Kajian Perubahan Fisik Rumah Tinggal Pada Permukiman Perumnas Martubung Medan

(1)

T E S I S

Oleh

ELLYTA SJAIFOEL

067020005/AR

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8

Ellyta Sjaifoel : Kajian Perubahan Fisik Rumah Tinggal Pada Permukiman Perumnas Martubung Medan, 2008 USU Repository © 2008


(2)

KAJIAN PERUBAHAN FISIK RUMAH TINGGAL PADA

PERMUKIMAN PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELLYTA SJAIFOEL

067020005/AR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(3)

Judul Tesis : KAJIAN PERUBAHAN FISIK RUMAH TINGGAL PADA PERMUKIMAN PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

Nama Mahasiswa : Ellyta Sjaifoel Nomor Pokok : 067020005

Program Studi : Teknik Arsitektur

Menyetujui Komisi Pembimbing

(A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, PhD) Ketua

(Ir. Samsul Bahri, MT) Anggota

Ketua Program Studi,

(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 4 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : A/Prof.Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M.Arch, PhD Anggota : 1. Ir. Samsul Bahri, MT

2. Imam Faisal Pane, ST, MT 3. Ir. Sri Gunana, MT


(5)

ABSTRAK

Peran rumah bagi kehidupan yang dinamis sangat mutlak, karena rumah bukan hanya sekedar tempat bernaung dari kondisi alam yang tidak selamanya menguntungkan, melainkan rumah sebagai tempat tinggal harus memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Perum Perumnas yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat dalam pengadaan perumahan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, membuat suatu rancangan dengan standar minimal yang diseragamkan, yang pada akhirnya rumah tersebut dalam jangka waktu tertentu akan mengalami perubahan yang dilakukan oleh penghuninya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perubahan apa saja yang dilakukan oleh penghuni rumah ditinjau dari segi ruang, fungsi ruang, dan elemen rumah, serta mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Untuk mengetahui perubahan apa saja yang terjadi, pengolahan dan analisa data dilakukan secara deskriptif. Sedangkan untuk mengukur hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan tabulasi silang (crosstab) dan chi

square. Hasil dari pengolahan data dan analisa didapat bahwa dapur adalah ruang

yang paling banyak ditambahkan oleh penghuni rumah. Dapur ini biasanya menyatu atau berdekatan dengan ruang makan. Untuk fungsi ruang tidak ada perubahan, namun sering terjadi multi fungsi pada suatu ruang tertentu. Sedangkan elemen rumah yang paling banyak mengalami perubahan adalah lantai. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut di atas adalah faktor ekonomi dan jumlah anggota keluarga.


(6)

ABSTRACT

The function of a house for dynamic is absolute term, because a house is not a place for hinder from the nature condition which not always advantageous, in addition a house is a place for stay with certain appropriate requirements, view form any side of life. National settlements which established by central government in preparing house for low income people, make a design with equivalent minimum standart, which at last in certain time the house would changed by its settlers.

The purpose of this research is to analyze various kinds perform by settler based on space aspect, space function, and house elements, also analyze factors which influenced the changing.

In order to find out various transformation, processing, and data analysis performed descriptively. Meanwhile to measure the correlation of independent correlation with dependent correlation use cross tabulation and chi-square. Result dorm data processing and analysis show that kitchen is the most additional space by the dweller. This kitchen normally united with dining room. Whereas space function there is no transformation, but there are multifunction in certain spaces. In addition element of the house, which always transformed is floor. The factors that influenced the transformation are economic factor and the amount of family member.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kajian Perubahan Fisik Rumah Tinggal pada Permukiman Perumnas Martubung Medan” dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Bapak A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch., B.Arch., M.Arch., Ph.D sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Samsul Bahri, MT sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan demi terselesaikannya tesis ini. Selain itu penulis juga menghaturkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam hal ini:

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H. Sp.A(K), sebagai rektor Universitas

Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana

USU Medan yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan, Program Studi Manajemen Pembangunan Kota Magister Teknik Arsitektur.

3. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, sebagai Ketua Program Studi Manajemen

Pembangunan Kota yang telah menyetujui judul dan membimbing selama mengikuti pendidikan.


(8)

4. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, sebagai Sekretaris Program Studi Manajemen Pembangunan Kota yang telah membimbing dan membagi ilmunya untuk tesis ini.

5. Pihak Perum Perumnas Regional 1, khususnya Perumnas Martubung yang

telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di daerah tersebut.

6. Rekan-rekan angkatan 2006 dan kakak-kakak kelas yang telah mensupport

penulis.

7. Terima kasih yang tulus dan tak terhingga untuk suamiku Bambang Dwi

Herlambang, ST, kedua anakku Syauqi Aqil Mukaarim dan Faiz Zakwan Aswangga, atas pengertiannya selama ini.

8. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah

banyak memberi bantuan kepada penulis.

Medan, Desember 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ellyta Sjaifoel

Tempat/tanggal lahir : Pangkalan Berandan/7 Juni 1974

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Budi Utomo No. 96 Medan

Status : Menikah

Riwayat Pendidikan :

• Tamat SD YPDP Pertamina tahun 1987.

• Tamat SMP Negeri 1 Pangkalan Berandan tahun 1990.

• Tamat SMA Negeri 46 Jakarta Selatan tahun 1993.

• Tamat Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro tahun

1998.

• Tamat Program Studi Teknik Arsitektur Jurusan Manajemen Pembangunan

Kota Universitas Sumatera Utara tahun 2008.

Riwayat Pekerjaan :

• Januari 2000 – Mei 2008 bekerja sebagai Arsitek Senior di PT. Dharma Putra

Sejahtera – Medan.

