Pembuatan Abon Bekicot (Achantina fulica Bowd.) dan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) sebagai Pangan Alternatif Sumber Protein dan Tinggi Serat.

(1)

PEMBUATAN ABON BERBAHAN DASAR DAGING BEKICOT

(

Achatina fulica

Bowd.) DAN JERAMI NANGKA (

Artocarpus

heterophyllus

Lmk.) SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF SUMBER

PROTEIN DAN TINGGI SERAT

EKA PRADITYA JUNIAR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

ABSTRACT

EKA PRADITYA JUNIAR. The production of Abon Bekicot (Achantina fulica

Bowd.) dan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) as an Alternative Food of Fiber Source. Under direction of FAISAL ANWAR and LEILY AMALIA

Obesity and overweight has become a health and nutrition problems in the world, both in developed and in developing countries. The high rate of obesity was triggered by the accumulation of the excessive consumption of high fat and low fiber foods. Food sources of fiber, especially vegetables, is often not become an option in diet of some communities in Indonesia. This is mainly due to the slightly bitter taste of vegetables and savory due to low fat content. On the other hand, high-fat foods often become the people’s choice because it tastes delicious. Abon classified as processed meat product which is durable. Making of abon made from snail and jackfruit straw can be used as a solution to increase fiber consumption.

This study used seven levels of the addition of jackfruit straw, namely 0%, 25%, 40%, 50%, 60%, 75%, and 100%. Organoleptic test was conducted to get an acceptance level of the product. The chosen product according to the test is the addition of 75% jackfruit straw based on a highest best response by panelist. According to proximate test, showed that the substitution of jackfruit straw and snail is significantly different in terms of protein, carbohydrate, and fiber. For water component, ash elements, fat, and FFA significantly not different. Jackfruit straw and snail abon has fulfilled 13% nutritional adequacy rate of energy, 16% nutritional adequacy rate of carbohydrate, 7% nutritional adequacy rate of fat, 10% nutritional adequacy rate of protein, and 46% nutritional adequacy rate of fiber. It could be conclude that the chosen product is a food sources of fiber.


(3)

RINGKASAN

EKA PRADITYA JUNIAR. Pembuatan Abon Bekicot (Achantina fulica Bowd.) dan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) sebagai Pangan Alternatif Sumber Protein dan Tinggi Serat. Dibawah bimbingan FAISAL ANWAR dan LEILY AMALIA

Obesitas dan kegemukan telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Tingginya angka obesitas dipicu oleh akumulasi konsumsi makanan yang tinggi lemak dan rendah serat secara berlebihan. Bahan makanan sumber serat, terutama sayuran, seringkali tidak menjadi pilihan dalam menu makanan sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini terutama disebabkan oleh rasa sayuran yang agak pahit dan tidak gurih karena rendahnya lemak. Di sisi lain, pangan tinggi lemak sering menjadi pilihan masyarakat karena rasanya yang gurih. Dalam rangka memenuhi tuntutan kecukupan gizi, bekicot merupakan salah satu alternatif yang patut diperhatikan. Kandungan protein bekicot yang sebesar 15 gram per 100 gram dagingnya tidak terlalu berbeda dibandingkan kandungan protein dalam daging ayam yang sebesar 18 gram per 100 gram daging. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, jerami nangka ini memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Abon adalah makanan yang dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan modal yang besar dan sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan masyarakat Indonesia sehingga pembuatan abon mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau industri rumah tangga. Oleh karena itu, pembuatan abon berbahan dasar daging bekicot dan jerami nangka dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan konsumsi serat penduduk Indonesia.

Penelitian ini bertujuan: 1) Memformulasikan kombinasi komposisi bahan dasar daging bekicot dan jerami nangka untuk pembuatan abon; 2) Melakukan uji organoleptik terhadap beragam formula untuk mengetahui produk terpilih yang dapat diterima oleh masyarakat luas; 3) Menganalisis kandungan zat gizi, serat, dan daya cerna protein pada produk terpilih; 4) Menganalisis karakteristik oksidasi pada produk terpilih; 5) Menganalisis kontribusi satu takaran saji abon bekicot dan jerami nangka terhadap angka kecukupan energi, protein, dan serat.

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan penelitian, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan aroma daging terbaik setelah perlakuan perendaman yang bertujuan untuk menghilangkan bau anyir pada daging bekicot dan penelitian utama terdiri atas pembuatan produk abon bekicot dan jerami nangka, uji organoleptik produk produk abon bekicot dan jerami nangka, analisis kandungan gizi, serat pangan, daya cerna protein, serta karakteristik oksidasi dan analisis kontribusi satu takaran saji produk abon bekicot dan jerami nangka.

Dalam penelitian pendahuluan, diberikan perlakuan pada bekicot untuk menghilangkan bau anyir yaitu dengan direndam dengan air cuka sebelum daging bekicot dipisahan dari cangkangnya. Selanjutnya, setelah daging bekicot telah terpisah dari cangkangnya, daging bekicot diberi dua perlakuan yaitu direndam dengan air cuka dan dibubuhi dengan tetesan air jeruk nipis. Dari perlakuan tersebut, dipilih daging bekicot yang terbaik yaitu daging bekicot yang sudah tidak berbau amis. Setelah diperoleh daging yang sudah tidak berbau amis, daging tersebut diolah menjadi abon. Sementara jerami nangka yang akan diolah, sebelumnya mengalami proses blansir untuk mengurangi getah pada jerami.


(4)

Tahap formulasi abon dilakukan melalui pencacahan daging bekicot dan jerami nangka berbagai taraf. Adapun tingkat perbandingan daging bekicot dan jerami nangka pada tahapan formulasi yaitu 0%:100%, 25%:75%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40%, 75%:25%, dan 100%:0%. Abon bekicot dan jerami nangka yang dibuat diberi dua perlakuan dalam pengolahannya yaitu abon yang diolah dengan menggunakan bumbu dasar (santan kelapa) dan abon yang diolah dengan menggunakan santan berbumbu rendang. Total formula produk abon berdasarkan taraf substitusi jerami nangka dan jenis bumbu yang diberikan ialah 14 produk abon. Seluruh produk tersebut kemudian diuji mutu hedonik sehingga diperoleh satu formula terpilih. Karakteristik parameter abon bekicot dan jerami nangka: warna berkisar antara hitam hingga cokelat muda, tekstur berkisar antara lengket hingga terurai, aroma berkisar antara amis hingga harum, rasa manis berkisar antara tidak manis hingga manis, dan rasa asin berkisar antara tidak asin hingga asin. Melalui uji hedonik, produk abon terpilih yaitu abon bekicot dan jerami nangka dengan 75% jerami nangka dalam perbandingan dan dengan rasa asli abon.

Produk abon terpilih kemudian dianalisis kandungan gizi, serat pangan, daya cerna protein, serta karakteristik oksidasi dan analisis kontribusi satu takaran saji produk abon bekicot dan jerami nangka. Kadar karbohidrat abon formula terpilih sebesar 80%, kadar lemak abon formula terpilih sebesar 7%, dan kadar protein abon formula terpilih sebesar 10%. Kadar air abon formula terpilih sebesar 3,2%, kadar abu abon formula terpilih sebesar 0,03%, kadar serat abon formula terpilih sebesar 19%, dan daya cerna protein abon formula terpilih sebesar 77,12%. Hasil analisis bilangan peroksida dan bilangan TBA pada abon formula terpilih menunjukkan bahwa nilai peroksida dan nilai TBA tidak terdeteksi. Sementara kadar FFA abon formula terpilih sebesar 2%. Abon formula terpilih telah memenuhi 13% AKG energi, 16% AKG karbohidrat, 7% AKG lemak, 10% AKG protein, dan 46% AKG serat. Oleh karena itu, abon formula terpilih dapat dikatakan sebagai sumber serat.


(5)

PEMBUATAN ABON BERBAHAN DASAR DAGING BEKICOT

(

Achatina fulica

Bowd.) DAN JERAMI NANGKA (

Artocarpus

heterophyllus

Lmk.) SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF SUMBER

PROTEIN DAN TINGGI SERAT

Eka Praditya Juniar I14070102

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi dari

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(6)

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala karunia dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Pembuatan Abon Berbahan Dasar Daging Bekicot (Achatina fulica

Bowd.) dan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) sebagai Pangan Alternatif Sumber Protein dan Tinggi Serat”. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S dan Leily Amalia, STP, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan, kritik, dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, M.S selaku dosen pembimbing ID sekaligus dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S selaku pembimbing akademik.

4. Bapak Suhadi (Alm.) dan Ibu Rina Iriana, orang tua terbaik yang telah memberikan begitu banyak kasih sayang dan cinta kepada penulis. Adik-adikku (Dewi dan Mulana), Mama Epo, dan Mama ela atas dukungan yang diberikan kepada penulis.

5. Frida Agustiani S. Gz, Risma Junita S. K. Pm, Resta Tatiyana S. Gz, Ima Karimah S. Gz, Early Fajarina S. Gz, Nadia Svenskarin, S. Gz, dan Erin Roslina S.E atas persahabatan terindah yang diberikan kepada penulis.

6. Bapak Mashudi, Ibu Titi, Ibu Nina, Ibu Risqi, serta teman-teman seperjuangan di laboratorium (Ade, Tari, Gian, Ibnu) atas dukungan serta bantuan yang diberikan.

7. Pisman Doeta 07, Salam 05, Luminaire 44, GM 45, penghuni ceriwis, serta seluruh pihak lainnya yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih banyak dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara luas dan akademisi secara khusus.

Bogor, Februari 2013


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 13 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Suhadi (Alm.) dan Rina Iriana. Penulis memulai studi pada tahun 1993 di TK As-Salam Ciledug kemudian pada tahun 1995 melanjutkan studinya di SDN Sudimara VII Ciledug. Tahun 2001 penulis melanjutkan studinya di SMP Budi Luhur Karang Tengah dan pada tahun 2004 penulis diterima di SMAN 2 Tangerang kemudian lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur (USMI). Penulis diterima pada mayor Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) melalui sistem mayor minor.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam berbagai organisasi di kampus. Pada tahun 2007-2009 penulis menjadi staf Divisi Sosial Kemasyarakatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al-Hurriyah IPB, tahun 2008 penulis menjadi staf Divisi Research And Development (RND) Eco-Agrifarma IPB, dan pada tahun 2009-2011 penulis menjadi Senior Resident Asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB.

