BABB6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada pemeriksaan sitologi mukosa bukal perokok kretek di kelurahan Padang Bulan kota Medan menunjukkan
k. Diagnosis sitologi dengan pewarnaan Papanicolaou diperoleh sel normal 22, displasia 78 dan tidak dijumpai sel anaplasia.
2. Sel normal menunjukkan nilai mAgNOR kelompok k k-2 titik sebesar 8 dan kelompok 2 2-3 titik sebesar k4, sel displasia menunjukkan nilai mAgNOR
kelompok 2 2-3 titik sebesar 4 dan kelompok 3 3 titik sebesar 74, dan seluruh titik hitam di dalam nukleus sel menunjukkan bentuk dots.
3. Nilai mAgNOR meningkat sejalan dengan lama kebiasaan merokok, jumlah rokok yang dihisap setiap hari dan lama paparan setiap kali merokok, perokok k6
tahun memiliki risiko 8k kali mendapatkan nilai mAgNOR kelompok 3 dibandingkan kelompok k dan 2. Perokok yang menghisap rokok k6 batang per hari memiliki
risiko 2,647 kali mendapatkan nilai mAgNOR kelompok 3 dibandingkan kelompok k dan 2. Perokok yang merokok k0 menit setiap kali merokok memiliki risiko 3,5k9
kali mendapat nilai mAgNOR kelompok 3 dibandingkan kelompok k dan 2.
6.2 Saran
Perlu dilakukan survey lanjutan mengenai deteksi dini kanker rongga mulut pada perokok kretek dengan menggunakan metode morfometrik.
Universitas Sumatera Utara
BABB2B TINJAUANBPUSTAKAB
Merokok sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat Indonesia, hal ini terlihat dari jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai lebih dari 66 juta orang,
sehingga Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
5
Sebagian besar perokok aktif merupakan remaja usia produktif dan masyarakat kelas menengah kebawah.
2
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama kanker rongga mulut.
7
Cancer Council Vicotoria 2012 melaporkan sebesar 85 insidensi kanker rongga mulut terjadi akibat kebiasaan merokok.
7
Kanker rongga mulut berada pada urutan keenam kanker yang paling banyak di dunia dan merupakan penyebab
kematian kedua terbesar akibat penyakit tidak menular.
9-11
2.1BBRokokB
Rokok merupakan kertas berbentuk silinder yang berisi 100-800 mg daun tembakau kering yang sudah dicacah yang memiliki panjang 74-85 mm, diameter 8
mm dengan ukuran filter 25-30 mm. Rokok dikonsumsi dengan cara dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asap yang dihasilkan dapat dihisap dari
ujung lainnya.
1
B
Terdapat berbagai jenis rokok yang beredar di masyarakat, diantaranya rokok kretek, rokok putih, rokok pipa, rokok kelewung, rokok kelembak, cerutu dan lain
sebagainya. Dari sekian banyak jenis rokok, rokok putih dan rokok kretek merupakan jenis rokok yang paling banyak diproduksi di Indonesia.
2
B 2.1.1BRokokBPutihB
Rokok putih adalah rokok dengan kandungan tembakau murni tanpa tambahan bahan lain. Pada tahun 2010 produksi rokok putih mencapai 12 dari semua jenis
rokok yang diproduksi di Indonesia. Kandungan tar pada rokok putih sekitar 10 mg tar per bungkus rokok. Di Indonesia persentase perokok yang mengkonsumsi rokok putih
hanya sebesar 3,7.
2
Universitas Sumatera Utara
2.1.2BRokokBKretekB
Rokok kretek merupakan rokok khas Indonesia dengan bahan dasar tembakau dan cengkeh. Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, 30–40 cengkeh serta
bahan campuran lainnya. Sekitar 85-90 rokok yang beredar di Indonesia adalah rokok kretek.
2
Industri rokok kertek di Indonesia mampu memproduksi lebih dari 100 juta batang rokok setiap harinya.
3
Kadar tar dalam sebungkus rokok kretek kategori ringan mencapai 14 mg dengan kandungan nikotin seberat 1,0 mg. Kandungan safrol
dan methyleugenol MEG dalam cengkeh yang terdapat pada rokok kretek dianggap berpotensi menyebabkan kanker.
1-3
B B
B B
B Gambar 1. Komponen rokok.
19
B B
2.1.3BBahanBKimiaBDalamBRokokBKretekB
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia, diketahui 70 diantaranya dapat menyebabkan kanker. Diantara sekian banyak
zat kimia dalam asap rokok, nikotin, tar dan karbon monoksida merupakan zat yang paling sering menyebabkan masalah kesehatan.
