Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya alam “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya hutan dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hutan adalah karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai negara, agar hutan dapat memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia. Untuk itu, kegiatan pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.” Kejahatan terhadap lingkungan saat ini sering terjadi, misalnya saja kejahatan terhadap sektor kehutanan, kehutanan adalah sektor yang paling sering mendapatkan tekanan ekploitasi berlebihan, laju kerusakan hutan menurut versi WALHI Wahana Lingkungan Hidup pernah mencapai angka 3,4 juta hektar setiap tahun, kerugian akibat illegal logging pun berkisar 40-65 trilyun setiap tahunnya. Tahun 2003 laju kerusakan menurun menjadi 3,2 juta hektar dan 2005 berkisar 2,4 juta hektar, penurunan angka laju kerusakan ini bukan disebabkan oleh efektivitas penegakan hukum, melainkan semakin langkanya kayu yang dapat dijarah oleh para penjahat kehutanan. Illegal logging tidak satu-satunya kejahatan di sektor kehutanan yang menyebabkan kondisi hutan kritis M. Hamdan, 2000 : 3 . Pemanfaatan hasil hutan kayu ini, sebenarnya telah diatur dalam ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku baik berupa Undang- Undang, Peraturan Pemerintah maupun peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan yang berada di bawahnya. “Ketentuan pemanfaatan hasil hutan kayu telah diatur melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK pada hutan alam dan atau yang sebelumnya disebut Hak commit to user Pengusahaan Hutan Tanaman HPHT dan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri HPHTI. Izin usaha tersebut kegiatannya meliputi pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu. Namun demikian, fakta di lapangan ternyata banyak ditemukan praktek menyimpang dari aturan terutama dalam kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK pada hutan alam. Prakteknya, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam banyak ditemui pelanggaran hukum. Di sini terdapat berbagai praktek pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan sebagai “kejahatan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya atau dikenal dengan Illegal logging. Sebenarnya peraturan-perudangan telah mengaturnya, seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Telah ada ketentuan bahwa “setiap orang dilarang membawa alat-alat berat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang”. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaan pemanfaatan hasil hutan kayu, dengan sebutan illegal logging yang dikenal sebagai penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan tersebut dapat kategorikan sebagai tindakan melanggar hukum. Pelanggaran hukum illegal logging ini sebenarnya telah cukup lama terjadi dengan tingkat pelanggaran yang fluktuatif dari waktu ke waktu. Sepanjang sejarah penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan, “tahun 1998 adalah awal menggilanya illegal logging. Pelanggaran hukum penebangan kayu secara ilegal ini bukan hanya di hutan produksi, tetapi juga di hutan lindung dan hutan konservasi. Sebelumnya, illegal logging sudah ada namun tidak separah yang terjadi pada tahun itu dan tahun-tahun berikutnya. Peningkatan illegal logging semakin menjadi-jadi seiring dengan tumbuh suburnya industri perkayuan baik yang legal maupun ilegal. Terlebih lagi setelah adanya perangkat unit penggergajian yang dapat dipindah dengan mudah mobil dan adanya pasar kayu ilegal mengiringi maraknya praktek-praktek illegal logging. commit to user Maraknya praktek illegal logging menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, adalah para pihak yang merupakan pemerhati kehutanan, dari berbagai unsur masyarakat. Di berbagai tempat mereka mengungkapkan keprihatinannya atas pelanggaran hukum penebangan kayu secara ilegal dan penegakan hukumnya. Pada bulan April 2003, Ketua Majelis Ulama Indonesia menyatakan dukungannya terhadap upaya pemberantasan illegal logging. Di samping itu ada beberapa lembaga swadaya masyarakat dalam negeri salah satunya yaitu WALHI Wahana Lingkungan Hidup, dan LSM lainnya juga ikut mamantau kegiatan terkait dengan illegal logging. Para pihak dari luar negeri pun tidak ketinggalan juga mendorong dan mendukung berbagai kegiatan dalam upaya penegakan hukum illegal logging tersebut. Langkah-langkah konkrit banyak dilakukan untuk mendukung kegiatan tersebut antara lain melalui kerjasama dengan organisasi internasional antara lain International Tropical Timber Organizatioa ITTO dan World Wide Fun for Nature WWF. Terkait dengan hal tersebut mereka melakukan tekanan-tekanan antara lain: kampanye anti kayu tropis; kampanye agar Indonesia membatasi pemanfaatan sumber daya hutannya. Di samping itu di Era Ekolabelling di mana negara-negara lain hanya menerima impor kayu dari hutan yang dikelola secara lestari. Oleh karena itu kayu hasil illegal logging tidak akan dapat diterima oleh negara-negara yang tergabung dalam ITTO. Sedangkan WWF telah menyusun target pengelolaan hutan berkelanjutan untuk seluruh dunia yang dimulai sejak tahun 1985. Sebagian besar industri dan perdagangan perkayuan di Inggris menyetujui rencana tersebut. Setelah melihat perkembangan pemberantasan illegal logging yang kurang mengembirakan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono SBY menginstruksikan kepada seluruh aparat penegak hukum untuk menindak tegas beking illegal logging tanpa pandang bulu. Instruksi lisan ini disampaikan presiden seusai meninjau langsung kondisi penjarahan Taman Nasional Tanjung commit to user Puting tanggal 11 Nopember 2004 dalam pertemuan di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Padahal, sebelumnya berbagai program pengamanan hutan telah dicanangkan dan kebijakan telah digulirkan. Sebagai misal, telah dibentuk Operasi Wanalaga dan Operasi Wanabahari yang ditetapkan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal Illegal Logging dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuseur dan Taman Nasional Tanjung Puting. Pelaksanaan Operasi Wanalaga dan Operasi Wanabahari telah berhasil menangkap sebagian pelaku kejahatan illegal logging di beberapa provinsi di Indonesia. Ada contoh kasus yang diambil dari putusan mahkamah agung dalam perkara tindak pidana illegal logging, kasus posisinya sebagai berikut : orang yang melakukan kejahatan Tindak Pidana Illegal logging, kasus posisinya yaitu Bahwa ia Terdakwa H. Patta bin Latappe, pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2005 sekira jam 09.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2005, bertempat di Jalan Raya Lawo, Kelurahan Ompo, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Watansoppeng yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkaranya, telah mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, ia Terdakwa H. Patta bin Latappe memuat kayu berbentuk kayu jati bulat sebanyak kurang lebih 80 potong dengan ukuran bervariasi antara 2 sampai 3 meter kira-kira sebanyak 3 kubik dari kampung LattiE Desa Sering, Kecamatan Donri-donri, Kabupaten Soppeng menuju ke Lapajung, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dengan menggunakan mobil truk Colt Mitsubishi warna kuning DD 9925 AY milik saksi Abd. Wahid. Sewaktu kayu tersebut diangkut oleh Terdakwa tidak dilengkapi dengan SKSHH Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan dan juga tidak dilengkapi oleh Daftar Pengangkutan DP sehingga pada saat ditangkap oleh petugas Kepolisian, Terdakwa H. Patta hanya dapat memperlihatkan Surat Pengantar dari commit to user Desa Sering dan SKU saja, sedangkan syarat atau prosedur pengangkutan kayu harus dilengkapi dengan SKSHH atau Daftar Pengangkutan ; Perbuatan ia Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat 3 huruf h jo. Pasal 78 ayat 7 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Bahwa praktik pengangkutan kayu yang berasal dari hutan hak atau hutan tanaman rakyat tersebut dapat dimaklumi, oleh karena aparat terkait sama sekali tidak melakukan sosialisasi terhadap ketentuan yang diamanatkan oleh Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam hal ini Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan pidana oleh karena segala tindakan Terdakwa telah memenuhi beberapa kewajiban selaku warga negara seperti membayar pungutan retribusi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng yang sebelumnya telah diterbitkan dokumen yang berkaitan dengan asal usul dan pengangkutan kayu miliknya tidaklah memenuhi unsur objektif dari suatu tindak pidana yakni tidak ada unsur “melawan hukum” atau “wederrechtelijk”. ICW melakukan pendataan terhadap 205 terdakwa pembalak liar 2005- 2008. Khusus untuk proses hukum di Mahkamah Agung, misalnya sekitar 82,76 persen dari perkara illegal logging yang diproses ternyata hanya menjerat Supir Truk, Petani, dan operator teknis lainnya. Lebih dari 85 persen putusan hakim dikategorikan tidak berpihak pada semangat pemberantaan illegal logging. 71,43 persen terdakwa aktor utama divonis bebas 71,43, dan 14,29 persen hanya diganjar kurang dari 1 tahun.Kenyataan inilah yang ditemukan ICW. Aktor utama yang terdiri dari direktur, manajer, komisaris utama, cukong, penegak hukum, kontraktor cenderung divonis bebas atau kurang dari setahun. Sementara petani yang memungut kayu di hutan dan supir truk diproses dan dijatuhi hukuman hingga dua tahun di Mahkamah Agung http:jacsky.multiply.comjournalitem105 Bahwa dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan- perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dapat dipandang keliru, itu tidak masuk akal. Moeljatno, 1983 : 130 Keberhasilan dari setiap kegiatan memang menjadi harapan, namun demikian ada efek samping atau dampak negatif yang timbul dan hal itu tidak commit to user tentu tidak diharapkan. Permasalahan timbul terutama terhadap industri primer hasil hutan kayu yang telah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang dan juga permasalahan ikutannya yaitu ketenagakerjaan. Industri perkayuan khususnya industri primer hasil hutan kayu menjadi kesulitan untuk memperoleh bahan baku kayu. Persaingan ketat untuk mancari bahan baku membuat beberapa industri perkayuan, khususnya industri primer hasil hutan kayu menjadi kolap dan banyak yang gulung tikar. Dengan berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan Penulisan secara Normatif dengan melihat salah satu putusan yang terkait dengan kasus illegal logging, dimana penulis mengambil putusan yang telah incraht berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Mahkamah Agung. Oleh karena itu penulis mengambil judul ”ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K PID 2006 DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING ”.

B. Rumusan Masalah