Selain menjadi pengurus di beberapa organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif menjadi panitia di berbagai kegiatan kampus. Diantaranya tahun 2008 penulis menjadi panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) dan staf Divisi Humas dalam Pemilihan Raya (PEMIRA) FEMA. Tahun 2009 menjadi staf panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FEMA, menjadi staf Divisi Acara dalam Masa Perkenalan Departemen Gizi Masyarakat, dan menjadi Ketua Panitia Pemilihan Raya (PPR) FEMA.


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Bekicot ... 4

Nangka ... 6

Jerami Nangka ... 7

Abon ... 9

Bahan Baku Pembuatan Abon ... 9

Tahapan Pembuatan Abon ... 11

Kerusakan Lemak ... 13

Serat Pangan ... 14

Penilaian Organoleptik ... 15

METODOLOGI ... 17

Tempat dan Waktu ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Tahapan Penelitian ... 17

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Pembuatan Abon Bekicot dan Jerami Nangka ... 25

Sifat Organoleptik Abon Bekicot dan Jerami Nangka ... 28

Analisis Kandungan Zat Gizi, Serat, dan Daya Cerna Protein Abon Bekicot dan Jerami Nangka Formula Terpilih ... 39

Karakteristik Oksidasi Abon Bekicot dan Jerami Nangka Formula Terpilih ... 44

Kontribusi Satu Takaran Saji Abon Bekicot dan Jerami Nangka Formula Terpilih terhadap Angka Kecukupan Energi, Protein, dan Serat ... 45

Harga Abon Bekicot dan Jerami Nangka Formula Terpilih ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48


(10)

Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN ... 52


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kandungan protein dan zat gizi lain dalam tiap 100 g daging bekicot dan daging hewan (ternak) peliharaan ... 4 Tabel 2 Perbandingan komposisi kimia buah nangka, jerami nangka, dan jerami

nangka muda ... 7 Tabel 3 Bumbu-bumbu abon bekicot dan jerami nangka ... 20 Tabel 4 Formula abon bekicot dan jerami nangka ... 22 Tabel 5 Rekapitulasi formula abon bekicot dan jerami nangka yang dapat

diterima panelis berdasarkan uji mutu hedonik ... 34 Tabel 6 Rekapitulasi formula abon bekicot dan jerami nangka yang dapat

diterima panelis berdasarkan uji hedonik ... 38 Tabel 7 Karakteristik oksidasi (bilangan peroksida, bilangan TBA, dan nilai FFA)

pada abon bekicot dan jerami nangka formula terpilih ... 45 Tabel 8 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada abon formula terpilih per

takaran saji ... 46 Tabel 9 Perhitungan analisis biaya pembuatan abon bekicot dan jerami nangka


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Rangkaian pengolahan bekicot segar ... 6

Gambar 2 Perlakuan daging bekicot sebelum diolah ... 18

Gambar 3 Perlakuan jerami nangka sebelum diolah ... 19

Gambar 4 Proses pembuatan abon bekicot dan jerami nangka ... 21

Gambar 5 Bekicot utuh ... 25

Gambar 6 Jerami/Dami nangka ... 26

Gambar 7 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu warna abon ... 29

Gambar 8 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu aroma abon ... 30

Gambar 9 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu tekstur abon ... 31

Gambar 10 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu rasa manis abon ... 32

Gambar 11 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu rasa asin abon ... 33

Gambar 12 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap kesukaan warna panelis ... 34

Gambar 13 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap kesukaan aroma panelis ... 35

Gambar 14 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap kesukaan tekstur panelis ... 36

Gambar 15 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap kesukaan rasa panelis ... 37

Gambar 16 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap keseluruhan abon bekicot dan jerami nangka ... 38

Gambar 17 Abon bekicot dan jerami nangka dengan substitusi jerai nangka 75% dengan rasa asli abon ... 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji organoleptik ... 52 Lampiran 2 Form uji organoleptik ... 53 Lampiran 3 Hasil sidik ragam dan uji Duncan data uji organoleptik ... 55 Lampiran 4 Prosedur analisis zat gizi abon bekicot dan jerami nangka formula

terpilih ... 63 Lampiran 5 Prosedur analisis karakteristik oksidasi abon bekicot dan jerami

nangka formula terpilih ... 66 Lampiran 6 Hasil sidik ragam dan uji Duncan data analisis kimia abon bekicot


(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obesitas dan kegemukan telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kegemukan atau obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan lemak yang terakumulasi dalam jaringan adiposa. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa 8,8% orang dewasa berumur > 15 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,3% gemuk. Tingginya angka obesitas dipicu oleh akumulasi konsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat secara berlebihan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan rata-rata energi dari lemak di Indonesia adalah 29,1% (Hardinsyah 2011). Hasil tersebut melebihi anjuran Depkes (2004) dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Indonesia yaitu tidak melebihi 25% dari asupan energi. Hasil penelitian Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukkan bahwa asupan serat rata-rata penduduk Indonesia sekitar 10,7 gram per hari. Angka tersebut jauh di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Dietary

Guidelines for American menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang

mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat (20-35 g/hari) (Depkes 2008). Hal ini berarti bahwa asupan serat penduduk Indonesia hanya sekitar sepertiga dari yang dianjurkan. Bahan makanan sumber serat, terutama sayuran, seringkali tidak menjadi pilihan dalam menu makanan sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini terutama disebabkan oleh rasa sayuran yang agak pahit dan tidak gurih karena rendahnya kandungan lemak dalam sayuran.

Di sisi lain, pangan tinggi lemak sering menjadi pilihan masyarakat karena rasanya yang gurih. Di samping itu, asupan lemak seringkali menjadi tinggi sebagai dampak dari konsumsi pangan sumber protein hewani yang umumnya juga mengandung lemak. Protein merupakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan berbagai fungsi organ tubuh. Namun demikian, karena ketersediaan pangan sumber protein umumnya juga mengandung lemak, maka asupan tinggi protein berdampak pada tingginya asupan lemak yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan obesitas dan merugikan kesehatan tubuh. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, perlu dikembangkan pangan sumber protein yang tinggi serat tetapi rendah lemak.


(15)

2

Bekicot (Achatina fulica Bowd.) merupakan hewan yang bertubuh lunak, tidak beruas, yang pada awalnya hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak, kini dibudidayakan dan diolah sebagai makanan manusia (Sadhori 1997). Dalam rangka memenuhi tuntutan kecukupan gizi, bekicot merupakan salah satu alternatif yang patut diperhatikan. Kandungan protein bekicot yang sebesar 15 gram per 100 gram dagingnya tidak terlalu berbeda dibandingkan kandungan protein dalam daging ayam yang sebesar 18 gram per 100 gram daging. Sementara kandungan lemak daging bekicot jauh lebih rendah dibandingkan kandungan lemak pada daging ayam yaitu 1 gram Vs 25 gram per 100 gram daging (Santoso 1991).

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.) adalah jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Biasanya jerami nangka hanya dijadikan pakan ternak, namun lebih sering dibuang begitu saja, padahal jerami nangka ini memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Menurut Novandrini (2003) diacu dalam Isnaharani (2009), kandungan serat makanan total jerami nangka muda adalah 75,58% berat kering.

Abon merupakan salah satu pangan olahan sumber protein dan lemak. Abon merupakan makanan yang dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan modal yang besar, dan sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan masyarakat Indonesia sehingga pembuatan abon mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau industri rumah tangga. Oleh karena itu, pembuatan abon berbahan dasar daging bekicot dan jerami nangka dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan asupan serat penduduk Indonesia.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini ialah mengembangkan produk pangan alternatif sumber protein dan tinggi serat berbahan dasar bekicot dan jerami nangka.

Tujuan Khusus

1. Memformulasikan kombinasi komposisi bahan dasar daging bekicot dan jerami nangka untuk pembuatan abon

2. Menganalisis karakteristik organoleptik terhadap beragam formula untuk mengetahui produk terpilih yang dapat diterima oleh masyarakat luas

3. Menganalisis kandungan zat gizi, serat, dan daya cerna protein pada produk terpilih


(16)

3

4. Menganalisis karakteristik oksidasi (bilangan peroksida, bilangan thiobarbituric acid (TBA), dan bilangan asam lemak bebas (Free Fatty Acid)) pada produk terpilih

5. Menganalisis kontribusi satu takaran saji abon bekicot dan jerami nangka terhadap angka kecukupan energi, protein, dan serat.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peluang diversifikasi produk sumber protein dan tinggi serat berbahan dasar daging bekicot dan jerami nangka.


(17)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Bekicot

Bekicot (Achatina fulica Bowd.) merupakan hewan yang bertubuh lunak, tidak beruas, mempunyai pelindung berupa cangkang yang berbentuk kerucut, suka mengeluarkan lendir, dan aktif pada malam hari. Daging bekicot mengandung protein hewani yang cukup tinggi, setara dengan kandungan protein dalam daging hewan lainnya. Selain itu, daging bekicot juga mengandung asam-asam amino esensial leusin, isoleusin, dan lisin dalam jumlah yang cukup. Pengolahan daging bekicot menjadi berbagai jenis makanan, selain dapat menampilkannya sebagai suatu hidangan yang menarik, awet, dan gurih, juga dapat meningkatkan nilai ekonominya (Rukmana & Yuniarsih 2001).