1-3
Nikotin adalah senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh tembakau. Di dalam darah, nikotin tidak bersifat karsinogenik namun
hasil pembakaran rokok menyebabkan nikotin teroksidasi menjadi dibensakridin, dibensokarbasol dan nitrosamine yang merupakan karsinogen kuat sehingga
berpotensi menyebabkan kanker.
4
Universitas Sumatera Utara
Tar merupakan substansi hidrokarbon dalam asap rokok yang merupakan sisa dari proses pembakaran rokok. Tar digunakan untuk menggambarkan akumulasi dari
berbagai macam bahan kimia yang bersifat toksik bagi tubuh. Tar yang dihasilkan dari pembakaran rokok merupakan partikel berbentuk gas yang dapat masuk kedalam tubuh.
Ketika mendingin tar terkondensasi menjadi padat berwarna cokelat. Salah satu komponen yang terkandung di dalam tar adalah Polycyclic Aromatic Hydrocarbons
PAHs yang dapat berdifusi melalui membran seluler dan bersifat karsinogenik. Penelitian menunjukkan bahwa PAHs dapat menginduksi DNA dan menyebabkan
hyperproliferative endothelium pada lapisan endotel.
3
Karbon monoksida merupakan gas yang dihasilkan dari sisa pembakaran karbon yang tidak sempurna. Karbon monoksida sering di jumpai pada asap kendaraan
bermotor. Karbon monoksida dapat berikatan dengan haemoglobin Hb darah lebih cepat daripada oksigen, sehingga oksigen tidak dapat berikatan dengan Hb darah.
Sebatang rokok yang dibakar menghasilkan 3 – 6 gas karbon monoksida.
3
2.1.4BPerokokB Menurut Conrad, dkk. 2011 perokok dibagi atas tiga kelompok yaitu perokok
aktif, perokok pasif secondhand smoker, dan thirdhand smoker. Perokok aktif adalah
orang yang merokok secara langsung dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya menghisap rokok.
4
Orang yang merokok kurang dari 10 batang per hari disebut perokok ringan, 11–20 batang per hari disebut perokok sedang dan lebih
dari 20 batang rokok per hari disebut perokok berat.
20-23
Dampak dari kebiasaan merokok tidak langsung terlihat, butuh waktu 5-10 tahun hingga bahan kimia dari asap rokok terakumulasi di dalam tubuh dan pada titik
toksisitas tertentu dapat menimbulkan berbagai gejala.
3
Menurut Riskesdas, 2013 sebesar 67 perokok didominasi oleh laki-laki, hal ini dipengaruhi oleh faktor
psikologis di masyarakat dan faktor fisiologis berupa reaksi adiksi terhadap nikotin.
3,6
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Perokok. A Perokok aktif B Perokok pasif second hand smoker
21
Perokok pasif secondhand smoker adalah orang yang terpapar dan terhirup asap rokok secara tidak langsung. Perokok pasif memiliki risiko yang lebih tinggi
terkena dampak buruk karena terhirup lebih banyak residu asap rokok. Thirdhand
smoker adalah orang yang terhirup residu rokok hasil dari endapan asap rokok yang ada di udara dan yang menempel pada benda benda meskipun asap rokok tersebut
sudah tidak ada,
3
2.2BMukosaBRonggaBMulutB
Mukosa rongga mulut adalah jaringan berbentuk lapisan atau membran yang melapisi bagian pada rongga mulut. Membran ini melapisi daerah yang terpapar
lingkungan luar seperti mukosa pipi, lidah, bawah lidah dan bagian lainnya. Mukosa rongga mulut mempunyai fungsi utama sebagai pelindung jaringan di rongga mulut,
selain itu sebagai organ sensoris, aktifitas kelenjar, dan sekresi.
24
Secara histologi mukosa mulut terdiri dari dua lapisan, yang pertama adalah lapisan epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, sel-sel ini disebut dengan
stratified squamous epithelium. Sel epitel terdiri dri sel epitel berkeratin dan tidak berkeratin. Lapisan keratin melindungi rongga mulut terhadap kerusakaan pada saat
proses pengunyahan dan lapisan ini hanya ada pada gingiva dan palatum keras. Mukosa bukal tidak memiliki lapisan stratum corneum sehingga lebih rentan terhadap jejas.
