengan meningkatnya suhu.

Pewarna yang terdapat dalam orange emulsion flavor adalah pewarna sintetis yaitu Tatrazine dan Sunset Yellow. Kedua pewarna ini memiliki karakterisrik yang tidak berbeda jauh. Menurut Reineccius (1994) Tartrazine berbentuk bubuk berwarna kuning jingga, mudah larut dalam air pada suhu 19 °C - 25 °C, sedikit larut dalam alcohol 95 % dan mudah larut dalam gliserol dan glikol, Tahan terhadap asam asetat, HCl, NaOH 10%. NaOH 30% merubah warna menjadi kemerah-merahan. Sedangkan Sunset yellow termasuk golongan monoazo, berbentuk bubuk berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam glikol dan gliserol. Ketahanan terhadap oksidator hampir sama dengan Tarzazine, sedangkan ketahanan terhadap FeSO4 lebih rendah. Pemakaian alat-alat yang menyebabkan warna larutan zat warna menjadi coklat gelap dan keruh. Dengan Al, warna larutan hanya sedikit berubah menjadi kemerahan.

Kemungkinan terjadinya perubahan warna disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi sehingga kelarutannya berkurang dan dapat menyebabkan pengendapan pada waktu yang lama. Perbandingan warna sampel terdapat pada Gambar 11.


(41)

41

Gambar 13. Perbandingan warna sampel pada produk awal dan produk kadaluarsa B. ANALISIS UMUR SIMPAN

1.Penentuan Ordo Reaksi

Laju perubahan mutu setiap parameter pada produk orange emulsion flavor dapat berbeda-beda. Jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara konstan atau linier maka mengikuti ordo reaksi nol, sedangkan jika laju kerusakan parameter tersebut terjadi secara exponensial atau logaritmik maka mengiuti ordo reaksi satu (Labuza, 1982).

Tabel 3. Nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik penurunan mutu menurut ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1.

Parameter suhu penyimpanan (C)

R2 Ordo reaksi yang

dipilih ordo reaksi 0 ordo reaksi 1

Ukuran

partikel 20 0,974 0,973

0

25 0,734 0,744

30 0,749 0,737

35 0,806 0,799

warna 20 0,962 0,973

1

25 0,945 0,949

30 0,868 0,872

35 0,808 0,852

Aroma 20 0,578 0,57

1

25 0,839 0,843

30

0,915

0,939

35

0,708

0,746

Pemilihan ordo reaksi yang sesuai dapat dilakukan dengan memplotkan nilai mutu masing-masing parameter setiap minggunya mengikuti ordo reaksi nol ataupun ordo reaksi satu. Ordo reaksi yang terpilih adalah ordo reaksi yang mempunyai nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih besar (Arpah, 2001). Ordo reaksi yang sesuai bagi setiap parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil pengolahan data, ordo reaksi yang digunakan dalam parameter ukuran partikel adalah ordo reaksi 0. Sedangkan pada parameter warna dan aroma menggunakan ordo reaksi 1.


(42)

42

2. Pendugaan Umur Simpan berdasarkan Beberapa Parameter Mutu

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode ASLT dengan pendekatan Arrhenius. Produk disimpan dalam kondisi suhu yang berbeda yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari untuk masing-masing suhu penyimpanan. Parameter yang diamati setiap minggunya adalah aroma, warna, ukuran partikel, dan total mikroba (TPC).

Uji organoleptik yang digunakan adalah Uji Beda Dari Kontrol, dengan menggunakan 8 panelis terlatih. Panelis yang digunakan berasal dari PT. Firmenich Indonesia dan mahasiswa/mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan yang sebelumnya telah diberi pengatahuan tentang produk yang akan diuji. Skala penilaian yang digunakan dalam uji sensori atribut aroma dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 7. Sedangkan untuk uji sensori atribut warna dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 6. Kuesioner Uji Beda Dari Kontrol untuk atribut aroma dapat dilihat pada Lampiran 4 dan kuesioner Uji Beda Dari Kontrol untuk atribut warna dapat dilihat pada Lampiran 5. Batas kritis untuk atribut aroma adalah nilai penerimaan dengan skala 3 sedangkan pada atribut warna batas kritis yang ditetapkan adalah skala 2. Data Uji sensori untuk atribut warna dan aroma, ukuran partikel dan uji TPC dapat dilihat pada Lampiran 7, 8, 9, dan 10.