Kandungan gizi bekicot dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan protein dan zat gizi lain dalam tiap 100 g daging bekicot dan daging hewan (ternak) peliharaan

No Zat Gizi Proporsi per 100 g Daging

Bekicot Sapi Domba Kambing Ayam

1 Protein (g)* 15,8 18,8 16,6 17,1 18,2

2 Kalori (Kal)* 97,0 207,0 206,0 154,0 302,0

3 Lemak (g)* 0,9 14,0 14,8 9,2 25,0

4 Air (g)* 78,6 66,0 70,3 66,0 56,6

5 Ca (mg)# 237 11¤ 10€ 11€ 13+

6 P (mg) # 78 170¤ 191€ 124€ 190+

7 Fe (mg) # 1,7 2,8¤ 2,6€ 1€ 1,5+

* Sumber: Lubis 1982 dalam Ridwan 1995

#

Sumber. Santoso 1991

+

Sumber. Anonim 2012 http://indonesian.cri.cn/1/2005/07/19/1@32439.htm

Sumber. Ramada 2012

http://www.saungdomba.com/artikel-domba-garut/101-daging-kambing-atau-daging-domba

¤

Sumber. Syakur 2012 http: // www. kesehatan123.com/ 3395/ daging- sapi- sehat-bermanfaat-bagi-tubuh/

Dalam rangka memenuhi tuntutan kecukupan gizi, bekicot merupakan salah satu alternatif yang patut diperhatikan. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas protein yang terkandung di dalamnya yaitu sekitar 15 gram per 100 gram daging bekicot. Juga kandungan lain seperti lemak 1%, karbohidrat 2%, kalsium 237 mg, fosfor 78 mg%, zat besi 1,7 mg%, serta vitamin B kompleks terutama vitamin B2. Selain itu, kandungan

asam amino daging bekicot cukup menonjol yaitu dalam 100 gram daging bekicot kering antara lain terdiri atas leusin 4,62 gram, lisin 4,35 gram, arginin 4,88 gram, asam aspartat 5,98 gram, dan asam glutamat 8,16 gram (Santoso 1991).


(18)

5 Pengolahan Daging Bekicot

Menurut Santoso (1991), pengolahan daging bekicot yang akan dikonsumsi manusia perlu diperhatikan secara khusus dalam pengolahan agar memenuhi syarat. Sebelum daging bekicot siap dihidangkan dalam bentuk masakan, haruslah yakin betul bahwa daging tersebut bebas dari segala macam penyakit dan bakteri terutama bakteri

Salmonella. Karena itulah daging bekicot perlu diolah dan setelah itu baru dapat dimasak lebih lanjut. Pengolahan daging bekicot dapat dibagi menjadi 7 tahap yaitu: pembersihan kotoran, perendaman, perebusan, pemisahan, pencucian, perendaman, dan perebusan.

1. Pembersihan Kotoran. Bekicot segar (hidup) dimasukkan ke dalam bak

penampungan selama dua hari dua malam tanpa diberi makanan apapun kecuali dilakukan penyiraman setiap sore hari. Maksud pembersihan kotoran ini ialah untuk memacu pengeluaran kotoran dan lendir bekicot, sekaligus untuk menghilangkan bau yang tidak sedap.

2. Perendaman. Setelah dilakukan pembersihan kotoran, bekicot direndam dalam air garam yang diberi sedikit cuka selama 5 menit sambil diaduk kemudian airnya dibuang. Perendaman ini dilakukan beberapa kali (2-3 kali) hingga air rendaman tersebut bersih/jernih.

3. Perebusan. Bekicot yang telah direndam dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit sambil dibolak-balik kemudian didinginkan.

4. Pemisahan. Bekicot yang telah direbus dipisahkan antara cangkang, kotoran, telur, dan dagingnya. Pemisahan dilakukan dengan mencungkil daging bekicot dari cangkang dengan alat pencungkil. Setelah daging, telur, dan kotoran bekicot tersebut keluar dari cangkangnya, kemudian dipisah-pisahkan. Telur bekicot dapat langsung dicuci bersih, digoreng, dan dimakan, sedangkan dagingnya masih perlu pengolahan selanjutnya.

5. Pencucian. Daging bekicot yang telah terpisah dari cangkang, telur, dan kotorannya kemudian dicuci bersih.

6. Perendaman. Daging yang telah dicuci bersih, direndam dengan air cuka selama 15 menit.

7. Perebusan. Daging bekicot yang telah direndam tersebut kemudian direbus selama kurang lebih 15 menit. Setelah direbus, kemudian dicuci sekali lagi sampai bersih kemudian dicacah.


(19)

6

Setelah semua proses pengolahan dilakukan, akan didapatkan daging bekicot yang dapat dikonsumsi dengan rendemen sekitar 18%. Artinya, akan diperoleh 15-18 kg daging bekicot untuk setiap 100 kg bekicot segar (hidup).

Gambar 1 Rangkaian pengolahan bekicot segar (Sumber: Santoso 1991) Nangka

Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka dibagi menjadi dua jenis, yakni:

1. Artocarpus heterophyllus Lmk. atau Artocarpus integer Merr. yang biasa disebut nangka, dan

2. Artocarpus champeden (Lour) Stokes atau Artocarpus integrifolia Lf yang biasa disebut cempedak

Pembersihan

Perendaman

Perebusan

Pemisahan

Cangkang

Bekicot Segar

Daging Telur Kotoran

Pencucian

Perendaman

Perebusan


(20)

7

Perbedaan cempedak dan nangka secara kasat mata terletak pada daunnya, dimana cempedak memiliki bulu kasar pada daunnya, sedangkan nangka tidak (Sunaryo 2005 dalam Isnaharani 2009).

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini dan hampir semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Selain buah sebagai produk utamanya, bagian akar, batang, daun, bakal buah, maupun kulit buahnya dapat dimanfaatkan (Oktaviani 1999). Kandungan Gizi

Kandungan gizi buah nangka dan jeraminya tidak jauh berbeda. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan komposisi kimia buah nangka, jerami nangka, dan jerami nangka muda

Komponen Daging buah* Jerami* Jerami Nangka Muda**

Air (%bb) 80,29 65,12 87,36

Protein (%bk) 1,91 1,95 15,48

Lemak (%bk) 1,86 10,00 4,29

Karbohidrat (%bk) 9,85 9,30 71,53

Abu (%bk) 0,69 1,11 8,69

Serat kasar (%bk) 1,58 1,94 -

IDF (%bk) - - 69,71

SDF (%bk) - - 6,87

TDF (%bk) - - 75,58

* Sumber. Muchtadi 1981 diacu dalam Risanti 1992 diacu dalam Isnaharani 2009 ** Sumber. Novandrini diacu dalam Isnaharani 2009

Jerami Nangka

Jerami nangka sebenarnya merupakan bunga yang tidak dibuahi, sementara bunga yang terserbuki akan menjadi satu biji buah nangka yang dikenal dengan sebutan nyamplungan. Jerami yang terbentuk ada yang tebal berukuran besar dan manis rasanya sehingga dapat juga dimakan dan ada juga jerami kecil, yang tidak manis dan tidak enak dimakan. Jerami nangka merupakan bagian terbesar ke dua setelah daging yang jumlahnya cukup banyak. Jerami nangka sebagian besar tersusun dari air yaitu kurang lebih 75 persen dan selebihnya bahan kering tersusun terutama dari karbohidrat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat, pektin dan lainnya. Dilihat dari kandungan gizi yang ada, jerami nangka memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan (Anonim 2011).

Jerami nangka yang melimpah dan cukup murah merupakan limbah dari buah nangka yang tumbuh cukup banyak di Indonesia. Inilah yang menjadi keunggulan jerami nangka dari bahan baku lainnya yang merupakan upaya pemanfaatan limbah yang terbuang untuk dijadikan abon (Anonim 2011).


(21)

8 Pengolahan Jerami Nangka

Menurut Fellows (2000), pengolahan jerami nangka yang akan dikonsumsi perlu diperhatikan dalam pengolahan agar memenuhi syarat. Pengolahan jerami nangka dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu: cleaning, blanching, dan pengeringan.

1. Cleaning. Cleaning (pembersihan) adalah proses menghilangkan bahan

kontaminasi dari makanan dan memisahkannya dari permukaan makanan sebelum dilakukannya proses lebih lanjut. Cleaning termasuk mengupas dan perlakuan blanching. Tujuannya adalah mencegah kerusakan makanan.

2. Blanching. Blanching adalah memanaskan makanan, terutama sayuran di bawah 100 0C dalam waktu singkat. Blanching dilakukan untuk menginaktivasi enzim penyebab menurunnya kualitas selama penyimpanan dan untuk melembutkan tekstur makanan. Suhu maksimal dalam pembekuan dan pengeringan tidak cukup untuk menginaktivasi enzim. Jika makanan tidak diblansir, perubahan yang tidak diinginkan pada karakteristik sensorik dan zat gizi akan terjadi selama penyimpanan. Oleh karena itu, blanching perlu dilakukan sebelum proses lainnya.

Lama perlakuan blanching tergantung pada jenis komoditi, umumnya 5-10 menit. Semakin banyak bahan dan semakin tebal irisannya semakin lama waktu yang diperlukan. Jenis buah yang berdaging buah padat membutuhkan waktu lebih lama dibanding buah yang tidak banyak mengandung air. Enzim yang dapat menyebabkan hilangnya eating quality dan zat gizi dalam buah dan sayur adalah

lipoxygenase, polyphenoloxidase, polygalacturonase, dan chlorophyllase. Dua enzim tahan panas yang ditemukan di sebagian besar sayuran adalah katalase dan peroksidase. Meskipun tidak menimbulkan kerusakan selama penyimpanan, enzim tersebut digunakan sebagai pembatas untuk menentukan keberhasilan

blanching.

Fellows (2000) juga menyebutkan, blanching dapat mengurangi jumlah mikroorganisme kontaminan pada permukaan makanan. Pengaruh blanching pada zat gizi, yakni dapat menyebabkan hilangnya beberapa mineral, vitamin larut air, dan komponen larut air lainnya. Blanching dapat mencerahkan warna makanan melalui pelepasan udara dan abu pada permukaan sehingga mengubah panjang gelombang yang merefleksikan cahaya. Waktu dan suhu blanching juga berpengaruh terhadap perubahan pigmen makanan.


(22)

9 Abon

Abon adalah makanan yang dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Semua jenis daging termasuk daging bekicot dapat digunakan untuk pembuatan abon. Abon tergolong produk olahan daging yang awet. Untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan, abon dikemas dalam kantong plastik dan ditutup dengan rapat (Fachruddin 1997).

Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan modal yang besar dan sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan masyarakat Indonesia sehingga pembuatan abon mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau industri rumah tangga. Mutu produk olahan abon sangat dipengaruhi oleh mutu bahan mentah, cara pengolahan, dan nilai gizi yang dikandungnya (Fachruddin 1997).

