IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) IMPLEMENTATION OF FAMILY PLANNING IN THE USE OF CONTRACEPTION IN

(1)

IMPLEMENTATION OF FAMILY PLANNING IN THE USE OF CONTRACEPTION IN POSTPARTUM IN BANDAR LAMPUNG

(Studies in Family Planning Board and Women's Empowerment) By

Dora Sonia Purba

Postpartum of family planning program is government program that has been established to help reduce maternal mortality and control the growing of population. This study aims to describe and analyze the implementation of the Family Planning Program In Postpartum Contraceptive Use In Bandar Lampung and to analyze the supporting factors and inhibiting factors. The method used in this research is descriptive qualitative method, in which the main instrument in this study is the researcher's own.

From the results of research in the field found that the implementation of family planning programs in the Postpartum contraceptive use in the city of Bandar Lampung is not maximized. As shown that there are still many people who do not have knowledge about the program so that people are reluctant to use it. Judging from the executing agency, the program still needs more officers as well as competent in their fields. The state of the local economy and the city is still low cultural influences that many children are still a lot of luck goes inhibit the implementation of this program. And the condition of society which is difficult to accept even understand the importance of reproductive health and family welfare. The recommendations can be given is the Family Planning Board and Women's Empowerment needs to provide training to the Human Resources associated with postpartum family planning programs and disseminate on a large scale and improved installation tool procurement service activities Family Planning Postpartum free to the public on a regular basis poor.


(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

(Studi pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan)

Oleh

Dora Sonia Purba

Implementasi program Keluarga Berencana Pasca Persalinan merupakan program pemerintah yang telah ditetapkan untuk membantu menekan angka kematian ibu dan menekan laju pertumbuhan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis. Implementasi Program Keluarga Berencana Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan Di Kota Bandar Lampung serta menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan faktor penghambatnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dimana instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Dari hasil penelitian dilapangan ditemukan bahwa implementasi program keluarga berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinan di kota Bandar Lampung masih belum maksimal. Seperti ditunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan pengetahuan tentang program ini sehingga masyarakat enggan untuk menggunakannya. Dilihat dari agen pelaksananya, program ini masih membutuhkan petugas yang lebih banyak serta berkompeten dalam bidangnya. Keadaan ekonomi masyarakat kota yang masih rendah dan pengaruh budaya yang banyak anak banyak rejeki masih menghambat berjalannya implementasi program ini. Serta kondisi masyarakat yang sulit menerima bahkan memahami arti penting kesehatan reproduksi dan kesejahteraan keluarga. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan perlu memberikan pelatihan kepada SDM yang terkait


(3)

(4)

(Studi pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan)

Oleh

DORA SONIA PURBA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PASCA PERSALINAN DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

(Studi pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan)

Skripsi

Oleh

DORA SONIA PURBA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(6)

(7)

(8)

(9)

Halaman

ABSTRAK

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUATAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 12

B. Bentuk-Bentuk Kebijakan Publik ... 14

C. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan ... 15

1. Pengertian Implementasi Kebijakan ... 15

2. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik a. Model Van Meter Van Horn ... 18

b. Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier ... 23

c. Model George C. Edward III ... 24

d. Model Merilee S. Grindle ... 27

D. Tinjauan Tentang Program ... 29

E. Tinjauan Tentang Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi Pascapersalinan ... 30

1. Tinjauan Tentang Keluarga Berencana ... 30

2. Tinjauan tentang Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan ... 32

F. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian dan Pendekatan Penelitian ... 37

B. Fokus Penelitian ... 38

C. Lokasi Penelitian ... 42

D. Sumber Data... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 46

G. Teknik Keabsahan Data ... 48

IV. GAMBARAN UMUM A.Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 50


(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Implementasi Program Keluarga Berencana Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan Di Kota Bandar Lampung ... 68 B.Faktor Pendukung Dan Kendala Implementasi Program Keluarga

Berencana Pasca Persalinan ... 97 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 100 B.Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA TABEL TRIANGULASI CONTOH LAPORAN SURAT PENELITIAN GAMBAR PENELITIAN


(11)

Gambar Halaman

1. Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun

1994-2015 ... 7 2. Kerangka Pikir ... 36 3. Analisis Data Model Interaktif ... 48

4. Struktur Organisasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana

dan Pemberdayaan Perempuan Kota Bandar Lampung ... 58 5. Suasana Rapat Koordinasi BKKB dan PP dengan BKKBN


(12)

Tabel Halaman

1. Persentase beberapa provinsi di Indonesia yang kekurangan Gizi ... 3

2. Kasus Angka Kematian Ibu Di Kota Bandar Lampung ... 7

3. Tabel Informan ... 43

4. Dokumen-Dokumen Pendukung Penelitian ... 44

5. Nama Pejabat Pemerintah yang pernah menjadi Kepala BKKB dan PP Bandar Lampung ... 57

6. Jumlah Pemakaian KB Pasca Persalinan di Kota Bandar Lampung terhitung sampai Tahun 2013 ... 74


(13)

“The best sword that you have is a limitless patience”

(Pedang terbaik yang Anda miliki adalah kesabaran tanpa batas)

Jalan terbaik dalam mencari kawan adalah kita harus berlaku sebagai

kawan

Menangislah ketika segala sesuatu tidak bisa dijelaskan dengan

kata-kata.


(14)

Persembahan

Skripsi ini dipersembahkan untuk mereka yang tersayang : Ayahanda Jasiaman Purba dan Ibunda Rosmina Sipayung, Kakak ku Sanni Purba dan Abangku Simson Purba, Abang Marsen, Abang Ady, dan Abang Jasarno Purba , segenap Keluarga Besar dari Ayah dan Ibu. Untuk teman hidup, dan teman selamanya, serta almamater Universitas Lampung.


(15)

RIWAYAT HIDUP

PenulisbernamalengkapDora Sonia Purba, penulisdilahirkan di

DesaUrungPurbaKecamatanPurbaKabupatenSimalungunpadatanggal 9 September 1991, anakterakhirdaripasanganJasiamanPurbadenganRosminaSipayung.

PendidikanpertamapenulisditempuhpadaSekolahDasarNegeriGaja-PokkiNo. 091356 KecamatanPurbaKabupatenSimalungun, Sumatera Utara yang diselesaikanpadatahun 2002, dilanjtkankeSekolahMenengahPertamaNegeri 1 PurbaSimpangHaranggaol

Sumatera Utara padatahun 2005.

KemudiandilanjutkanpadaSekolahMenengahUmumSw. Van DuynhovenSaribudolok yang diselesaikanpadatahun 2009.

Padatahun 2010, penulisterdaftarsebagaimahasiswa di FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikJurusanIlmuAdministrasi Negara Universitas Lampung, melaluiSeleksiNasionalMasukPerguruanTingggiNegeri (SNMPTN).Selainmengikutiperkuliahan,


(16)

sebagaiInfokomkesra (2011-2012) 3. PengurusPemudaGereja Kristen ProtestanSimalungun

(GKPS) sebagaiWakilSekretaris (2012-2013)

Padatahun2012, penulismelaksanakan KKN (KuliahKerjaNyata) di DesaGemahRipahKecamatanPagelaranKabupatenPringsewu, Lampung.


