Pengaruh Kadar Perekat dan Kombinasi Kayu Terhadap Sifat Fisis Mekanis OSB Ukuran Kecil dan Besar dari Dua Jenis Kayu Rakyat.

(1)

INTRODUCTION. Nowadays, the community forest has become one of timber supplier in Indonesia. The species that usually planted in this community forest is a fast growing species which low in quality. OSB is one of composite product that can produced from low quality wood. Many reserch about utilization local species timber for OSB has been applied. The objective of this research is to examine and to compare the physical and mechanical properties of small scale and full scale OSB made from two (2) kind of wood species and two (2) level of adhesive content. Furthermore, the objective is also to determine the best treatment for OSB.

MATERIAL AND METHOD. The raw material used is wood strand of Acacia (Acacia mangium Willd.) and Manii (Maesopsis eminii Engl.). The amount of Methylene di-Phenil di-Isocyanate (MDI) adhesive used was 5 and 7%. Wax was added in amount of 1%. The physical (i.e density, moisture content, water absorption and thickness swelling) and mechanical (i.e Modulus of Elasticity, Modulus of Rupture, Internal Bond and Screw Holding Power) properties were evaluated. The results were also be compared with JIS A 5908 and CSA 0437.0 (Grade O-2) standards.

RESULT. The difference of wood species that used in producing OSB affecting the physical and mechanical properties of OSB. The physical properties that did not affected are density and moisture content, whereas the mechanical properties that did not affected are wet MOR perpendicular to strand orientation and screw holding power. The level of adhesive content also affecting the physical and mechanical properties of OSB. The physical properties that did not affected are density, moisture content and thickness swelling (2 hour). The mechanical properties that did not affected is dry MOR parallel to strand orientation, internal bond and screw holding power. OSB made from Manii with 7% of adhesive content is the best board, whereas OSB made from mix wood (acacia and manii) with 5% of adhesive content is the worst board. Wood species that give the best properties is acacia and the worst is mix wood. The best adhesive content is 7%. The small scale board have a better quality than a full scale board.

Key words: acacia, manii, MDI, combination of strands, OSB

1)

.Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry IPB 2)

.Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB

DHH

the Physical and Mechanical Properties of Small Scale The Effect of Adhesive Content and Wood Species to and Full Scale OSB Made From Two Species of

Community Forest Timber Dedi Dendi Wijaya1, Fauzi Febrianto2


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembatasan pasokan kayu dari hutan alam yang ditetapkan oleh pemerintah menjadikan Hutan Rakyat sebagai salah satu sumber bahan baku kayu saat ini. Menurut statistik kehutanan tahun 2008, produksi kayu dari hutan rakyat mencapai 1.568.415,63 ha dengan potensi sebesar 39.416.557 m3 (Hadjib et al 2005). Jenis kayu yang ditanam di hutan rakyat sebagian besar merupakan jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) dengan kualitas yang kurang baik karena umumnya berdiameter kecil dan mengandung banyak kayu juvenil. Dikarenakan karakteristik kayunya yang buruk tersebut, penggunaan kayu yang berasal dari hutan rakyat cenderung terbatas dan rendemennya rendah. Menurunnya kualitas kayu tersebut membuat produk komposit menjadi suatu alternatif, karena kita dapat memanfaatkan kayu yang berkualitas rendah tersebut untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas lebih tinggi.

Salah satu produk komposit yang sedang populer adalah papan strand berorientasi (oriented strand board) atau yang lebih dikenal dengan OSB. OSB merupakan panel dari strand kayu yang direkat dengan perekat tipe eksterior dan dikempa panas. Orientasi arah strand menyerupai orientasi vinir pada kayu lapis dimana strand antar lapisan disusun saling bersilangan tegak lurus. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan panel yang dihasilkan (APA 1997).

Saat ini telah banyak penelitian mengenai pengaplikasian kayu Manii (Maesopsis eminii) dan Akasia (Acacia Mangium) dalam pembuatan OSB. Penelitian ini biasanya dilakukan dalam ukuran yang kecil, sedangkan pada prakteknya OSB selalu dibuat dalam ukuran besar. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran dalam produksi ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Dengan mengetahui pengaruh perbedaan ukuran ini, kita dapat memastikan apakah hasil penelitian papan berukuran kecil dapat diaplikasikan pada pembuatan papan ukuran besar. Selain ukuran tersebut, pengaruh kadar perekat dan pencampuran jenis strand antara dua jenis kayu pun diteliti.


(3)

1.2 Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan produk berupa OSB berukuran kecil dan ukuran besar dengan dan tanpa pencampuran strand menggunakan tekanan spesifik yang rendah (15 kgf/cm2).

2. Menerangkan pengaruh perbedaan kadar perekat dan pencampuran strand kayu Akasia dan Manii dalam pembuatan OSB terhadap sifat fisis dan mekanisnya.

3. Menentukan perlakuan yang dapat memberikan sifat terbaik terhadap OSB yang dihasilkan.

4. Menerangkan pengaruh ukuran papan terhadap kualitas OSB yang dihasilkan.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Menjadi informasi rujukan berkaitan dengan penggunaan kayu rakyat sebagai bahan baku dalam pembuatan OSB.

2. Memberikan informasi mengenai keabsahan data penelitian papan ukuran kecil untuk digunakan pada papan ukuran besar.


(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oriented Strand Board (OSB)

Menurut APA (1997), OSB adalah panel kayu struktural yang terbuat dari strand kayu yang diikat dengan perekat eksterior. Strand disusun membentuk lapisan, dimana arah setiap lapisan saling tegak lurus satu sama lainnya. Menurut Tsoumist (1991), OSB merupakan panel untuk penggunaan struktural terbuat dari strand-strand kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) atau perekat tipe eksterior dan dikempa panas. Strand disusun pada arah tegak lurus pada masing-masing lapisan (biasanya 3 atau 5 lapis) yang selanjutnya akan saling berikatan silang seperti pada kayu lapis.

Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural. OSB dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panil penyekat dan I- Joist. OSB didesain sebagai panil struktural untuk menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal.

Spesifikasi sifat fisis dan mekanis dari OSB (Base Particleboard Type 24-10) menurut standar JIS A 5908 (2003) dan CSA 0437.0 (Grade O-2) tentang papan partikel disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Standar nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel dan OSB Sifat Papan JIS A 5908 (2003) CSA 0437.0

(Grade O-1)*

CSA 0437.0 (Grade O-2)* Sifat Fisis

1. Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9 - -

2. Kadar Air (%) 5-13 - -

3. Pengembangan Tebal (%) ≤ 12 ≤ 15 ≤ 15

4. Daya Serap Air (%) - - -

Sifat Mekanis

1. MOE // Serat (Kgf/cm2) ≥ 20.000 45.886 56.084

2. MOE ┴ Serat (Kgf/cm2) 13.256 15.295

3. MOR // Serat (Kgf/cm2) ≥ 80 234 295

4. MOR ┴ Serat (Kgf/cm2) 96 126

5. Internal Bond (Kgf/cm2) ≥ 1,5 3,45 3,52 6. Kuat Pegang Sekrup (Kgf) ≥ 30


(5)

Menurut Structural Board Association (2005), keberadaan OSB ini pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini keberadaannya telah menggantikan waferboard. Menurut Bowyer et al. (2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga 300% dari 2,7 juta m3 menjadi 10,3 juta m3 per tahun.

Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi mencapai 27 milyar feet2. Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai 2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika, OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan baku kayu dan OSB.

OSB (Oriented Strand Board) merupakan produk yang relatif baru jika dibandingkan produk panel lainnya. OSB dibuat sebagai panel struktural yang menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al 2004). Produk OSB ini memiliki potensi yang besar karena produk ini memiliki keawetan dan kekuatan yang tinggi, selain itu produk ini pun memiliki bentang yang lebar dengan kestabilan dimensi yang tinggi pula. OSB merupakan pilihan ekonomis yang ramah lingkungan, karena itu variasi aplikasi penggunaannya bisa sangat luas seperti untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panel penyekat dan lain sebagainya (Structural Board Association 2005).

Industri OSB dapat memanfaatkan kayu berdiameter kecil dan berbentuk tidak beraturan (bengkok dan sebagainya) sebagai bahan baku OSB. Namun demikian kayu dengan bentuk lurus dan memiliki diameter sekitar 14 inchi (35 cm) lebih disukai dengan alasan kemudahan dalam proses pengulitan (debarking) yang biasanya menggunakan ring-type debarker. Saat ini industri OSB menggunakan hardwood berkerapatan rendah dalam kondisi segar (green logs), yang berukuran panjang sekitar 36 inchi (90 cm) dengan alasan kemudahan untuk diproses dengan menggunakan new knife-ring flaker dan mesin disc untuk mendapatkan flakes berkualitas tinggi (Maloney 1993).


(6)

2.2 Kayu Akasia (Acaciamangium Willd)

Akasia mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminose dan ordo Rosales. Penyebaran jenis ini mencakup Australia Timur Laut, Papua Nugini, Maluku dan Irian Jaya (Gunawan 1999, diacu dalam Azizah 2005). Jenis ini merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang relatif berumur pendek (30-50 tahun). Akasia tumbuh pada daerah dengan curah hujan tahunan dengan variasi antara 1.000 mm/th sampai lebih dari 4.500 mm/th dan mempunyai suhu rata-rata 12-16 ºC (Dursalam 1987, diacu dalam Hendrik 2005).

Akasia termasuk kedalam kelompok pohon yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Tinggi pohon dapat mencapai 30 meter dengan tinggi bebas cabang mencapai setengah dari tinggi total. Kulit Akasia berwarna abu-abu atau cokelat dengan tekstur yang kasar dan berkerut. Daun berupa philodia (daun palsu) yang berukuran besar berwarna hijau gelap, dengan ukuran panjang mencapai 25 cm dan lebar antara 3-10 cm. Bunga berkelamin ganda dengan warna putih atau kuning (Joker 2000).