Bahan baku Pembuatan Abon

Bahan dan peralatan pembuatan abon cukup sederhana dan mudah diperoleh. Bahan pembuatan abon terdiri atas bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku merupakan bahan pokok untuk abon dan bahan tambahan atau bahan penolong berfungsi menambah cita rasa produk, mengawetkan, dan memperbaiki penampakan produk (Fachruddin 1997). Pembuatan abon dari bahan baku daging hewan dapat pula dikombinasikan dengan bahan nabati seperti keluwih dan jantung pisang. Abon dari bahan baku campuran tentu saja kualitas dan harganya lebih murah daripada abon yang bahan bakunya dari daging murni.

Bahan baku untuk abon harus dipilih yang mutunya baik agar produk yang dihasilkan juga bermutu baik. Kondisi bahan harus dipilih yang masih segar. Ikan yang segar matanya belum memerah, kulitnya mengilat, insangnya berwarna merah segar, dan bila ditekan dagingnya tidak lunak. Daging segar berwarna merah segar (tidak pucat), aromanya khas (tidak berbau busuk), dan apabila ditekan terasa kenyal (tidak lunak). Daging yang baik untuk dibuat abon, selain memiliki kondisi yang segar, juga harus dipilih yang tidak mengandung banyak lemak dan jaringan liat.

Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon ikan terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, daun salam, sereh garam dapur, gula pasir, santan kelapa, dan minyak goreng. Rasa abon ikan pada dasarnya dapat diubah-ubah sesuai selera dengan mengubah komposisi bumbu yang digunakan (Wibowo 2002). Oleh karena bumbu-bumbu pembuatan abon bekicot dan jerami nangka tidak berbeda


(23)

10

jauh dengan bumbu-bumbu pembuatan abon ikan, maka bumbu-bumbu tersebut dapat digunakan juga dalam pembuatan abon bekicot dan jerami nangka.

Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan selera makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh, dan daun salam. Manfaat lain penggunaan rempah-rempah adalah sebagai pengawet dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri.

Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa (Fachruddin 1997).

Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah cita rasa dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula mengalami reaksi maillard sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis (Fachruddin 1997).

Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik, sangat peka terhadap kadar garam (Fachruddin 1997).

Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai gizi, khususnya kalori yang ada dalam bahan pangan (Fachruddin 1997).

Tahapan Pembuatan Abon

Metode pembuatan abon bekicot dan jerami nangka tidak jauh berbeda dengan metode pembuatan abon daging dan abon ikan. Menurut Wibowo (2002), terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan abon ikan, yaitu:


(24)

11

1. Ikan dibuang bagian kepala, isi perut, dan sirip kemudian dicuci bersih kemudian dibuat fillet (daging diambil) dan dikuliti sehingga diperoleh daging tanpa kulit. Untuk bekicot, cukup dipisahkan dari cangkangnya kemudian dicuci bersih dan direbus untuk menghilangkan lendir pada bekicot.

2. Selanjutnya daging yang sudah dibersihkan diberi cuka makan sebanyak 2% dari berat daging.

3. Sementara itu, air dipanaskan (air : daging = 1 : 1) dan garam dapur (5%), sereh (2%), daun salam (2%) dimasukkan dan direbus selama 10 menit. Kemudian daging dimasukkan dan direbus selama 20 menit.

4. Daging diangkat dan dibungkus kain blacu untuk diperas sampai tiris dan air tidak keluar lagi.

5. Daging yang sudah diperas dilumatkan menjadi serat-serat halus. Misalnya dengan menggunakan alat pemarut kelapa atau dengan tangan.

6. Sementara proses berlangsung, bumbu disiapkan.

a. Kelapa diparut dan langsung diperas untuk diambil santan kentalnya. Untuk 4 butir kelapa diperoleh 700-750 ml santan kental untuk 8 kg daging atau ½ butir kelapa untuk 1 kg daging.

b. Bawang putih, bawang merah, dan lengkuas diparut dengan menggunakan pemarut kelapa.

c. Ketumbar dihaluskan dengan blender, bumbu yang sudah digiling dan santan dimasukkan dan dicampur merata.

7. Serat daging dicampur dengan bumbu tersebut dan diaduk, ditambahkan gula pasir (15%), garam (2%), dan penyedap (0,5%) selanjutnya diaduk sampai merata.

8. Serat daging berbumbu tersebut dimasukkan ke dalam alat penggorengan, diputar, dan api kompor dinyalakan. Penggorengan tanpa minyak dilakukan selama 2 jam. Suhu akan naik perlahan dari suhu kamar (30 0

C) dan dipertahankan maksimal 80-85 0C. Pada akhir penggorengan akan tercium aroma harum abon dan tidak ada air yang keluar dari alat tersebut.

9. Abon yang sudah matang diangin-anginkan dengan cara ditempatkan di wadah agak lebar dan diratakan, sehingga abon menjadi dingin dan juga lebih kering. Beberapa proses fisik yang dilakukan dalam pembuatan abon secara umum adalah pengukusan, pengeringan dengan cara menggoreng, dan pengemasan (Akhiryani 1999 dalam Utami 2010).


(25)

12 Pengukusan

Pengukusan dimaksudkan agar sebagian air yang dikandung yang berasal dari protein daging akan keluar. Hal ini tergantung pada kandungan lemaknya (Moelyanto 1982 dalam Utami 2010).

Pengeringan dengan cara menggoreng

Proses pengeringan didasari terjadinya penguapan air (pengikisan air oleh udara), karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dan produk yang dikeringkan (Moelyanto 1982 dalam Utami 2010). Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas (Winarno et al. 1990 dalam Utami 2010).

Penggorengan merupakan proses thermal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng dalam proses penggorengan berfungsi sebagai penghantar panas serta menambah cita rasa dan nilai gizi kalori dalam bahan pangan. Pemanasan yang tidak mencapai suhu penggorengan menyebabkan minyak membentuk busa, sehingga proses menggoreng tidak praktis. Pemilihan suhu penggorengan merupakan faktor yang menentukan mutu hasil gorengan.

Metode pengeringan pada dasarnya ditempuh melalui dua proses yakni panas harus menembus bahan yang akan dikeringkan dan air bebas yang terdapat di dalam bahan harus diuapkan (Sunaryo 1983 dalam Utami 2010). Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga biaya produksi menjadi lebih murah (Einarni et al. 1990 dalam Utami 2010).

Pengaruh pengeringan terhadap nilai gizi produk adalah dengan menurunnya kadar air bahan dan meningkatnya presentase protein, karbohidrat, dan lemak, sedangkan pengaruhnya terhadap mikroorganisme adalah kadar air produk yang rendah menghambat pertumbuhan mikroba. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa mikroba yang relatif tahan terhadap kekeringan, seperti kapang. Selain itu, pengeringan juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim, dimana dengan menurunnya kadar air, aktivitas enzim menurun drastis dan dapat dikatakan nihil pada kadar air di bawah 2%. Pengeringan menyebabkan perubahan warna karena terjadi perubahan


(26)

13

fisik dan kimia sehingga memengaruhi sifat refleksi, absorbsi transmisi dari warna (Sunaryo 1983 dalam Utami 2010).

Umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warna menjadi cokelat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi non enzymatic browning, yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam-asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya (Winarno

et al. 1990 dalam Utami 2010).

Kerusakan Lemak

Oksidasi minyak adalah reaksi deteriosasi yang dominan pada produk dengan konsentrasi minyak yang tinggi dan merupakan indikator kualitas minyak yang baik bagi konsumen (Paul & Mittal 1997 dalam Arpah 2003). Oksidasi minyak dan lemak menyebabkan off-flavor khususnya flavor tengik pada semua bahan pangan yang mengandung minyak (Fennema 1976 dalam Arpah 2003). Produk akhir hasil reaksi oksidasi minyak adalah malonaldehida. Kuantitas selama proses oksidasi dapat diukur dengan menentukan nilai TBA. Bilangan TBA umumnya dinyatakan dalam jumlah malonaldehida yang terbentuk akibat autooksidasi (Davidek et al 1990 dalam Arpah 2003).

Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi, biasanya bergabung dengan lemak netral. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari satu persen, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik. Asam lemak bebas walau dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa yang tidak lezat. Asam lemak bebas dapat menguap dengan atom C4, C6, C8, dan C10 menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak, umumnya terdapat dalam susu dan minyak nabati misalnya minyak inti sawit (Ketaren 1986 dalam Wardani 2012).

Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan dan kecepatannya tergantung tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Faktor yang mempercepat oksidasi adalah 1) radiasi misalnya cahaya dan panas; 2) bahan pengoksidasi, misalnya peroksida dan asam nitrat aldehida aromatik; 3) katalis metal, khususnya garam logam berat; dan 4) sistem oksidasi adanya katalis organik yang labil terhadap panas (Ketaren 1986 dalam Wardani 2012).

Kerusakan akibat oksidasi pada bahan pangan berlemak terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama yang disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen dan tahap kedua merupakan kelanjutan tahap pertama yang prosesnya dapat terjadi secara oksidasi ataupun non oksidasi. Proses ini bisa terjadi pada mentega putih, minyak


(27)

14

goreng, minyak salad, dan bahan pangan berlemak. Pada kondisi biasa, asam lemak jenuh bersifat stabil di udara. Terbentuknya peroksida membantu proses oksidasi sejumlah kecil asam lemak jenuh. Di samping itu, keberadaan oksigen bebas di bawah pengaruh sinar ultraviolet atau katalis logam pada suhu tinggi dapat mengoksidasi asam lemak jenuh secara langsung (Ketaren 1986 dalam Wardani 2012).

Proses oksidasi dengan cara iradiasi dengan adanya oksigen atau adanya oksigen dalam waktu singkat setelah proses iradiasi akan menghasilkan hidroperoksida dan senyawa karbonil. Adanya air akan mempercepat pembentukkan peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh tetapi tidak akan terbentuk jika minyak mengandung bahan pengemulsi (Ketaren 1986 dalam Wardani 2012).