(17)

SANWACANA

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan dan juruselamatku Yesus Kristus karena berkat kasih karuniaNya skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Skripsi yang berjudul: “Implementasi Program Keluarga Berencana Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan Di Kota Bandar Lampung (Studi Pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan)” adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. Karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Ibu Meiliyana, S.IP, M.A, selaku Pembimbing Utama atas kesetiaan dan kesabarannya membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis haturkan banyak terimakasih yang telah memberikan banyak nasehat dan kebaikannya serta mohon maaf yang tulus untuk setiap salah dan khilaf penulis lakukan selama ini.

2. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si selaku Dosen Penguji sekaligus Dosen Pembimbing Akademik penulis atas kesediaan meluangkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan kritik dan saran produktif terhadap perbaikan skripsi ini. Penulis haturkan banyak terimakasih atas nasehat dan bimbingannya dan mohon maaf atas setiap salah dan khilaf yang penulis lakukan.

3. Bapak dan Mamaku tercinta yang membesarkanku dengan penuh kasih, mendidik, membimbing, selalu mendoakanku, harta yang paling berharga di dalam hidupku,


(18)

4. Kakak dan abang-abangku terima kasih untuk kebaikan, perhatian, dan semangat yang kalian tunjukkan untuk adik kalian ini. Dan juga buat ponakan-ponakan aku, terima kasih ya sayang ya sudah merepotkan tantemu ini, kehadiran kalian membuat suasana rumah lebih rame. Miss you so much!

5. Semua keluarga yang telah mendukung dan menantikan keberhasilanku, inang tua, inanggi, tante, tulang, semua abang-abangku, adek-adekku, tante-tanteku, tulang-tulangku. Terima kasih, aku tetap memerlukan doa kalian semua.

6. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.S., selaku Dekan FISIP Universitas Lampung.

7. Bapak Dr. Dedy Hermawan S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara 8. Ibu Nur’Aini selaku pegawai jurusan yang sabar membantu dalam berbagai keperluan

yang penulis butuhkan

9. Bapak dan Ibu dosen Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khusunya dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, yaitu : Pak Husnan Aksa, Pak Dedi, Pak Prof. Yulianto, Pak Eko, Pak Noverman, Pak Bambang, Pak Nana, Pak Syamsul, Pak Simon, Pak Fery, Bu Dian, Bu Devi, Bu Intan, Bu Novita, Bu Indri, Bu Dewi, Bu Ani, Bu Selvi, dan seluruh dosen yang telah mengajar serta memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung

10.Seluruh staf akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

11.Seluruh informan dalam penelitian ini, yang begitu appresiasi terhadap penelitian ini yang membantu penulis ketika sedang melakukan penelitian.


(19)

adek mu ini yang kadang jugul dan bawel ini ya kakak, Miss you. Dan Kakak Imelda, makasih kakak atas teriakan-teriakannya dan kebaikan kakak buat adek mu ini. Kau kakak yang paling menyebalkan, sekaligus kakak yang paling baik. Dan juga buat kakak Novi Siboro, Maafin aku kakak, makasih sudah menjadi kakak yang baik selama ini, aku gak pernah lupa dengan mu kak. Dan kak Veny yang jauh di Bali sana jangan lupa samaku ya. Untuk kalian, cepat-cepat menikah ya, jangan sampe adek kalian ini yang duluan. hehe

13.Sahabat-sahabatku yang cantik-cantik sekaligus teman seperjuanganku. Buat Anie, jangan lelet-lelet dong sayang dan juga jangan plin-plan dan satu lagi jangan penakut. Shariput, sahabatku yang paling energik dan paling bawel, makasih atas semangatnya ya sayang. Pertahanin. Jenni, yang paling rajin, makasih atas hari-harinya yang tegar banget. Dan buat Selli, sahabatku yang anggun, sholatnya itu lho gak pernah lupa. Makasih ya atas semua persahabatan kita selama ini. Aku selalu merindukan saat-saat kita bersama.. 14.Sahabat-sahabatku dikosan tiga putri. Devi (jangan galau-galau terus kau nang dan

jangan terlalu sensitive boru, kontrol emosimu ya), Adik Novri (yang paling alay, bisa dikurangi kali de), Vero (aku salut semangat belajarmu de. Pertahanin ya), Agnes (banyak-banyak makan biar gak kurus terus kau), Tania (pelajari buat move cepat ya de :D) sari, willi, tria dan buat kakak dan adik-adik kosan menara biru (ka Ivo, Yohana, Intan, Lusi, Astri, Delima, Carolin, Purnama dan lainnya yang tidak bisa aku sebutin). Makasih ya atas kebersamaan, keceriaan, dan kegilaan kita dikosan.


(20)

cewe nuzul, nona, carina, sela, cory, merry, maya, indah, bunga, eeng, hany, nurul genap, dewinta, marita, yulia, erisa, astria, yulia, cahya, nurul ganjil, maya utami, rahma, Maaf ya gak bisa disebut satu-satu, makasih atas kebersamaan kita dikampus selama perkuliahan, semangat terus dan semua kakak-kakak dan adik-adik tingkat semangat terus semoga kita bisa menjadi anak yang berbakti.

16.Jemaat yang ada di GKPS Bandar Lampung especially untuk Pemuda, Kakak-kakak, abang-abang, dan adik-adik, Bg Roy Purba, Bg Rudi, Bg Dias, Bg Ade, Bg Nando, Bg Ryan, Bg Andre, Bg Irwan, Bg sardo, Leo, Ryan, Duen, Citra, Elsa, Inggrid, Ruth, Dea Nainggolan, Ka Afrina, Yana, Sarah, Golda, ka Vivi, kak Ika, Enni dan juga bou Elida. Makasih atas jemputannya dan kebersamaannya. Keep spirit in Jesus.

17.Temen-temenku di PDO FISIP yang selalu ngajak untuk ikut persekutuan, bukan gak mau ya teman-teman tapi memang waktunya gak bisa (kak Netty, Cety, Fany, Dita, kak Maria, kak Adel, Ivan, dan semua kakak-kakak dan juga adek-adek PDO yang tidak bisa disebut satu-satu. Pelayanan kalian tidak akan sia-sia.

18.Semua kakak-kakak, abang-abang, dan adek-adek yang ada di UKM-K yang gak bisa disebut satu-satu semangat terus buat pelayanannya.

19.Abang-abangku, kakak-kakak dan adik-adikku yang ada di GMKI Bandar Lampung, (Bg Laikmen, Bg melky, Bg Sarman, Bg Tekel, Bg Dinan, Bg Ropinus, Bg Doni, Bg andreas, Bg Benny, kak Enda, Kak Chia, Kak Ellen, Kak yulia, frans, bram, nanda, vero dan yang lain yang gak bisa disebut satu-satu. Go GMKI, jangan patah semangat.


(21)

dalam hidupku.

Terimakasih Tuhan Yesus, sekali lagi terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu dan mendukung . God Bless Us.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia. Salah satu diantaranya adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Adapun salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah dilihat dari aspek kesehatan masyarakatnya. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dijelaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (www.Depkes.go.id diakses tanggal 20 Desember 2013 Pukul 22.10 WIB)

Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani satu paradigma pembangunan global, yakni Millennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium. MDGs ini dideklarasikan pada bulan September tahun 2000 oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Deklarasi MDGs merupakan hasil kesepakatan negara-negara maju dan berkembang di dunia. Dalam program pembangunan global yang disepakati ini


(23)

memiliki target pencapaiannya sampai tahun 2015. MDGs memiliki delapan tujuan yang memiliki target dan indikator tertentu, yaitu diantaranya memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan pelestarian lingkungan dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

(http://regional.kompasiana.com diakses tanggal 20 desember 2013 pukul 20.16

WIB)

Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut menyepakati sebuah pembangunan global Millennium Development Goals atau MDGs harus berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs tersebut kedalam program-program pembangunan nasional. MDGs bertujuan untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan. Pencapaian tujuan dan target tersebut bukanlah semata-mata tugas pemerintah, tetapi juga merupakan tugas seluruh komponen bangsa Indonesia. Hal ini membuat pencapaian tujuan dan target MDGs harus menjadi pembahasan seluruh masyarakat.