a). Ukuran Partikel Orange Emulsion Flavor

Analisis ukuran partikel dilakukan setiap minggu pada produk yang telah disimpan di dalam tempat penyimpanan yang berbedasuhunya, yaitu 20°C, 25°C, 30°C dan 35°C. Penyimpanan pada keempat suhu ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada produk sehingga umur simpan dapat ditentukan.

Data ukuran partikel yang diperoleh dari pengukuran orange emulsion flavor setiap minggunya, kemudian di plotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1. Pada ordo 0, data ukuran partikel (sumbu- Y) diplotkan terhadap waktu penyimpanan (sumbu-x), sedangkan pada ordo 1 yang diplotkan ke dalam sumbu-Y adalah bentuk ln ukuran partikel. Berdasarkan hasil perhitungan, maka nilai korelasi pada ordo nol lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Dari keempat persamaan garis tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai konstanta laju penurunan mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar 0.010, 0.006, 0.024, dan 0.025 yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai konstanta laju penurunan mutu orange emulsion flavor

suhu (k. 1/T)

suhu

(c) Ordo 0

slope (Ln k) Intercept Korelasi

PSD 0,0034129 20 0,010 -1,309 0,973

0,0033557 25 0,006 -1,285 0,744

0,0033003 30 0,024 -1,314 0,737


(43)

43

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh dengan nilai suhu yang diinginkan melalui pemplotan nilai k dan 1/T pada kurva sehingga dapat diketahui ekstrapolasi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain. Dari persamaan tersebut diperoleh laju perubahan mutu pada suhu 25 °C sebesar 1,00942249. Umur simpan produk orange emulsion flavor dapat diketahui dengan memasukkan nilai k, nilai kritis dan nilai awal produk pada persamaan tersebut. Nilai K (t) dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 14. Grafik hubungan nilai K (t) ukuran partikel dengan suhu (1/T) Tabel 5. Nilai K(t) pada empat suhu penyimpanan untuk parameter ukuran partikel Suhu penyimpanan

(°C)

(Kt) K (t) T (K) 1/T

20 0,00050

1,00507426 293 0,0034129

25

0,00093 1,00942249 298 0,0033557

30

0,01221 1,01228287 303 0,0033003

35

0,01911 1,01930274 308 0,0032468

Berdasarkan persamaan pada Gambar 12. maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan sebesar 25°C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut :

... y= 0,01221


(1)

88

Lampiran 18. Tahap-tahap perhitungan pendugaan umur simpan produk

dengan menggunakan bantuan persamaan Arhenius (ukuran partikel):

1. Data hasil analisa pada berbagai suhu ditabulasikan . Data-data tersebut akan diplotkan sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. Plot data dilakukan pada ordo nol dan ordo satu.

INPUT DATA HASIL PENGUKURAN PARTICLE SIZE DISTRIBUTION (µm)

suhu

ulangan

Mean PSD (µm)

0

7

14

21

28

20

1

0.272

0.278

0.319

0.334

0.326

2

0.275

0.285

0.314

0.334

0.385

Rata-rata

0,273

0,281

0,316

0,334

0,355

Ln Skor

-1,298

-1,269

-1,152

-1,096

-1,035

25

1

0.272

0.285

0.322

0.247

0.355

2

0.275

0.294

0.324

0.353

0,324

Rata-rata

0,273

0,289

0,323

0,300

0,339

Ln Skor

-1,298

-1,241

-1,13

-1,203

-1,081

30

1

0.272

0.385

0.257

0.522

0.527

2

0.275

0.324

0.322

0.527

0.533

Rata-rata

0,273

0,354

0,290

0,524

0,53

Ln Skor

-1,298

-1,038

-0,778

-0,646

-0,634

35

1

0.272

0.414

0.528

0.529

0.546

2

0.275

0.310

0.552

0.553 0.541

Rata-rata

0,273

0,366

0,54

0,541

0,543


(2)

89

2. Berdasarkan persamaan tersebut akan diperoleh nilai slope (b) yang merupakan konstanta laju reaksi perubahan karakteristik orange emulsion flavor.

c.