Serat Pangan

Serat pangan atau ditary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh. Oleh karena itu kebanyakan serat pangan akan menjadi substrat bagi fermentasi bakteri yang hidup di kolon. Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Serat pangan yang larut dalam air sangat mudah difermentasikan dan memengaruhi metabolisme karbohidrat dan lipida. Sementara, serat pangan yang tidak larut, seperti selulosa (bahan dasar dalam kapas), berperan unruk memperbesar volume feses dan mengurangi waktu transitnya di dalam kolon (bersifat laksatif lemah). Serat pangan terlarut, seperti agar-agar dan pectin dalam jeruk dan buah-buahan lain, mudah terfermentasi (teragikan) dalam kolon dan berhubungan dengan metabolisme lipida dan karbohidrat (Silalahi 2006).

Serat pangan terbukti dapat mengurangi risiko kanker, misalnya kanker kolon, dan penyakit jantung koroner. Serat pangan berperan melalui berbagai mekanisme kerja yang meliputi pengenceran isi kolon, absorbsi asam empedu dan karsinogen lainnya, penurunan waktu penahanan feses atau bersifat laksatif ringan, dan pengubahan metabolisme asam empedu (Silalahi 2006).

Selain itu, akibat adanya proses fermentasi oleh Bifidobacteria yang menguntungkan, yakni produksi asam lemak rantai pendek, serat pangan berpengaruh menaikkan keasaman. Dengan demikian, bakteri merugikan yang tidak suka suasana asam, yakni Escherichia coli dan Streptococcus faecalis, tidak dapat tumbuh (terhambat pertumbuhannya). Kedua bakteri yang merugikan tersebut akan memfermentasikan protein dan asam amino yang lolos sampai ke kolon. Hasil


(28)

15

fermentasi ini adalah zat-zat toksis, yakni fenol, kresol, indol, amina, dan ammonia, yang dapat meningkatkan risiko kanker kolon dan kelenjar empedu. Serat pangan, melalui proses fisika dan biokimia yang telah diuraikan di atas dapat mengurangi risiko kanker (Silalahi 2006).

Penilaian Organoleptik

Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Sistem penilaian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilaian dalam laboratorium, dunia usaha, dan perdagangan. Penilaian organoleptik telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan.

Uji organoleptik pada produk pangan berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk pangan dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan konsumen.

Rasa

Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip, bau, dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, dan keripik. Penemuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya. Umumnya ada tiga macam rasa yang sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging yaitu tingkat kegurihan, keasinan, dan rasa daging (meaty) (Soekarto 1985).

Warna

Pada penilaian mutu komoditi, cara yang terutama masih dipakai ialah dengan penglihatan. Dengan melihat, orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran, kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti suram, mengilap, homogeny-heterogen, dan datar gelombang. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Itulah sebabnya penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian komoditi (Soekarto 1985).


(29)

16 Aroma

Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Indera pembau berfungsi untuk menilai aroma dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan maupun nonpangan. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk perangsang indera pencicip. Dalam banyak hal, enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Tekstur

Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Tetapi biasanya jika orang ingin menilai tekstur suatu bahan, digunakan ujung jari tengah. Biasanya bahan yang dinilai itu diletakkan diantara permukaan dalam ibu jari, telunjuk, jari tengah, atau kadang-kadang dengan jari manis (Soekarto 1985).


(30)

17

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011-Oktober 2012. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi, Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Organoleptik Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, serta Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bekicot (Achatina fulica Bowd.) dan jerami nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.)

.

Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan abon bekicot dan jerami nangka antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam dapur, gula pasir, santan kelapa, daun salam, sereh, dan minyak goreng. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis antara lain aquades, heksan, pereaksi TBA, H2SO4, asam asetat, HCl 0,1 N,

kloroform, asam borat, NaOH, enzim thermamyl, pepsin, pankreatin, etanol, aseton, tripsin, kimotripsin, dan peptidase.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kompor, wajan penggorengan, panci pengukus, cobek, pisau, talenan, baskom, alat pencacah, dan timbangan. Alat-alat untuk analisis antara lain cawan porselen, labu, gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, timbangan analitik, pipet, buret, desikator, soxhlet, kjeldahl sistem, penjepit, oven, dan mortar.

Tahapan Penelitian Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan aroma daging terbaik setelah perlakuan perendaman. Dalam tahap ini diberikan perlakuan pada bekicot untuk menghilangkan bau anyir yaitu dengan direndam dengan air cuka sebelum daging bekicot dipisahkan dari cangkangnya. Selanjutnya, setelah daging bekicot terpisah dari cangkangnya, daging bekicot diberi dua perlakuan berbeda yaitu direndam dengan air cuka serta dibubuhi dengan tetesan air jeruk nipis. Dari perlakuan tersebut, dipilih daging bekicot yang terbaik yaitu daging bekicot yang sudah tidak berbau amis, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.


(31)

18

Gambar 2 Perlakuan daging bekicot sebelum diolah (Sumber: Santoso 1991)

Bekicot segar utuh dimasukkan ke dalam bak penampung selama dua hari dua malam tanpa diberi makanan apapun kecuali dilakukan penyiraman setiap sore hari untuk memacu pengeluaran kotoran dan lendir bekicot sekaligus menghilangkan bau yang tidak sedap. Setelah dilakukan pembersihan kotoran, bekicot direndam dalam air garam yang diberi 2 sendok makan cuka selama 5 menit sambil diaduk kemudian airnya dibuang. Perendaman ini dilakukan beberapa kali (2-3 kali) hingga air rendaman tersebut bersih/jernih. Bekicot yang telah direndam dimasukkan ke dalam air mendidih

Pembersihan

Perendaman dengan 2 sdm air cuka (15 menit)

Pemisahan

Cangkang

Bekicot Segar

Daging Telur Kotoran

Pencucian

Daging bekicot dengan aroma terbaik (Perendaman dengan jeruk nipis)

Daging bekicot siap olah

Perebusan (15 menit, 100 0C)

Perebusan (15 menit, 100 0C) Perendaman dengan 2 sdm air

cuka (15 menit)

Perendaman dengan 2 sdm air jeruk nipis (15 menit)


(32)

19

selama 15 menit. Kemudian bekicot yang telah direbus dipisahkan antara cangkang, kotoran, telur, dan dagingnya.

Daging bekicot yang telah terpisah dari cangkang, telur, dan kotorannya kemudian dicuci bersih. Daging yang telah dicuci diberi dua perlakuan yang berbeda yaitu direndam dengan air cuka dan direndam dengan air jeruk nipis selama 15 menit untuk mengetahui metode terbaik untuk menghilangkan bau anyir pada daging bekicot. Berdasarkan metode tersebut, diketahui bahwa daging bekicot yang direndam dalam air jeruk nipis memiliki aroma yang lebih baik dibanding daging bekicot yang direndam dengan cuka. Daging bekicot yang telah direndam tersebut kemudian direbus selama kurang lebih 15 menit. Setelah direbus, daging bekicot dicuci sekali lagi sampai bersih kemudian daging bekicot siap diolah.

Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi proses pembuatan abon bekicot dan jerami nangka, uji sensori, serta tahapan analisis kimia yang meliputi analisis kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, serat, daya cerna protein, analisis bilangan peroksida, TBA, dan kadar asam lemak bebas.

1. Proses Pembuatan Abon Bekicot dan Jerami Nangka

Proses pembuatan abon bekicot dan jerami nangka didasarkan pada petunjuk membuat abon ikan menurut Wibowo (2002). Prosedur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Bahan

Daging bekicot yang digunakan ialah daging bekicot yang terbaik yang berasal dari penelitian pendahuluan. Sementara jerami nangka yang akan diolah, sebelumnya mengalami pengeringan melalui proses seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Perlakuan jerami nangka sebelum diolah (Sumber: Isnaharani 2009)

Selanjutnya, bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam dapur, gula pasir, daun salam, dan sereh) dipersiapkan, meliputi proses pengupasan,

Jerami nangka

Disortir

Blanching (5 menit, 75 0C)


(33)

20

pencucian, penimbangan, dan penghalusan. Jumlah dan komposisi bumbu yang dipakai berdasarkan Wibowo (2002) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Bumbu-bumbu abon bekicot dan jerami nangka

Nama Bumbu Jumlah

Sereh 2%

Daun salam 2%

Garam dapur 7%

Gula pasir 15%

Bawang merah 1%

Bawang putih 3%

Ketumbar 1%

Lengkuas 1%

Kelapa 0,2 bt/1 kg daging

2. Pembuatan abon

Abon bekicot dan jerami nangka yang akan dibuat diberi dua perlakuan dalam pengolahannya yaitu abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli abon dan abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli dicampur bumbu rendang. Proses pembuatan abon dapat dilihat pada Gambar 4.

3. Tahapan Formulasi

Pembuatan adonan abon bekicot dan jerami nangka dilakukan dengan metode

all in dough, yaitu semua bahan dicampurkan dan diaduk hingga menjadi adonan. Pencampuran bahan bertujuan untuk mendapatkan adonan sesuai dengan konsistensi yang diinginkan. Tahap formulasi abon dilakukan melalui pencacahan daging bekicot dan jerami nangka. Adapun tingkat perbandingan daging bekicot dan jerami nangka pada tahapan formulasi yaitu 0%:100%, 25%:75%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40%, 75%:25%, dan 100%:0%. Abon bekicot dan jerami nangka yang dibuat diberi dua perlakuan dalam pengolahannya yaitu abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli abon dan abon yang diolah dengan menggunakan campuran bumbu asli dan bumbu rendang. Variasi bumbu ini bertujuan untuk mengetahui bumbu mana yang paling disukai dan diterima untuk dikembangkan lebih lanjut.


(34)

21 4.

Gambar 4 Proses pembuatan abon bekicot dan jerami nangka (Sumber: Wibowo 2002) Tahap formulasi abon dilakukan melalui pencacahan daging bekicot dan jerami nangka berbagai taraf. Proses ini menggunakan alat pencacah daging untuk memperkecil ukuran daging bekicot dan jerami nangka hingga mendekati tekstur abon ketika sudah diolah. Dalam proses produksinya, setiap pengolahan 500 gram adonan digunakan bumbu asli sebanyak 50 gram. Abon dengan variasi rasa rendang, dalam pengolahannya digunakan bumbu asli sebanyak 50 gram dan ditambah bumbu rendang sebanyak 50 gram. Formulasi abon bekicot dan jerami nangka disajikan pada Tabel 4.