Seluruh dari target tersebut harus dicapai pada tahun 2015 yang berarti sudah berlalu 12 tahun lebih dan hanya tersisa sekitar satu tahun dari sekarang. Namun pada kenyataannya, Indonesia masih sangat kurang dalam pencapaian target tersebut. Sebagai gambaran kurangnya pencapaian target, akan diberikan contoh yaitu tentang kasus kekurangan gizi. Tahun 2012, prevalensi balita kurang gizi pada tingkat nasional sudah menyentuh angka 18,4 %, sedangkan target MDGs


(24)

sendiri pada tahun 2015 diharapkan sudah mencapai angka 15,5 %. Prevalensi merupakan jumlah individu atau persentasi populasi yang terinfeksi pada waktu tertentu. (http://kamuskesehatan.com diakses tanggal 16 Januari 2014 pukul 15.45 WIB)

Jika dilihat pada tingkat nasional prevalensi balita kurang gizi telah hampir mencapai target MDGs, namun masih terjadi disparitas antar provinsi. Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, disparitas antar provinsi dalam prevalensi kekurangan gizi pada balita pada beberapa provinsi di Indonesia akan ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 1.1 Persentase beberapa provinsi di Indonesia yang kekurangan Gizi

No Provinsi Persentase (%)

1 DI Yogyakarta 10,9

2 Nusa Tenggara Timur 33,6

3 Maluku 27,8

4 Sulawesi Tengah 27,6

5 Kalimantan Selatan 26,6

6 Aceh 26,5

7 Lampung 17,5

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/ diakses tanggal 20 Desember 2013 Pukul 22.20 WIB

Jika dilihat dari tabel diatas, tingkat kekurangan gizi di beberapa Provinsi di Indonesia telah menunjukkan hampir mencapai target MDGs yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, hal ini masih dikatakan masih kurang sehingga pencapaian taget MDGs belum tercapai sepenuhnya. Hal serupa juga terjadi pada tujuan MDGs lainnya. Menurut Asisten Khusus Utusan Peresiden Indonesia untuk MDGs, menurunkan penyebaran HIV/AIDS dan menurunkan angka kematian ibu


(25)

melahirkan masih sulit untuk dicapai negara Indonesia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang belum menyadari arti pentingnya sebuah kesehatan tubuhnya. Ada juga karena diakibatkan oleh gaya hidup masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman budaya, kelakuan, sifat dan kebiasaan. Padahal memerangi HIV, meningkatkan kesehatan ibu, dan menurunkan angka kematian anak adalah tujuan tiga, empat, dan lima yang seharusnya dicapai pada tahun 2015 mendatang.

Tujuan kelima dari MDGs adalah meningkatkan kesehatan bagi seorang ibu untuk mengurangi angka kematian ibu. Kesehatan seorang ibu tentu penting, terutama saat sedang hamil. Hal ini disebabkan karena dapat berpengaruh kepada kesehatan dan kelangsungan hidup anaknya. Contohnya ketika seorang ibu yang hamil terkena flu selama beberapa waktu, kemungkinan anaknya akan lahir kurang gizi. Kecacatan yang dialami seorang anak juga bisa bergantung pada kesehatan ibunya. Seorang ibu yang kesehatannya tidak stabil juga dapat mengakibatkan kematian untuk dirinya sendiri maupun anaknya. (http://media.kompasiana.com diakses tanggal 20 Desember 2013 pukul 22.21 WIB)

Dalam pertemuan yang membahas tingkat AKI (Angka Kematian Ibu dan Anak), Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI Amal Taher mengungkapkan survei kedokteran pada 2012 angka kematian ibu masih di atas 200 setiap 100 ribu kelahiran. Padahal, berdasarkan target MDGs, pada 2015 angka kematian ibu maksimal 102 per 100 ribu kelahiran. Beberapa program memang sudah diupayakan seperti program yang memprioritaskan penanganan dan pemberian fasilitas layanan kesehatan prima pada ibu dan anak, namun masalah kesehatan


(26)

yang kompleks ini masih butuh banyak perhatian. Masalah kesehatan baik layanan maupun tenaga sebaiknya lebih disikapi dengan baik. Dari situlah muncul program KB dan kini ditangani oleh BKKBN. (http://www.metrotvnews.com diakses tanggal 20 Desember pukul 20.30 WIB)

Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah memberikan landasan yang kuat dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang tersebut adalah menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak. Direktorat kelangsungan hidup Ibu, Bayi dan Anak yang terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. 150/HK-010/2001 tertanggal 17 Juli 2001 mempunyai tugas untuk melaksanakan perumusan dan kebijakan program upaya peningkatan kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Anak melalui pelayanan promosi dan konseling. (Suparto, H. Sumbangsih Program KB Terhadap Pendidikan, Arsip online diakses tanggal 21

Desember 2013 pukul 22.00 WB)

Tugas tersebut sesuai dengan tujuan program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang sebagaimana yang telah tercantum diatas. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui program KB Pascapersalinan dan Pascakeguguran serta promosi benefit terhadap kesehatan ibu dan anak. Dan tugas ini dipertegas juga dengan adanya Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dengan Badan Kependudukan dengan Keluarga Berencana Nasional Tentang Program Keluarga


(27)

Berencana Pasca Persalinan Dalam Jaminan Persalinan. Saat ini kondisi kesehatan ibu dan bayi di Indonesia masih rendah, hal ini terlihat dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu begitu memprihatinkan dimana sebelumnya pemerintahan telah bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Penurunan Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.

Akhir-akhir ini banyak diberitakan di sejumlah media mengenai polemik AKI. Diantaranya salah satu merupakan hasil SDKI terbaru (selanjutnya disebut SDKI-2012) menyebutkan, sepanjang periode 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam. Dibawah ini adalah Grafik tabel Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup).


(28)

Grafik 1.1 Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 1994-2015

Sumber data: SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu. Jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan di Provinsi Lampung sampai dengan bulan Desember tahun 2012 sebanyak 178 kasus (Dinkes Provinsi Lampung, 2012 diakses tanggal 18 November 2013 pukul 21.25 WIB).

Adapun jumlah kasus angka kematian ibu di Kota Bandar Lampung akan ditunjukkan oleh tabel berikut ini.

390

334

307

228 226

102

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450


(29)

Tabel 1.2 Kasus Angka Kematian Ibu Di Kota Bandar Lampung

No. Tahun Angka Kematian Ibu

1. 2005 16 Kasus

2. 2006 22 Kasus

3. 2007 2 Kasus

4. 2008 26 Kasus

5. 2009 14 Kasus

6. 2010 19 Kasus

7. 2011 9 Kasus

8. 2012 30 Kasus

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung 2012

Untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), diperlukan upaya terobosan. Salah satunya adalah dengan peningkatan KB pasca persalinan, yaitu penggunaan metode kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Melalui program ini juga dapat mencegah kehilangan kesempatan ber-KB (missed opportunity) yang artinya melalui para pemberi informasi KB ibu hamil akan diberi penjelasan tentang pentingnya berKB, mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi. (Sarwono : 2006).

