Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia

juga berhak menuntut hak-haknya dan mengajukan gugatan kepada CV. Pangrango. Selama pencipta tersebut telah memberikan kuasanya kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mengurus royalti atas karya cipta lagu atau musik. Perihal surat kuasa yang diajukan, apakah surat tersebut dapat dijadikan legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia untuk mewakili para pencipta? Dari surat kuasa yang diajukan, yaitu surat kuasa dari Anton Sastra Wijaya, Direktur Suara Mobishindo memberikan kuasanya kepada YKCI. Surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 18 November 1999 dan dapat diperpanjang 3 tahun berikutnya. Begitu juga dengan surat kuasa dari Johannes AK. Soerjoko, Direktur Utama AquariusEMI, surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 7 Febuari 1997 dan dapat diperpanjang 3 tahun. Atas pertimbangan tersebut, surat kuasa sudah tidak berlaku lagi. Dalam hal surat kuasa yang diajukan, Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa surat kuasa yang diajukan sudah tidak berlaku lagi. Atas pertimbangan tersebut, legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak ada. Sehingga gugatan yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia harus dinyatakan tidak dapat diterima. Namun penulis tidak sependapat dengan Hakim Mahkamah Agung, karena Hakim Mahkamah Agung kurang teliti dalam melihat surat kuasa yang diajukan. Pada surat kuasa tersebut sudah menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian kerja sama antara pencipta dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia. Berdasarkan surat kuasa yang tertuang dalam surat “Perjanjian Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta LaguPubilsher dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia” juga menjelaskan perihal jangka waktu surat kuasa dan berakhirnya surat kuasa. “Surat kuasa berlaku selama jangka waktu 3 tiga tahun dan akan diperpanjang secara otomatis untuk setiap 3 tiga tahun berikutnya. Setelah 3 tiga tahun pertama Pemberi Kuasa dapat membatalkan Surat Kuasa ini dengan menyatakan keinginannya secara tertulis kepada Penerima Kuasa, sekurang-kurangnya 30 tiga puluh hari sebelum habisnya masa berlaku surat Kuasa dan berlaku sejak akhir tahun kalender. ” 5 Sesuai dengan surat kuasa dan perjanjian kerja sama tersebut, pencipta lagu memberikan kuasa kepada YKCI untuk mengelola hak mengumumkan Ciptaan lagu tersebut. 6 Pengaturan jangka waktu surat kuasa dan berakhirnya surat kuasa tertuang dalam surat “Perjanjian Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta LaguPubilsher dengan Yayasan Karya Cipta Indone sia”. Pada ketentuan Pasal 11 di surat perjanjian pemberian kuasa ini dijelaskan, bahwa: “Perjanjian ini berlaku terus-menerus secara otomatis setiap 3 tiga tahun dan berakhirnya karena; a berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam perundang-undangan Hak Cipta yang berlaku. b Adanya permohonan tertulis dari PIHAK KESATU mengenai pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. 7 5 Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia KCI,” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 h.38 6 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Bandung: Alumni. 2014, h. 203 7 Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia KCI ,” h.102 Dari ketentuan yang terdapat pada pasal-pasal dalam surat perjanjian pemberian kuasa antara pencipta dengan Yayasan Karya Cipta di Indonesia dan juga dikaitkan dengan pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Surat Kuasa berlaku sejak ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa hingga berakhirnya kuasa. 8 Menurut Penulis, Hakim Mahkamah Agung telah salah mempertimbangkan surat kuasa yang diajukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia. Dengan menganggap surat kuasa sudah tidak berlaku lagi karena jangka waktu surat kuasa sudah berakhir. Menurut penulis, surat kuasa yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai legal sanding YKCI untuk mewakili para pencipta masih berlaku. Jika penulis lihat pada Pasal 11 dalam surat perjanjian pemberian kuasa. Surat kuasa ini berlaku terus-menerus dan secara otomatis diperpanjang setiap 3 tahun. Adapun berakhirnya surat kuasa ini disebabkan berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, yaitu berlaku selama