Lapisan kedua yaitu lamina propria, pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf rasa sakit, raba, suhu dan perasa.
25
A B
Universitas Sumatera Utara
2.3BEfekBBurukBMerokokBTerhadapBRonggaBMulutB
Merokok dapat menyebabkan berbagai perubahan struktur pada mukosa rongga mulut. Panas dari asap rokok yang dihisap terus menerus menyebabkan iritasi termal
pada mukosa mulut sehingga lama kelamaan menyebabkan kering dan kerutan pada mukosa. Dampak buruk yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok terhadap kondisi
rongga mulut antara lain dental stain, smoker’s melanosis, leukoplakia, eritroplakia, stomatitis nikotina hingga kanker rongga mulut.
3
2.3.1BBDental Staining
Dampak yang paling sering terlihat akibat kebiasaan merokok adalah dental stain, berupa noda kuning kecoklatan pada permukaan gigi yang disebabkan oleh
penumpukan tar. Dental stain paling sering terjadi di permukaan palatal gigi anterior. Noda ini melekat kuat di permukaan gigi dan tidak mudah dibersihkan. Dibutuhkan
perawatan dental dan niat dari pasien untuk berhenti merokok agar dapat meningkatkan efektifitas dalam penyingkiran noda tersebut.
3,26
Gambar 3. Dampak kebiasaan merokok pada rongga mulut. A Dental Stain B Gingiva Melanosis
27
B 2.3.2BSmoker’s Melanosis
B Terdapat hubungan antara pigmentasi melanin gingiva dengan kebiasaan
merokok, gingiva perokok cenderung lebih gelap akibat pigmentasi melanin karena kebiasaan merokok. Daerah yang paling sering terjadi pigmentasi melanin adalah
gingiva labial anterior.
27
Pigmentasi melanin pada gingiva cekat meningkat sebesar 25- 31 pada perokok. Hal ini disebabkan peningkatan produksi melanin oleh melanosit
yang terdeposit dalam lapisan basal epitel rongga mulut. Benzopyrene dalam asap
A B
Universitas Sumatera Utara
rokok diduga merupakan zat yang berpotensi menstimulasi melanosit untuk terus menghasilkan melanin.
3
2.3.3BStomatitisBNikotinaB
Stomatitis nikotina merupakan salah satu dampak yang terlihat pada mukosa rongga mulut akibat dari kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama. Stomatitis
nikotina terjadi pada palatum keras, diawali dengan gejala difusi kemerahan, kemudian menjadi keabu-abuan dan mengalami pengerutan, Pada kondisi ini terlihat banyak
papula keratotik dengan bagian tengah berwarna merah, cekung dan berhubungan dengan duktus ekskretorius, kelenjar liur minor melebar serta terjadi peradangan.
Penyebab dari stomatitis nikotina adalah panas dari pembakaran rokok yang mengiritasi mukosa palatum secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
3,27
Gambar 4. Stomatitis Nikotina
27
2.3.4BLeukoplakiaBdanBEritroplakiaBB B
Leukoplakia lesi prakanker merupakan bercak putih pada mukosa rongga mulut sementara eritroplakia merupakan bercak merah pada mukosa rongga mulut.
Kebiasaan merokok berkaitan erat dengan kejadian leukoplakia, dimana 80 pasien dengan leukoplakia memiliki kebiasaan merokok.
27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Lesi Prekanker. A Leukoplakia B Eritroplakia
27
Penelitian Starzyńska, dkk. 2014 mengenai distribusi faktor predisposisi perkembangan leukoplakia melaporkan bahwa leukoplakia terjadi akibat kebiasaan
merokok sebesar 28,92, alkohol 24,51, Trauma 14,22 dan protesa 11,76, hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap insidensi leukoplakia. Iritasi panas dari asap rokok yang berlangsung terus menerus menyebabkan sel epitel mengalami reaksi berupa penebalan
yang disebut dengan hyperkeratosis. Penebalan sel epitel dapat disertai dengan orthokeratosis penebalan tanpa disertai sel yang masih berinti maupun parakeratosis
penebalan disertai sel yang masih berinti.
27,28
2.3.5BBKankerBBRonggaBMulutB
Kanker merupakan proliferasi sel yang abnormal, disebabkan oleh perubahan struktur penyusun gen. Proliferasi sel abnormal yang terjadi terus menerus lama
kelamaan akan membentuk populasi sel abnormal selanjutnya dapat menginvasi jaringan dan bermetastasis. Kanker rongga mulut merupakan bentuk dari pertumbuhan
sel abnormal yang tumbuh dan berkembang disetiap bagian rongga mulut.