Upaya peningkatan KB pasca persalinan diperlukan mengingat kembalinya kesuburan perempuan pada keadaan pasca persalinan tidak terduga dan kadang dapat terjadi sebelum datangnya menstruasi. Rata-rata pada ibu yang tidak menyusui, ovulasi terjadi pada 45 hari pasca persalinan atau lebih awal. Dua dari tiga ibu yang tidak menyusui akan mengalami ovulasi sebelum datangnya menstruasi. Sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pembagunan dengan mengurangi angka kematian ibu melalui program KB yang diserahkan sepenuhnya kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional untuk menjalankannya. Visi dari BKKBN yang akan dicapai kedepan


(30)

yang mengacu kepada fokus pembangunan pada rencana Pembangunan jangka Panjang nasional tahun 2005-2015 maka salah satu prioritas pembangunan nasional adalah “Penduduk tumbuh seimbang 2015” yaitu mewujudkan pertumbuhan pendudukan yang seimbang dan keluiarga berkualitas yang ditandai dengan menurunnya angka fertilitas (angka kelahiran) menjadi 2,1.

Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dalam program KB harus melalui jalan yang tepat guna. Upaya ini dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup yaitu dengan salah satu program pemerintah yang dijalankan adalah Program KB Pasca Persalinan. Pertambahan (pertumbuhan) jumlah penduduk merupakan fenomena alamiah yang tidak bisa dihindari. Konsekuensi dari pertambahan jumlah penduduk baik secara langsung ataupun tidak menimbulkan permasalahan baru yang harus dihadapi misalnya permasalahan lingkungan, keterbatasan sumber daya alam, kesehatan, ketenagakerjaan, akses pangan, ekonomi dan pendidikan. Pemerintah pun telah menggalakkan begitu banyak program untuk mengatasi masalah kependudukan, salah satunya adalah dengan program KB Pasca Persalinan meskipun demikian masalah kependudukan ini masih belum terwujud dengan baik sehingga peneliti tertarik ingin meneliti tentang masalah yang berbaur kependudukan yaitu dengan meneliti Program KB Pasca Persalinan.

Program KB Pasca persalinan ini dapat memberikan konstribusi yang baik untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, dan juga dapat meningkatkan kualitas penduduk sehingga tujuan pembangunan yang telah ditetapkan


(31)

pemerintah sebelumnya dapat dicapai. Program KB Pasca Persalinan ini memiliki tujuan khusus yakni Tujuan ini harus dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan juga keluarga sebagai titik sentral pembangunan. Program Keluarga Berencana secara mikro berdampak terhadap kualitas individu dan secara mikro berkaitan dengan tujuan pembangunan pada umumnya. Secara mikro, KB Pasca Persalinan berkaitan dengan kesehatan dan kualitas hidup ibu/perempuan, juga kualitas bayi dan anak. Secara makro, KB Pasca Persalinan dan kesehatan reproduksi berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meraih tujuan MDG’s tersebut.Penggunaan KB Pasca Persalinan berkaitan dengan rendahnya kematian ibu dan kematian anak dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Memiliki anak lebih sedikit dan lebih sehat dapat mengurangi beban ekonomi pada keluarga miskin, dan memungkinkan mereka menginvestasikan sumber dayanya dalam pengasuhan, perawatan, dan sekolah anak, sehingga nantinya diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan.

Permasalahan untuk meningkatkan kualitas penduduk dan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu maka peneliti akan mencoba menelaah bagaimana pengimplementasian program keluarga berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan sehingga mengangkat sebuah judul penelitian yaitu Implementasi Program Keluarga Berencana Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan Di Kota Bandar Lampung.


(32)

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, maka permasalahan yang hendak dikemukakan adalah :

1. Bagaimana implementasi kebijakan program keluarga berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan di kota Bandar Lampung untuk mengurangi angka kematian Ibu?

2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menjalankan program keluarga berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan di kota Bandar Lampung untuk mengurangi angka kematian ibu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi program keluarga berencana penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinan dikota Bandar Lampung serta untuk mengetahui apa saja yang faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melaksanakan program Keluarga Berencana Pasca Persalinan yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan.


(33)

D. Kegunaan Penelitian

Selain untuk mencapai tujuan, penelitian ini juga diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis yaitu dapat menambah wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan Administrasi Negara di Indonesia dan khususnya implementasi kebijakan.

2. Secara praktis yaitu penelitian ini dapat memberikan masukan bagi instansi pemerintah dan masyarakat luas sebagai bahan referensi dalam proses implementasi suatu program.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kebijakan Publik

Istilah kebijakan (policy term) mungkin sering dipakai untuk menunjuk sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya kebijakan pemerintah tentang debikrotisasi dan deregulasi. Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seseorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Harold Laswell dan Abraham Kaplan dalam Nugroho (2009:93) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected of goals, values, and practices).

Berbeda dengan pendapat Carl I. Friedrick yang mendefenisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi kebijakan publik lainnya adalah menurut Thomas R. Dye dalam Nugroho (2009 : 94). Ia mendefenisikannya sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what goverment do, why they do it, and what difference it makes).


(35)

Menurut Winarno (2012:21) Kebijakan merupakan suatu proses mencakup pula terhadap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Oleh karena itu, definisi mengenai kebijakan publik akan lebih tepat apabila kebijakan tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan. Menurut James Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi masalah atau suatu persoalan. Sedangkan Dunn (2000:132) mengemukakan bahwa, kebijakan publik (public polic) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan yang tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau aktor pemerintah.

Ditemukan lebih dari selusin defenisi kebijakan publik, dan tidak ada dari satu defenisi tersebut yang keliru, semuanya benar dan saling melengkapi. Untuk defenisi sederhananya, kebijakan publik terbentuk dari dua kata: kebijakan dan publik. Kebijakan (policy) adalah an authoritative decision yaitu keputusan yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Publik adalah sekelompok orang yang terikat dengan suatu isu tertentu. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari Negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan. (Nugroho 2009: 96).


(36)

Dengan demikian, kebijakan publik adalah sebuah fakta strategis daripada fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Dan menurut peneliti kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang diusulkan oleh sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu masalah publik, yang memiliki maksud/tujuan yang jelas, sehingga dapat berguna untuk mengatasi masalah tersebut dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Bentuk-Bentuk Kebijakan Publik

Bentuk pertama kebijakan publik yaitu peraturan perundangan yang terkodifikasi secara formal dan legal. Setiap peraturan dari tingkat pusat atau nasional hingga tingkat desa atau kelurahan adalah kebijakan publik karena mereka adalah aparat publik yang dibayar oleh uang publik melalui pajak dan penerimaan negara lainnya, karenanya secara hukum formal bertanggung jawab kepada publik. (Nugroho, 2009: 104).

Jadi, rentetan kebijakan publik sangat banyak, namun demikian secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yaitu Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, peraturan Presiden, dan Peraturan daerah.


(37)

2. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, dan Peraturan Walikota. Kebijakannya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, gubernur, dan bupati atau walikota.

3. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau implementasi kebijakan diatasnya. Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah menteri, gubernur, bupati, dan wali kota. (Nugroho, 2009: 104)

C.Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan 1. Implementasi Kebijakan

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan Eugene Bardach dalam Agustino (2012: 138), yaitu adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang


(38)

mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk yang mereka anggap klien.

Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy dalam Agustino (2006:139) mendefenisikan Implementasi Kebijakan sebagai: Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, kepeutusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2012:139), mendefenisikan implementasi kebijakan, sebagai: Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Dari tiga defenisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; (3) adanya hasil kegiatan. Secara umum, Winarno (2012:19) istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas


(39)

atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr. dalam Agustino (2000:104) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle 1980 dalam Agustino (2006:139) sebagai berikut: Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.

Menurut Grindle dalam Samodra (1994) menyatakan bahwa implementasi kebijakan pada dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakanmenunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan mempengaruhi prosese implementasi kebijakan, kontek kebijakan ini meliputi kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor-aktor yang telibat. Pencapaian keberhasilan suatu kebijakan sangat tergantung pada pelaku yang mempunyai peranan di luar kebijakan. Keberhasilan suatu program juga akan terjadi jika terdapat kesesuaian antara hasil program dengan kebutuhan sasaran, syarat tugas-tugas pekerjaan program dengan kemampuan organisasi pelaksana, serta proses pengambilan keputusan organisasi pelaksana dengan sarana pengungkapan kebutuhan sasaran. Untuk memahami kebijakan publik banyak sekali faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan. Pada hakekatnya kebijakan publik berada


(40)

dalam suatu sistem, dimana kebijakan dibuat mencakup hubungan timbal balik antara tiga elemen yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan.

2. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik

Beberapa model implementasi Agustino (2012:141) akan dipaparkan secara ringkas ide-ide dasar yang disampaikan oleh para ahlinya.

a. Model Van Meter dan Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van Metter dan Carl Van Horndalam Winarno (2012:40) disebut dengan A Model Of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2008:141) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan. Implementasi kebijakan menyangkut tiga hal yaitu: adanya tujuan dan sasaran, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan.


(41)

Model Implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2012: 141) mengandaikan implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Implementasi ini terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dan pelaksanaan, antara lain:

1) Standar dan tujuan kebijakan

Standar dan tujuan kebijakan merupakan apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau panjang. Selain itu, sebagai penentu arah pelaksanaan kegiatan atau sebagai batasan dan fokus agar tujuan dan sasaran dapat dicapai.

Standar dan tujuan suatu kebijakan program, kegiatan yang jelas maka akan lebih mudah untuk melaksanakannya. Tetapi akan sebaliknya, jika standar dan tujuan dari suatu kebijakan tidak jelas maka akan sulit untuk menentukan pencapainnya dan sering mengalami kegagalan dalam mencapai standar dan tujuan tersebut.

2) Sumberdaya

Sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Sumber daya manusia menuntut adanya kualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan disamping kuantitas yang memadai. Tapi jika kualitas dari sumber daya manusia tersebut rendah, maka keberhasilan implementasi kebijakan publik akan sulit untuk dicapai.


(42)

Komunikasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Dengan begitu sangat penting untuk member perhatian yang besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana, dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan-tujuan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan-tujuan tersebut dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga para pelaksana dapat mengetahui apa yang diharapkan dari ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan itu. Oleh karena itu, menurut Van Meter Van Horn, prospek-prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan tersebut. (Winarno, 2012: 162).

4) Karakteristik agen pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini menjadi penting karena kinerja implementasi kebijakan publik sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri agen pelaksananya. Oleh Van Meter Van Horn dikaitkan dengan struktur birokrasi yang diartikan sebagai karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan, baik potensial maupun nyata, dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Van Meter Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin


(43)

berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan: (1) kompetensi dan ukuran staf suatu badan, (2) tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana, (3) sumber-sumber politik suatu organisasi, (4) vitalitas suatu organisasi, (5) tingkat komunikasi-komunikasi terbuka, yang didefenisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu diluar organisasi, (6) kaitan formal dan informal suatu badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan. (Winarno, 2012: 166)

5) Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Kondisi ini mengacu pada, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah diterapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. (Agustino, 2008: 144).

6) Sikap /kecenderungan para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana banyak mempengaruhi keberhasilan kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena kebijakan yang dilaksanakan bukan hasil formulasi kebijakan warga setempat yang memahami permasalahan di area tersebut. Van Meter Van Horn memandang bahwa terdapat tiga macam elemen respons yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksankan suatu


(44)

kebijakan, yaitu: (1) pengetahuan (cognition), pendalaman dan pemahaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan. (2) Arah respon mereka, apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, or rejection). (3) Intensitas tanggapan terhadap kebijakan. Bila para pelaksana menolak untuk melaksankan suatu kebijakan, maka menurut Van Meter Van Horn ada beberapa alas an penyebabnya, yakni: tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya mungkin bertentangan dengan system nilai pribadi-pribadi para pelaksana, kesetiaan-kesetiaan ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri, atau karena hubungan-hubungan yang ada dan yang lebih disenangi (Winarno, 2012: 168).

Keunggulan model ini dapat menawarkan kerangka berpikir untuk menjelaskan dan menganalisa proses implementasi kebijakan, dan memberikan penjelasan-penjelasan bagi pencapaian-pencapaian dan kegagalan program. Model ini menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para pelaku di dalam implementasi kebijakan.

b. Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model implementasi yang ditawarkan mereka disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar yaiut:


(45)

1. Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap, meliputi: a. Kesukaran-kesukara Teknis

b. Keberagaman Perilaku yang Diatur

c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakupmdalam Kelompok Sasaran d. Tingkat dan runag lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

2. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat

Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:

a. Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai

b. Keterandalan teori kausaliats yang diperlukan c. Ketetapan alokasi sumberdana

d. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana

e. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana

f. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang

g. Akses formal pihak-pihak luar

3. Variabel-variabel diluar Undang-Undang yang Mempengaruhi Implementasi a. Kodisi sosial-ekonomi dan teknologi

b. Dukungan politik

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat d. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana


(46)

c. Model George C. Edward III

George C.Edwards III yang menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah Komunikasi, Sumber daya, Disposisi dan Struktur birokrasi Agustino (2006:149).

1. Komunikasi

Menurut George C. Edwards, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Komunikasi diperlukan agar pembuat keputusan di dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi Agustino (2006:150) yaitu :

a. Transmisi: penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.


(47)

b. Kejelasan: komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi: perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan dan dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber Daya

Ketersediaan dan kelayakan sumberdaya dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber yang dibutuhkan tidak cukup memadai. Indikator Sumber-sumber daya dalam mengimplementasikan kebijakan menurut George C. Edwards III adalah : (a) Staf, (b) Informasi, (c) Wewenang merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik, (d) Fasilitas (Agustino, 2006: 151).

3. Disposisi

Disposisi sebagaimana dijelaskan oleh Subarsono AG (2005:91) diartikan sebagai watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratik. Disposisi implementator ini mencakup tiga hal penting, yang meliputi :


(48)

a. Respons Implementator terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan

b. Kognisi yakni pemahaman para implementator terhadap kebijakan yang dilaksanakan

c. Intensitas Disposisi Implementator, yakni freferensi nilai yang dimiliki oleh implementator. (Subarsono 2005: 101)

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C. Edward III adalah:

1. Pengangkatan Birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan

2. Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. (Agustino, 2012: 152)

4. Struktur Organisasi

Dua karakteristik menurut Edward IIIyang dapat mendongkrak kinerja srtuktur birokrasi/organisasi kearah yang lebih baikadalah: melakukan Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan


(49)

rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

d. Model Merilee S. Grindle

Pendekatan model ini dikenal dengan Implementation as A Political and Administrative Process. Keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Keberhasilan implementasi kebijakan publik sangat dipengaruhi oleh implementability kebijakan itu sendiri, meliputi:

1. Content of policy meliputi: kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, sumber-sumberdaya yang digunakan,

2. Context of policy meliputi: kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor-aktor yang terlibat, karakteristik lembaga-lembaga dan rezim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

Paparan berbagai definisi model implementasi kebijakan di atas peneliti mengadopsi defenisi menurut Van Meter Van Horn sebagai acuan dalam melakukan penelitian ini. Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut yaitu: Ukuran dan Tujuan


(50)

kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Agen Pelaksana, Sikap/kecenderungan (Disposition) para Pelaksana, Komunikasi antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana dan Lingkungan Ekonomi, sosial, dan Politik.