Kayu Akasia memiliki ciri umum antara lain kayu teras berwarna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Sifat fisik kayu Akasia yaitu berat jenis rata-rata 0,63 (0,43-0,66); termasuk kedalam kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kegunaannya antara lain sebagai bahan baku konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang & Pandit 2002).

Saat ini pohon Akasia telah banyak ditanam, terutama di Benua Asia. Kegunaan utama kayu Akasia adalah sebagai bahan baku pembuatan kertas, fungsi lainnya sebagai kayu bakar, kayu konstruksi dan bahan baku furniture. Tegakannya berguna sebagai pengendali erosi, tempat tinggal bagi hewan dan sebagai peneduh. Sifat yang bernilai dari jenis ini adalah kemampuannya untuk berkompetisi dengan rumput (Imperata cylindrica), sehingga dapat mengurangi jumlah rumput pada tanah yang penutupan lahannya jarang.


(7)

2.3 Kayu Manii (Maesopsiseminii Engl)

Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.) termasuk dalam famili Rhamnaceae, pohon ini tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS. Pohon ini banyak ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Kayu Manii merupakan jenis pohon suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu ekosistemnya. Saat ini jenis ini mulai ditanam di Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Pada pertanaman, biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600 - 900 m dpl. Menyukai daerah dengan curah hujan 1.200 - 3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai 4 bulan. Menyukai solum tanah dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum tipis asalkan terdapat air cukup (Dephut 2002).

Pohon Manii ini termasuk kedalam kelompok pohon meranggas, tinggi total mencapai 45 m dengan tinggi bebas cabang sekitar 2/3 dari tinggi total. Kulit batang berwarna abu-abu pucat, memiliki alur yang dalam, kulit dalam berwarna merah tua, daun sederhana dengan posisi saling berhadapan, panjang daun sekitar 6 - 15 cm dengan tepi daun bergerigi. Tandan terdiri dari banyak bunga di sepanjang ketiak daun, panjang bunga sekitar 1 - 5 cm. Bunga berukuran kecil, berkelamin ganda dengan mahkota berwarna putih kekuningan (Dephut 2002).

Kayu Manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang sampai kuat, dapat digunakan untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Jenis ini banyak ditanam untuk sumber kayu bakar, daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp yang berasal dari jenis kayu keras. Pada pola agroforestry jenis ini ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan alang-alang tinggi dan rumput Pennisetum (Wulandari 2008).


(8)

2.4 Perekat Diethyl Methane Diisosianat (MDI)

Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan (Blomquist et al. 1983). Perekat MDI merupakan salah satu jenis perekat isosianat. Perekat ini unggul dalam proses aplikasi dan mutu produknya, bergantung kepada reaktivitas yang tinggi dari isosianat radikal –N-C-O. Polaritas yang kuat membuat senyawa pembawa radikal ini memiliki bukan hanya potensi adesi yang tinggi, tetapi juga sangat potensial membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang memiliki hidrogen yang reaktif. Ketika satu molekul mengandung dua isosianat radikal seperti dalam diisosianat, molekul akan bergabung secara adesif dengan kemampuan mengembangkan gaya kohesif dalam proses polimerisasi dengan molekul sesamanya.

Perekat ini umum digunakan selain karena mutunya yang baik, juga karena perekat ini memiliki volatilitas yang rendah. Rumus molekul dari MDI adalah C15H10O2N2, berat molekul 250,25 g/mol, titik leleh 40ºC, titik didih 314 ºC. Perbedaan perekat MDI dengan perekat phenol formaldehida (PF) dan urea formaldehida (UF) adalah : pada perekat PF dan UF ikatan terjadi secara mekanis dimana perekat akan masuk kedalam pori-pori kayu dan mengeras sehingga membentuk jangkar perekatan. Pada perekat MDI, selain terjadi ikatan mekanis seperti pada perekat PF dan UF, perekat ini pun membentuk ikatan kimia. Secara kimia isosianat bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik isosianat akan bereaksi dengan air yang terdapat pada kayu dan membentuk poliurea. Isosianat cenderung bereaksi dengan air, hal ini merugikan karena isosianat yang matang pada kayu yang mengandung air cenderung membentuk ikatan yang rapuh (Ruhendi 1997).

Meskipun kinerja perekat isosianat telah diketahui sangat baik, tetapi pemakaian perekat ini kurang populer, hal ini disebabkan karena harga perekat ini relatif mahal. Kualitas perekat ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Massijaya (2005) pada pembuatan papan partikel limbah kertas koran, kadar perekat 2% menghasilkan keteguhan lentur yang lebih besar dari perekat urea formaldehida dan fenol formaldehida dengan kadar 10%.


(9)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Pembuatan OSB dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis OSB dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini digunakan kayu Akasia (Acacia mangium Willd.), kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.) perekat MDI, dan paraffin cair. Sedangkan peralatan yang dipergunakan terdiri dari disk flaker, saringan, kantong plastik, oven, desikator, gelas ukur, gelas aqua, timbangan digital, rotary blender, spray gun, cetakan berukuran 30 cm x 30 cm dan 81 cm x 81 cm, kain teflon ukuran 35 cm x 35 cm dan 100 cm x 100 cm, hot press, plat besi/kayu dengan tebal 1 cm, caliper, dan alat uji sifat mekanis (Universal Testing Machine merk Instron).

3.3 Pembuatan OSB

3.3.1 Persiapan Bahan Baku

Strand dibuat dari log segar kayu Akasia dan Manii dengan menggunakan disk flaker. Strand yang telah dibuat kemudian disortir, strand yang memiliki ukuran panjang antara 5 - 7 cm, lebar 1 - 3 cm dan tebal 0,1 - 0,3 cm diambil sedangkan sisanya dibuang. Dari strand yang telah terpilih tersebut kemudian akan diambil 100 sample strand secara acak dari masing-masing jenis kayu kemudian diukur panjang dan lebarnya untuk menentukan nilai aspect ratio strand (perbandingan panjang dan lebar strand) dan nilai slenderness ratio (perbandingan panjang dengan tebal strand).


(10)

3.3.2 Pengeringan dan Penyimpanan Strand

Strand yang telah dipilih kemudiandisimpan dalam keadaan terbuka sampai kadar airnya mencapai kadar air kering udara, kemudian strand tersebut akan dioven hingga mencapai kadar air berat kering tanur (BKT). Strand yang telah dioven dimasukkan kedalam kantung plastik dan disimpan di tempat yang kering.

3.3.3 Persiapan Perekat

Perekat yang dipakai adalah perekat MDI. Banyaknya perekat MDI yang digunakan adalah sebesar 5% dan 7% dari berat kering oven strand. Dalam perhitungannya diberi tambahan 5% dari berat perekat yang dibutuhkan untuk menggantikan perekat yang tersisa pada spray gun dan rotary blender.

3.3.4 Pencampuran Strand dan Perekat

Pencampuran perekat dengan strand dilakukan dengan menggunakan alat rotary blender, sedangkan untuk memasukan perekat ke dalam rotary blender dilakukan dengan bantuan spray gun.

3.3.5 Pembentukan Lapik (Mats) OSB

Lapik yang dibuat terdiri dari 3 lapis yaitu lapisan face, back dan core. Arah strand lapisan face dan back disusun sejajar menurut arah memanjang panil, sedangkan lapisan core arahnya tegak lurus terhadap lapisan face dan back untuk meningkatkan stabilitas dimensi panil yang dibentuk. Lapik yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dan 81 cm x 81 cm x 1 cm dengan kerapatan target sebesar ± 0.6 g/cm3. Tebal lapisan core ditargetkan setengah dari tebal papan.

3.3.6 Pengempaan

Tekanan spesifik yang digunakan dalam pengempaan sebesar 15 kgf/cm2, dengan waktu kempa selama 7 menit dan suhu 1700C. Pengempaan menggunakan kempa panas karena perekat MDI merupakan tipe perekat termosetting yang dapat mengeras bila terkena panas. Pengempaan diharapkan menghasilkan papan dengan ketebalan 1 cm.


(11)

3.3.7 Pengkondisian

Setelah proses pengempaan, lembaran-lembaran OSB diberi perlakuan conditioning dengan cara penumpukan rapat (solid files) selama ± 14 hari agar perekat dapat mengeras dengan baik dan kadar air papan mencapai kesetimbangan. Setelah dua minggu papan dapat dipotong untuk diuji sifat fisis dan mekanisnya.