29
Kanker rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak faktor.
12
Salah satu penyebab utama kanker rongga mulut adalah
iritasi panas dari pembakaran rokok dan zat kima karsinogenik di dalam rokok.
30
Asap rokok terdiri dari berbagai macam komponen yang sangat kompleks. Polycyclic Aromatic Hydrocarbon PAHs merupakan
karsinogen potensial, Benzopyrene merupakan PAH dalam kadar yang rendah namun merupakan karsinogen yang paling aktif, sementara karsinogen yang paling banyak
A B
Universitas Sumatera Utara
ditemui dalam asap rokok adalah TSNAs nitrosonornicotine NNN dan 4- methylnitrosamino-1-3-pyridyl-1-butanone NNK.
34,35
PAHs, TSNAs, dan aromatic amines lainnya diserap oleh sel dan dimetabolisme secara aktif melalui
derivat electrophilic kemudian membentuk ikatan kovalen dengan DNA sehingga terjadi gangguan pada DNA dan proses replikasinya, kerusakan ini berlanjut sehingga
terjadi perkembangan karsinogenesis.
3
Proses pembakaran rokok menghasilkan panas yang secara kronis mengiritasi jaringan mukosa. Kerusakan jaringan epitel yang
menahun dapat menyebabkan lesi prekanker, selanjutnya berpotensi menjadi kanker rongga mulut.
31,32
Gambar 6. Kanker rongga mulut. A Tahap awal pertumbuhan kanker pada lidah, B
Perkembangan lebih lanjut dari kanker rongga mulut
27
Karsinogen pada rokok dapat menghambat dan merusak gen p53. Gen p53 secara normal bekerja mengontrol regulasi pertumbuhan dan pembelahan sel dalam
siklus sel, apoptosis, adesi sel serta perbaikan DNA. wika fungsi gen p53 terganggu
maka risiko terjadinya tumor akan semakin meningkat.
33-36
Lebih dari 70 kanker pada manusia menunjukan kerusakan pada gen p53, apabila terjadi kehilangan p53
secara homozigot maka kerusakan DNA yang terjadi tidak dapat diperbaiki dan mutasi berkembang menuju kearah transformasi keganasan.
34
Kehilangan kromosom 9p21 juga kerap ditemukan pada kanker kepala leher stadium lanjut. Kehilangan protein p16
juga ditemukan pada lesi pre-kanker. Penelitian Ram, dkk. 2009 telah mengidentifikasikan bahwa transkripsi RNA alternatif untuk p16 dapat disebut sebagai
Alternative rating frame ARF atau p16β. p16β atau juga bisa disebut p16 ARF pada
A B
Universitas Sumatera Utara
sel kanker dapat berfungsi sebagai penekan pertumbuhan. Kehilangan kromosom 17p
sering ditemukan pada penderita kanker rongga mulut. Setidaknya 60 dari lesi invasif kehilangan kromosom 17p. Inaktifasi p53 berkaitan erat dengan kehilangan kromosom
17p. Kehilangan kromosom lengan pendek 10q dan 13q juga sering ditemukan pada kondisi sel yang mengalami tumor primer.
9
Nucleophosmin NPM merupakan fosfoprotein nuclear yang diperlukan untuk membentuk rRNA, dimana NPM merupakan protein argyrophilic dari AgNOR. Tanpa
adanya ARF, protein nucleolar seperti NPM akan terus mensintesis rRNA sehingga meningkatkan pertumbuhan tumor. ARF memegang peranan penting sebagai tumor
suppressive untuk menekan sintesis rRNA yang berpengaru terhadap proliferasi sel.
17
Penelitian Brennan, dkk. 1995 yang menganalisis pola mutasi p53 melaporkan, bahwa kejadian mutasi p53 jauh lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok.
37
Lokasi yang paling sering mengalami insidensi kanker rongga mulut adalah pada bibir dan lidah. Asap rokok yang menyebar ke seluruh permukaan rongga mulut
tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya kanker rongga mulut pada bagian lainnya.
28
Penelitian Nevile, dkk. 2002 menyebutkan bahwa angka kejadian kanker rongga mulut pada mukosa bukal 16,5 dan pada lidah sebesar 24,2.
31
Perokok memiliki risiko dua hingga lima kali lebih berisiko terkena kanker rongga mulut dari pada bukan perokok.
