36
IV
. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENENTUAN PARAMETER KRITIS
Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis yang cenderung berpengaruh terhadap umur simpan orange emulsion flavor. Sebelum penyimpanan, dilakukan
pengukuran nilai mutu awal dari produk orange emulsion flavor. Selain itu, orange emulsion flavor yang sudah kadaluarsa juga diukur dan dianalisis. Kemudian hasil analisis tersebut
dibandingkan dengan nilai standar yang berlaku di PT. Firmenich Indonesia. Dari hasil yang sudah dibandingkan dengan standar akan diperoleh parameter mutu kritis.. Adapun hasil dari
pengukuran mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai mutu awal dan kadaluarsa produk orange emulsion flavor
Parameter Hasil Analisis
Produk Awal Hasil Analisis Produk
kadaluarsa Standar
pH 3,71
3,91 3,2-4,2
Spesific Gravity 1,0890
1,094 1,086-1,096
Refraction Index
1,3892 1,3893
1,384-1,390
Ukuran Partikel 0,273
0,712 0,5 µm
Warna Orange
Orange sedikit gelap dan terdapat endapan
Orange
Aroma
Aroma jeruk Aroma jeruk tengik
seperti vit.c yang sudah lama
Aroma jeruk
TPC Total Plate
Count
- tidak diuji
- tidak Diuji
1 CFU
Berdasarkan hasil pengukuran dan perbandingan maka diperoleh parameter mutu kritis yaitu ukuran partikel, aroma, warna dan uji TPC. Untuk parameter lainnya seperti spesific
gravity, refractive index, dan pH tidak termasuk kedalam parameter mutu kritis, hal ini disebabkan karena nilai pada parameter tersebut relatif stabil. Sedangkan pada parameter ukuran
partikel mengalami peningkatan ukuran yang hampir mendekati 1 µm, pada parameter warna terdapat endapan yang cukup banyak, dan pada parameter aroma terjadi off flavor.
1. Ukuran Partikel
Analisis ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan particle size analyzer PSA yang bekerja berdasarkan prinsip Laser Diffraction LAS. Metode ini dinilai lebih akurat bila
dibandingkan dengan
metode analisa
gambar maupun
metode ayakan sieve
37
analyses, terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron yang biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel
didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi menggumpal. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu
hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
Ukuran partikel merupakan salah satu parameter yang terpenting dalam sistem emulsi, selain itu ukuran partikel merupakan parameter kunci untuk mendeteksi waktu proses
ketidakstabilan sistem emulsi. Semakin besar ukuran partikel maka semakin rentan terjadi destabilisasi. Dari parameter ini mekanisme ketidakstabilan dapat diprediksi, koalesen akan
terjadi jika konsentrasi droplet tinggi diatas 10 sampai 50 persen, flokulasi dapat terjadi pada konsentrasi rendah dan droplet berukuran kecil di bawah 5 persen dan 1
m. Sedangkan kriming dapat terjadi bila ukuran droplet cukup besar dan dalam konsentrasi relatif rendah
Andarwulan dan Adawiyah, 1992 Menurut Andarwulan dan Adawiyah 1992 ketidakstabilan dalam sistem emulsi
disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme seperti sedimentasi atau creaming, flokulasi dan koalesen.
a. Sedimentasi creaming
Sedimentasi atau creaming dapat terjadi karena adanya aksi dari gaya gravitasi pada fasa yang berbeda densitasnya. Kecepatan pembentukan krim mengikuti
hukum Stokes sebagai berikut:
Keterangan : V= Kecepatan globula r = jari-jari globula
g = gaya gravitasi p = perbedaan densitas antara 2 fasa
u = viskositas fasa kontinyupendispersi Hukum Stokes mengasumsikan bahwa terjadinya pengendapan partikel
tidak dipengaruhi oleh adanya partikel lain. Penurunan pengendapan dalam konsentrasi yang tinggi digambarkan dengan istilah “pengendapan terentang’ dan
konsentrasi dalam jumlah yang besar memiliki peranan penting dalam penurunan pengendapan Bergenstahl, 1992.
b. Flokulasi
Flokulasi merupakan mekanisme kedua destabilisasi emulsi. Flokulasi terbentuk karena globula lemak lebih suka bergerak membentuk grup atau globula
V= 2 r
2
gp9u
38
yang lebih besar daripada bergerak individual. Tanpa adanya proses homogenisasi maka sistem emulsi akan cenderung berflokulasi. Hal ini menyebabkan
meningkatkan kecepatan kriming. Flokulasi tidak disebabkan oleh adanya lapisan interfasial atau perubahan ukuran globula, tetapi karena adanya muatan
elektrostatik. c.
Koalesen Koalesen merupakan mekanisme ketiga dari bentuk destabilisasi terpenting
pada sistem emulsi. Koalesen dipengaruhi oleh lapisan interfasial yang menyebabkan terjadinya pembentukan globula individual. Menurut Bergenstahl 1992 koalesen
terjadi atas beberapa tahap, diantaranya : i.
Konsentrasi emulsi lapisan krim emulsi lebih cair berubah secara perlahan menjadi lebih padat melalui proses konsolidasi frekuensi interaksi antar
droplet yang semakin meningkat. ii.
Lapisan tipis yang terbentuk berada di antara droplet-droplet. Tingkat dari proses drainase menentukan seberapa cepat lapisan menjadi lebih tebal. .
iii. Pada tahap ini terjadi proses acak dan pecahnya lapisan. Terjadinya proses
acak ini ditentukan dari ketebalan lapisan. Dalam tahap ini diharapkan titik kritis lapisan dapat ditentukan.
iv. Tahap terakhir adalah penggabungan droplet.
Gambar 11. Jenis kerusakan pada sistem emulsi Menurut Raharjo 2006 ukuran diameter droplet minyak dalam sistem emulsi pada
makanan dan minuman bisa berkisar antara 0,1 sampai dengan 100 m. perbedaan ukuran
diameter droplet berpengaruh pada stabilitas oksidatif dalam sistem emulsi. Oksidasi lemak dalam sistem emulsi dipicu oleh reaksi oksidasi yang terjadi di permukaan globula atau lapisan
antar muka. Namun demikian pengaruh ukuran globula terhadap laju oksidasi lemak juga ditentukan oleh konsentrasi zat-zat reaktif yang bersifat prooksidan. Jika jumlah pro-oksidan
ini berlebihan maka memperkecil ukuran globula akan menyebabkan senyawa pro-oksidan lebih banyak menduduki lapisan antar muka. Hal tersebut sudah dilaporkan juga oleh Roozen
et al. 1994 yang menyatakan bahwa laju reaksi oksidasi pada emulsi tidak selalu dipengaruhi oleh ukuran globula minyak.
Kondisi fisik dari globula minyak dalam emulsi OW juga bisa mempengaruhi laju reaksi oksidasi lemak. Kondisi globula minyak pada kebanyakan makanan beremulsi pada suhu
39
ruang biasanya berwujud cair. Jika didinginkan dalam refrigerator maka sebagian atau seluruh minyak tersebut akan memadat. Lemak dalam kondisi padat mengalami reaksi oksidasi dengan
laju yang lebih lambat dibandingkan minyak dalam kondisi cair Raharjo, 2006.
2. Aroma