commit to user
lagi sekaligus proceed of crime. Apabila kayu tersebut tetap berada di hutan tentu tidak ada masalah. Tapi, pelaku tentunya harus membawa proceed of crime ini
keluar, karena pada kayu itulah terdapat nilai kekayaan yang ingin diperolehnya. Tentunya tidak seperti membawa uang, membawa kayu apalagi dalam jumlah
besar, akan sangat mencurigakan. Oleh karena itu pelaku illegal logging perlu suatu hal yang dapat ‘melegalkan’ peredaran kayu tersebut. Hal tersebut yaitu
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Akhirnya setelah melalui beberapa proses korupsi, SKSHH pun didapat. Sampai tahap ini saja setidaknya tiga perundang-
undangan sudah dilanggar http:my.opera.comGrahatblog
. Sebelumnya, illegal logging sudah ada namun tidak separah yang terjadi
pada tahun itu dan tahun-tahun berikutnya. Maraknya praktek illegal logging ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan baik dari dalam
maupun luar negeri. Tentu saja muncul pertanyaan, mengapa praktek illegal logging terus berlangsung.
A. Deskripsi Putusan
Sebagaimana diketahui bahwa di dalam proses penyelesaian perkara pidana dalam jalur litigasi, harus melewati pemeriksaan perkara pidana tingkat
pertama, dimana ada tiga kegiatan pokok, yaitu : 1
Penyidikan, 2
Penuntutan, 3
Persidangan dipengadilan Negeri. Setelah 3 ketiga kegiatan pokok tersebut dilalui dan diakhiri dengan pembacaan
vonis oleh majelis hakim, berarti proses pemeriksaan perkara pidana tingkat pertama berakhir. Namun setelah vonis dibacakan, perkara belum tentu tuntas
dalam arti putusanmenjadi berkekuatan hukum tetap. Baru dikatakan selesai dalam arti tuntas berkekuatan hukum tetap apabila jaksa penuntut umum atau
terdakwa menerima putusan, atau kedua-duanya tidak menentukan sikap setelah hari ketujuh setelah putusan dibacakan. Putusan tidak menjadi tetap apabila jaksa
penuntut umum atau terdakwa, ataupun kedua-duanya tidak menerima vonis yang
commit to user
dijatuhkan majelis hakim dan melawan putusan itu dengan upaya hukum Adami Chazawi, 2006 : 3.
Upaya hukum banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh pihak jaksa penuntut umum atau terdakwa atau kedua-duanya sesuai dengan syarat
yang telah ditentukan. Syarat tersebut yakni apabila : 1 amar putusan pengadilan tingkat pertama bukan pembebasan dan lepas dari tuntutan hukum yang
menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum, dan bukan pengadilan dalam perkara dengan pemeriksaan acara cepat; 2 diajukan dalam waktu 7
tujuh hari sejak putusan diucapkannya putusan. Jika salah satu terdakwa yang tidak hadir waktu dibacakannya putusan, jangka waktu pengajuan banding yaitu
selama 7 tujuh hari sejak disampaikannya pemberitahuan putusan oleh pengadilan yang memutus; 3 pemohon banding harus menandatangani
pernyataan tidak menerima putusan dan mengajukan banding di kepaniteraan pengadilan negeri yang memutus; 4 pemohon banding tidak harus membuat
memori banding, tetapi sebaiknya perlu untuk menyampaikan memori banding yang isinya membuat tentang hal yang menjadi obyek keberatan dan alasan-alasan
keberatan Adami Chazawi, 2006 : 223-224. Selanjutnya adalah upaya hukum kasasi yang diajukan ke Mahkamah
Agung. Upaya hukum ini diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas putusan pengadilan yang diterimanya. Putusan yang dapat dilawan dengan upaya
hukum kasasi adalah semua putusan terakhir, selain putusan Mahkamh Agung yang amarnya bukan pembebasan Adami Chazawi,2006 : 236.
Adapun untuk diterimanya permohonan kasasi, harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil yaitu : 1 permohonan kasasi harus
menandatangani pernyataan kasasi di kantor kepaniteraan pengadilan yang memutus pertama kali dalam waktu 14 empat belas hari. Apabila melampaui 14
hari dianggap menerima putusan dan permohonan kasasinya tidak akan di terima Mahkamh Agung ; 2 pemohon kasasi harus mengajukan memori kasasi yang
memuat alasan-alasan menoilak atau keberatan terhadap putusan yang dilawan kasasi dalam jangka waktu 14 empat belas hari sejak pemohon menyatakan
mengajukan upaya kasasi. Lewat jangka waktu 14 empat belas hari, permohonan
commit to user
kasasinya tidak akan dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung dan diputus ” tidak dapat diterima ”. kemudian syarat materiil yang harus dipenuhi yaitu berupa
alasan-alasan keberatan mengenai hukumnya. Pengadilan Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutus mengenai hukumnya judec juris, bukan
mengenai pembuktian yang didasarkan atas fakta-fakta yang menjadi wewenang pengadilan dibawahnya judec factie. Untuk itu, pemohon kasasi harus mampu
mengemukakan alasan-alasan keberatan mengenai hukumnya saja. Alasan-alasan itu sebgai berikut, yaitu bahwa : 1 ada hukum yang seharusnya diterapkan tetapi
tidak diterapkan oleh judec factie; 2 judec factie telah menerapkan hukum tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3 judec factie telah menjalankan proses prosesuil
pengadilan yang menyalahi hukum; dan 4 judec factie dalam mengadili dan memutus telah melampaui batas wewenangnya Adami Chazawi,2006 : 247-249.
Kemudian terdapat pula upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali PK. Kasasi demi kepentingan
hukum atau kasasi luar biasa pada prinsipnya sama dengan kasasi biasa hanya saja : 1 hanya boleh diajukan satu kali oleh jaksa penuntut umum atas nama Jaksa
Agung; 2 diajukan terhadap putusan selain putusan Mahkamh Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 3 putusan Mahkamah Agung nantinya tidak
boleh merugikan pihak yang berkepentingan; 4 dapat diajukan sewaktu-waktu melalui kantor kepaniteraan pengadilan negeri pemutus pertama kali yang harus
disertai dengan risalah kasasi, Ditunjukan kepada ketua Mahkamh Agung. Upaya hukum luar biasa berikutnya adalah Peninjauan Kembali PK.
Upaya PK dapat diajukan ke Mahkamah Agung hanya oleh terpidana, dengan ketentuan : 1 diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; dan 2 diajukan dengan alasan-alasan tertentu, yaitu adanya keadaan baru, adanya pelbagai putusan yang didalamnya terdapat saling
bertentangan, dan atau adanya kekeliruan yang nyata didalam putusan Adami Chazawi, 2006 : 264.
commit to user
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan