Model Implementasi Kebijakan TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembronoasal-asalan, melainkan
karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya. e.
Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan,
maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan
ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat
panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara
mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya. f.
Hubungan saling ketergantungan harus kecil Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya
terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya
harus melibatkan badan-badaninstansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang
minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian
tahapan dan jalinan hubungan tertentu meleinkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang
bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang
penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi
apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung
serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan
untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran
untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak
dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasan bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah
dirancang secara ketat. i.
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Persyaratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi
yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam
program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi
tunggal. j.
Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun
dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan system
informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.
2. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn
Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan- perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang
akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan
suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono ada enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
20
a. Standar dan Sasaran Kebijakan .
20
Subarsono, Op, Cit., hlm. 99
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi miti
interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. b.
Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia. c.
Komunikasi Antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program. e.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik
mendukung implementasi kebijakan. f.
Disposisi Implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a respon implementor
terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, b kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh
implementor. 3.
Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi
kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi. Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklarifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu :
Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputiKesukaran-kesukaran Teknis. Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada
sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu
mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah.
4. Implementasi kebijakan Merilee S.Grindle, terdapat dua variabel yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik.
21
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasilakhir
outcomes, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi
kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal,yaitu: a.
Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan design dengan merujuk pada
21
Agustino, Op, Cit., hlm 154
aksi kebijakannya. b.
Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik,juga menurut Grindle,
amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakanitu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy 1980:5:
1 Content of Policy menurut Grindle adalah:
a. Interest Affected kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
b. Type of Benefits tipe manfaat
c. Extent of Change Envision derajat perubahan yang ingin dicapai
d. Site of Decision Making letak pengambilan keputusan
e. Program Implementer pelaksana program
f. Resources Committed sumber-sumber daya yang digunakan
2 Context ofPolicy menurut Grindle adalah:
a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved kekuasaan,
kepentingan- kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat. b.
Institution and Regime Characteristic karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa
c. Compliance and Responsiveness tingkat kepatuhan dan adanya
respon dari pelaksana
Variabel-variabel kebijakan bersangkutan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan
pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya
mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka
yang mengoperasionalkan program di lapangan.
22
5. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III
Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain:
23
a. Komunikasi
Berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi danatau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan,
sikap dan tanggapan dari pihak yang terlibat, dan struktur organisasi pelaksana kebijakan. Indikator yang dapat digunakan dalam mengukur faktor
komunikasi Edward. Indikator tersebut antara lain
24
: 1
Transmisi Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal tersebut disebabkan
karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.
22
Subarsono, Op, Cit., hlm 99
23
Riant Nugroho, Op, Cit., hlm 636
24
Agustino, Op, Cit., hlm 150
2 Kejelasan
Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan street-level- bureuacrats haruslah jelas dan tidak membingungkan tidak ambigu.
Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan flexsibilitas dalam
melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang
telah ditetapkan. 3
Konsisten Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi haruslah konsisten
dan jelas untuk diterapkan atau dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan
bagi pelaksana di lapangan. b.
Sumber daya Berkenaan dengan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia.
Hal ini hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif.
c. Disposisi
Berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa adanya kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan. d.
Struktur Organisasi Menurut George Edward III dalam Nugroho 2011:636, menjelaskan bahwa
struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang
menjadi penyelenggara implentasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini
menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan
kerjasama diantara lembaga-lembaga Negara danatau pemerintah. Menurut George Edward III dalam Agustino 2006:153, dua karakteristik
yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasiorganisasi kearah yang lebih baik adalah: melakukan standar operating procedure SOP dan
pelaksanaan fragmentasi.
25
SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkanpara pegawai atau pelaksana kebijakanadministratorbirokrat
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya
penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.
Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk
menganalisis program generasi berencana dalam upaya mempersiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja serta mengendalikan jumlah pendudukdi Kota Bandar
Lampung. Alasan penulis menggunakan model ini karena strategi pemberian informasi lebih spesifik dengan adanya beberapa indikator pendukung penyaluran
informasi yakni transmisi.Model implementasi George Edwards III merupakan variabel yang bias menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi
dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.
25
Agustino, Op, Cit., hlm 153