32
The International Agency for Research on Cancer
IARC menyebutkan bahwa kebiasaan merokok yang diikuti dengan kebiasaan meminum alkohol memiliki risiko mengalami kanker rongga mulut 75 lebih besar.
34
Universitas Sumatera Utara
2.4BSiklusBSel
Gambar 7. Skema molekular dasar kanker
34
Skema diatas menunjukkan proses prubahan sel normal hingga terjadinya metastasis. Inaktifasi tumor supresor gen p53 menyebabkan proliferasi berlebih tanpa
adanya apoptosis sehingga sel mengalami metastasis. gambar 7.
34
B
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Siklus sel dan replikasi sel
34
Siklus sel terbagi atas 4 fase yaitu G
1
Presintetik, S DNA Sintesis, G
2
Premitosis, dan M Mitosis. Masing-masing fase memiliki fungsi utuk mengaktivasi dan melengkapi fase sebelumnya. Siklus sel akan terhenti jika fungsinya terganggu.
Diantara G
1
S terdapat checkpoint untuk memonitor DNA sebelum replikasi dan diantara G
2
M terdapat checkpoint untuk memonitor DNA setelah replikasi. Checkpoint dilakukan oleh Tumor Supressor Gen, salah satunya adalah gen p53. Gen p53
merupakan unsur utama dalam memelihara keseimbangan genetik. Fungsi gen p53 adalah untuk mendeteksi sintesis DNA yang salah atau yang mengalami kerusakan
kemudian memperbaikinya atau menginduksi apoptosis. Gen p53 hanya berfungsi baik dalam keadaan normal. Pada umumnya mutasi pada gen p53 adalah point mutation.
Disfungsi gen p53 dapat terjadi akibat pengikatan gen p53 oleh onkogen.
17,34
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Siklus Sel
34
Gambar 9 menunjukkan internal kontrol checkpoint di dalam siklus sel. Terdapat dua checkpoint inti, salah satu nya terdapat pada masa transisi antara G
1
S checkpoint dan G
2
M checkpoint yang berfungsi untuk memeriksa kerusakan DNA. wika ditemukan adanya kerusakan DNA, maka sirkulasi sel akan melambat dan akan
dimanfaatkan untuk memperbaiki DNA yang rusak. wika kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki maka induksi apoptosis akan diaktifkan dan DNA yang rusak akan
dihancurkan untuk menghindari tebentuknya sel yang mengalami mutasi DNA. Pada kondisi dengan kerusakan gen p53, sel tidak dapat memperbaiki DNA yang rusak
sehingga sel yang mengalami mutasi DNA terus berproliferasi.
34
DNA Damage, Cell Stress
p53
p21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Peran p53 pada sel normal dan sel yang mengalami mutasi
34
Fungsi apoptosis yang terganggu dapat disebabkan mutasi pada gen pemicu apoptosis p21. Kerusakan pada gen p21 akan menyebabkan kegagalan apoptosis dan
sel menjadi immortal. Pada kondisi demikian, sel tidak dapat mengaktifasi gen-gen yang berhubungan dengan gen p53, sehingga tidak terjadi perhentian siklus sel dan
mutasi akan terus terbentuk dengan akhirnya terjadi proses keganasan.
34
2.5BDeteksiBDiniBKankerBRonggaBMulutB
Dokter gigi harus lebih peka terhadap kemungkinan terjadinya kanker rongga mulut. Lesi kronis, lesi merah, lesi putih atau pembengkakan pada membran mukosa
serta lesi lain yang mencurigakan untuk diperiksa lebih lanjut.
12,13
Ruang lingkup kerja dokter gigi yang berada pada area rongga mulut memungkinkan dokter gigi menjadi
yang pertama kali menemukan lesi awal perkembangan kanker rongga mulut. Apabila
Universitas Sumatera Utara
lesi awal perkembangan kanker dapat dideteksi sedini mungkin maka perkembangan ketahap yang lebih lanjut dapat dicegah. Karsinoma dalam ukuran kecil lebih mudah
dieksisi dan belum terjadi metastasis sehingga memiliki prognosis yang baik. Deteksi
dini kanker rongga mulut sangat memungkinkan untuk dilakukan. Kelompok yang memiliki risiko tinggi terkena kanker rongga mulut dapat diperiksa dan segera dirujuk
untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat dan penanganan lebih lanjut pada lesi yang dicurigai.