• Mei 2008 – sekarang bekerja sebagai Arsitek Senior di PT. Dharma Agung


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... . ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang………. 1.2 Perumusan Masalah………. 1.3 Tujuan Penelitian………. 1.4 Manfaat Penelitian……… 1.5 Kerangka Penelitian………. 1 3 3 3 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Ruang dan Perilaku Arsitektural... 2.1.1 Teritorialitas (Territoriality)... 2.1.2 Privasi (Privacy)... 2.1.3 Fungsi Ruang... 2.1.4 Aktivitas... 2.1.5 Hirarki Ruang... 2.1.6 Organisasi Ruang... 2.2 Rumah... 2.3 Perubahan Rumah... 2.4 Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu... 6 6 7 8 9 10 12 15 18 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 28

3.1 Jenis Penelitian………

3.2 Variabel Penelitian………

3.3 Populasi Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel……

3.3.1 Populasi………

3.3.2 Sampel………

3.4 Metode Pengumpulan Data………

3.5 Lokasi Penelitian………

3.6 Metode Analisa Data………

28 29 29 29 29 31 31 32


(11)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…………. 33

4.1 Perum Perumnas………

4.2 Perum Perumnas Regional 1………

4.3 Perumnas Martubung Medan...

33 34 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 56 5.1 Karakteristik Responden...

5.1.1 Pekerjaan... 5.1.2 Penghasilan...

5.1.3 Lama Menghuni Rumah...

5.1.4 Jumlah Anggota Keluarga...

5.1.5 Kelompok Usia Anak... 5.1.6 Pendidikan... 5.2 Analisis Perubahan... 5.2.1 Perubahan Ruang...

5.2.2 Perubahan Fungsi Ruang...

5.2.3 Perubahan Elemen Rumah...

5.3 Analisis Crosstab dan Chi-Square...

5.3.1 Perubahan Ruang...

5.3.2 Perubahan Fungsi Ruang...

5.3.3 Perubahan Elemen Rumah...

5.4 Diskusi... 56 56 57 58 59 61 62 63 63 64 65 67 67 72 76 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 82 6.1 Kesimpulan...

6.2 Saran...

82 83

DAFTAR PUSTAKA... 84


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Lokasi Sampel T29 Terpilih……… 50

4.2 Lokasi Sampel T36 Terpilih……… 52

4.3 Lokasi Sampel T54 Terpilih……….. 54

5.1 Perubahan Ruang, Perubahan Fungsi Ruang, dan Perubahan

Elemen Rumah……… 66

5.2 Crosstab Perubahan Ruang terhadap Ekonomi Penghuni……….. 68

5.3 Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Tingkat Ekonomi… 69

5.4 Crosstab Perubahan Ruang terhadap Jumlah Awal Penghuni

Rumah……… 70

5.5 Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Jumlah Anggota

Awal Menghuni Rumah………. 70

5.6 Crosstab Perubahan Ruang terhadap Jumlah Anggota Keluarga

Sekarang………. 71

5.7 Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Jumlah Anggota

Sekarang……….……….... 72

5.8 Crosstab Perubahan Fungsi Ruang terhadap Tingkat Ekonomi… 72

5.9 Chi Square Test Perubahan Fungsi Ruang terhadap Tingkat

Ekonomi ……… 73

5.10 Crosstab Perubahan Fungsi Ruang terhadap Jumlah Anggota

Awal Menghuni Rumah…….……… 74

5.11 Chi Square Test Perubahan Fungsi Ruang terhadap Jumlah


(13)

5.12 Crosstab Perubahan Fungsi Ruang terhadap Jumlah Anggota

Keluarga Sekarang………. 76

5.13 Chi Square Test Perubahan Fungsi Ruang terhadap Jumlah

Anggota Keluarga Sekarang……… 76

5.14 Crosstab Perubahan Elemen Rumah terhadap Tingkat Ekonomi 77

5.15 Chi Square Test Perubahan Elemen Rumah terhadap Tingkat

Ekonomi ... 78

5.16 Crosstab Perubahan Elemen Rumah terhadap Jumlah Anggota

Awal Menghuni Rumah………. 78

5.17 Chi Square Test Perubahan Elemen Rumah terhadap Jumlah

Anggota Awal Menghuni Rumah……… 79

5.18 Crosstab Perubahan Elemen Rumah terhadap Jumlah Anggota

Keluarga Sekarang………. 79

5.19 Chi-Square Test Perubahan Elemen Rumah terhadap Jumlah

Anggota Keluarga Sekarang……….. 80


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Penelitian ……… 5

2.1 Hirarki Menurut Ukuran... 11

2.2 Hirarki Menurut Wujud... 11

2.3 Hirarki Menurut Penempatan... 12

2.4 Organisasi Terpusat... 13

2.5 Organisasi Linier... 13

2.6 Organisasi Radial... 14

2.7 Organisasi Cluster... 14

2.8 Organisasi Grid... 15

4.1 Wilayah Kerja Perum Perumnas Regional 1... 36

4.2 Lokasi Perumnas di Kota Medan... 37

4.3 Peta Kota Medan... 43

4.4 Peta Orientasi Kota Mandiri Pesona Laguna... 44

4.5 Master Plan Kota Mandiri Pesona Laguna... 45

4.6 Site Plan Perumnas Martubung 1... 46

4.7 Entrance Perumnas Martubung 1... 47

4.8 Danau (Laguna)... 47


(15)

4.10 Lokasi Masing-masing Tipe... 48

4.11 Jenis Lokasi Sampel... 49

4.12 Lokasi Sampel T29... 51

4.13 Lokasi Sampel T36... 53

4.14 Lokasi Sampel T54... 55

5.1 Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan... 57

5.2 Karakteristik Responden Menurut Penghasilan... 58

5.3 Karakteristik Responden Menurut Lama Menghuni Rumah... 59

5.4 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Awal Anggota Keluarga... 60

5.5 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Sekarang Anggota Keluarga... 61

5.6 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Usia Anak... 62

5.7 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan... 63

5.8 Karakteristik Perubahan Ruang... 64


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah pada hakekatnya merupakan kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Mengutip pernyataan Maslow (1970) bahwa kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk pengembangan kehidupan yang lebih tinggi lagi, maka dengan kata lain bahwa tempat tinggal pada dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya. Peran tempat tinggal bagi kelangsungan kehidupan yang dinamis sangat mutlak karena tempat tinggal bukan sekedar tempat bernaung, namun merupakan tempat untuk melindungi diri dari kondisi alam yang tidak selamanya menguntungkan.

Dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia dalam pemenuhan perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, maka Pemerintah Pusat membentuk Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perum Perumnas) serta menetapkan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai lembaga penyalur Kredit Pemilikan Rumah.

Dalam pelaksanaan penyediaan perumahan ini, pemerintah membuat suatu rancangan yang memenuhi standar minimal dan diseragamkan, sehingga terdapat


(17)

beberapa kendala di lapangan. Pada kenyataannya, Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana yang telah dibangun oleh pemerintah (dalam hal ini Perum Perumnas), setelah 2-3 tahun pasca huni mengalami perubahan yang dilakukan oleh pemiliknya.

Fungsi rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia merupakan faktor penting dalam peningkatan taraf hidup dan martabat manusia. Untuk mewujudkan aktualisasi diri tersebut pada akhirnya banyak yang diwujudkan pada rumah. Hal ini berlaku juga dalam lingkungan Rumah Sehat maupun Rumah Sederhana Sehat yang dibangun oleh Perumnas. Setelah memiliki rumah, tumbuh dorongan untuk mewujudkan rumahnya sebagai cerminan jati diri, yang ditandai dengan adanya keinginan rumahnya berbeda dengan rumah di sekitarnya, serta kemungkinan alasan lain seperti adanya pertumbuhan kebutuhan yang disebabkan oleh pertumbuhan keluarga, baik dari segi jumlah maupun pertumbuhan fisik dari seorang anak yang beranjak dewasa.

Perubahan fisik rumah juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lain, seperti budaya dan lingkungan di mana manusia itu tinggal (Sastra dan Marlina, 2006), bahwa masyarakat yang hidup di wilayah perkotaan mempunyai karakter spesifik yang berbeda dengan karakter masyarakat yang hidup di wilayah pedesaan. Pada umumnya masyarakat kota memiliki tuntutan yang lebih tinggi sehubungan dengan rumah sebagai hunian.

Lokasi terpilih yang akan digunakan untuk mengkaji perubahan fisik rumah tinggal adalah Perumnas Martubung yang berlokasi di Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Perumnas Martubung merupakan salah satu lokasi perumnas


(18)

di Kota Medan yang memiliki lahan terbesar dan sampai saat ini pembangunan masih terus berlanjut dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah utama yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Perubahan apa saja yang dilakukan oleh penghuni rumah, yang ditinjau dari

aspek ruang, fungsi ruang, dan elemen-elemen rumah.

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan ruang, fungsi ruang, dan

elemen-elemen rumah tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengkaji perubahan ruang, fungsi ruang, dan elemen-elemen yang dilakukan

oleh penghuni rumah.

2. Mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan ruang, fungsi

ruang, dan elemen-elemen rumah tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat di bidang akademis sebagai bahan bacaan dan acuan, maupun pemerintah dalam pengadaan perumahan bagi golongan masyarakat menengah ke bawah di perkotaan. Di samping itu penelitian ini


(19)

bermanfaat sebagai masukan bagi perencana untuk lebih menyempurnakan program sejenis di masa-masa mendatang sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terutama penghuni rumah lebih meningkat lagi.

1.5. Kerangka Penelitian

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian bahwa di Perumnas Martubung, dalam rentang waktu tertentu telah terjadi perubahan fisik pada bangunan tempat tinggal mereka. Fenomena ini tentu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Untuk mendapatkan indikator yang lebih konkrit dan gambaran yang lebih jelas perihal fenomena perubahan tersebut, maka perlu diadakan penelitian deskriptif.


(20)

KERANGKA PENELITIAN

Latar Belakang Penelitian

Banyak terjadi perubahan fisik rumah tinggal pada permukiman Perumnas Martubung

Rumusan Masalah

1. Perubahan apa saja yang dilakukan penghuni rumah yang ditinjau dari aspek ruang, fungsi ruang, dan elemen-elemen rumah.

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan ruang, fungsi ruang, dan elemen-elemen rumah tersebut.

Tujuan - Mengkaji perubahan

ruang, fungsi ruang, dan elemen-elemen rumah. - Mengkaji faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan ruang, fungsi ruang, dan lemen-elemen rumah tersebut.

-Tinjauan Pustaka

- Ruang dan Perilaku Arsitektural - Rumah - Perubahan Rumah - Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu Kesimpulan dan Saran Pengolahan Data Metode Penelitian - Deskriptif. - Populasi terdiri dari

tiga tipe rumah. - Menggunakan metode

Cluster Sampling. - Menggunakan data

primer & sekunder. - Lokasi penelitian

Perumnas Martubung Medan.

Variabel Penelitian

Sumber: Penulis, 2008


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang dan Perilaku Arsitektural

Ruang adalah sistem lingkungan binaan terkecil yang sangat penting, terutama karena sebagian besar waktu manusia modern saat ini banyak dihabiskan di dalamnya (Haryadi & Setiawan, 1995). Jika ditinjau dari kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, ruang didefinisikan sebagai suatu petak yang dibatasi oleh dinding dan atap, baik oleh unsur permanen maupun tidak permanen.

Menurut Haryadi & Setiawan (1995), ada dua macam ruang yang dapat mempengaruhi perilaku, yaitu:

a. Ruang yang dirancang untuk memenuhi suatu fungsi dan tujuan tertentu.

b. Ruang yang dirancang untuk memenuhi fungsi yang fleksibel.

2.1.1. Teritorialitas (Territoriality)

Menurut Edney (dalam Laurens, 2004) teritorialitas adalah sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Termasuk juga dominasi, kontrol, konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu, dan pertahanan.