Perbandingan daging bekicot & jerami

nangka (0:3,1:3,2:3,3:3,3:2,3:1,3:0)

Daging bekicot siap

olah

Persiapan bumbu (Bw. merah, bw. putih, santan, gula, garam, dll)

Pemasakan dengan santan hingga santan mengering

Penyangraian (45 menit, 30 s/d 80-85 0C)

Abon siap saji

Jerami nangka siap olah

Pengukusan (25 menit, 100 0C)

Peremahan atau pencacahan

Pencampuran bumbu dengan bahan abon

Pemasakan dengan santan berbumbu rendang hingga santan mengering

Penumisan bumbu asli abon

Bumbu asli abon

Bumbu asli abon + Bumbu rendang

Penumisan bumbu asli abon + bumbu rendang


(35)

22

Tabel 4 Formula abon bekicot dan jerami nangka dalam 500 g adonan

Formula Jerami

Nangka (%)

Daging Bekicot (%)

Bumbu Rendang

(50 g)

Bumbu Dasar Abon (50 g)

A1B1 0 100 V V

A2B1 25 75 V V

A3B1 40 60 V V

A4B1 50 50 V V

A5B1 60 40 V V

A6B1 75 25 V V

A7B1 100 0 V V

A1B2 0 100 - V

A2B2 25 75 - V

A3B2 40 60 - V

A4B2 50 50 - V

A5B2 60 40 - V

A6B2 75 25 - V

A7B2 100 0 - V

2. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk. Atribut yang digunakan dalam penentuan uji mutu hedonik adalah warna (hitam-cokelat muda), aroma (amis-harum), tekstur (lengket-terurai), serta rasa (tidak manis-manis dan tidak asin-asin). Atribut yang digunakan dalam penentuan uji hedonik adalah warna (tidak suka-suka), aroma (tidak suka-suka), tekstur (tidak suka-suka), rasa (tidak suka-suka), dak keseluruhan (tidak suka-suka). Metode penilaian yang digunakan adalah uji organoleptik skala garis dengan skala penilaian berkisar dari angka 1 sampai dengan 5.

Keseluruhan merupakan kombinasi antara penerimaan panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur abon bekicot dan jerami nangka yang dihasilkan. Nilai keseluruhan diperoleh berdasarkan kontribusi masing-masing atribut uji hedonik (warna 20%, aroma 30%, rasa 30%, dan tekstur 20%).

3. Analisis Kandungan Zat Gizi, Serat, dan Daya Cerna Protein

Abon formula yang terpilih berdasarkan uji organoleptik selanjutnya dianalisis kandungan gizinya. Analisis kandungan gizi abon meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat. Karbohidrat dianalisis dengan metode by difference. Prinsip dalam mengukur daya cerna protein yaitu sampel dihidrolisis oleh pepsin kemudian oleh tripsin atau pankreatin kemudian dilakukan penyaringan. Jumlah nilai N yang terdapat dalam residu menunjukkan bagian protein yang tidak tercerna


(36)

23

sehingga daya cerna protein dapat dihitung. Prosedur analisis kandungan gizi, serat, dan daya cerna protein dapat dilihat pada Lampiran 4.

4. Analisis Karakteristik Oksidasi

Selain analisis kandungan gizi, abon formula terpilih juga dianalisis karakteristik oksidasinya. Oksidasi lemak merupakan faktor utama menurunnya kualitas makanan, seperti penurunan rasa dan aroma yang dinilai sebagai penurunan zat gizi dan kualitas keamanan pangan. Secara kimia, biasanya autooksidasi lemak ditentukan dengan nilai peroksida dan tes TBA (2-thiobarbituric acid). Peroksida adalah prekursor penting dalam penurunan rasa, meningkatnya konsentrasi, tetapi tidak berhubungan dengan terbentuknya ketengikan (rancidity). Test TBA, dimana terbentuk endapan warna merah akibat reaksi antara TBA dan malonaldehida, secara empiris dapat diukur tetapi bukan penyebab penurunan rasa (Tarladgris et al 1960 dalam Penfield & Campbell 1990). Prosedur analisis karakteristik oksidasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

5. Kontribusi Zat Gizi

Salah satu keterangan yang dicantumkan dalam informasi nilai gizi adalah jumlah zat gizi yang terdapat dalam produk pangan. Keterangan tentang kandungan gizi tersebut harus dicantumkan dalam persentase dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu berupa Acuan Label Gizi (ALG) untuk kelompok tertentu. Sasaran dalam penelitian ini adalah kelompok umum. Saran penyajian abon bekicot dan jerami nangka dalam sehari adalah 12 sendok makan atau + 120 gram dengan asumsi sebagai lauk pada dua kali waktu makan utama dalam satu hari.

6. Analisis harga

Harga jual produk abon dihitung dengan mempertimbangkan harga bahan dasar pembuatan abon, biaya total produksi, biaya rendemen, dan keuntungan yang akan diambil dari penjualan abon. Harga bahan dasar meliputi harga daging bekicot, jerami nangka, dan bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon. Biaya total produksi meliputi biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya listrik dan gas, dan biaya kemasan abon. Biaya rendemen sebesar 60% dari biaya total produksi dan keuntungan yang diambil sebesar 25% dari biaya rendemen.

Pengolahan dan Analisis Data

Unit percobaan dalam penelitian ini adalah bekicot dan jerami nangka. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap.

Model matematika yang digunakan untuk penelitian utama adalah: Yijkl = µ + Ai + εij


(37)

24

Keterangan:

Yijkl = Peubah respon

µ = Pengaruh rata-rata peubah respon

Ai = Pengaruh substitusi jerami nangka ke-i terhadap peubah respon εij = Galat percobaan

i = Banyaknya taraf tingkat substitusi jerami nangka i = 1 (Substitusi jerani nangka 0%)

i = 2 (Substitusi jerani nangka 25%) i = 3 (Substitusi jerani nangka 40%) i = 4 (Substitusi jerani nangka 50%) i = 5 (Substitusi jerani nangka 60%) i = 6 (Substitusi jerani nangka 75%) i = 7 (Substitusi jerani nangka 100%) j = Ulangan

j = 1 (Ulangan pertama) j = 2 (Ulangan kedua)

Data yang diperoleh dari hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan persentase penerimaan panelis. Persentase penerimaan panelis ditentukan dengan cara menghitung persentase panelis yang dapat menerima produk dari uji hedonik, yaitu (3) biasa, (4) agak tidak suka, dan (5) suka. Data organoleptik kemudian diolah menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila data yang dihasilkan berbeda nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji beda lanjut Duncan berdasarkan parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur.


(38)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi Abon Bekicot dan Jerami Nangka Pembersihan Daging Bekicot

Pembuatan abon bekicot dan jerami nangka diawali dengan pembersihan bekicot dari cangkangnya dan jerami nangka dari getahnya. Hal ini dilakukan guna mendapatkan daging bekicot dan jerami nangka yang diinginkan. Bekicot yang digunakan pada penelitian ini merupakan bekicot yang biasa terdapat di kebun. Pengolahan daging bekicot yang akan dikonsumsi manusia perlu diperhatikan secara khusus dalam pengolahan agar memenuhi syarat. Sebelum daging bekicot siap dihidangkan dalam bentuk masakan, haruslah yakin betul bahwa daging tersebut bebas dari segala macam penyakit dan bakteri terutama bakteri Salmonella. Karena itulah daging bekicot perlu diolah dengan baik, setelah itu baru dapat dimasak lebih lanjut sesuai dengan keinginan. Bekicot segar (hidup) dimasukkan ke dalam bak penampungan selama dua hari dua malam tanpa diberi makanan apapun, kecuali dilakukan penyiraman setiap sore hari. Hal tersebut bertujuan untuk memacu pengeluaran kotoran dan lendir bekicot sekaligus untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Setelah dilakukan pembersihan kotoran, bekicot direndam dalam air garam yang diberi 2 sendok makan cuka selama 15 menit sambil diaduk kemudian airnya dibuang. Perendaman ini dilakukan beberapa kali (2-3 kali) hingga air rendaman tersebut bersih/jernih (Santoso 1991).

Gambar 5 Bekicot utuh

Bekicot yang telah direndam dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit sambil dibolak-balik kemudian didinginkan. Bekicot yang telah direbus


(39)

26

dipisahkan antara cangkang, kotoran, telur, dan dagingnya. Caranya ialah dengan mencungkil daging bekicot tersebut dari cangkangnya dengan alat pencungkil. Setelah daging, telur, dan kotoran bekicot tersebut keluar dari cangkangnya, kemudian dipisah-pisahkan. Telur bekicot dapat langsung dicuci bersih, digoreng, dan dimakan, sedangkan dagingnya masih perlu pengolahan lebih lanjut. Daging bekicot yang telah terpisah dari cangkang, telur, dan kotorannya kemudian dicuci bersih hingga lendirnya berkurang. Daging yang telah dicuci bersih, direndam dengan 2 sendok makan air jeruk nipis selama 15 menit. Tujuan perendaman dengan air jeruk nipis ialah untuk menghilangkan aroma amis pada daging bekicot. Daging bekicot yang telah direndam tersebut kemudian direbus selama kurang lebih 15 menit (Santoso 1991). Setelah direbus, daging bekicot kemudian dicacah agar diperoleh tekstur daging bekicot yang diinginkan. Daging bekicot yang digunakan pada penelitian ini ialah bagian perut dan mantelnya, sedangkan bagian ekor tidak digunakan. Pengolahan 1 kg bekicot utuh menghasilkan daging rata-rata sebesar 100-150 gram.

Pembersihan Jerami Nangka

Jerami nangka sebenarnya merupakan bunga yang tidak dibuahi sementara bunga yang terserbuki akan menjadi satu biji buah nangka yang dikenal dengan sebutan nyamplungan. Jerami yang terbentuk ada yang tebal berukuran besar dan manis rasanya sehingga dapat dimakan, dan ada juga jerami kecil, yang tidak manis dan tidak enak dimakan. Jerami nangka merupakan bagian terbesar ke dua setelah daging yang jumlahnya cukup banyak. Jerami nangka sebagian besar tersusun dari air, yaitu kurang lebih 75 persen, dan selebihnya bahan kering yang tersusun terutama dari karbohidrat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat, pektin dan lainnya. Dilihat dari kandungan yang ada, amat disayangkan apabila jerami nangka dibuang begitu saja (Anonim 2011).