Peneliti mengadopsi model tersebut dikarenakan model ini dapat menawarkan kerangka berpikir untuk menjelaskan dan menganalisa proses implementasi kebijakan, dan memberikan penjelasan-penjelasan bagi pencapaian-pencapaian dan kegagalan program. Model ini menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para pelaku di dalam implementasi kebijakan. Dibandingkan dengan model lain, model Van Meter Van Horn lebih menekankan pada pentingnya partisipasi implementor dalam penyusunan tujuan kebijakan dan juga model ini lebih tepat digunakan pada kebijakan yang bersifat Top-down dan salah satunya adalah program KB. Implementasi Program Keluarga dalam Penggunaan Berencana Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan, yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah memberikan landasan yang kuat dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Kemudian ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. 150/HK-010/2001 menurut peneliti model Van Meter Van Horn lebih tepat digunakan. Dimana hal ini mempunyai tugas untuk melaksanakan perumusan dan kebijakan program upaya peningkatan kelangsungan hidup ibu.

3. Tinjauan Tentang Program

Menurut Darwanto dalam Rinzani (2009: 29) program adalah suatu tampilan yang dibuat dalam suatu acara agar acara tersebut dapat menarik para pendengar.


(51)

Sedangkan menurut Sumar dalam Rinzani juga mengatakan bahwa program dibedakan sebagai usaha-usaha jangka panjang yang mempunyai tujuan pada meningkatnya pembangunanpada suatu sektor tertentu untuk mencapai beberapa proyek. Program juga dapat dipahami sebagai kegiatan sosial yang teratur mempunyai tujuan yang jelas dan khusus serta dibatasi atas proyek-proyek pembangunan. Konsep program menurut World Bank dalam Badaruddin (2012: 31) adalah usaha-usaha jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan pada sektor tertentu mencapai beberapa proyek. Program juga dapat dipahami sebagai, kegiatan sosial yang teratur, mempunyai tujuan yang jelas dan khusus serta dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu. Program pembangunan dibagi atas proyek-proyek pembangunan.

Program adalah rencana yang telah diolah dengan memperhatikan faktor-faktor kemampuan ruang waktu dan urutan penyelenggaraan secara tegas dan teratur sehingga menjawab pertanyaan tentang siapa, dimana, sejauhmana, dan bagaimana. Program juga merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian menurut Sidu dalam Badaruddin (2012: 32) adalah kegiatan pokok yang akan dilaksanakan organisasi untuk melaksanakan strategi yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Undang-Undang No 25 Tahun 2004 adalah kumpulan instrumen pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.


(52)

Berdasarkan berbagai defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu sajian atau tampilan mengenai kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh organisasi secara teratur dan mempunyai tujuan yang jelas dan khusus dalam rangka meningkatkan pembangunan dalam sektor pembangunan tertentu yang memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

4.Tinjauan Tentang Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan

1. Tinjauan Tentang Keluarga Berencana

Pengertian sederhana dari Keluarga Berencana memiliki arti pencegahan kehamilan. Namun, arti yang lebih luas Widiyanti (2000:157) keluarga berencana ialah merencanakan keluarga atau perencanaan keluarga, sehingga persoalannya bukannya sekedar mengatur besarnya atau jumlah anak atau menjarangkan anak, akan tetapi lebih luas dari itu semua, yaitu merencanakan dan mengatur segala aspek kehidupan keluarga supaya tercapai suatu keluarga yang bahagia.

Keluarga berencana merupakan salah satu usaha kearah pembentukan keluarga bahagia, yaitu denagn jalan membangkitkan rasa tanggung jawab kepada orang tua sesuai dengan konsep Keluarga Berencana bahwa setiap anak yang dilahirkan benar-benar merupakan anak yang dikehendaki. Keluarga Berencana berarti merencanakan jarak waktu antara kehamilan menurut kehendak suamu-isteri dan mengatur jumlah anak yang dicita-citakan, sehingga akan tersedia lebih banyak waktu untuk memelihara kesehatan ibu dan anak. (Widiyanti 2000:157).


(53)

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama, menjarangkan anak atau membatasi jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan. Kebijakan program Keluarga Berencana (KB) tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Berikut ini adalah beberapa istilah yang digunakan dalam analisa keluarga berencana (KB) beserta definisinya :

1. Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami isteri yang isterinya berusia 15-49 tahun. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai.

2. Pemakai alat/cara KB adalah seseorang yang sedang atau pernah memakai alat/cara KB.


(54)

3. Pernah pemakai alat/cara KB (ever user) adalah seseorang yang pernah memakai alat/cara KB.

4. Pemakai alat/cara KB aktif (current user) adalah seseorang yang sedang memakai alat/cara KB.

5. Alat/cara KB adalah alat/cara yang digunakan untuk mengatur kelahiran. 6. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) adalah persentase

perempuan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, atau ingin menunda kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara KB. (www.datastatistik-indonesia.com)

2. Tinjauan Tentang Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan

Kontrasepsi merupakan salah satu cara untuk mengatasi atau menyelesaikan salah satu persoalan keluarga untuk mencapai keluarga bahagia. Program KB Pasca Persalinan menyatu dengan program Jaminan Persalinan sehingga setiap ibu yang bersalin yang ikut program ini dapat segera ber-KB. KB Pascapersalinan yaitu pemanfaatan/ penggunaan metode kontrasepsi sesudah bersalin. Ada dua jenis pelayanan KB pasca salin yaitu: Immediate postpartum sesudah melahirkan sampai 48 jam serta Early Postpartum sesudah 48 jam sampal minggu ke 6 sesudah melahirkan.

Adapun Tujuan KB Pasca Persalinan adalah:

a. Menurunkan salah satu komponen Empat Terlalu (terlalu dekat) → menjaga jarak kehamilan sehingga berkontribusi terhadap penurunan Angka kematian ibu maupun bayi


(55)

b. Berkontribusi secara tidak langsung terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk beserta dampaknya

Upaya peningkatan KB pasca persalinan diperlukan mengingat kembalinya kesuburan perempuan pada keadaan pasca persalinan tidak terduga dan kadang dapat terjadi sebelum datangnya menstruasi. Rata-rata pada ibu yang tidakmenyusui, ovulasi terjadi pada 45 hari pasca persalinan atau lebih awal. Dua dari tiga ibu yang tida kmenyusui akan mengalami ovulasi sebelum datangnya menstruasi. (Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia).