3.4 Pengujian Sifat Fisis OSB 3.4.1 Kadar Air (KA)

Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Pertama - tama contoh uji ditimbang berat awalnya (m1), selanjutnya contoh uji dikeringkan dalam oven dengan temperatur 103±2º C selama 24 jam sampai contoh uji mencapai kondisi BKT (Berat Kering Tanur). Setelah 24 jam contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan kedalam desicator agar beratnya konstan kemudian ditimbang beratnya (m2). Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

ࡷ࡭ሺΨሻ ൌ ࢓૚ െ ࢓૛

࢓૛ ࢞૚૙૙Ψ

3.4.2 Kerapatan (KR)

Pengujian kerapatan OSB dilakukan pada kondisi kering udara dengan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Dimensi panjang dan lebar diukur pada dua sisi yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan dimensi tebal diukur pada keempat sisi berbeda dan hasilnya dirata-ratakan. Hasil rata-rata dari ketiga dimensi tersebut dikalikan sehingga diperoleh nilai volume (V). Contoh uji kemudian ditimbang beratnya (m1). Nilai kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

ࡷࡾሺࢍ ࢉ࢓Τሻ ൌ࢓૚


(12)

3.4.3 Pengembangan Tebal (Thickness Swelling, TS)

Pengujian pengembangan tebal dilakukan dengan contoh uji yang berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (t1) yang merupakan rata-rata tebal yang diukur pada keempat sisi dalam kondisi kering udara dan tebal yang diukur setelah perendaman (t2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Nilai Pengembangan tebal (Thickness swelling, TS) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ࢀࡿሺΨሻ ൌ࢚૛ െ ࢚૚

࢚૚ ࢞૚૙૙Ψ

3.4.4 Daya Serap Air (Water Absorpsion, WA)

Pengujian daya serap air dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan pengujian pengembangan tebal dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) ditimbang berat awalnya (m1). Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (m2). Nilai Daya serap air (Water absorpsion, WA) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ࢃ࡭ሺΨሻ ൌ࢓૛ െ ࢓૚

࢓૚ ࢞૚૙૙Ψ

3.5 Pengujian Sifat Mekanis OSB

3.5.1 Kekuatan Lentur (Modulus Of Elasticity = MOE)

Pengujian MOE dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 20 cm x 1cmberdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yaitu pada arah longitudinal (searah dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB) dan pada arah transversal (tegak lurus dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB). Pembebanan contoh uji diberikan dengan kecepatan 10 mm/menit. Nilai MOE dihitung dengan persamaan:

ࡹࡻࡱሺ࢑ࢍࢌ ࢉ࢓૛ሻ ൌ οࡼࡸ૜

૝οࢅ࢈ࢎ૜


(13)

Keterangan :

MOE : Modulus Of Elasticity (kgf/cm2) ΔY : defleksi (cm)

ΔP : beban dibawah batas proporsi (kgf) b : lebar contoh uji (cm)

L : jarak sangga (cm) h : tebal contoh uji (cm)

3.5.2 Keteguhan Patah (Modulus of Rupture = MOR)

Pengujian MOR dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Pada pengujian ini, pembebanan pada pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan (patah). Nilai MOR dihitung dengan persamaan:

ࡹࡻࡾሺ࢑ࢍࢌ ࢉ࢓૛ሻ ൌ ૜ࡼࡸ

૛࢈ࢎ૛

Keterangan :

MOR : Modulus Of Rupture (kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) h : tebal contoh uji (cm) L : jarak sangga (cm)

3.5.3 Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond, IB)

Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) direkatkan pada dua buah blok alumunium dengan perekat dan dibiarkan mengering selama 24 jam. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji dengan kecepatan 2 mm/menit sampai beban maksimum. Nilai IB dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

ࡵ࡮ሺ࢑ࢍࢌ ࢉ࢓૛ሻ ൌ

࢈ࡸ ൗ

Keterangan :

IB : Internal Bond Strength (kgf/cm2) b : lebar contoh uji (cm) P : beban maksimum (kgf) L : panjang contoh uji (cm)


(14)

3.5.4 Kuat Pegang Sekrup (Screw Holding Power)

Contoh uji berukuran 5 cm x 10 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Sekrup yang digunakan memiliki diameter sebesar 2.7 mm dengan panjang 16 mm. Sekrup ini kemudian ditancapkan pada papan hingga mencapai kedalaman 8 mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.

3.6 Perancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor A adalah jenis kayu yang digunakan, yaitu kayu Akasia, Manii dan campuran keduanya, sedangkan faktor B adalah kadar perekat yang digunakan, yaitu 5% dan 7%. Jumlah ulangan yang dilakukan sebanyak 4 kali sehingga disebut percobaan 3 x 2 x 4. Kadar perekat terbaik dari penelitian tahap pertama akan digunakan pada penelitian tahap kedua. Model umum rancangannya adalah sebagai berikut :

Y

ijk

= µ + A

i

+ B

j

+ (AB)

ij

+

H

H

ijk

Keterangan :

Yijk = nilai respon pada taraf ke-i faktor jenis kayu yang digunakan dan pada taraf ke-j faktor kadar perekat yang digunakan.

µ = nilai rata-rata pengamatan.

Ai = pengaruh sebenarnya faktor jenis kayu pada taraf ke-i. Bj = pengaruh sebenarnya faktor kadar perekat pada taraf ke-j. i = jenis kayu Akasia, kayu Manii dan campuran keduanya. j = kadar perekat 5% dan 7%.

k = ulangan (1, 2, 3 dan 4).

(AB)ij = pengaruh interaksi faktor jenis kayu pada taraf ke-i dan faktor kadar perekat pada taraf ke-j.


(15)

Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : Pengaruh utama faktor jenis kayu (faktor A) :

H0: α1= … = αa = 0 (faktor A tidak berpengaruh)

H1: paling sedikit ada satu i dimana αi≠ 0

Pengaruh utama faktor ukuran papan (faktor B) :

H0: β1= … = βb = 0 (faktor B tidak berpengaruh)

H1: paling sedikit ada satu i dimana βi≠ 0

Pengaruh sederhana (interaksi) faktor A dengan faktor B :

H0: (αβ)11= … = (αβ)ab = 0 (interaksi faktor A - B tidak berpengaruh)

H1 : paling sedikit ada satu ij dimana (αβ)ij≠ 0

Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis keragaman dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95%.

Tabel 2 Analisis keragaman (ANOVA) penelitian tahap pertama Sumber

Keragaman Db JK KT Fhitung

Perlakuan A B A*B Sisa Total

ab-1 a-1 b-1 (a-1)(b-1) ab(r-1) abr-1

JKP JKA JKB JKAB JKS JKT

JKP/ab-1 JKA/a-1 JKB/b-1 JKAB/(a-1)(b-1) JKS/ab(r-1)

KTP/KTS KTA/KTS KTB/KTS KTAB/KTS

Sedangkan kriteria ujinya yang digunakan adalah jika Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu dan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda Duncan. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0 dan Microsoft Excell 2007.


(16)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Tahap Pertama (Small Scale Board) 4.1.1 Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) 4.1.1.1 Kerapatan

Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume, kerapatan biasanya dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik (g/cm3). Kerapatan adalah salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi sifat-sifat papan yang dihasilkan dan menjadi dasar dalam penentuan kegunaan suatu produk (Bowyer et al. 2003). Data lengkap hasil pengujian OSB dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan rata-ratanya disajikan pada Gambar 1.

Berdasarkan data pada Gambar 1 diketahui bahwa nilai rata-rata kerapatan OSB hasil penelitian berkisar antara 0,49-0,56 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan terendah (0,49 g/cm3) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata kerapatan tertinggi (0,56 g/cm3) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan perekat 5%).

Gambar 1 Rata-rata nilai kerapatan OSB kecil.

Kerapatan OSB hasil penelitian tidak mencapai kerapatan yang ditargetkan, yaitu sebesar 0,60 g/cm3. Kerapatan target tidak tercapai karena tekanan spesifik yang dikenakan pada papan hanya sebesar 15 kg/cm2, tekanan ini tidak cukup kuat untuk menekan papan sehingga tebal OSB yang dihasilkan lebih besar dari 1

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

M A C

Kerapatan (g/cm

3

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

JIS A 5908 : 2003

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(17)

cm. Selain karena tekanan spesifik yang cenderung rendah, hal lain yang menyebabkan kerapatan OSB menjadi lebih rendah adalah karena adanya spring back atau usaha papan untuk membebaskan tekanan akibat pengempaan dan penyesuaian kadar air papan dengan lingkungan pada saat condisioning. Kedua hal ini menyebabkan peningkatan ketebalan papan sehingga volume papan menjadi lebih besar, akibatnya nilai kerapatan papan yang dihasilkan menjadi lebih rendah dari kerapatan yang ditargetkan.

Dari Gambar 1 tersebut pun terlihat bahwa kerapatan OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003, yang mensyaratkan kerapatan OSB berkisar antara 0,4-0,9 g/cm3. Hasil pengujian analisis ragam menunjukkan bahwa faktor jenis kayu, kadar perekat dan interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan OSB yang dihasilkan. Hal ini berarti kerapatan papan yang dihasilkan cenderung seragam meskipun jenis kayu dan kadar perekat yang digunakan berbeda.

4.1.1.2 Kadar Air

Kadar air kayu didefinisikan sebagai persentase berat air di dalam kayu dibandingkan dengan berat kering tanur kayu tersebut. Berat, kembang susut, kekuatan dan sifat lainnya dipengaruhi oleh besarnya kadar air kayu tersebut (Forest Product Laboratory 1999). Data hasil pengujian OSB pada penelitian tahap pertama secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan rata-ratanya disajikan dalam grafik pada Gambar 2.

Gambar 2 Rata-rata nilai kadar air OSB kecil. 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

M A C

Kadar

Air

(%)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

JIS A 5908 : 2003

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(18)

Berdasarkan data pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kadar air OSB hasil penelitian berkisar antara 7,96% - 8,65%. Nilai rata-rata kadar air terendah (7,96%) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi (8,65%) terdapat pada OSB A5 (kayu Akasia dengan kadar perekat 5%). Hasil ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 yang mensyaratkan standar kadar air sebesar 5-13%.

Kadar air OSB yang dibuat cukup rendah karena bahan baku strand dioven terlebih dahulu hingga kadar airnya kurang dari 10%. Penggunaan kempa panas pun mengakibatkan kadar air papan menjadi semakin rendah. Selain itu, ikatan antar strand yang terjadi di bagian inti papan menyebabkan strand menjadi tidak bebas menyerap air (Massijaya et al. 1999). Perekat yang digunakan adalah perekat MDI yang merupakan kelompok perekat isosianat. Menurut Maloney (1993), perekat isosianat termasuk perekat hidrofobic, sehingga kecenderungan untuk menolak air menjadi lebih tinggi.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor jenis kayu, kadar perekat dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air papan OSB yang dihasilkan. Dapat disimpulkan bahwa jenis kayu yang digunakan tidak memberikan perbedaan terhadap kadar air OSB yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Nuryawan (2007), yang menyebutkan bahwa ketiga jenis kayu (Akasia, Eukaliptus dan Gmelina) yang digunakan dalam pembuatan OSB tidak mempengaruhi nilai kadar air OSB yang dihasilkan. Kadar perekat pun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kadar air.