(40)

27

Jerami nangka yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jerami dari nangka yang belum terlalu matang yang diperoleh dari pedagang nangka di pasar. Jerami nangka matang biasanya berwarna kuning hingga kuning tua. Penggunaan jerami nangka matang akan menyulitkan dalam proses penyangraian abon. Tekstur jerami nangka matang cenderung lunak setelah diblansir sehingga butuh waktu yang cukup lama pada saat penyangraian dan tekstur abon yang dihasilkan akan cenderung lengket. Jerami nangka yang diperoleh kemudian disortir untuk dipilih jerami nangka yang berwarna kuning muda hingga agak putih agar memudahkan dalam proses pembuatan abon. Jerami nangka yang telah terpilih diblansir pada suhu 750C selama 5 menit untuk menghilangkan getahnya. Proses blansir ini dianjurkan untuk tidak terlalu lama karena khawatir jerami akan menjadi lunak sehingga mempersulit proses pengeringan pada saat pembuatan abon bekicot dan jerami nangka. Jerami nangka yang telah diblansir kemudian didinginkan lalu dicacah agar diperoleh tekstur jerami nangka yang diinginkan.

Pengolahan Abon Bekicot dan Jerami Nangka

Pengolahan abon dimulai dengan mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan abon bekicot dan jerami nangka, antara lain daging bekicot, jerami nangka, dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam dapur, gula pasir, santan kelapa, daun salam, sereh, dan minyak goreng. Daging bekicot dan jerami nangka yang akan diolah terlebih dahulu dicacah agar diperoleh tekstur yang diinginkan. Bumbu yang telah disiapkan sesuai dengan takaran kemudian dihaluskan dan ditumis. Setelah beraroma harum, dimasukkan santan lalu didiamkan hingga santan menjadi setengah dari santan awal. Setelah itu dimasukkan daging bekicot dan jerami nangka lalu disangrai hingga mengering. Pengolahan 500 gram adonan mentah menghasilkan kurang lebih 250 gram abon matang.

Abon bekicot dan jerami nangka yang dibuat diberi dua perlakuan dalam pengolahannya yaitu abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli abon dan abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli yang dicampur dengan bumbu rendang. Variasi bumbu ini bertujuan untuk mengetahui bumbu mana yang paling disukai dan diterima untuk dikembangkan lebih lanjut. Pemilihan bumbu rendang sebagai variasi rasa didasarkan pada informasi yang menyebutkan bahwa rendang adalah makanan asli Sumatera Barat, Indonesia, yang menduduki posisi pertama dalam World’s 50 Delicious Food versi CNN Internasional (Anonim 2011). Tahap


(41)

28

formulasi abon dilakukan melalui pencacahan daging bekicot dan jerami nangka berbagai taraf. Proses ini menggunakan alat pencacah daging untuk memperkecil ukuran daging bekicot dan jerami nangka hingga mendekati tekstur abon ketika sudah diolah. Formula abon bekicot dan jerami nangka disajikan pada Tabel 5.

Adapun tingkat perbandingan daging bekicot dan jerami nangka pada tahapan formulasi yaitu 0%:100%, 25%:75%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40%, 75%:25%, dan 100%:0%. Abon bekicot dan jerami nangka yang dibuat diberi dua perlakuan dalam pengolahannya yaitu abon yang diolah dengan menggunakan bumbu asli abon dan abon yang diolah dengan menggunakan campuran bumbu asli dan bumbu rendang. Variasi bumbu ini bertujuan untuk mengetahui bumbu mana yang paling disukai dan diterima untuk dikembangkan lebih lanjut.

Sifat Organoleptik Abon Bekicot dan Jerami Nangka Uji Mutu Hedonik

Menurut Soekarto (1985), penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian dengan indera ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung.

Warna

Warna merupakan hasil pengamatan dengan penglihatan yang dapat membedakan antara satu warna dengan warna lainnya, cerah, buram, bening, dan sebagainya. Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberi kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Itulah sebabnya penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam penilaian komoditi (Soekarto 1985).

Pada uji mutu hedonik, nilai terbanyak yang muncul pada atribut warna abon bekicot dan jerami nangka rasa abon asli dan abon dengan variasi rasa rendang berada pada kisaran nilai hitam (gosong)-cokelat muda. Nilai ini berada pada kisaran warna 1-5. Gambar 7 menyajikan nilai terbanyak yang muncul hasil uji mutu hedonik warna abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon dan dengan variasi rasa rendang. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa seiring dengan meningkatnya komposisi jerami nangka dalam perbandingan maka penampakan warna abon cenderung semakin coklat muda. Hasil uji ANOVA terhadap mutu warna abon bekicot dan jerami nangka rasa asli abon dan abon dengan variasi rasa rendang


(42)

29

menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot berpengaruh nyata terhadap mutu warna abon pada masing-masing variasi rasa abon (p=0,000) (Lampiran 3). Hasil uji beda (T-test) menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap atribut warna berbeda nyata (p=0,000) antara bumbu rendang dan bumbu abon (Lampiran 3). Panelis lebih menyukai warna bumbu rendang dibanding warna bumbu abon. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata bumbu rendang sebesar 3,17 sedangkan nilai rata-rata bumbu abon sebesar 2,76.

Keterangan Skor Warna : 1 = Hitam (Gosong) 4 = Cokelat

2 = Hitam kecokelatan 5 = Cokelat muda

3 = Cokelat tua

Gambar 7 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu warna abon

Aroma

Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Dalam banyak hal, enaknya makanan ditentukan oleh aromanya. Industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya, disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap aroma, nilai terbanyak yang muncul pada abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon berada pada kisaran nilai 1-5. Nilai ini berada pada kisaran amis sampai harum. Sementara nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik terhadap aroma abon bekicot dan jerami nangka dengan variasi rasa rendang memiliki kisaran nilai 1-4. Nilai ini berada pada kisaran amis sampai agak amis. Nilai terbanyak yang muncul hasil uji mutu hedonik aroma abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon dan dengan variasi rasa rendang pada setiap tingkat perbandingan dapat dilihat pada Gambar 8.

S k o r W a r n a


(43)

30

Keterangan Skor Aroma : 1 = Amis 4 = Agak amis

2 = Agak harum 5 = Harum

3 = Amis tidak, harum tidak

Gambar 8 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu aroma abon Hasil uji ANOVA terhadap mutu aroma abon bekicot dan jerami nangka rasa asli abon dan abon dengan variasi rasa rendang menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot berpengaruh nyata terhadap mutu aroma abon pada masing-masing variasi rasa abon (p=0,000) (Lampiran 3). Hasil uji beda ( T-test) menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap atribut aroma tidak berbeda nyata (p=0,100) antara bumbu rendang dan bumbu abon (Lampiran 3).

Tekstur

Tekstur merupakan penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan (Soekarto 1985). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur, nilai terbanyak yang muncul pada abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon berada pada kisaran nilai 2-5. Nilai ini berada pada kisaran agak terurai hingga terurai. Sementara nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik terhadap tekstur abon bekicot dan jerami nangka dengan variasi rasa rendang memiliki berada pada kisaran nilai 3-5. Nilai ini berada pada kisaran lengket tidak-terurai tidak hingga terurai. Nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik tekstur abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa abon asli dan dengan variasi rasa rendang pada setiap tingkat perbandingan dapat dilihat pada Gambar 9.

Hasil uji ANOVA terhadap mutu tekstur abon bekicot dan jerami nangka rasa asli abon menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot berpengaruh nyata terhadap mutu tekstur abon (p=0,000) (Lampiran 3). Hasil uji ANOVA terhadap mutu tekstur abon bekicot dan jerami nangka rasa rendang juga menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot berpengaruh

Komposisi daging bekicot : jerami nangka

S k o r A r o m a


(44)

31

nyata terhadap mutu tekstur abon (p=0,003) (Lampiran 3). Hasil uji beda (T-test) menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap atribut tekstur berbeda nyata (p=0,002) antara bumbu rendang dan bumbu abon (Lampiran 3). Panelis lebih menyukai tekstur bumbu abon asli dibanding tekstur abon bumbu rendang. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata tekstur bumbu abon asli sebesar 3,64 sedangkan nilai rata-rata tekstur abon bumbu rendang sebesar 3,33.

Keterangan Skor Tekstur : 1 = Lengket 4 = Agak lengket

2 = Agak terurai 5 = Terurai

3 = Lengket tidak, terurai tidak

Gambar 9 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu tekstur abon

Rasa

Rasa ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Mutu rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk. Walaupun atribut penilaian yang lain baik, jika rasa tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen (Aspiatun 2004 dalam Miftakhurohmah 2011).

Rasa Manis. Nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik rasa manis pada abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon dan dengan variasi rasa rendang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik panelis terhadap rasa manis abon dengan rasa asli abon berada pada kisaran nilai 2-5. Nilai ini berada pada kisaran agak manis- manis. Sementara nilai terbanyak yang muncul pada tingkat mutu hedonik panelis terhadap rasa manis abon dengan rasa rendang berada pada kisaran nilai 1-4. Nilai ini berada pada kisaran tidak manis-agak tidak manis. Hasil uji ANOVA terhadap mutu rasa manis abon bekicot dan jerami nangka rasa asli abon menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami

S k o r T e k s t u r


(45)

32

nangka dan bekicot berpengaruh nyata terhadap mutu rasa manis abon (p=0,001) (Lampiran 3). Hasil uji ANOVA terhadap mutu rasa manis abon bekicot dan jerami nangka rasa rendang menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot tidak berpengaruh nyata terhadap mutu rasa manis abon (p=0,379) (Lampiran 3). Hasil uji beda (T-test) menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap atribut rasa manis berbeda nyata (p=0,000) antara bumbu rendang dan bumbu abon (Lampiran 3). Panelis lebih menyukai rasa manis pada abon bumbu asli abon dibanding rasa manis pada abon bumbu rendang. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata rasa manis abon bumbu asli abon sebesar 3,36 sedangkan nilai rata-rata rasa manis abon bumbu rendang sebesar 2,84.