Metode KB pasca persalinan terbagi atas 2 jenis, yaitu: 1. Non Hormonal yang terdiri atas:

a. Metode Amenore Laktasi (MAL) b. Kondom

c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) d. Abstinensia (Kalender)

e. KontrasepsiMantap (Tubektomi dan Vasektomi)

2. Hormonal terdiri atas:

a. Progestin: pil, injeksi ,dan implan b. Kombinasi: pil dan injeksi

5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Penurunan Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium tujuan ke 5


(56)

yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Pada target ini diharapkan angka kematian ibu dapat menurun dari tahun ke tahun.

Beberapa program memang sudah diupayakan seperti program yang memprioritaskan penanganan dan pemberian fasilitas layanan kesehatan prima pada ibu dan anak, namun masalah kesehatan yang kompleks ini masih butuh banyak perhatian.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah memberikan landasan yang kuat dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Salah satu tujuan Program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang tersebut adalah menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.Tujuan program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang sebagaimana yang telah tercantum diatas adalah melalui program KB Pascapersalinan.

Penurunan angka kematian ibu ini akan dianalisis melalui variabel implementasi Program Keluarga Berencana dalam penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan di Kota Bandar Lampung adalah model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn, meliputi: (1) Standar dan tujuan kebijakan; (2) Sumber daya; (3) Komunikasi; (4) Karakter pelaksana; dan (5) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Variabel ini merupakan alat analisis yang peneliti gunakan dalam implementasi program Keluarga Berencana dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Pasca Persalinan di Kota Bandar Lampung.


(57)

Selain ini, peneliti juga akan melihat faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan program keluarga berencana penggunaan alat kontrasepsi pasca persalinan di kota Bandar Lampung dalam mengurangi angka kematian ibu. Alur kerangka pikir dalam tulisan ini akan peneliti gambarkan dalam bagan berikut:

Bagan 1. Kerangka Pikir

NON HORMON

Sumber: Diolah Peneliti, 2013

Target Pencapaian MDGs untukmenurunkan Angka Kematian Ibu sampai tahun 2015

Faktor pendukung dan penghambat dalam program KB penggunaan alat Kontrasepsi Pasca Persalinan di Kota Bandar Lampung.

Program KB dalam Penggunaan alat Kontrasepsi Pasca Persalinan

Implementasi Program KB Pasca Persalinan dapat dianalisis melalui model Kebijakan Oleh Van Meter Van Horn yaitu:

(1) Standar dan tujuan kebijakan serta dukungan politik, (2) sumber-sumber kebijakan (3) komunikasi antara organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana (4) sifat badan/instansi pelaksana, (5) disposisi (6) Pengaruh kondisi ekonomi, sosial, dan politik


(58)

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian menurut Nazir (2005:5), merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu. Tipe penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan), yakni jenis penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, hal tersebut didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata menurut responden, apa adanya sesuai dengan petanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata yang melatar belakangi responden berprilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak), direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi, adapun tujuannya adalah untuk menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau gejala yang terjadi terhadap kelompok tertentu. Oleh karena itu penelitian ini akan menitik beratkan pada upaya untuk memberikan gambaran umum secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat fenomena yang diselidiki dari suatu objek penelitian serta dipaparkan dengan apa adanya.

Menurut Parlan dalam Patilima (2005:3) pendekatan kualitatif seringkali dinamakan sebagai pendekatan yang humanistik, karena di dalam pendekatan ini cara pandang, cara hidup, selera, ataupun ungkapan emosi dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti sesuai, juga termasuk data yang harus dikumpulkan. Sedangkan Creswell mendefenisikan pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah


(59)

manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.

Moleong (2005:4), penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data yang dikumpulkan di lapangan adalah data-data yang berbentuk kata atau prilaku, kalimat dan gambar alamiah, manusia sebagai instrumen. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti.

Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan proses penelitian dari pada hasil penelitian sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tetapi pemahaman yang mendalam tentang sesuatu. Penelitian ini memberikan pemahaman menyeluruh dan mendalam mengenai implementasi program Keluarga Berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinandi kota Bandar Lampung. Melalui proses wawancara kepada aktor-aktor yang terkait serta data-data yang diperoleh.

B. Fokus Penelitian

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu fokus. Pada dasarnya penentuan masalah menurut Lincolin dan Guba (Moleong, 2005:92), bergantung pada paradigma apakah yang dianut oleh seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai peneliti, evaluator, atau sebagai peneliti kebijakan. Penelitian kualitatif


(60)

menghendaki adanya batasan yang ditimbulkan oleh fokus yang didasarkan atas masalah penelitian. Fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah maupun kepustakaan lainnya. Melihat betapa pentingnya merumuskan fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menurut Van Meter Van Horn dimana keberhasilan Implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah serta swasta yang diarahkan agar tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan.

Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Implementasi program program Keluarga Berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinan di kota Bandar Lampung yang meliputi:

a) Standar dan tujuan Program.

Standar dan tujuan ini merupakan ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan langkah pertama dalam membuat perencanaan sehingga dalam pelaksanaannya nanti terarah sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin dicapai. Standar dan tujuan ini mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang telah memberikan landasan yang kuat untuk pelaksanaan program Keluarga Berencana. Dimana salah satu tujuan Program Keluarga Berencana yang tercantum dalam undang-undang tersebut adalah menjaga kesehatan dan menurunkan


(61)

angka kematian ibu, bayi dan anak. Serta berkontribusi secara tidak langsung terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk.

b) Sumber daya

1) Sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

2) Dana

3) Fasilitas yang tersedia di Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

c) Komunikasi yang tepat antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan terdiri dari:

1) Tingkat kejelasan cara penyampaian informasi dalam menetapkan keputusan-keputusan, peraturan, instruksi dan arahan dari sumber pembuat kebijaksanaan kepada para pelaksanan untuk melaksanakan bidang tugas masing-masing serta Bentuk komunikasi

2) dari petugas kepada klien atau kelompok sasaran, tanggapan kelompok sasaran serta penggunaan media komunikasi

3) Koordinasi antara Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional serta stakeholders yang terkait.

d) Karakteristik agen pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini menjadi penting karena kinerja implementasi kebijakan publik sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri agen pelaksananya.


(62)

e) Sikap pelaksana dari kebijakan tersebut (Disposisi)

1) Tingkat penerimaan atau penolakan para pelaksana untuk menaati, menerapakn peraturan, dan instruksi yang ditetapkan dalam program Keluarga berencana pasca persalinan

2) Tingkat penerimaan atau penolakan pelaksanaan sanksi-sanksi yang dilaksanakan para pelaksanan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

3) Tingkat kesadaran para pelaksana untuk menerima tugas dan kewajiban sesuai dengan wewenang dan tanggung-jawabnya masing-masing. f) Pengaruh kondisi ekonomi, sosial, dan politik.

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Kondisi ekonomi masyarakat yang masih dalam ekonomi rendah akan mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk menggunakan KB pasca persalinan. Kondisi sosial dengan taraf pendidikan masyarakat yang masih rendah sehingga kurang memahami KB Pasca persalinan. Kondisi politik mengacu pada pengaruh pembuat keputusan Program KB Pasca persalinan terhadap implementasi program KB Pasca persalinan di Bandar Lampung.

2. Faktor Pendukung serta kendala dalam implementasi program Keluarga Berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinan di kota Bandar Lampung


(63)

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data yang akurat. Mempertimbangkan hal diatas dan membatasi penelitian maka penelitian ini dilakukan di Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Bandar Lampung.