38
Metode skrining tidak didesain untuk mendapatkan hasil diagnosis yang akurat namun metode ini dapat dilakukan dengan cepat oleh praktisi kesehatan untuk
mendiagnosis kanker rongga mulut pada kelompok dengan risiko tinggi. Deteksi dini pada kanker rongga mulut telah berhasil diterapkan pada beberapa negara dengan
insidensi kanker rongga mulut yang tinggi.
12
2.5.1BTololinium Chloride Toluidine Blue
Toluidine blue adalah bahan pewarna sel yang bekerja dengan cara mengikat asam nukleat yang dapat digunakan pada pemeriksaan lesi rongga mulut, dengan
harapan lesi karsinoma dan displasia dapat terwarnai menjadi biru. Metode ini sudah lama digunakan dan dapat menunjukan perubahan warna pada lesi keganasan.
Penegakan diagnosis harus disertai dengan pemeriksaan klinis lebih lanjut. wika metode ini digunakan pada lesi ulser, maka pemeriksaan akan menunjukan false positive, hal
ini dapat mengacaukan penegakan diagnosis, sehingga teknik ini hanya cocok digunakan pada lesi yang benar benar dicurigai. Pada pemeriksaan general skrining,
bahan ini tidak disarankan untuk digunakan karena toluidine blue bersifat mutagenic
.
12,29
P
ewarnaan toluidine blue 1 bermanfaat sebagai diagnosis penunjang pada lesi prekanker serta dapat menentukan posisi biopsi dengan tepat.
12
B 2.5.2BEksfoliatifBSitologiBdenganBCytobrush
Eksfoliatif sitologi merupakan studi mengenai sel yang diambil dari permukaan epitel dari berbagai organ tubuh. Sel berhubungan dengan bagian luar tubuh dapat
digunakan untuk pemeriksaan sitologi. Sampel pemeriksaan diperoleh dari permukaan epitel dengan cara mengerok, hapusan, aspirasi atau mencuci permukaannya. Sel
Universitas Sumatera Utara
normal akan melekat kuat namun dapat mengalami pengelupasan ketika mencapai maturasi. Pada kondisi inflamasi dan keganasan, pengelupasan sel terjadi secara
berlebihan dan secara mikroskopis menunjukkan morfologi yang berbeda. Sediaan sitologi yang diambil dan diwarnai secara tepat dapat memberikan informasi yang
akurat mengenai karakteristik sel, rasio inti dan sitoplasma, ukuran dan penampakan inti sel.
15
Gambar 11. Cytomorphometry. A Screenshot program image analysis system ProgRess C3 B Hasil pengukuran
area inti dan sitoplasma sel epitel
39
Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perubahan yang dramatis dalam mendiagnosis suatu penyakit, dari metode histopatologi ke metode molekuler.
Eksfoliatif sitologi merupakan suatu metode yang dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan sederhana. Tahap awal perubahan pada sel kerap kali terjadi pada level
molekuler yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.
39
Meskipun beberapa penelitian mempertanyakan akurasi pemeriksaan eksfoliatif sitologi, namun teknik ini
telah dikembangkan dan dimodifikasi menjadi lebih baik, diantaranya teknik cytobrush dan metode cytomorphometry dengan Imagine Analysis System, namun metode
cytomorphometry membutuhkan program khusus dan tenaga ahli yang memadai.
13-15
2.6BProcessingBLaboratoriumB B
Teknik pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada unsur-unsur sel yang akan diperiksa sehingga dapat dilihat dan diinterpretasikan secara jelas serta dapat
dibedakan setiap bagiannya di bawah mikroskop. Terdapat banyak teknik pewarnaan
A B
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan diantaranya adalah pewarnaan Hematoxylin Eosin HE, Papanicolaou PAP dan pewarnaan histokimia dengan menggunakan perak nitrat
AgNOR.
15
2.6.1BPewarnaanBHematoxylinBEosinB B
Hematoxylin Eosin HE adalah metode pewarnaan yang sering digunakan dalam pewarnaan jaringan histologi maupun sitologi, sehingga dapat membantu dalam
menegakan diagnosis medis dan penelitian. Hematoxylin adalah bahan pewarna yang sering digunakan pada pewarnaan histoteknik. Hematoxylin bekerja sebagai pewarna
yang mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoxylin bekerja mewarnai inti dan strukutur basa lainnya di dalam sel menjadi biru. Eosin yang bersifat asam akan
mewarnai komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda sehingga
pada sediaan HE akan terlihat sediaan preparat berwarna biru dan merah muda.