Keterangan Skor Rasa Manis : 1 = Tidak manis 4 = Agak tidak manis

2 = Agak manis 5 = Manis

3 = Biasa

Gambar 10 Pengaruh komposisi daging bekicot dan jerami nangka terhadap mutu rasa manis abon

Rasa Asin. Nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik rasa asin pada abon bekicot dan jerami nangka dengan rasa asli abon dan dengan variasi rasa rendang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik panelis terhadap rasa asin abon dengan rasa asli abon berada pada kisaran nilai 1-4. Nilai ini berada pada kisaran tidak asin-agak tidak asin. Sementara nilai terbanyak yang muncul pada hasil uji mutu hedonik panelis terhadap rasa asin abon dengan rasa rendang berada pada kisaran nilai 2-4. Nilai ini berada pada kisaran agak asin-agak tidak asin. Hasil uji ANOVA terhadap mutu rasa asin abon bekicot dan jerami nangka rasa asli abon menunjukkan bahwa tingkat perbandingan jerami nangka dan bekicot berpengaruh nyata terhadap mutu rasa asin abon (p=0,012) (Lampiran 3). Hasil uji ANOVA terhadap mutu rasa asin abon bekicot dan jerami

S k o r R a s a M a n i


(1)

63 Lampiran 4 Prosedur Analisis Zat Gizi Abon Bekicot dan Jerami Nangka

Formula Terpilih

1. Analisis Kadar Air (AOAC 2007)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 0C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

B = Berat sampel (gram)

B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan

2. Analisis Kadar Abu (AOAC 2007)

Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105 0C selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hot plate sampai tidak berasap selama + 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 0

C selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus berikut:

3. Analisis Kadar Lemak (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu

B2 – B1

% Kadar air = x 100% B

Berat abu

% Kadar abu = x 100% Berat sampel


(2)

64 1050C selama 5 jam.Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

4. Analisis Kadar Protein (AOAC 2007)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 gram), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlemmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen blue 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl ),1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Faktor konversi = 6,25

5. Analisis Kadar Karbohidrat

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal

Berat lemak (g)

% Lemak = x 100% Berat sampel (g)

Berat Lemak = (berat labu + lemak) - berat labu

(ml HCl – blanko) x N HCl x 14,007

% Nitrogen = x 100%

mg sampel


(3)

65 ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunaka rumus:

6. Analisis Kadar Serat

Sampel digiling lalu diekstrak lemaknya dengan menggunakan heksana. Timbang 0,5 g sampel dan masukkan dalam erlemenyer, tambahkan 25 ml 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6, aduk dan tambahkan 0,1 ml enzim termamyl. Tutup erlemenyer dengan aluminium foil dan inkubasi dalam penangas air pada suhu 100oC selama 15 menit, biarkan dingin. Tambahkan 20 ml air destilata dan atur pH menjadi 1,5 menggunakan HCl dan 100 mg pepsin. Tutup Erlenmeyer dan inkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit. Tambahkan 20 ml air destilata dan atur pH menjadi 6,8 dengan menggunakan NaOH dan 100 mg pankreatin. Tutup Erlenmeyer dan inkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit. Atur pH menjadi 4,5 dengan menggunakan HCl, saring, dan cuci dengan 2 x 10 ml air destilata.

Residu yang diperoleh dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Keringkan pada suhu 105oC hingga mencapai berat konstan. Timbang dan dinginkan dalam desikator (D1). Abukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Timbang setelah didinginkan dalam desikator (I1). Filtrat yang diperoleh diatur volumenya hingga 100 ml dan tambahkan 400 ml etanol 95% pada suhu 60oC. Biarkan mengendap selama 1 jam. Saring dan cuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Keringkan pada suhu 105oC selama semalam. Timbang setelah didinginkan dalam desikator (D2). Abukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Timbang setelah didinginkan dalam desikator (I2).

Perhitungan:

% Serat makanan tidak larut (IDF) =

% Serat makanan larut (SDF) =

% Serat makanan total = %IDF + %SDF

% Kadar Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

D1 – I1 – B1

x 100% W

D2 – I1 – B2

x 100% W


(4)

66 Lampiran 5 Prosedur Analisis Karakterisitik oksidasi Abon Bekicot dan

Jerami Nangka Formula Terpilih 1. Bilangan Peroksida (AOAC 1995)

Sebanyak 5 gram contoh dilarutkan ke dalam 30 ml larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Kemudian ditambahkan KI jenuh sambil diaduk. Lalu aquades 30 ml dicampurkan. Titrasi dengan Na2S3O3 0.1 N dengan 3 tetes indikator kanji.

Bilangan peroksida (mg O/100 gram contoh) =

Keterangan: S = ml titer untuk contoh B = ml titer untuk blanko N = normalitas untuk Na2S3O3

8 = setengah dari berat molekul oksigen G = berat contoh

2. Analisis Angka TBA (Thiobarbituric Acid Value) (AOAC 1999)

Analisis angka TBA dilakukan dengan menimbang labu ukur 25 ml dan contoh sebanyak 100 mg. Kemudian sampel ditambahkan dengan 1-butanol sampai tanda tera. Larutan contoh diambil sebanyak 5 ml pereaksi TBA (200 mg TBA dalam 100 ml 1-butanol). Setelah tercampur, larutan dipanaskan hingga suhu 950C. Kemudian didinginkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 530 nm. Standar yang digunakan adalah 1,1,3,3-tetrametoxy propane sebagai prekursor malonaldehid. Konsentrasi malonaldehid contoh dihitung berdasarkan persamaan (Wanasundra 1995 dalam Srimiati 2011)

3. % FFA (AOAC 1995)

Sebanyak 10 gram minyak ditambahkan 25 ml alkohol 95% netral (erlenmeyer 200ml), panaskan di dalam penangas air selama 10 menit, kemudian campuran tersebut ditetesi indikator PP sebanyak 2 tetes. Setelah itu campuran tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna pink yang tidak hilang dalam 10 detik.

Keterangan:

A = Jumlah titrasi KOH (ml)

A x N x M % FFA =


(5)

67 N = Normalitas KOH

M = Bobot molekul asam lemak (Asam oleat = 282 untuk minyak selain minyak kelapa)

G = Gram contoh Membuat alkohol netral:

1. Buat air suling bebas CO2 (Didihkan aquades lalu dinginkan)

2. Buat larutan NaOH 50% (Larutkan 50 gram NaOH dalam air suling 100 ml)

3. Buat larutan standar NaOH 0.1 N (5.26 ml NaOH 50% ke dalam labu ukur 1000 ml dan tera dengan air suling bebas CO2, tetapkan normalitas)


(6)

68 Lampiran 6 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Data Analisis Kimia

Tabel 28 Nilai rata-rata kandungan gizi abon

Kode N Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

P Bekicot 2 20.4150 1.97283 1.39500

Jerami+Bekicot 2 9.9550 1.61927 1.14500

Air Bekicot 2 4.2350 2.01525 1.42500

Jerami+Bekicot 2 3.2650 .64347 .45500

Abu Bekicot 2 .040000 .0000000 .0000000

Jerami+Bekicot 2 .035000 .0070711 .0050000

FFA Bekicot 2 3.0750 1.67584 1.18500

Jerami+Bekicot 2 2.7100 .00000 .00000

KH Bekicot 2 67.6100 3.95980 2.80000

Jerami+Bekicot 2 79.7600 3.37997 2.39000

L Bekicot 2 7.6300 .07071 .05000

Jerami+Bekicot 2 6.9850 1.12430 .79500

Serat Bekicot 2 4.7650 .26163 .18500

Jerami+Bekicot 2 19.1850 2.00111 1.41500

Tabel 29 Uji t-test analisis kimia abon t-test untuk perhitungan mean

T Df

Sig. (2-tailed

)

Beda

mean Eror

Selang kepercayaan 95%

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

P 5.796 2 .029 10.46000 1.80473 2.69487 18.22513

5.796 1.927 .031 10.46000 1.80473 2.40506 18.51494

Air .648 2 .583 .97000 1.49588 -5.46624 7.40624

.648 1.202 .618 .97000 1.49588 -11.93124 13.87124

Abu 1.000 2 .423 .0050000 .0050000 -.0165133 .0265133

1.000 1.000 .500 .0050000 .0050000 -.0585310 .0685310

FFA .308 2 .787 .36500 1.18500 -4.73364 5.46364

.308 1.000 .810 .36500 1.18500 -14.69185 15.42185

KH -3.300 2 .081 -12.15000 3.68132 -27.98943 3.68943

-3.300 1.952 .084 -12.15000 3.68132 -28.36960 4.06960

L .810 2 .503 .64500 .79657 -2.78237 4.07237

.810 1.008 .566 .64500 .79657 -9.29058 10.58058

Serat -10.105 2 .010 -14.42000 1.42704 -20.56007 -8.27993 -10.105 1.034 .058 -14.42000 1.42704 -31.19579 2.35579


Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) terhadap Karakteristik Niosom

8 62 113

Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Niosom yang Mengandung Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

11 34 69

Mempelajari Pembuatan "Cider" Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.)

0 4 104

Suplementasi Tepung Daging Bekicot (Achatina Fulica) Sebagai Sumber Protein Pada Pembuatan Mie Instan

0 2 17

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT TEMPE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Yoghurt Tempe Dengan Penambahan Ekstrak Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) Dan Konsentrasi Starte

0 2 16

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK YOGHURT TEMPE DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Uji Kadar Protein Dan Organoleptik Yoghurt Tempe Dengan Penambahan Ekstrak Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus) Dan Konsentrasi Starte

0 4 12

PEMANFAATAN LIMBAH NANGKA ( BIJI: ARTOCARPUS HETE ROPHYLLUS, LMK DAN DAMI NANGKA ) UNTUK PEMBUATAN BERBAGAI JENIS PANGAN DALAM RANGKA PENGANEKARAGAMAN PENYEDIAAN PANGAN.

0 3 11

PENGARUH PENAMBAHAN SUSU SKIM DAN LAMA INKUBASI TERHADAP KARAKTERISTIK YOGHURT JERAMI NANGKA (Artocarpus heterophyllus).

0 0 13

Pembuatan Yoghurt Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) I cover

0 0 1

PENGARUH SUBSTITUSI NANGKA MUDA (Artocarpus heterophyllus Lmk) TERHADAP KUALITAS ABON AMPAS TAHU

0 0 6