4.1.1.3 Daya Serap Air

Daya serap air merupakan kemampuan papan dalam menyerap air. Pengujian daya serap air dilakukan dengan merendam papan dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Daya serap air merupakan masalah pada OSB, karena kayu yang kering akan mengembang dan membuat lapik yang telah dikempa cenderung kembali ke kondisi awalnya bila dibasahkan (Nurhaida 2008). Hasil pengujiian daya serap air OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 4, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Gambar 3 dan 4.


(19)

Gambar 3 Rata-rata nilai daya serap air 2 jam OSB kecil.

Gambar 4 Rata-rata nilai daya serap air 24 jam OSB kecil.

Nilai rata-rata daya serap air OSB 2 jam berkisar antara 6,25-12,98%. Nilai rata-rata daya serap air terendah (6,25%) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata daya serap air tertinggi (12,98%) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%). Nilai rata-rata daya serap air OSB 24 jam berkisar antara 32,46-52,02%. Nilai rata-rata kadar air terendah (32,46%) terdapat pada OSB C7 (kayu campuran dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi (52,02%) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%).

0 2 4 6 8 10 12 14 16

M A C

Daya

Serap

Air

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 10 20 30 40 50 60

M A C

D

aya Serap

A

ir

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(20)

Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa pada pengujian daya serap air 2 jam, faktor jenis kayu dan kadar perekat berpengaruh sangat nyata terhadap nilai daya serap air OSB yang dihasilkan. Sedangkan interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai daya serap air OSB. Pada pengujian daya serap air 24 jam didapatkan bahwa faktor jenis kayu, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai daya serap air OSB.

Untuk mengetahui taraf manakah yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai daya serap air OSB, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan pada sifat daya serap air 2 jam menunjukkan bahwa jenis kayu Akasia berbeda nyata dengan jenis kayu Manii dan kayu campuran. Sama halnya dengan daya serap air 2 jam, pada daya serap air 24 jam taraf jenis kayu Akasia berbeda nyata dengan jenis kayu Manii dan kayu campuran. Hal ini berarti penggunaan jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda akan memberikan pengaruh pada nilai daya serap air OSB.

Massijaya dan Kusumah (2005) menyatakan bahwa air yang masuk ke dalam papan dibedakan atas 2 macam, yaitu air yang masuk ke dalam papan dan mengisi rongga-rongga kosong di dalam papan serta air yang masuk ke dalam partikel kayu penyusun papan. Pada Gambar dapat dilihat bahwa daya serap air kayu Manii lebih tinggi dibandingkan dengan kayu Akasia, hal ini disebabkan karena kayu Manii memiliki BJ yang lebih rendah. Dalam pembuatan OSB, volume kayu yang dibutuhkan untuk membuat papan dengan ukuran dan kerapatan tertentu akan sangat dipengaruhi oleh BJ kayu bahan baku, semakin rendah BJ bahan baku maka volume yang dibutuhkan semakin besar. Dengan volume yang lebih besar maka daya serap air papan pun akan lebih besar.

Dari Gambar 3 dan 4 pun terlihat bahwa daya serap air pada papan berkadar perekat 5% selalu lebih besar dibandingkan dengan papan berkadar perekat 7%. Hal ini berhubungan dengan sifat perekat MDI yang cenderung menolak air (Maloney 1993), sehingga semakin banyak perekat digunakan, maka kemampuan menolak air menjadi semakin besar. Kedua hal tersebut memperkuat hasil analisis ragam yang menyatakan bahwa faktor jenis kayu dan kadar perekat mempengaruhi nilai daya serap air, baik 2 jam maupun 24 jam.


(21)

4.1.1.4 Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal merupakan perbandingan rata-rata tebal yang diukur pada keempat sisi dalam kondisi kering udara dengan tebal yang diukur setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Hasil pengujian pengembangan tebal OSB secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan rata-ratanya dapat dilihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 Rata-rata nilai pengembangan tebal 2 jam OSB kecil.

Gambar 6 Rata-rata nilai pengembangan tebal 24 jam OSB kecil. 0 2 4 6 8 10 12 14 16

M A C

Pengem

bangan

T

ebal

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran

CSA 0437.0 (Grade O-2) 0 5 10 15 20 25 30

M A C

Pengem

bangan T

ebal

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7% CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(22)

Nilai rata-rata pengembangan tebal OSB 2 jam hasil penelitian berkisar antara 1,46-6,26%. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (1,46%) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata pengembangan tebal tertinggi (6,26%) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%). Nilai rata-rata pengembangan tebal OSB 24 jam hasil penelitian berkisar antara 6,34-21,30%. Nilai rata-rata pengembangan tebal terendah (6,34%) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata pengembangan tebal tertinggi (21,30%) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%).

Pengembangan tebal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: penyusunan strand, kerapatan kayu asal, kerapatan OSB dan distribusi perekat. Menurut Nuryawan et al. (2007), pengembangan tebal terjadi akibat adanya internal stress akibat pengempaan, kerusakan jaringan ikatan perekat (kekuatan ikatan antara partikel atau tekanan pada ikatan perekat) dan penyusunan strand yang tidak teratur, sehingga menimbulkan rongga yang akan memudahkan air masuk ke dalam celah-celah antar strand.

Berdasarkan grafik pada Gambar 5 dan 6, dapat dilihat bahwa trend pengembangan tebal serupa dengan nilai daya serap air papan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan papan dalam menyerap air, maka semakin besar pula pengembangan tebal yang akan terjadi. Pengembangan tebal pada kayu Manii selalu lebih besar dibandingkan dengan pengembangan tebal pada kayu Akasia. Begitupun dengan kadar perekat, hampir semua papan dengan kadar perekat 7% memberikan nilai pengembangan tebal yang lebih kecil dibandingkan dengan papan berkadar perekat 5%. Terlihat bahwa jenis kayu dan kadar perekat mempengaruhi nilai pengembangan tebal OSB yang dihasilkan.

Hasil ini diperkuat oleh hasil uji F yang menunjukkan bahwa pada perendaman 2 jam, faktor jenis kayu dan faktor kadar perekat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai pengembangan tebal OSB, sedangkan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Pada perendaman 24 jam, faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pengembangan tebal OSB yang dihasilkan, sedangkan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata.


(23)

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada pengembangan tebal 2 jam, taraf jenis kayu Akasia berbeda nyata dengan jenis kayu Manii dan campuran antara Akasia dan Manii. Begitupun halnya dengan pengembangan tebal 24 jam, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa taraf jenis kayu Akasia berbeda nyata dengan jenis kayu Manii dan kayu campuran. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Nuryawan (2008) yang menunjukkan bahwa penggunaan perekat jenis isosianat dapat mengurangi nilai pengembangan tebal hingga 7 sampai 22 %.

Papan yang dibuat hampir seluruhnya memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade O-2) yang mensyaratkan pengembangan tebal OSB <15, hanya papan M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%) dan C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%) yang tidak memenuhi standar.

4.1.2 Sifat Mekanis OrientedStrandBoard (OSB) 4.1.2.1 Kekuatan Lentur (ModulusOfElasticity)

Kekuatan lentur atau modulus of elasticity (MOE) menunjukkan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda akan kembali ke bentuk semula apabila beban dilepaskan. Kekuatan lentur menunjukkan nilai kekakuan benda pada batas proporsi. Pengujian kekuatan lentur terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengujian lentur kering dan pengujian lentur basah.

4.1.2.1.1 Kekuatan Lentur Kering

Kekuatan lentur kering dilakukan pada kondisi kering, pengujian terbagi menjadi dua yaitu pengujian kekuatan lentur kering sejajar serat dan pengujian kekuatan lentur kering tegak lurus serat. Nilai kekuatan lentur sejajar serat akan lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan lentur tegak lurus serat, hal ini terjadi karena pada pengujian kekuatan lentur sejajar serat, beban seolah-olah memotong serat sedangkan pada pengujian kekuatan lentur tegak lurus serat, beban seolah-olah membelah serat dan memotong serat lebih sulit dibandingkan membelah serat (Nuryawan et al., 2008). Hasil pengujiian kekuatan lentur kering OSB sejajar serat dan tegak lurus serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Gambar 7 dan 8.


(24)

Gambar 7 Rata-rata nilai MOE kering sejajar serat OSB kecil.

Gambar 8 Rata-rata nilai MOE kering tegak lurus serat OSB kecil.

Nilai rata-rata MOE kering sejajar serat OSB hasil penelitian berkisar antara 30.215-49.773 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE kering sejajar serat terendah (30.215 kgf/cm2) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOE kering sejajar serat tertinggi (49.773 kgf/cm2) terdapat pada OSB M7 (kayu Manii dengan kadar perekat 7%). Nilai rata-rata MOE kering tegak lurus serat OSB hasil penelitian berkisar antara 9.096-13.356 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE kering tegak lurus serat terendah (9.096 kgf/cm2) terdapat pada OSB C7 (kayu campuran dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata MOE kering tegak lurus serat tertinggi (13.356 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%).

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000

M A C

MOE (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7% CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000

M A C

MOE (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7% CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(25)

Nilai MOE dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya adalah kerapatan, jenis kayu, orientasi strand, kualitas strand, prosedur kempa, dimensi strand, resin content dan kadar air (Koch 1985 dalam Nurhaida 2008). Grafik pada Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa peningkatan kadar perekat cenderung meningkatkan nilai kekuatan lentur OSB. Secara umum OSB yang terbuat dari kayu Manii memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan papan yang menggunakan kayu Akasia dan kayu campuran.

Pengujian analisis keragaman dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kayu, kadar perekat dan interaksi keduanya terhadap nilai kekuatan lentur kering OSB yang dihasilkan. Analisis menggunakan uji F menunjukkan bahwa faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kekuatan lentur kering sejajar serat OSB, sedangkan interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kekuatan lentur kering sejajar serat OSB.

Pada analisis terhadap nilai kekuatan lentur tegak lurus serat, didapatkan bahwa faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kekuatan lentur tegak lurus OSB, faktor kadar perekat menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangkan interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai kekuatan lentur tegak lurus serat OSB. Hasil uji lanjut Duncan pada kedua respon menunjukkan bahwa taraf jenis kayu campuran berpengaruh nyata terhadap kayu Akasia dan kayu Manii.

Menurut Bowyer et al. (2003) selain kerapatan dan kadar perekat, geometri partikel atau strand merupakan ciri utama yang menentukan sifat-sifat papan yang dihasilkan. Aspek terpenting dari geometri strand adalah perbandingan panjang strand dengan ketebalan strand (slenderness ratio). Peningkatan rasio panjang terhadap tebal strand pada lapisan permukaan akan meningkatkan nilai MOE dari panel OSB yang dihasilkan. Peningkatan rasio tersebut memiliki pengaruh yang besar di bawah nilai 200 dan kecil di atas 200 (Koch 1985 dalam Nuryawan 2007). Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan bahwa nilai rata-rata aspect ratio kayu Akasia adalah sebesar 2,261 dan slenderness ratio sebesar 56,379, sedangkan pada kayu Manii, didapatkan nilai aspectratio sebesar 3,452 dan slendernessratio sebesar 55,502. Hasil penelitian Nishimura (2004)


(26)

menunjukkan bahwa aspect ratio strand yang dapat memberikan kualitas papan yang baik bernilai antara 3 dan 4. Dari hal ini terlihat bahwa strand kayu Manii memiliki geometri yang lebih baik dibandingkan strand kayu Akasia.

Nilai kekuatan lentur kering sejajar serat papan yang dihasilkan seluruhnya tidak memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade O-2) yang mensyaratkan nilai kekuatan lentur sejajar serat sebesar 56.084,39 Kgf/cm2. Begitupun halnya dengan kekuatan lentur kering tegak lurus serat, seluruhnya tidak mencapai nilai 15.295,74 Kgf/cm2 yang merupakan nilai kekuatan lentur tegak lurus serat standar pada CSA 0437.0 (Grade O-2).

4.1.2.1.2 Kekuatan Lentur Basah

Kekuatan lentur basah adalah pengujian kekuatan lentur yang dilakukan pada papan yang telah direndam selama 24 jam. Pengujian kekuatan lentur pada kondisi basah bertujuan untuk menilai kemampuan OSB terhadap pengaruh pembasahan yang nantinya dapat menentukan layak tidaknya produk ini untuk digunakan sebagai bahan bangunan eksterior. Hasil pengujian kekuatan lentur basah sejajar serat dan tegak lurus serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada grafik di Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Rata-rata nilai MOE basah sejajar serat OSB kecil. 0

5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000

M A C

MOE (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(27)

Gambar 10 Rata-rata nilai MOE basah tegak lurus serat OSB kecil.

Nilai rata-rata MOE basah sejajar serat OSB hasil penelitian berkisar antara 11.006-26.358 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE basah sejajar serat terendah (11.006 kgf/cm2) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOE basah sejajar serat tertinggi (26.358 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%). Nilai rata-rata MOE basah tegak lurus serat OSB hasil penelitian berkisar antara 3.208-8.276 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOE basah tegak lurus serat terendah (3.208 kgf/cm2) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOE basah tegak lurus serat tertinggi (8.276 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan perekat 7%).

Grafik pada Gambar 9 dan 10 memperlihatkan bahwa secara umum papan dengan kadar perekat 7% memiliki nilai kekuatan lentur basah yang lebih tinggi dibandingkan papan dengan kadar perekat 5%. Hal ini berlaku pada kekuatan lentur basah sejajar serat dan kekuatan lentur basah tegak lurus serat. Berdasarkan hasil analisis daya serap air pada pembahasan sebelumnya, didapatkan bahwa papan dengan kadar perekat 7% dapat memiliki daya serap air dan pengembangan tebal yang lebih kecil dibandingkan dengan papan berkadar perekat 5%. Sifat ini menjadikan papan berkadar perekat 7% memiliki kekuatan lentur basah yang tinggi, karena dengan nilai daya serap air dan pengembangan tebal yang kecil ikatan antar strand pada papan lebih terjaga.

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

M A C

MOE (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(28)

Bila ditinjau dari faktor jenis kayu, dapat dilihat bahwa nilai kekuatan lentur basah papan yang terbuat dari kayu Akasia cenderung lebih tinggi dibandingkan kekuatan nilai lentur basah papan yang terbuat dari kayu Manii dan campuran. Hal ini terjadi karena BJ kayu Akasia lebih tinggi dibandingkan BJ kayu Manii sehingga terdapat perbedaan ukuran lumen dan ketebalan dinding sel. Kayu Akasia akan cenderung memiliki dinding sel yang tebal dengan ukuran lumen yang kecil sehingga menyebabkan kecenderungan menyerap air kayu Akasia menjadi lebih kecil dibandingkan kayu Manii. Dengan kecenderungan untuk menyerap air yang lebih rendah, maka OSB yang terbuat dari strand kayu akasia akan memiliki kekuatan lentur yang lebih besar karena ikatan antar strand lebih terjaga.

Pernyataan ini didukung oleh hasil analisis keragaman yang dilakukan dengan uji F. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa faktor jenis kayu, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kekuatan lentur basah sejajar serat OSB yang dihasilkan. Analisis kekuatan lentur tegak lurus serat menunjukkan bahwa faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kekuatan lentur basah tegak lurus serat OSB yang dibuat, sedangkan interaksi antara faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kekuatan lentur basah tegak lurus serat OSB yang dihasilkan.

Untuk mengetahui taraf manakah yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kayu Manii dan campuran berbeda nyata dengan kayu Akasia baik pada nilai kekuatan lentur basah sejajar serat maupun pada nilai kekuatan lentur tegak lurus serat OSB. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu yang berbeda akan mempengaruhi nilai kekuatan lentur basah papan yang dihasilkan.

4.1.2.2 Keteguhan Patah (Modulus Of Rupture)

Nilai keteguhan patah (MOR) merupakan nilai kekuatan lentur maksimum yang dapat ditahan hingga material mencapai kerusakan atau patah (Mardikanto et al. 2009). Pengujian keteguhan patah terbagi menjadi dua yaitu pengujian keteguhan patah basah dan keteguhan patah kering.


(29)

4.1.2.2.1 Keteguhan Patah Kering

Pengujian keteguhan patah kering dilakukan pada kondisi kering, pengujian terbagi menjadi dua yaitu pengujian keteguhan patah kering sejajar serat dan pengujian keteguhan patah kering tegak lurus serat. Hasil pengujian keteguhan patah OSB disajikan pada Lampiran 5, sedangkan rata-rata nilainya disajikan pada grafik di Gambar 11 dan 12.

Gambar 11 Rata-rata nilai MOR kering sejajar serat OSB kecil.

Gambar 12 Rata-rata MOR kering tegak lurus serat OSB kecil. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

M A C

MOR (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7% CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

M A C

MOR (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7% CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(30)

Nilai rata-rata MOR kering sejajar serat OSB hasil penelitian berkisar antara 222,7-388,5 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR kering sejajar serat terendah (222,7 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata MOR kering sejajar serat tertinggi (388,5 kgf/cm2) terdapat pada OSB M7 (kayu Manii dengan kadar perekat 7%). Nilai rata-rata MOR kering tegak lurus serat OSB hasil penelitian berkisar antara 100,4-178,7 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR kering tegak lurus serat terendah (100,4 kgf/cm2) terdapat pada OSB A5 (kayu Akasia dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOR kering tegak lurus serat tertinggi (178,7 kgf/cm2) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%).

Pada grafik dalam Gambar 11 dan 12 dapat dilihat bahwa nilai keteguhan patah pada papan dengan bahan baku kayu Manii lebih besar dibandingkan papan dengan bahan baku kayu Akasia dan campuran. Hal ini disebabkan karena BJ kayu Manii lebih rendah jika dibandingkan dengan BJ kayu Akasia. BJ kayu Akasia berkisar antara 0,43-0,66 dengan rata-rata sebesar 0,61, sedangkan BJ kayu Manii berkisar antara 0,34-0,46 dengan rata-rata 0,43 (Nurhaida 2008).

Untuk menghasilkan papan dengan kualitas ikatan antar strand yang baik, diperlukan pengempaan dengan rasio kompresi sebesar 1,2-1,6 (Bowyer et al. 2003). Kerapatan kayu yang rendah lebih mudah dipadatkan pada saat dikempa sehingga ikatan dan kontak antar strand menjadi lebih baik akibatnya papan yang dihasilkan memiliki kekuatan yang tinggi. Menurut Maloney (1993), kayu dengan BJ rendah lebih baik jika digunakan sebagai bahan baku OSB karena strand yang terbuat dari kayu ber-BJ rendah cenderung memiliki compressionratio (CR) yang lebih tinggi ketika diberi tekanan kempa yang sama. Compression ratio merupakan perbandingan antara kerapatan produk yang dihasilkan dengan kerapatan bahan baku yang digunakan. Nilai compression ratio yang disarankan oleh Maloney (1993) adalah sebesar 1,30.