masa hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dan juga, adanya permohonan tertulis dari pencipta untuk mengakhir perjanjian. Selain alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya, seharusnya permohonan kasasi yang diajukan oleh CV. Pangrango harus dinyatakan 8 Djawahir Hejazziey dan Tim Penyusun, LitigasiPelatihan Kemahiran Hukum, Ciputat: Prodi. Ilmu Hukum FSH UIN, 2014 h. 63. tidak dapat diterima. Permohonan Kasasi tersebut diterima di kepaniteraan Pengadilan NegeriNiaga Jakarta Pusat pada tanggal 23 Agustus 2006. Sedangkan putusan yang dimohonkan kasasi yaitu putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor : 22 HAKCIPTA 2006 PN.NIAGA.KT.PST, dijatuhkan pada tanggal 20 Juli 2006. Dengan demikian pengajuan permohonan kasasi tersebut telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yakni permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi. Apabila tenggang waktu 14 empat belas hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan. 9 Oleh karena itu permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Atas pertimbangan-pertimbangan mengenai siapa yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dan menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar, bagaimana pertimbangan terhadap surat kuasa yang diajukan, dan juga mengenai jangka waktu permohonan kasasi. Menurut penulis Hakim Mahkamah Agung telah salah dalam menerapkan dan menafsirkan hukum. Oleh karena itu, permohonan kasasi yang diajukan oleh CV. Pangrango harus dinyatakan tidak dapat diterima. 9 Pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung C. Perlindungan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Undang-Undang Hak Cipta Untuk Melindungi Karya Cipta Lagu Di Indonesia Hukum Hak Cipta di Indonesia, sejak Auteurswet hingga Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sama sekali tidak menyinggung keberadaan lembaga pengadministrasian kolektif hak cipta. 10 Oleh karena itu, hingga saat ini masih banyak pihak masih banyak pihak di Indonesia yang belum menerima eksistensi Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai lembaga yang berwenang dalam memberikan lisensi karya cipta lagu atau musik dan memungut royalti atas karya cipta lagu tersebut. Masyarakat sulit menerima adanya lembaga yang memiliki kewenangan publik, tapi tidak ada Undang-Undang yang mengaturnya secara jelas. Persoalan pertama mengenai dasar hukum collecting society dalam hal memberi lisensi penggunaan lagu dan memungut royalti dari pemakaian lagu. Masyarakat sering mempertanyakan legalitas lembaga manajemen kolektif, seperti Yayasan Karya Cipta Indonesia. Karena dalam Undang- Undang Hak Cipta tidak diatur sama sekali mengenai collecting society. Persoalan selanjutnya mengenai jenis pemakaian lagu yang bagaimana, yang harus mendapat lisensi dari pemegang hak cipta. Apakah menyiarkan lagu, mempertunjukkan lagu, dan memperdengarkan lagu di muka umum harus mendapat izin dari pencipta lagu dan membayar royalti? Lagu yang bagaimanakah yang harus mendapat izin dan lagu yang bagaimana yang tidak perlu mendapatkan izin dari pencipta? Kepada 10 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Bandung: Alumni, 2014, h. 218 siapakah kita harus meminta izin penggunaan lagu beserta pembayaran royaltinya? Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut, perlunya suatu aturan secara tegas yang mengatur tentang kewenangan lembaga manajemen kolektif di Indonesia dalam memberikan lisensi dan memungut royalti. Sehingga eksistensi lembaga manajemen kolektif sepeti Yayasan Karya Cipta Indonesia dapat diakui oleh masyarakat. Begitu juga dengan perlindungan hukum terhadap pencipta atau pemegang hak cipta dapat lebih terjamin. Untuk memberikan perlindungan hukum dan mengakomodir kepentingan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, maka pemerintah Indonesia melakukan pengesahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang yang baru. Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta dan hak terkait, sebagai unsur terpenting yang diperlukan untuk perlindungan hukum kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Terdapat beberapa perbedaan mendasar antar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, salah satunya mengenai Lembaga Manajemen Kolektif. Adanya aturan ini diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada lembaga manajemen kolektif dalam memberikan lisensi dan memungut royalti atas karya cipta lagu atau musik. Tabel Perbedaan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Undang- Undang Nomor 19 tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Nomor Perbedaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 1. Definisi Lembaga Manajemen Kolektif Belum diatur dalam undang-undang Pasal 1 ayat 22 institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, danatau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. 2. Tata Cara Pendaftaran LMK Belum diatur dalam undang-undang Pasal 88 LMK harus memiliki izin operasional yang diajukan kepada Menkum HAM dengan syarat-syarat yang telah ditentukan 3. Tugas dan wewenang LMK Belum diatur dalam undang-undang Pasal 89 LMK memiliki wewenang untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial 4. Perjanjian Lisensi Pasal 45-47 pihak yang berhak memberikan lisensi hanya pemegang hak cipta. Tidak adanya aturan mengenai lisensi wajib Pasal 80-86 pihak yang berhak memberikan lisensi ialah pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait. Adanya aturan mengenai lisensi wajib 5. Royalti Pasal 45tidak tercantum secara jelas pengertian mengenai royalti, namun kata royalti disebutkan dalam Pasal 45 Pasal 1 ayat 21 dan Pasal 80 ayat 3, 4, 5 diatur secara jelas pengertian royalti dan juga siapa yang berhak memungut royalti tersebut dari para pengguna. Adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini, diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang belum dapat terselesaikan pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain itu dengan adanya Undang-Undang Hak Cipta yang baru ini, perlindungan terhadap hak moral maupun hak ekonomi pemegang hak cipta atau hak terkait, dapat lebih terjamin. Selain itu, hukum Islam yang menjadi sumber hukum di Indonesia juga sangat melindungi hak-hak seseorang dalam suatu perjanjian. Sebagaimana yang terkandung dalam firman Allah SWT dalam surat Al Anfaal ayat 58 yang berbunyi: “Dan jika engkau Muhammad khawatir akan terjadinya pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian tersebut kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berkhianat” BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan di antaranya sebagai berikut: 1. Hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara MA Putusan Nomor 036KNHaKI2006 dengan mengabulkan permohonan kasasi CV. Pangrango terhadap Yayasan Karya Cipta Indonesia karena menilai legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memungut royalti atas karya cipta lagu atau musik tidak ada. Sehingga membatalkan putusan Pengadilan Niaga Nomor: 22HAK CIPTA2006PN.NIAGA.JKT.PST mengenai hak mengumumkan karya cipta lagu atau musik. Sebab Hotel Pangrango dalam kegiatan usahanya telah memutar atau memperdengarkan karya cipta lagu atau musik tanpa seizin pemegang hak cipta. 2. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memberikan lisensi kepada pihak lain dan memungut royalti atas karya cipta lagu didasarkan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Selain itu, pemberian kuasa dari pencipta kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia didasarkan melalui surat perjanjian kerja sama. Keberadaan lembaga manajemen kolektif di Indonesia merupakan suatu perwujudan untuk melindungi karya cipta lagu dan menjunjung tinggi hak para 66 pencipta lagu untuk mendapatkan royalti atas penggunaan lagu tersebut. Walaupun peranan lembaga manajemen koletif tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, tetapi dalam menjalankan kegiatannya untuk memungut royalti lagu didasari pada perjanjian pemberian kuasa dari pencipta lagu atau ahli warisnya kepada lembaga manajemen kolektif. 3. Belum adanya landasan hukum mengenai lembaga manajemen kolektif pada Undang-Undang Hak Cipta yang lama, membuat banyak pihak atau masyarakat sulit menerima keberadaan lembaga yang tidak diatur dalam undang-undang. Namun setelah adanya pengaturan mengenai lembaga manajemen kolektif dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang baru, menegaskan bahwa lembaga manajemen kolektif dalam memungut royalti lagu sudah memiliki landasan hukumnya sehingga keberadaan lembaga manajemen kolektif dalam memberikan lisensi kepada para pengguna dan menarik royalti atas penggunaan karya cipta lagu dapat diakui oleh masyarakat.