15
B B
B 2.6.2BPewarnaanBPapanicolaouB
Pewarnaan PAP merupakan metode pewarnaan rutin yang sering digunakan dalam pewarnaan sitologi di laboratorium, teknik ini ditemukan oleh Dr George N.
Papanicolaou, bapak dari eksfoliatif sitologi. Pewarnaan PAP merupakan pewarnaan dengan reaksi polychrome sehingga dapat menampilkan banyak variasi morfologi
seluler, derajat kematangan sel dan aktifitas metabolisme. Hasil dari pewarnaan PAP menunjukan pewarnaan nukleus, pewarnaan sitoplasma yang berbeda dan transparansi
sitoplasma. Pewarnaan nukleus menggunakan Hematoxylin dan sitoplasma dengan Orange G-6 OG-6 dan EA-36. OG-6 merupakan pewarna monochrome sementara
EA-36 merupakan pewarna polychrome.
15
Pewarnaan PAP dapat menunjukan derajat perubahan sel, mulai dari sel normal, displasia hingga karsinoma.
10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 12. Pewarnaan PAP. A Sel epitel normal menunjukan nc ratio 50. B Sel epitel displasia menunjukan nc ratio sekitar 50 C. Karsinoma sel
epitel skuamosa menunjukan perbandingan nc ratio 50
40
2.6.3BPewarnaanBAgNORBB B
Nukleus merupakan bagian di dalam sel yang berperan penting dalam mengendalikan proliferasi dan sintesis protein.
Di dalam nukleus terdapat nukleolus yang dibentuk dari ribosal DNA rDNA. Bagian kromosomal dari nukleolus disebut
Nucleolar organizer regions NORs dan terletak pada lengan pendek kromosom akrosentrik 13, 14, 15, 21 dan 22
16,41,42
NORs mengandung gen ribosomal, zat asam, dan protein non-histon yang dapat mengikat ion perak Agryrophilic dan dapat dilihat
secara selektif dengan metode pewarnaan perak nitrat AgNOR.
16
Pewarnaan AgNOR merupakan pewarnaan histokomia, di bawah mikroskop cahaya AgNOR terlihat
sebagai titik-titik hitam yang terletak di dalam nukleus.
42
Secara kuantitatif jumlah AgNORs pada nukleus menjadi penanda dari aktivitas proliferasi sel, secara kualitatif
berdasarkan bentuk, ukuran dan pola distribusi AgNOR berperan sebagai penanda perubahan kearah premalignan ataupun malignant. Frekuensi AgNOR lebih banyak
muncul pada sel ganas daripada sel normal, reaktif atau sel neoplastik jinak.
10,43
A B
C
Universitas Sumatera Utara
Gambar 13. Pewarnaan AgNOR. A Sel epitel normal menunjukkan jumlah titik 1-2 B Sel epitel displasia menunjukkan
jumlah titik 3 C. Karsinoma sel epitel skuamosa menunjukkan jumlah titik 3 dengan kualitas yang
buruk dan ukuran titik yang besar
44
Penelitian menunjukkan bahwa AgNOR dapat digunakan untuk melihat adanya perubahan aktifitas biologis pada karsinoma sel skuamosa. Hasil observasi
menunjukan bahwa sel ganas memiliki jumlah AgNOR yang lebih banyak dibandingkan dengan sel yang jinak dan normal. Pada sel ganas jumlah AgNOR terlihat
banyak dengan bentuk blebs tidak beraturan dan ukuran yang relatif besar. Pada sel jinak jumlah AgNOR terlihat lebih sedikit dengan bentuk dots teratur berukuran
kecil.
18,43-7
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemungkinan awal ditemukanya tanda keganasan dari titik-titik AgNOR. Pewarnaan AgNOR cukup mudah,
murah, cepat dan menghasilkan informasi yang cukup akurat mengenai tingkat keganasan pada sel. Kombinasi penggunaan pewarnaan PAP dan AgNOR dapat
meningkatkan keakuratan hasil pemeriksaan sitologi dalam mendiagnosis lesi keganasan pada rongga mulut.
16-18,45-47
A B
C
Universitas Sumatera Utara
2.7BLandasanBTeoriB
Merokok sudah menjadi gaya hidup bagi 36,3 masyarakat Indonesia.
6
Laporan kasus menunjukan bahwa rokok menjadi sumber utama berbagai macam penyakit, baik penyakit kronis hingga keganasan. Proses pembakaran sebatang rokok
menghasilkan berbagai zat kimia berbahaya, diantaranya TSNAs, PAHs, yang berpotensi menimbulkan kanker.