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai compressionratio OSB kayu Manii adalah sebesar 1,27 sedangkan OSB kayu Akasia sebesar 0,85. Nilai compressionratio OSB kayu Manii yang mendekati nilai 1,30 menjadikan OSB ini memiliki keteguhan patah yang lebih baik dibandingkan OSB yang terbuat dari kayu Akasia dan campuran.


(31)

Hal ini didukung oleh hasil analisis keragaman dengan menggunakan uji F, yang menyatakan bahwa pengaruh mandiri faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah kering sejajar serat OSB. Uji lanjut Duncan pun menunjukkan bahwa taraf jenis kayu Manii berbeda nyata dengan taraf jenis kayu Akasia dan kayu campuran. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai keteguhan patah OSB adalah jenis kayu yang digunakan.

Faktor kadar perekat secara umum menunjukkan bahwa dengan kadar perekat 7% nilai keteguhan patah OSB akan lebih besar dibandingkan papan dengan kadar 5%. Tetapi hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor kadar perekat dan interaksi antara faktor jenis kayu dan kadar perekat menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai kekuatan patah kering sejajar serat OSB. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan kadar perekat yang berbeda, nilai keteguhan patah OSB cenderung seragam. Interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat pun tidak mempengaruhi nilai keteguhan patah papan.

Sama halnya dengan keteguhan patah kering sejajar serat, pengujian kekuatan patah kering tegak lurus serat pun menunjukkan bahwa faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keteguhan patah kering tegak lurus serat OSB, faktor kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata sedangkan interaksi antara faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kekuatan patah kering tegak lurus serat OSB. Pada pengujian keteguhan patah tegak lurus faktor yang mempengaruhinya sama dengan pada pengujian keteguhan patah sejajar serat, yaitu jenis kayu yang digunakan. Uji lanjutnya pun menyatakan bahwa taraf jenis kayu Manii berbeda nyata dengan taraf jenis kayu Akasia dan campuran.

Berdasarkan grafik pada Gambar 11, terlihat bahwa menurut standar CSA 0437.0 (Grade O-2) hanya terdapat dua papan yang memenuhi standar nilai 295,72 kgf/cm2 yaitu papan M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%) dan M7 (kayu Manii dengan kadar perekat 7%). Sedangkan pada Gambar 12 papan yang yang memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade O-2) adalah papan M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%) dan M7 (kayu Manii dengan kadar perekat 7%) karena memiliki nilai diatas keteguhan patah diatas 126,44 kgf/cm2.


(32)

4.1.2.2.2 Keteguhan Patah Basah

Keteguhan patah basah dilakukan pada papan yang telah direndam selama 24 jam. Pengujian keteguhan patah pada kondisi basah bertujuan untuk menilai kemampuan OSB terhadap pengaruh pembasahan yang nantinya dapat menentukan layak tidaknya produk ini untuk digunakan sebagai bahan bangunan eksterior. Hasil pengujian keteguhan patah basah sejajar serat dan tegak lurus serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada grafik di Gambar 13 dan 14.

Gambar 13 Rata-rata nilai MOR basah sejajar serat OSB kecil.

Gambar 14 Rata-rata nilai MOR basah tegak lurus serat OSB kecil. 0

50 100 150 200 250

M A C

MOR (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 20 40 60 80 100 120

M A C

MOR (Kgf/cm

²)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(33)

Nilai rata-rata MOR basah sejajar serat OSB hasil penelitian berkisar antara 121,5-206,3 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR basah sejajar serat terendah (121,5 kgf/cm2) terdapat pada OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOR basah sejajar serat tertinggi (206,3 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%). Nilai rata-rata MOR basah tegak lurus serat OSB hasil penelitian berkisar antara 42,7-90,9 kgf/cm2. Nilai rata-rata MOR basah tegak lurus serat terendah (42,7 kgf/cm2) terdapat pada OSB A5 (kayu Akasia dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata MOR basah tegak lurus serat tertinggi (90,9 kgf/cm2) terdapat pada OSB A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%).

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan sebelumnya mengenai keteguhan patah kering, seharusnya keteguhan patah OSB kayu Akasia akan lebih rendah daripada OSB kayu Manii, tetapi pada Gambar 14 dan 15 dapat kita lihat bahwa keteguhan patah OSB kayu Akasia cenderung lebih besar daripada OSB kayu Manii. Bila kita hubungkan kembali kejadian ini dengan pembahasan mengenai analisis daya serap air, yang menyatakan bahwa OSB kayu Akasia lebih sedikit menyerap air dibandingkan OSB kayu Manii, maka dapat kita simpulkan bahwa pada kondisi basah OSB kayu Manii akan lebih banyak mengalami kerusakan daripada OSB kayu Akasia sehingga keteguhan patah OSB kayu Manii menjadi lebih rendah.

Hasil analisis keragaman untuk keteguhan patah basah sejajar serat menunjukkan bahwa faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah basah sejajar serat papan OSB. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa taraf jenis kayu Akasia berbeda nyata terhadap taraf jenis kayu Manii dan campuran. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemakaian kayu Akasia sebagai bahan baku OSB cenderung akan menghasilkan keteguhan patah OSB yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kayu Manii ataupun campuran pada kondisi basah.

Pada pembahasan sebelumnya didapatkan bahwa kadar perekat yang lebih tinggi dapat menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, sehingga kerusakan papan pun menjadi lebih kecil. Oleh karena itu seharusnya OSB dengan kadar perekat 7% akan memiliki keteguhan patah yang lebih besar daripada OSB


(34)

dengan kadar perekat 5%. Hal ini terbukti dari Gambar 13 dan 14 yang menunjukkan bahwa secara umum papan dengan kadar perekat 7% memiliki keteguhan patah yang lebih besar dibandingkan papan dengan kadar perekat 5%. Tetapi dari hasil analisis keragaman didapatkan bahwa faktor kadar perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai keteguhan patah basah sejajar serat OSB, sedangkan interaksi antara faktor jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan patah basah sejajar serat dari OSB yang dihasilkan.

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa faktor kadar perekat akan berpengaruh nyata jika dikombinasikan dengan jenis kayu yang tepat, sedangkan pengaruh mandirinya tidak akan menimbulkan perbedaan yang terlalu besar. Interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat lah yang menentukan keteguhan patah sejajar serat OSB pada kondisi basah.

Berbeda dengan hasil analisis pada pengujian keteguhan patah basah sejajar serat, pada pengujian keteguhan patah basah tegak lurus serat didapatkan bahwa faktor jenis kayu dan interaksi antara faktor jenis kayu dan faktor kadar perekat tidak memberikan pengaruh terhadap keteguhan patah basah tegak lurus serat OSB, sedangkan faktor kadar perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keteguhan patah basah tegak lurus serat OSB. Pada kasus ini faktor kadar perekat menjadi lebih dominan.

4.1.2.3 Kekuatan Rekat Internal

Keteguhan rekat internal merupakan keteguhan tarik tegak lurus terhadap permukaan panil yang menunjukkan ukuran kohesif ikatan antar strand. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan rekat internal adalah kerapatan, jenis kayu, dimensi strand, kualitas strand dan kadar air strand sebelum dicampur dengan perekat (Koch, 1985 dalam Nurhaida et al, 2008). Hasil pengujiian kekuatan rekat OSB sejajar serat dan tegak lurus serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Gambar 15.


(35)

Gambar 15 Rata-rata nilai kekuatan rekat internal OSB kecil.

Berdasarkan data pada Gambar 15 diketahui bahwa nilai rata-rata kekuatan rekat OSB hasil penelitian berkisar antara 3,54-6,88 kgf/cm2. Nilai rata-rata kekuatan rekat terendah (3,54 kgf/cm2) terdapat pada OSB C7 (kayu campuran dengan kadar perekat 7%), sedangkan nilai rata-rata kekuatan rekat tertinggi (6,88 kgf/cm2) terdapat pada OSB A5 (kayu Akasia dengan kadar perekat 5%).

Pada Gambar 15 terlihat bahwa papan berkadar 5% memiliki kekuatan rekat internal yang lebih tinggi dibandingkan papan dengan kadar perekat 7%. Tetapi menurut analisis keragaman yang dilakukan, didapatkan bahwa faktor kadar perekat dan interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kekuatan rekat internal OSB. Hal ini berarti kekuatan rekat internal cenderung seragam meskipun kadar perekat berbeda.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kekuatan rekat OSB. Dari Gambar 15 pun terlihat bahwa kekuatan rekat internal antara OSB kayu Manii dan OSB kayu Akasia tidak terlalu berbeda jauh, sedangkan dengan OSB kayu campuran terdapat perbedaan yang cukup besar. Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa taraf jenis kayu campuran berbeda dengan taraf jenis kayu Manii dan kayu Akasia. Nilai kekuatan yang rendah mungkin diakibatkan oleh kegagalan perekatan antar jenis kayu. Seluruh papan yang dibuat memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade O-2).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

M A C

Kek

uatan Rek

a

t

Internal

(k

gf)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

CSA 0437.0 (Grade O-2)

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(36)

4.1.2.4 Kuat Pegang Sekrup

Hasil pengujiian kuat pegang sekrup OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Gambar 16.

Gambar 16 Rata-rata nilai kuat pegang sekrup OSB kecil.

Berdasarkan data pada Gambar 16 diketahui bahwa nilai rata-rata kuat pegang sekrup OSB hasil penelitian berkisar antara 40,07-49,83 kgf. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup terendah (40,07 kgf) terdapat pada OSB A5 (kayu Akasia dengan kadar perekat 5%), sedangkan nilai rata-rata kuat pegang sekrup tertinggi (49,83 kgf) terdapat pada OSB M5 (kayu Manii dengan kadar perekat 5%).