B. Saran

Adapun saran dari penulis khususnya terkait pelindungan bagi pemegang hak cipta atas karya cipta lagu, sebagai berikut: 1. Dalam putusan MA Nomor 036 KNHaKI2006 terdapat permasalahan yang muncul yaitu pertimbangan majelis hakim MA yang memenangkan CV. Pangrango dikarenakan Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memberikan lisensi maupun memungut royalti tidak mempunyai dasar hukum yang jelas dalam peraturan perundang- undangan. Sehingga putusan MA tersebut dinilai kurang memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai pemegang hak cipta, karena belum adanya pengaturan mengenai lembaga manajemen kolektif. Oleh karena itu, perlunya perubahan pada Undang-Undang Hak Cipta agar peran dan kewenangan lembaga manajemen kolektif di Indonesia tidak diragukan lagi oleh masyarakat. Sehingga keberadaan adanya pengaturan tersebut, dapat menjadi acuan bagi para pihak yang berkepentingan untuk menggunakan karya cipta tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. 2. Belum adanya peraturan pemerintah PP sebagai pelaksana dari Undang-Undang Hak Cipta, sehingga beberapa pasal yang ada di Undang-Undang Hak Cipta tidak dapat berlaku sebelum adanya peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut. Adanya peraturan pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang Hak Cipta diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kepastian dalam penegakan hukum hak cipta di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Anwar, Chairul. Hak Cipta: Pelanggaran Hak Cipta dan PerUndang- Undangan Terbaru Hak Cipta Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri. 1999. Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia. Bandung: Alumni. 2014. Hejazziey, Djawahir dan Tim Penyusun. LitigasiPelatihan Kemahiran Hukum. Ciputat: Prodi. Ilmu Hukum FSH UIN. 2014. Iffa h. “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia KCI,” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 Ibrahim, Johnny. Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising. 2007. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta Kencana. 2011 Lindsey, Tim, ed. Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni, 2013. Ginting, Elyta Ras. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012. Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual Intellectual Property Rights. Jakarta: Rajawali Pers. 2013. Soekanto, Soerjono Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers. 2001. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press Utomo, Tomy Suryo. Hak Kekayaan Intelektual di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010. Syarifuddin. Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta. Bandung: PT. Alumni, 2013. Atmaja, Hendra Tanu. Hak Cipta-Musik atau Lagu Cetakan ke-1. Jakarta: UI-Press. 2003 Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni. 2003 Widjaja, Gunawan. Lisensi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Lagu dan Musik Dalam Bentuk Ringtone Pada Telepon Seluler

13 202 108

Analisis Yuridis mengenai Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta atas praktik Pembajakan Lagu dan Musik dengan Format Mp3 (Motion Picture Experts Layer III)

1 107 90

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik

3 107 147

Perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta terhadap pemberi lisensi karya cipta lagu

0 9 0

PERAN KARYA CIPTA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA LAGU YANG DIGUNAKAN SECARA KOMERSIAL Peran Karya Cipta Indonesia Dalam Perlindungan Hak Cipta Lagu Yang Digunakan Secara Komersial(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lagu).

1 11 17

PERAN KARYA CIPTA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA LAGU YANG DIGUNAKAN SECARA KOMERSIAL Peran Karya Cipta Indonesia Dalam Perlindungan Hak Cipta Lagu Yang Digunakan Secara Komersial(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lagu).

0 4 12

PENDAHULUAN Peran Karya Cipta Indonesia Dalam Perlindungan Hak Cipta Lagu Yang Digunakan Secara Komersial(Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lagu).

0 4 11

PERLINDUNGAN HAK CIPTA TERHADAP KARYA SENI Perlindungan Hak Cipta Terhadap Karya Seni (Studi Perlindungan Hukum Terhadap Lukisan).

0 4 19

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KARYA MUSIK Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Musik (Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu).

0 2 14

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KARYA MUSIK Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Musik (Studi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu).

0 2 22