Konsep teritori sangat penting dalam studi arsitektur lingkungan dan perilaku karena selain menyangkut tuntutan akan suatu daerah secara spasial dan fisik, konsep


(22)

teritori yang berlaku pada manusia berhubungan dengan perceived environment dan

imaginary environment (Haryadi & Setiawan, 1995). Konsep teritori ini bukan hanya

sekedar tuntutan atas suatu area untuk memenuhi kebutuhan fisik saja, melainkan juga berkaitan dengan kebutuhan emosional dan cultural.

Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori yang dikaitkan dengan keterlibatan personal (personal), involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari individu atau kelompok, dan frekuensi penggunaan. Tiga kategori tersebut adalah:

a. Teritori utama (Primary) adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara

eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kehidupan sehari-hari penghuninya.

b. Teritori sekunder (Secondary) adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan

secara eksklusif oleh seseorang atau sekelompok orang, mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala oleh kelompok yang menuntutnya.

c. Teritori public adalah suatu area yang dapat digunakan atau dimasuki oleh

siapapun, akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.

2.1.2. Privasi (Privacy)

Privasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan interaksi mereka dengan orang lain baik secara visual, audial, maupun olfaktori untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (Rapoport, 1977).


(23)

Altman (1975), berpendapat bahwa privasi sebagai kontrol selektif dari akses pada diri sendiri ataupun kelompok.

Holahan (dalam Laurens, 2004) membagi privasi menjadi dua golongan:

1. Golongan pertama adalah keinginan untuk tidak diganggu secara fisik, terwujud

pada tingkah laku menarik diri.

a. Keinginan untuk menyendiri (solitude), diperoleh dengan cara membatasi diri

dengan elemen tertentu sehingga bebas melakukan apa saja dan bebas dari perhatian orang.

b. Keinginan menjauh (seclution), menghindari diri dari pandangan dan

gangguan suara tetangga atau kebisingan lalu lintas.

c. Keinginan untuk intim dengan orang sekitar (intimacy).

2. Golongan kedua adalah keinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri.

a. Keinginan merahasiakan diri sendiri (anonymity).

b. Keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak pada orang lain

(reserve).

c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan para tetangga (not neighboring).

2.1.3. Fungsi Ruang

Pengertian fungsi adalah pemikiran-pemikiran yang sangat sederhana untuk membuat sesuatu (Hendraningsih, dkk, 1982). Batasan fungsi dalam arsitektur adalah pemenuhan terhadap aktivitas manusia, tercakup di dalamnya kondisi alami. Bangunan yang fungsional adalah bangunan yang dalam penggunaannya dapat


(24)

memenuhi kebutuhan secara tepat dan tidak mempunyai unsur-unsur yang tidak berguna.

Keberadaan fungsi sebagai akibat adanya kebutuhan manusia dalam usahanya untuk mempertahankan mengembangkan hidupnya di alam semesta ini. Kompleksitas atau keragaman fungsi dapat diukur dari tingkat kebudayaan suatu masyarakat.

2.1.4. Aktivitas

Aktivitas yang akan diuraikan pada sub bab ini dikaitkan dengan perilaku, di mana pandangan hidup, kepercayaan yang dianut, nilai-nilai serta norma-norma yang dipegang seseorang akan mencerminkan perilaku orang tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Rapoport (1977) bahwa konteks kultural dan sosial akan menentukan sistem aktivitas atau kegiatan manusia. Sistem kegiatan dan cara hidup akan menentukan macam dan wadah untuk kegiatan tersebut di mana wadah tersebut ruang-ruang yang saling berhubungan dalam satu sistem tata ruang yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan.

Oleh Bechtel dan Zeisel (dalam Haryadi dan Setiawan, 1995), kegiatan atau aktivitas didefinisikan sebagai apa yang dikerjakan oleh seseorang pada jarak waktu tertentu. Aktivitas atau kegiatan tersebut terbagi menjadi empat, yaitu:

a. Pelaku.

b. Macam kegiatan.

c. Tempat.


(25)

2.1.5. Hirarki Ruang

Prinsip hirarki berlaku secara umum, walaupun terdapat perbedaan diantara bentuk-bentuk dan ruangnya. Perbedaan ini menggambarkan derajat kepentingan dari bentuk dan ruangnya, serta peran-peran fungsional, formal dan simbolis yang dimainkan di dalam organisasinya.

Suatu bentuk atau ruang yang dianggap penting atau menonjol terhadap suatu organisasi harus dibuat unik. Hal ini dapat dicapai dengan menegaskan bentuk atau wujud dengan:

a. Ukuran yang luar biasa.

b. Wujud yang unik.

c. Lokasi yang strategis.

Bentuk atau ruang yang memiliki keutamaan hirarki dibuat lebih bermakna dan menonjol dengan pengecualian norma yang ada. Hirarki ruang ini terbagi atas tiga kategori berdasarkan seperti yang tersebut di atas:

a. Hirarki menurut ukuran.

Pada umumnya keadaan dominan ini diperlihatkan melalui ukuran unsurnya yang tidak seperti biasa (tidak lazim). Suatu unsur dapat juga mendominasi dengan menonjolkan ukuran yang lebih kecil dari yang lain di dalam organisasi.


(26)

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.1. Hirarki Menurut Ukuran

b. Hirarki menurut wujud

Sebuah ruang atau bentuk dapat terlihat dominan dan menjadi penting dengan membedakan wujudnya secara jelas dari unsur-unsur lain di dalam komposisinya.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.2. Hirarki Menurut Wujud

c. Hirarki menurut penempatan

Ruang atau bentuk dapat ditempatkan secara strategis agar perhatian tertuju padanya sebagai unsur yang paling penting di dalam suatu komposisi. Lokasi-lokasi penting secara hirarki meliputi:

1. Akhiran pada suatu rangkaian linier atau organisasi sumbu.


(27)

3. Fokus dari organisasi terpusat atau radial.

4. Terletak di atas, di bawah atau di dalam bagian dalam suatu komposisi.

Sumber: D.K. Ching, 2000

Gambar 2.3. Hirarki Menurut Penempatan

2.1.6. Organisasi Ruang

Beberapa bangunan sebenarnya terdiri dari beberapa ruang mandiri. Ruang-ruang tersebut umumnya tersusun atas sejumlah Ruang-ruang yang berkaitan erat satu sama lain menurut fungsi, jarak, atau alur gerak.