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive)

yaitu di Kota Bandar Lampung dan untuk mengetahui keadaaan ini maka peneliti melakukan survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan di Bandar Lampung. Pemilihan ini didasarkan dengan alasan bahwa, Badan ini merupakan instansi pemerintahan untuk mengimplementasikan program Keluarga Berencana dalam penggunaan alat kontrasepsi Pasca Persalinan di kota Bandar Lampung. Selain itu, alasan geografis dan praktis, letak lokasi yang tidak terlalu jauh sehingga dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga.

Letaknya yang berada di pusat kota memungkinkan masyarakatnya sudah tergolong memiliki pemikiran yang maju sehingga lebih mengerti tentang keselamatan dan kesehatan saat melahirkan. Kota Bandar Lampung sudah dapat dikatakan memiliki fasilitas kesehatan yang memadai dengan tersedianya beberapa Rumah sakit besar yang menyediakan berbagai pelayanan kesehatan yang bisa digunakan masyarakat. Meskipun demikian, masih banyak terdapat angka kematian ibu di Bandar Lampung sehingga peneliti tertarik untuk meneliti keefektifan implementasi program KB Pasca Persalinan di Bandar Lampung.


(1)

Persalinan dari APBD dan APBN Provinsi ada setiap tahun anggaran, sehingga program ini dapat dilaksanakan.

c) Keberhasilan yang dicapai pada implementasi program KB Pasca Persalinan tidak terlepas dari komunikasi yang tepat antar organisasi dan juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pelaksana. Dimana telah dilakukan dengan metode konseling yaitu petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis alat kontrasep siapa yang akan dipakai yang sesuai dengan pilihannya. Konseling ini telah berjalan, namun dalam pelaksanaannya masih belum memadai. Demikian juga dengan koordinasi yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dengan stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat) yang terkait telah cukup terlaksana dengan baik.

d) Menyangkut karakteristik badan pelaksana, akan dilihat dari kompetensi dan ukuran staf suatu badan pelaksana. Untuk melaksanakan program KB Pasca Persalinan telah dibentuk tim yang bertanggungjawab atas terlaksananya program ini.

e) Kondisi ekonomi masyarakat kota Bandar Lampung masih banyak yang belum bisa mengetahuidanmendapatkan KB PascaPersalinan. Kondisi sosial masyarakat kota Bandar Lampung yang beragam agama dan budaya yang telah melekat bagi masyarakat kota Bandar Lampung sejak zaman dahulu, sehingga masih sulit untuk ditinggalkan apalagi bagi mereka yang kurang pendidikan. Kondisi politik masyarakat kota Bandar Lampung termasuk


(2)

102

kondusif, karena telah banyak mengeluarkan peraturan terkait dengan Program Keluarga Berencana.

f) Kecenderungan pelaksana memegang peran cukup besar dalam implementasi kebijakan. Dari hasil pengamatan peneliti program ini telah dipahami oleh pengelola sebagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan tujuan jangka panjang dapat menanggulangi pertumbuhan penduduk di Indonesia. Program ini menurut para pelaksana merupakan program yang sangat bagus untuk dilaksankan karena program ini bisa berkontribusi secara tidak langsung terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk beserta dampaknya.

2. Faktor pendukung dan faktor kendala-kendala dalam implementasi program keluarga berencana Pasca Persalinan di kota Bandar Lampung

a) Faktor pendukung implementasi program Keluarga Berencana Pasca Persalinan diantaranya:

(a) Tersedianya sumber daya program, berupa sumber daya manusia (SDM) serta sumber daya fasilitas seperti aset-aset organisasi yang menunjang kelancaran program.

(b) Adanya dukungan dari pemerintah dan mulai adanya respon positif dari masyarakat.


(3)

b) Kendala internal dan kendala eksternal.

(a) Kendala internal dalam implementasi program keluarga berencana Pasca Persalinan adalah (1) terkait dengan sumber daya manusia yaitu masih banyak para pengelola, dan pelaksana Program keluarga berencana Pasca Persalinan yang belum memahami konsep keluarga berencana Pasca Persalinan. (2) kurangnya pemahaman para pemasang alat KB Pasca Persalinan sehingga membuat kurangnya kepercayaan diri dalam memberikan pelayanan KB Pasca Persalinan. Untuk itu Pegawai harus diberikan pemahaman dan pelatihan agar dapat memahami dengan jelas konsep pemasangan dan juga memberikan pelayanan KB Pasca Persalinan. (b) Kendala eksternal dalam proses implementasi program keluarga berencana

Pasca Persalinan adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mewujudkan keluarga sejahtera dikota Bandar Lampung. Kendala lain yang menjadi pendorong minimnya partisipasi masyarakat adalah Kondisi masyarakat yang sulit menerima bahkan memahami arti penting kesehatan reproduksi dan kesejahteraan keluarga.

B. Saran

Adapun rekomendasi saran untuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan khususnya dalam implementasi program keluarga berencana Pasca Persalinan, antara lain:

1. Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan perlu memberikan pelatihan kepada SDM yang terkait dengan program keluarga


(4)

104

berencana pasca persalinan misalnya para PLKB agar dapat memahami konsep keluarga berencana pasca persalinan Kota Bandar Lampung, sehingga tercipta SDM yang berkualitas.

2. Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan perlu melakukan sosialisasi dalam skala besar kepada masyarakat, agar masyarakat dapat memahami dan mengetahui program keluarga berencana.

3. Perlunya penambahan jumlah PLKB agar pelayanan KB Pasca Persalinan dapat berjalan lebih maksimal dan program tidak terhambat oleh kurangnya Sumber Daya Manusia.

4. Perlunya adanya peningkatan anggaran program KB melalui APBD dan penyediaan sarana yang memadai agar dapat melakukan kegiatan berbasis Program KB, sehingga tidak hanya beberapa orang yang dapat menikmati pelayanan keluarga berencana, tetapi dari semua lapisan masyarakat.

5. Perlu peningkatan pengadaan kegiatan pelayanan pemasangan alat KB Pasca Persalinan gratis secara rutin agar masyarakat yang tergolong keluarga prasejahtera atau keluarga kalangan menengah kebawah dapat mendapatkan kemudahan dalam pelayanan KB.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Bugin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmusosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Group.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media Malang: Rineka Cipta

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rodakarya.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: PT. Gramedia.

Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Prawirohardjo, Sarwono, 2006, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP – SP.

Sedarmayamti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: Refika Aditama

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijakasanaan Negara. Widiyanti, ninik. 2000. Ledakan Penduduk menjelang tahun 2000. Jakarta: Bina

Aksara

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: C A P S.

Dokumen

SDKI, 1994, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bappenas

Undang-Undang no 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


(6)

Undang-undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Skripsi

Badaruddin, Syamsi Mayrie. 2012. Efektivitas Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (Larasati) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Rinzani, Angga. 2009. Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Internet

http://www.djpk.kemenkeu.go.id

http://indonesiadata.co.id/main/index.php/jumlah-penduduk diakses tanggal 12 November 2013-12-08

http://kamuskesehatan.com diakses tanggal 16 Januari 2014 pukul 15.45 WIB http://regional.kompasiana.com diakses tanggal 20 desember 2013 pukul 20.16

WIB

http://www.metrotvnews.com diakses tanggal 20 Desember pukul 20.30 WIB Suparto, H. Sumbangsih Program KB Terhadap Pendidikan, Arsip online diakses

tanggal 21 Desember 2013 pukul 22.00 WIB)

www. Depkes RI.go.id 2009 diakses tanggal 19 Desember 2013 pukul 19.30 WIB www. Dinkes Provinsi Lampung.go.id diakses tanggal diakses tanggal 18