3
Angka kejadian kanker rongga mulut sekitar 85 terjadi akibat konsumsi tembakau, khususnya pada penggunaanya di dalam rokok.
12
Iritasi kimia nitrosamine, tar dan bahan karsinogenik lain serta panas dari pembakaran rokok secara terus menerus dapat mengakibatkan iritasi kronis pada
mukosa rongga mulut.
4
Proses transformasi keganasan pada rongga mulut membutuhkan waktu yang relatif lama, diawali dengan iritasi kronis pada sel normal sehingga menyebabkan sel
mengalami metaplasia sebagai respon adaptasi sel, lalu mengarah ke displasia dan secara berkelanjutan akan menjadi anaplasia karsinoma.
34
Perkembangan sel kearah
keganasan dapat dicegah apabila perkembangannya dapat diketahui sedini mungkin.B
Pemeriksaan sitologi dapat digunakan untuk mengetahui perubahan sel kearah keganasan, meskipun hasil yang diperoleh tidak dapat dijadikan dasar suatu diagnosis,
metode ini dapat dilakukan secara cepat dan mudah untuk kebutuhan deteksi dini atau skrining.
29
Teknik pewarnaan Papanicolaou dapat digunakan untuk mendiagnosis spesimen sitologi yang dapat diklasifikasikan menjadi normal, displasia dan
anaplasia.
13
Pewarnaan AgNOR dapat menjadi penanda spesifik untuk melihat aktifitas proliferasi sel yang tampak sebagai titik-titik hitam di dalam nukleus.
43
Diagnosis sitologi dengan pewarnaan Papanicolaou yang dihubungkan dengan analisa titik hitam
AgNOR dapat memberikan hasil yang akurat karena gambaran yang di dapat mencakup bagian sel secara keseluruhan dan aktifitas proliferasi sel di dalam nukleus.
Pemeriksaan eksfoliatif sitologi dengan pewarnaan Papanicolaou yang dihubungkan dengan nilai mAgNOR merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk deteksi
dini keganasan pada rongga mulut.
18
Universitas Sumatera Utara
2.8BKerangkaBTeoriB B
B
RokokBKretek IritasiBkimiaB :B
- TSNAs : NNN,NNK
- Tar : PAHs
- Eugenol : Safrol, MEG
IritasiBtermalB: - Panas asap rokok
Kerusakan DNA
Pengaktifan onkogen pendorong
pertumbuhan
Sitologi : NC ratio ++
wumlah inti ++ Chromatisasi ++
Histokimia : - ARF terhambat masuk ke nukleoplasma
- Expresi Nucleophosmin ++ - Agregasi NOR -
- Titik Hitam AgNOR ++ Expresi gen yang mengalami perubahan, gen regularotrik hilang
Sel Epitel Rongga Mulut
Normal
Perubahan gen pengendali
pertumbuhan Penonaktifan gen
supresor kanker p53
Ekspansi klonal Mutasi tambahan progresi
Heterogenitas Karsinoma
Perbaikan DNA berhasil
Metaplasia Displasia
Perokok
p53 aktif p21
GADD45 BAX
Apopotosis G1
terhenti Perbaikan
DNA Gagal
Diagnosis Histokimia
Pewarnaan AgNOR Diagnosa sitologi
pewarnaan Papanicolaou
Deteksi dini
Universitas Sumatera Utara
2.9BKerangkaBKonsepB
Sel Epitel Rongga Mulut Normal
Rokok Kretek - Iritasi kimia
- Iritasi termal
Kerusakan DNA Metaplasia
Displasia
Karsinoma Diagnosa sitologi :
Pewarnaan Papanicolaou
Perbaikan DNA
berhasil
Diagnosis Histokima : Pewarnaan AgNOR
wumlah titik : Kelompok 1 = 1-2 titik Normal
Kelompok 2 = 2-3 titik Displasia Kelompok 3 = 3 titik Karsinoma
Kualitas titik : dots : Bintik beraturanhalus NormalDisplasia
blebs : Bintik menumpuk tidak berarturan kasar Karsinoma
Data didapatkan berupa distribusi frekuensi pewarnaan AgNOR PAP pada mukosa bukal perokok dan bukan perokok di kecamatan padang bulan
Kerusakan DNA ++
Perokok
Deteksi Dini
nc ratio: Normal 50
Displasia + 50 Karsinoma 50
Universitas Sumatera Utara
BABB1B PENDAHULUANB
1.1 LatarBBelakangB