Cara penyusunan ruang-ruang dapat menjelaskan tingkat kepentingan dan fungsi serta peran simbolis ruang-ruang tersebut di dalam organisasi bangunan. Jenis organisasi yang harus digunakan pada suatu bangunan bergantung kepada:

1. Kebutuhan atas program bangunan, seperti pendekatan fungsional, ukuran, hirarki

ruang, pencapaian, pencahayaan, dan view.

2. Kondisi eksterior tapak yang mungkin akan mempengaruhi organisasi ruang.


(28)

1. Organisasi terpusat

Merupakan komposisi terpusat dan stabil yang terdiri dari sejumlah ruang sekunder, dikelompokkan mengelilingi sebuah ruang pusat yang luas dan dominan.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.4. Organisasi Terpusat

2. Organisasi linier

Organisasi linier pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang, yang dapat berhubungan secara langsung satu dengan yang lain, atau dihubungkan melalui ruang linier yang berbeda dan terpisah.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.5. Organisasi Linier


(29)

Memadukan unsur-unsur terpusat maupun linier. Organisasi ini terdiri dari ruang pusat yang dominan di mana organisasi liniernya berkembang menurut arah jari-jarinya. Organisasi radial adalah sebuah bentuk yang ekstrovert.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.6. Organisasi Radial

4. Organisasi cluster

Merupakan kelompok ruang berdasarkan kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan satu ciri atau hubungan visual.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.7. Organisasi Cluster


(30)

Organisasi grid terdiri dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau bidang grid tiga dimensi.

Sumber: D.K.Ching, 2000

Gambar 2.8. Organisasi Grid

Rumah

Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (structural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan.

Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya; lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya (Pusat Informasi Teknik Bangunan D.I.Yogyakarta dalam Kurniasih, 2007).


(31)

Rumah bukan hanya sekedar sebuah bangunan untuk tempat tinggal. Dari rumah dan lingkungannya, penghuni dibentuk dan dikembangkan menjadi manusia yang berkepribadian. Menurut Meganada (dalam Dewi & Swanendri, 2007), konsep rumah dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Rumah sebagai pengejawantahan jati diri: rumah sebagai simbol dan pencerminan

tata nilai selera penghuninya.

2. Rumah sebagai wadah keakraban: rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan,

kasih, dan rasa aman.

3. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi: tempat melepaskan diri dari

dunia luar dan rutinitas.

4. Rumah sebagai akar dan kesinambungan: rumah atau kampung halaman dilihat

sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan suatu rumah:

1. Faktor kultur

Pada umumnya setiap daerah mempunyai konsep yang berbeda-beda mengenai bentuk rumahnya yang dipengaruhi oleh konsep kultural yang berbeda mengenai bentuk dan pola rumah.

2. Faktor religi

Dalam masyarakat tradisional rumah merupakan wujud mikro dari makro kosmos yaitu alam semesta. Setiap unsur yang membentuk rumah melambangkan unsur tertentu dari alam.


(32)

3. Faktor perilaku

Perilaku dan lingkungan fisik saling mempengaruhi dan akhirnya mewujudkan suatu pola kehidupan yang spesifik.

Rapoport (1969) berpendapat bahwa rumah merupakan suatu gejala struktural yang bentuk dan organisasinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya yang dimilikinya, serta erat hubungannya dengan kehidupan penghuninya. Makna simbolisme dan fungsi akan mencerminkan status penghuninya, manusia sebagai penghuni, rumah, budaya serta lingkungannya merupakan satu kesatuan yang erat, sehingga rumah sebagai lingkungan binaan merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan keluarga, organisasi sosial serta interaksi sosial antar individu. Antara penghuni dan rumahnya mempunyai suatu hubungan yang saling bergantung satu sama lain, yaitu manusia mempengaruhi rumah dan sebaliknya rumah mempengaruhi penghuninya. Lebih lanjut Rapoport (1969) menambahkan bahwa rumah banyak ditentukan oleh nilai-nilai, budaya penghuninya, iklim dan kebutuhan akan pelindung, bahan bangunan, konstruksi dan teknologi, karakter tapak, ekonomi, pertahanan serta agama. Perubahan budaya berpengaruh terhadap rumah dan lingkungannya, di mana bentuk perubahan tidak berlangsung spontan dan menyeluruh, tetapi tergantung pada kedudukan elemen rumah dan lingkungannya dalam sistem budaya, sehingga ada elemen yang tidak berubah dan ada elemen yang berubah sesuai perkembangan jaman (Rapoport, 1983).


(33)

Perubahan Rumah

Menurut Kellet, et.al. (1993), alasan seseorang melakukan perubahan berasal dari ‘hubungan timbal balik antara penghuni dengan tempat tinggalnya’. Alasan ini juga bergantung kepada kondisi penghuni, aspek fisik dari tempat tinggal, dan persyaratan sosio budaya dari penghuni itu sendiri.

Para penghuni memperbaiki dan mengubah struktur fisik rumah berdasarkan harapan dan kebutuhan mereka masing-masing. Perubahan dalam aspek fisik juga memperlihatkan kemampuan dan kapabilitas pemakai dalam melakukan perubahan tempat tinggal.