Dari hasil analisis keragaman didapatkan bahwa faktor jenis kayu, kadar perekat dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kuat pegang sekrup papan OSB. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai kuat pegang sekrup tidak terpengaruh oleh jenis kayu dan kadar perekat. Seluruh papan yang dibuat memenuhi standar JIS A 5908 : 2003.

4.1.2.5 Retensi Kekuatan

Perbandingan nilai antara pengujian basah dan kering pada MOE dan MOR menghasilkan besaran yang disebut retensi kekuatan (strength retention) (Massijaya 1997 dalam Nuryawan et al. 2008). Pengujian tersebut dimaksudkan untuk menilai kelayakan OSB jika digunakan untuk keperluan eksterior. Hasil pengujiian retensi kekuatan secara lengkap disajikan pada Lampiran 6, sedangkan nilai rata-ratanya disajikan pada Gambar 17, 18, 19 dan 20.

0 10 20 30 40 50 60 70

M A C

Kuat Pegang Sek

rup

(Kgf)

Jenis Kayu

perekat 5% Perekat 7%

JIS A 5903 : 2003

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(37)

Gambar 17 Rata-rata nilai retensi kekuatan MOE sejajar serat OSB kecil.

Gambar 18 Rata-rata nilai retensi kekuatan MOE tegak lurus serat OSB kecil.

Gambar 19 Rata-rata nilai retensi kekuatan MOR sejajar serat OSB kecil. 0 10 20 30 40 50 60 70 80

M A C

Retensi Kek

uatan

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 10 20 30 40 50 60 70 80

M A C

Retensi Kek

uatan

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 20 40 60 80 100 120

M A C

Retensi Kek

uatan

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(38)

Gambar 20 Rata-rata nilai retensi kekuatan MOR tegak lurus serat OSB kecil.

Menurut Nuryawan (2001) dalam Santosa (2010), nilai retensi kekuatan lebih dari 50% dapat diartikan bahwa produk tersebut dapat digunakan untuk keperluan eksterior karena produk tersebut tahan akan kondisi ekstrim. Berdasarkan hasil perhitungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17, 18, 19, dan 20, secara umum dapat dikatakan bahwa OSB yang layak untuk penggunaan eksterior adalah papan A7 (kayu Akasia dengan kadar perekat 7%).

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan sebelumnya didapatkan bahwa OSB kayu Akasia memiliki kestabilan dimensi yang lebih baik daripada OSB kayu Manii ataupun campuran pada kondisi basah. Kestabilan dimensi yang tinggi ini menyebabkan penurunan nilai kekuatan lentur dan patah pada OSB yang terbuat dari kayu akasia menjadi lebih kecil dibandingkan OSB yang terbuat dari kayu manii dan kayu campuran. Sehingga produk ini dapat digunakan untuk keperluan eksterior.

Selain itu didapatkan pula bahwa kadar perekat 7% lebih baik dibandingkan kadar perekat 5% karena semakin tinggi kadar perekat yang digunakan, kemampuan menolak air menjadi semakin besar. Kedua keunggulan inilah yang menyebabkan papan A7 layak dipakai untuk keperluan eksterior. Dari grafik tersebut pun terlihat bahwa papan C7 memiliki potensi untuk penggunaan eksterior terutama bila dilihat dari nilai retensi kekuatan MOR-nya. Kualitas papan campuran lebih baik daripada papan kayu Manii karena pada papan campuran terdapat bagian yang terbuat dari kayu Akasia yang penyerapan airnya rendah.

0 20 40 60 80 100 120

M A C

Retensi Kek

uatan

(%

)

Jenis Kayu

Perekat 5% Perekat 7%

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(39)

4.1.2.6 Penentuan OSB Terbaik

Penentuan OSB terbaik dilakukan dengan cara pemberian skor pada setiap parameter yang diuji. Papan. Setiap parameter yang memenuhi standar akan diberi nilai satu (1), sedangkan yang tidak memenuhi standar akan diberi nilai nol (0). Papan dengan total nilai tertinggi merupakan OSB dengan kualitas terbaik. Hasil pengurutan dapat dilihat pada Lampiran 15.

Penentuan OSB terbaik yang ditinjau dari nilai yang dihasilkan dari sifat fisis dan mekanis OSB memperlihatkan bahwa OSB M7 (kayu Manii dengan kadar perekat 7%), merupakan OSB dengan nilai total tertinggi yaitu sebesar 24 point, sehingga direkomendasikan sebagai OSB dengan kualitas terbaik bila dibandingkan dengan karakteristik sifat OSB dari kombinasi strand dan kadar perekat lain. Sedangkan OSB C5 (kayu campuran dengan kadar perekat 5%) merupakan OSB terburuk, karena memiliki nilai total terendah yaitu 15 point. Jika dihitung berdasarkan jenis kayu, maka jenis kayu yang memberikan hasil terbaik adalah kayu Manii (45 point), diikuti kayu Akasia (39 point) dan yang terburuk adalah kayu campuran (34 point). Bila dihitung berdasarkan kadar perekat, maka dapat disimpulkan bahwa kadar perekat 7% (63 point) memberikan sifat yang lebih baik jika dibandingkan kadar perekat 5% (55 point). Kadar perekat 7% ini akan digunakan untuk pembuatan papan ukuran besar pada penelitian tahap berikutnya.


(40)

4.2 Penelitian Tahap Kedua (Large Scale Board) 4.2.1 Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) 4.2.1.1 Kerapatan

Data lengkap hasil pengujian kerapatan OSB besar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan nilai rata-rata hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Rata-rata nilai kerapatan OSB besar.

Berdasarkan data pada Gambar 21 diketahui bahwa nilai rata-rata kerapatan OSB hasil penelitian berkisar antara 0,40-0,54 g/cm3. Nilai rata-rata kerapatan terendah (0,40 g/cm3) terdapat pada OSB besar dari kayu, sedangkan nilai rata-rata kerapatan tertinggi (0,54 g/cm3) terdapat pada OSB kecil kayu campuran. Kerapatan papan yang dihasilkan tidak mencapai kerapatan sasaran yaitu sebesar 0,6 g/cm3, hal ini terjadi karena ketebalan papan yang dihasilkan lebih dari 1 cm. Ketebalan papan yang lebih dari 1 cm disebabkan adanya spring back, penyesuaian kadar air saat pengkondisian dan tekanan kempa yang rendah.

Nilai kerapatan papan besar lebih rendah dibandingkan papan kecil. Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan papan OSB Akasia, Manii dan campuran ukuran kecil dan besar benar-benar berbeda, dalam hal ini nilai rata-rata kerapatan OSB kecil lebih tinggi dibandingkan nilai kerapatan papan besar. Seluruh papan yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003, yang mensyaratkan kerapatan papan partikel sebesar 0,4-0,9 g/cm3.

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

M A C

Kerapatan (g/cm

)

Jenis Kayu

Papan Kecil Papan Besar

M = Manii A = Akasia C = Campuran

JIS A 5903 : 2003


(41)

4.2.1.2 Kadar air

Hasil pengujian kadar air disajikan secara lengkap pada Lampiran 10, sedangkan nilai rata-rata kadar air hasil pengujian dapat dilihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Rata-rata nilai kadar air OSB besar.

Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 22, dapat dilihat bahwa nilai rata kadar air OSB hasil penelitian berkisar antara 8,05% - 9,87%. Nilai rata-rata kadar air terendah (8,05%) terdapat pada OSB kecil dari kayu Akasia, sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi (9,87%) terdapat pada OSB besar dari kayu Manii. Hasil ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, semua OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 yang mensyaratkan standar kadar air sebesar 5-13%.

Gambar 22 menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar air OSB besar lebih tinggi dibandingkan OSB kecil. Dengan volume yang hampir sama, kerapatan OSB besar bernilai lebih rendah daripada papan OSB kecil, hal ini menunjukkan bahwa papan besar cenderung memiliki rongga yang lebih banyak, sehingga kadar airnya pun lebih besar jika dibandingkan OSB kecil. Hasil uji t menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar air OSB kayu Manii, Akasia dan campuran ukuran kecil sangat berbeda dengan ukuran besar, dalam hal ini kadar air OSB besar memiliki nilai rata-rata kadar air yang lebih tinggi dibandingkan OSB kecil.

0 2 4 6 8 10 12 14

M A C

Kadar

Air

(%

)

Jenis Kayu

Papan Kecil Papan Besar

M = Manii A = Akasia C = Campuran

JIS A 5903 : 2003


(42)

4.2.1.3 Daya Serap Air

Hasil pengujian daya serap air 2 dan 24 jam dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan rata-ratanya disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 23 dan 24.

Gambar 23 Rata-rata nilai daya serap air 2 jam OSB besar.

Gambar 24 Rata-rata nilai daya serap air 24 jam OSB besar.

Nilai rata-rata daya serap air OSB 2 jam berkisar antara 6,25-14,81%. Nilai rata-rata daya serap air terendah (6,25%) terdapat pada OSB kecil dari kayu Akasia, sedangkan nilai rata-rata daya serap air tertinggi (14,81%) terdapat pada OSB besar dari kayu Manii. Nilai rata-rata daya serap air OSB 24 jam berkisar antara 28,26-53,23%. Nilai rata-rata kadar air terendah (28,26%) terdapat pada OSB kecil dari kayu Akasia. Sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi (53,23%) terdapat pada OSB besar dari kayu Manii.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

M A C

D

aya Serap

A

ir

(%

)

Jenis Kayu

Papan Kecil Papan Besar

M = Manii A = Akasia C = Campuran

0 10 20 30 40 50 60

M A C

D

aya Serap

A

ir

(%

)

Jenis Kayu

Papan Kecil Papan Besar

M = Manii A = Akasia C = Campuran


(43)

Dari grafik pada Gambar 23 dan 24 terlihat bahwa daya serap air OSB besar selalu lebih besar dibandingkan dengan OSB kecil, hal ini disebabkan oleh nila kerapatan OSB besar yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan OSB kecil. Kerapatan yang lebih rendah tersebut menyebabkan kekompakan papan menjadi rendah dan cenderung memiliki banyak rongga, akibatnya nilai daya serap air pun menjadi lebih besar.