Ordo 0


(3)

90

d.

Ordo 1

3. Nilai ln K dan 1/T yang merupakan parameter persamaan Arrhenius ditabulasikan, selanjutnya nilai ln k diplotkan terhadap nilai 1/T dan diperoleh nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier sebagai berikut.

Tabel 4. Nilai konstanta laju penurunan mutu orange emulsion flavor suhu (k. 1/T)

suhu

(c) Ordo 0

slope (k) Intercept Korelasi PSD 0,0034000 20 0,010 -1,309 0,973 0,0033557 25 0,006 -1,285 0,744 0,0033003 30 0,024 -1,314 0,737


(4)

91

0,0032468 35 0,025 -1,182 0,799

4. Hasil plot data akan diperoleh nilai R2. Apabila nilai R2 pada plot ordo nol lebih mendekati nilai satu dibandingkan dengan plot pada ordo satu, maka persamaan ordo reaksi yang digunakan adalah reaksi ordo nol. Begitu pula sebaliknya.

Tabel 3. Nilai koefisien determinasi (R2) dari grafik penurunan mutu menurut ordo

reaksi 0 dan ordo reaksi 1. Parameter suhu penyimpanan

(C)

R2

Ordo reaksi yang dipilih ordo reaksi 0 ordo reaksi 1 Ukuran

partikel 20 0,974 0,973

0

25 0,734 0,744

30 0,749 0,737

35 0,806 0,799

5. Berdasarkan persamaan yang diperoleh, maka dapat ditentukan nilai konstanta k0 yang

merupakan faktor eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan karakteristik orange emulsion flavor (Ea). Selanjutnya ditentukan model persamaan kecepatan reaksi (k) perubahan karakteristik orange emulsion flavor sehingga diperoleh persamaan Arrhenius.

Gambar 12. Grafik hubungan nilai K (t) ukuran partikel dengan suhu (1/T) 6. Melalui persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai kecepatan reaksi (k) dari perubahan

karakteristik orange emulsion flavor pada suhu (T) penyimpanan yang ditentukan. Tabel 5. Nilai K(t) pada empat suhu penyimpanan untuk parameter ukuran partikel

Suhu Penyimpanan (°C) K(t) T (K) 1/T

20 1,00507426 293 0,0034129

25 1,00942249 298 0,0033557


(5)

92

35 1,01930274 308 0,0032468

... y= 0,01221

7. Umur simpan orange emulsion flavor dihitung dengan menggunakan persamaan kinetika reaksi ordo nol t = (A0-At)/ k atau ordo satu t = (ln A0-ln At)/ k (t merupakan umur simpan produk).

Perhitungan menggunakan data karakteristik mutu awal orange emulsion flavor (kondisi orange emulsion flavor pada waktu t=0 atau A0) dan nilai karakteristik mutu orange emulsion flavor


(6)

93

Lampiran 19. Tabel input data parameter ukuran partikel pada setiap ulangan.

Suhu

Hari ke-

ulangan

1

2

3

4

5

6

20

0

0,272

0,275

7

0,394

0,278

0,285

14

0,178

0,319

0,314

21

0,334

0,190

0,334

28

0,326

0,280

0,223

0,385

25

0

0,272

0,275

7

0,396

0,285

0,294

14

0,322

0,223

0,324

21

0,247

30,705

0,353

28

0,324

0,270

0,355

30

0

0,272

0,275

7

0,385

0,251

0,324

0,296

0,284

14

0,257

0,322 0.597

21

0,293

0,321

0,522

0,285

0,527

28

0,324

0,286

0,527

0,533

35

0

0,272

0,275

7

0,414

0,31

14

0,319

0,528

0,552

0,322

21

0,339

0,529

0,553

28

0,261

0,259

0,27

0,546

0,354

0,541

Keterangan :