Keuntungan yang diperoleh dalam melakukan perubahan rumah yaitu dapat memperbaiki standar kualitas rumah, seperti memperbaiki penampilan fisik rumah (konstruksi, bahan, finishing), menyediakan ruang yang lebih luas kepada rumah tangga inti (main household), tersedianya ruang yang lebih banyak per orang, menurunkan tingkat okupansi, dapat mengakomodasi lebih banyak orang tanpa harus memperluas kota (untuk penyewa, dll), dan dapat meningkatkan kepuasan pemilik dan penghuni rumah itu sendiri (Tipple, 1999). Selain hal tersebut di atas, perubahan rumah ini memberi dampak yang positif terhadap ekonomi, yaitu dengan menyediakan ruang yang lebih banyak untuk menghasilkan uang melalui

‘home-based enterprises’ dan penyewaan, meningkatkan investasi yang memicu aktivitas

ekonomi.

Menurut Sueca (2004), perubahan rumah mencegah menurun dan memburuknya penampilan dan meningkatkan ketersediaan rumah (yang dikaitkan


(34)

dengan jumlah ruang yang tersedia, sumber daya yang dapat disewakan, dll). Partisipasi pemakai bukan hanya dipandang sebagai sumber tenaga, tetapi lebih dari itu bahwa ide-ide (temuan) mereka, kreativitasnya, keterampilan, tenaga, dan inisiatifnya mempunyai peranan penting dalam transformasi.

Peranan penghuni dalam perubahan terhadap rumah diperkuat oleh penelitian Amad (2000) di Nablus, Palestina. Beliau menyimpulkan bahwa:

1. Selama awal hingga pertengahan era 1920-an para penghuni rumah di Palestina

memberi kontribusi yang besar dalam konsep desain rumah.

2. Perubahan atau perkembangan desain rumah dapat dilihat sebagai sebuah proses

organik yang normal. Perubahan ini dipengaruhi oleh aspek sosial budaya, politik, ekonomi, dan lingkungan.

3. Kontribusi penghuni dapat dikategorikan dalam dua hal, yaitu penghuni

mempertahankan bentuk yang ada dan penghuni mengadakan perubahan desain rumah.

4. Aspek yang tetap dipertahankan adalah jalur sirkulasi dan pemisahan antara ruang

publik dan ruang privat.

5. Aspek yang berubah adalah luasan ruang dan orientasi dalam rumah.

Terkadang dalam mengakomodasikan perubahan yang dibutuhkan, penghuni rumah melakukan beberapa penyesuaian diri, yang terbagi atas empat bentuk, yaitu (Sinai, 2001):

1. Adaptasi peraturan keluarga; di mana keluarga akan merubah peraturan


(35)

2. Struktur adaptasi keluarga; di mana terjadi pengelompokan komposisi dan organisasi adaptasi untuk perumahan ini.

3. Mobilitas tempat tinggal; termasuk migrasi dan antar mobilitas urban.

4. Merubah tempat tinggal agar menjadi lebih layak.

Menyinggung faktor yang berkaitan dengan pendapatan, berdasarkan penelitian di Ghana, Mesir, dan Bangladesh, Tipple, et.al. (2000) menyimpulkan bahwa pendapatan memiliki efek penting terhadap keputusan untuk melakukan perubahan. Kondisi finansial yang lebih baik, memberi peluang untuk mengadakan perubahan yang lebih besar. Para penghuni yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mempunyai pendapatan yang cukup besar. Mereka mempunyai standar kualitas rumah yang lebih baik sehingga mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan perubahan rumah (Sueca, 2005).

Perubahan terhadap rumah membawa kepada pemahaman yang mendalam bahwa kualitas rumah berbanding lurus dengan kemampuan ekonomi seseorang atau sebuah keluarga. Sebagaimana diungkapkan oleh Yudohusodo (1991) bahwa masyarakat miskin di kota ternyata mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses bertahap, mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana tetapi lambat laun diperbaikinya menjadi bangunan berkualitas baik, permanen bahkan beberapa rumah telah bertingkat.

Berdasarkan ukuran dan komposisi rumah tangga, Tipple (2000) berpendapat bahwa rumah tangga dengan jumlah yang lebih besar mempunyai korelasi positif


(36)

terhadap perubahan rumah. Rumah tangga yang terdiri atas lebih banyak orang dewasa besar kemungkinan mengalami perubahan dibandingkan dengan rumah tangga yang masih memiliki anak kecil. Pada saat anak-anak beranjak dewasa, mereka membutuhkan privasi yang lebih tinggi, sehingga tekanan terhadap kebutuhan rumah meningkat.

Perumahan yang ditujukan untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, biasanya rumah yang disediakan oleh pihak pengembang hanya terdiri dari satu kamar tidur dan kamar mandi tanpa adanya dapur ataupun ruang lainnya, sehingga mengharuskan penghuni untuk mengadakan perluasan untuk menampung aktivitas rumah tangga (Sueca, 2005). Ditambahkan oleh Garrod, et.al. (dalam Sueca, 2005) bahwa mereka yang mempunyai ruang lebih sedikit, besar kemungkinan mengadakan perluasan rumah dibandingkan dengan mereka yang memiki ruang yang lebih banyak.

Budihardjo (1997) menyatakan bahwa bahwa pada dasarnya membangun rumah adalah merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pribadi, keluarga atau masyarakat sendiri. Namun sekarang ini pembangunan perumahan telah menjadi suatu kegiatan industri yang sangat kompleks dan canggih, yang dianggap sekedar sebagai komoditi, sebagai produk akhir barang jadi, sebagai shelter. Aspek-aspek sosial budaya, kesejahteraan ekonomi, tata nilai dan perilaku manusianya lepas dari pengamatan. Menurut Budihardjo, wawasan terlalu ditekankan pada pencapaian target fisik dan kuantitas pengadaan rumah dengan perencanaan model prototype, menggunakan komponen bangunan produk teknologi mutakhir yang serba prefab dan


(37)

standar, tanpa mempedulikan keunikan dan potensi lokal. Beliau mengingatkan bahwa perumahan merupakan proses kegiatan membangun secara evolusioner, menerus dan incremental. Sama sekali bukan suatu hasil yang mandeg. Pada akhirnya Budihardjo menekankan perlunya memberikan kesempatan atau peluang bagian setiap keluarga untuk dapat mengejawantahkan diri, berkreasi sarat dengan inovasi, merencana dan membangun rumahnya dengan penuh keluwesan agar selalu tanggap terhadap setiap perubahan.