Dari Gambar 23 dan 24 tersebut pun terlihat bahwa daya serap air OSB kayu Akasia lebih kecil jika dibandingkan daya serap air kayu Manii dan campuran, baik pada perendaman 2 jam maupun perendaman 24 jam. Hasil ini serupa dengan hasil analisis papan kecil pada pembahasan sebelumnya, dimana kayu Akasia memiliki kecenderungan menyerap air yang lebih rendah. Hal tersebut berlaku baik untuk OSB berukuran besar maupun OSB berukuran kecil. OSB kayu campuran memiliki nilai daya serap yang lebih rendah dibandingkan OSB kayu Manii karena pada OSB kayu campuran mengandung kayu Akasia pada bagian intinya. Penggunaan kayu Manii akan mempengaruhi nilai daya serap air OSB yang dihasilkan dengan kecenderungan akan meningkatkan nilai daya serap air tersebut.

Hasil analisis menggunakan uji t menunjukan bahwa nilai rata-rata daya serap air 2 jam OSB kayu Manii ukuran kecil berbeda dengan nilai rata-rata daya serap air 2 jam OSB kayu Manii ukuran besar. Perbedaan tersebut berkisar antara 0,41-3,59% dengan selisih rata-rata sebesar 2%. Selanjutnya dari uji t pada OSB kayu Akasia dan campuran menunjukkan bahwa nilai rata-rata daya serap air 2 jam OSB kecil tidak berbeda dengan OSB besar.

Untuk daya serap air 24 jam, didapatkan bahwa nilai rata-rata daya serap air 24 jam OSB kayu Manii dan campuran ukuran kecil tidak berbeda dengan nilai rata-rata daya serap air 24 jam OSB ukuran besar, sedangkan untuk OSB kayu Akasia, didapatkan bahwa nilai rata-rata daya serap air 24 jam OSB kecil sangat berbeda dengan nilai rata-rata daya serap air 24 jam OSB ukuran besar, dengan kecenderungan OSB besar memiliki nilai daya serap air 24 jam yang lebih tinggi dibandingkan OSB kecil. Standar CSA 0437.0 (Grade O-2) tidak mensyaratkan nilai daya serap air untuk OSB.


(1)

Pengembangan Tebal 24 Jam (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,302 0,612 0,832 4 0,452 0,301333 0,362105 -0,704031 1,306697

Tanpa

Asumsi 0,832 3,738 0,455 0,301333 0,362105 -0,732477 1,335143

Pengembangan Tebal 24 Jam (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 3,299 0,143 -2,875 4 0,045 -6,775000 2,356159 -13,316745 -0,233255

Tanpa

Asumsi -2,875 2,429 0,082 -6,775000 2,356159 -15,374963 1,824963

Pengembangan Tebal 24 Jam (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,361 0,580 -27,895 4 0,000 -8,149000 0,292132 -8,960090 -7,337910

Tanpa

Asumsi -27,895 3,443 0,000 -8,149000 0,292132 -9,014591 -7,283409

MOEKSS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,851 0,408 -8,359 4 0,001 -2,30867E4 2761,845 -3,07548E4 -1,5418E4

Tanpa

Asumsi -8,359 3,517 0,002 -2,30867E4 2761,845 -3,11886E4 -1,4984E4

MOEKSS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 1,049 0,364 -8,025 4 0,001 -3,0504E4 3801,1141 -4,10575E4 -1,99504E4

Tanpa


(2)

MOEKSS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,027 0,878 -5,526 4 0,005 -1,6874E4 3053,499 -2,5352E4 -8396,791

Tanpa

Asumsi -5,526 3,941 0,005 -1,6874E4 3053,499 -2,5403E4 -8346,153

MOEKTS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,383 0,570 -3,644 4 0,022 -6951,000 1907,6385 -1,2247E4 -1654,546

Tanpa

Asumsi -3,644 3,507 0,027 -6951,000 1907,6385 -1,2554E4 -1347,327

MOEKTS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 7,367 0,053 -4,911 4 0,008 -5417,000 1103,0135 -8479,456 -2354,5434

Tanpa

Asumsi -4,911 2,279 0,030 -5417,000 1103,0135 -9647,305 -1186,6948

MOEKTS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 5,834 0,073 -2,439 4 0,071 -1983,667 813,1850 -4241,4302 274,0969

Tanpa

Asumsi -2,439 2,074 0,130 -1983,667 813,1850 -5366,0066 1398,673

MOEBSS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 8,450 0,044 -41,226 4 0,000 -1,9246E4 466,83687 -2,0542E4 -1,7949E4

Tanpa


(3)

MOEBSS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,081 0,790 -6,824 4 0,002 -7809,333 1144,4656 -1,0986E4 -4631,7873

Tanpa

Asumsi -6,824 3,918 0,003 -7809,333 1144,4656 -1,1013E4 -4605,4409

MOEBSS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,403 0,560 -5,900 4 0,004 -6232,667 1056,3751 -9165,6344 -3299,6989

Tanpa

Asumsi -5,900 3,804 0,005 -6232,667 1056,3751 -9226,0547 -3239,2785

MOEBTS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,187 0,688 -3,890 4 0,018 -4919,000 1264,5661 -8429,9986 -1408,0013

Tanpa

Asumsi -3,890 3,934 0,018 -4919,000 1264,5661 -8453,1838 -1384,8161

MOEBTS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 1,511 0,286 -3,002 4 0,040 -2013,667 670,76788 -3876,0168 -151,31645

Tanpa

Asumsi -3,002 2,501 0,072 -2013,667 670,76788 -4410,9065 383,57319

MOEBTS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 7,641 0,051 -1,047 4 0,354 -475,3333 453,81983 -1735,3391 784,67253

Tanpa


(4)

MORKSS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 6,618 0,062 -4,719 4 0,009 -182,33333 38,63648 -289,60540 -75,06126

Tanpa

Asumsi -4,719 2,376 0,030 -182,33333 38,63648 -325,73924 -38,92742

MORKSS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,071 0,802 -8,107 4 0,001 -228,3333 28,164201 -306,52969 -150,13697

Tanpa

Asumsi -8,107 3,867 0,001 -228,3333 28,164201 -307,60028 -149,06637

MORKSS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,036 0,859 -4,138 4 0,014 -103,3333 24,96887 -172,65802 -34,00863

Tanpa

Asumsi -4,138 3,967 0,015 -103,3333 24,96887 -172,88896 -33,77770

MORKTS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,013 0,915 -3,831 4 0,019 -55,66667 14,52966 -96,007479 -15,325855

Tanpa

Asumsi -3,831 3,996 0,019 -55,66667 14,52966 -96,024425 -15,308908

MORKTS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,426 0,550 -6,510 4 0,003 -72,000000 11,060440 -102,708705 -41,291295

Tanpa


(5)

MORKTS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,106 0,762 -5,644 4 0,005 -52,00000 9,213517 -77,580823 -26,419177

Tanpa

Asumsi -5,644 3,884 0,005 -52,00000 9,213517 -77,884811 -26,115189

MORBSS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,000 1,000 -14,506 4 0,000 -146,66667 10,110501 -174,737917 -118,595417

Tanpa

Asumsi -14,506 3,957 0,000 -146,66667 10,110501 -174,858872 -118,474461

MORBSS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 3,036 0,156 -5,030 4 0,007 -50,66667 10,071963 -78,630920 -22,702414

Tanpa

Asumsi -5,030 2,932 0,016 -50,66667 10,071963 -83,144304 -18,189029

MORBSS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,148 0,720 -2,740 4 0,052 -46,666667 17,032648 -93,956880 0,623547

Tanpa

Asumsi -2,740 3,976 0,052 -46,666667 17,032648 -94,069830 0,736497

MORBTS (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,523 0,510 -3,077 4 0,037 -44,333333 14,406789 -84,332991 -4,333676

Tanpa


(6)

MORBTS (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 5,735 0,075 -2,695 4 0,054 -32,333333 11,995369 -65,637818 0,971152

Tanpa

Asumsi -2,695 2,375 0,095 -32,333333 11,995369 -76,866423 12,199756

MORBTS (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 1,266 0,323 -1,192 4 0,299 -10,000000 8,386497 -33,284649 13,284649

Tanpa

Asumsi -1,192 3,442 0,309 -10,000000 8,386497 -34,853353 14,853353

Kuat Rekat Internal (Akasia)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed) Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,112 0,755 -6,313 4 0,003 -3,238333 0,512981 -4,662598 -1,814069

Tanpa

Asumsi -6,313 3,953 0,003 -3,238333 0,512981 -4,669273 -1,807394

Kuat Rekat Internal (Manii)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 3,598 0,131 -4,154 4 0,014 -2,439333 0,0587265 -4,069842 -0,808824

Tanpa

Asumsi -4,154 2,311 0,041 -2,439333 0,0587265 -4,666638 -0,212028

Kuat Rekat Internal (Campuran)

Uji Levene's t-test for Equality of Means

Kesetaraan ragam

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Beda rataan

Beda kesalahan

Selang Kepercayaan 95%

Terendah Tertinggi

Asumsi 0,510 0,514 -2,634 4 0,057 -0,743667 0,281405 -1,524972 0,037639

Tanpa