Lebih spesifik berkaitan dengan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan, JFC Turner dalam bukunya Housing By People (1976) yang dikutip oleh Johan Silas dalam jurnalnya yang berjudul Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu (2002), bahwa yang penting dari rumah bukan what it is, melainkan

what it does terhadap kehidupan dan penghidupan penghuni/pemiliknya.

Ditambahkan juga oleh Akil (2004) bahwa definisi operasional rumah layak huni adalah:

1. Luas lantai minimal 7-9 m2 per kapita.

2. Adanya keterjaminan hak atas tanah untuk bermukim (land tenure security).

3. Terpenuhinya pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan.

4. Kualitas struktur konstruksi bangunan yang memenuhi persyaratan teknis.

Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu

Rumah dalam bentuk apapun tergantung dari tempat keberadaannya. Sedang pengadaannya tergantung dari penduduk bagaimana yang hendak dilayani. Aspek


(38)

penduduk ternyata tidak mudah dan sederhana untuk dapat dipahami dengan baik, utamanya bila terkait dengan upaya mengadakan perumahan yang layak.

Aspek yang dominan mempengaruhi perumahan masa kini adalah keberlanjutannya (sustainability). Rumah yang berkelanjutan harus memenuhi lima syarat dasar yang dinikmati oleh penghuni saat ini serta yang akan datang (Silas, 2002), yaitu:

1. Mendukung peningkatan mutu produktivitas kehidupan penghuni baik secara

sosial, ekonomi dan politik. Artinya setiap anggota penghuni terinspirasi untuk melakukan tugasnya dengan baik.

2. Tidak menimbulkan gangguan lingkungan dalam bentuk apapun sejak

pembangunan, pemanfaatan dan kelak bila harus dimusnahkan. Ukuran yang dipakai terhadap gangguan yang terjadi terhadap lingkungan adalah efektivitas konsumsi energi.

3. Mendukung peningkatan mobilitas kesejahteraan penghuninya secara fisik dan

spiritual. Berarti penghuni mengalami terus peningkatan mutu kehidupan fisik dan non fisik.

4. Menjaga keseimbangan antara perkembangan fisik rumah dengan mobilitas

sosial-ekonomi penghuninya. Pada awalnya keadaan fisik rumah lebih tinggi dari keadaan non fisik, namun ini berbalik setelah penghuni mapan di rumah tersebut.

5. Membuka peran penghuni/pemilik yang besar dalam pengambilan keputusan

terhadap proses pengembangan rumah dan Rukun Warga tempat ia berinteraksi dengan tetangga.


(39)

Orde Baru menetapkan pengadaan perumahan (dan pemukiman) sebagai program dengan inisiatif dan pelaksanaan oleh pemerintah, sehingga keberadaan perumahan dan pemukiman yang semua berada di domein beralih secara berangsur dan pasti ke domein publik. Orang tidak lagi merumahkan (to house) diri dan keluarganya tetapi dirumahkan (being housed) oleh pihak luar (publik atau swasta). Namun setelah program perumahan publik dilaksanakan lebih dari seperempat abad, ternyata prestasinya tidak lebih baik, sebab hasil perumahan pola ini masih jauh di bawah 10%.

Rumah disebut layak bila ada keterpaduan yang serasi antara:

1. Perkembangan rumah dan penghuninya, artinya rumah bukan hasil akhir yang

tetap tetapi proses yang berkembang.

2. Rumah dengan lingkungan (alam) sekitarnya, artinya lingkungan rumah dan

lingkungan sekitarnya terjaga selalu baik.

3. Perkembangan rumah dan perkembangan kota, artinya kota yang dituntut makin

global dan urbanized memberi manfaat positif bagi kemajuan warga kota di rumah masing-masing.

4. Perkembangan antar kelompok warga dengan standar layak sesuai keadaan dan

tuntutan masing-masing kelompok, artinya tiap kelompok warga punya kesempatan sama untuk berkembang sesuai dengan tuntutan yang ditetapkan sendiri.


(40)

5. Standar fisik dan dukungan untuk maju bagi penghuni, artinya standar fisik rumah tidak sepenting dan menentukan seperti peningkatan produktivitas yang diberikannya terhadap mobilitas penghuni/pemiliknya.

Berikut beberapa kaidah dasar perancangan rumah yang dikemukakan oleh Silas (2002):

1. Ada fleksibilitas penataan ruang, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan

rendah. Agar hemat rumah tidak mudah disekat dan terbuka peluang penggunaan ganda dan over-lapping.

2. Memilih bahan bangunan yang mudah diperoleh setempat dan sudah akrab

dipakai oleh warga dengan kesulitan konstruksi yang mudah diatasi oleh keahlian setempat.

3. Penataan ruang yang dilakukan fleksibel dan multi guna serta tidak terkotak-kotak

kecil berguna untuk menjamin kedinamisan gerak dan berbagai aktivitas lain dari penghuni serta untuk memberi keleluasaan aliran udara dan cahaya yang tinggi. Selanjutnya pola penataan ruang yang “terbuka” ini juga akan memberi kesan luas sehingga tercapai rasa psikologis yang melegakan guna merangsang produktivitas kehidupan yang tinggi.

4. Tampilan bangunan harus serasi dengan tampilan bangunan yang lazim berlaku

di sekitarnya. Prinsip bangunan tropis dengan teritis yang lebar, teduh dan angin mudah lewat serta tidak tampias oleh terpaan hujan lebat merupakan dasar yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Perlu pula memberi muatan lokal yang diambil dari prinsip dan unsur arsitektur tradisional setempat.


(41)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam upaya penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah dalam hal ini Perum Perumnas telah membangun rumah murah yang disebut Rumah Sederhana Sehat.

Rumah Sederhana Sehat adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. Mengingat masih rendahnya daya beli masyarakat golongan masyarakat berpenghasilan rendah ini, mendorong pemerintah mendesain suatu rumah yang disebut rumah antara, yang pertumbuhannya diarahkan menjadi Rumah Sederhana Sehat. Rumah antara disebut juga Rumah Inti Tumbuh (RIT) yaitu rumah yang hanya memenuhi standar kebutuhan minimal rumah, dengan kriteria sebagai berikut:

1. RIT memiliki ruang paling sederhana yaitu sebuah ruang tertutup dan sebuah

ruang terbuka beratap dan fasilitas MCK.

2. RIT memiliki bentuk atap dengan mengantisipasi adanya perubahan, yaitu dengan

memberi atap pada ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang serbaguna.

3. Bentuk generik atap pada RIT selain pelana dapat berbentuk yang lain sesuai

dengan tuntutan daerah tersebut.

4. Penghawaan dan pencahayaan alami pada RIT menggunakan bukaan yang

memungkinkan sirkulasi silang dan masuknya sinar matahari.

Rancangan RIT memenuhi tuntutan kebutuhan paling mendasar dari penghuni untuk mengembangkan rumahnya, dengan ruang-ruang yang perlu disediakan terdiri dari:


(42)

1. Satu ruang tidur yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian-bagiannya tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

2. Satu ruang serbaguna yang berfungsi untuk melakukan interaksi antar anggota

keluarga dan dapat melakukan aktivitas lainnya.

3. Satu kamar mandi/kakus/cuci yang merupakan bagian dari ruang servis.

Konsep rancangan Rumah Inti Tumbuh adalah sebagai berikut:

1. RIT adalah embrio dari rumah jadi yang diharapkan pertumbuhannya menjadi

rumah sehat.

2. RIT adalah suatu rancangan yang hanya menyediakan wadah untuk kebutuhan

ruang-ruang kegiatan paling mendasar dan dapat dikembangkan oleh pemiliknya secara bertahap tergantung tuntutan, kebutuhan, dan kemampuan pemiliknya.

3. Ukuran pembagian ruang berdasarkan satuan ukuran modular dan standar

internasional, sehingga diperoleh ukuran ruang-ruang dalam RIT 1 sebagai berikut:

a. Ruang tidur : 3,00 m x 3,00 m

b. Ruang serbaguna : 3,00 m x 3,00 m


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dalam penulisan ini dapat dikategorikan sebagai metode deskriptif. Yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1985).

Selain itu Nazir (1985) menambahkan bahwa dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu penelitian deskriptif ini juga dinamakan studi kasus.

Berdasarkan pendapat pakar di atas, maka dalam penelitian ini akan

mendeskripsikan perubahan fisik rumah tinggal yang terjadi di Perumnas Martubung dan menguraikan penyebab dari perubahan tersebut.


(44)

3.2. Variabel Penelitian

Yang menjadi variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Variabel bebas, yaitu ekonomi penghuni dan jumlah anggota keluarga.

b. Variabel dependen, yaitu:

1. Perubahan ruang.

2. Perubahan fungsi ruang

3. Perubahan elemen-elemen rumah

3.3. Populasi Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi berarti keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Sedangkan populasi sampel (sampling population) adalah keseluruhan individu yang akan menjadi satuan analisis dalam populasi yang layak dan sesuai untuk dijadikan atau ditarik sebagai sampel penelitian sesuai dengan kerangka sampelnya (Sugiarto, dkk, 2003). Populasi sampel pada penelitian ini adalah semua unit rumah yang berada di kawasan Perumnas Martubung I dan dengan pembatasan bahwa populasi yang diambil hanya tiga tipe rumah yaitu tipe 29, tipe 36, dan tipe 54.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Sugiarto, dkk, 2003). Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode


(45)

cluster sampling di mana populasi dibagi atas kelompok berdasarkan area atau

cluster. Site kawasan Perumnas Martubung I, dibagi dengan menggunakan sistem

cluster, yang kemudian cluster-cluster yang terbentuk dibagi lagi dengan menggunakan sistem grid.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Masing-masing tipe yaitu tipe 29, 36, dan 54 harus dibedakan untuk

mempermudah dalam penentuan lokasi (lihat gambar).

2. Tahapan selanjutnya adalah membedakan posisi rumah, yaitu (lihat gambar):

a. Rumah yang berada di sudut kiri.

b. Rumah yang berada di tengah.

c. Rumah yang berada di sudut kanan.

3. Untuk tahapan terakhir adalah rumah yang akan dijadikan sampel penelitian harus

mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. Sesuai dengan jenis tipe yang dipilih, yaitu tipe 29, 36, dan 54.

b. Kepemilikan rumah harus milik sendiri yang dari awal sampai sekarang

menghuni rumah tersebut.

c. Lokasi rumah mengacu pada tahapan yang kedua, yaitu rumah yang berada

di sudut kiri, tengah, dan sudut kanan.

d. Dipilih rumah yang sudah ada perubahan. Perubahan ini dibagi lagi menjadi


(46)

yang mengalami perubahan yang banyak diasumsikan telah berubah ± 80%, perubahan sedang ± 50%, dan perubahan sedikit ± 20%.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Pengumpulan data primer yang merupakan proses penelitian di lapangan dilakukan dengan dua cara. Pertama observasi langsung atau pengamatan jejak fisik rumah yang berkaitan dengan kriteria sampel dengan menggunakan alat bantu kamera, alat gambar untuk sketsa, dan catatan-catatan. Cara yang kedua adalah wawancara secara terstruktur dengan pihak-pihak terkait untuk menjaring pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan objek.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang akan dikumpulkan pada penelitian ini adalah gambar rencana/desain Perumnas Martubung I dan berbagai laporan serta kepustakaan

yang relevan.

3.5. Lokasi Penelitian

Penelitian Kajian Perubahan Fisik Rumah Tinggal Pada Permukiman Perumnas Martubung ini mengambil lokasi di Perumnas Martubung I, yang berada di Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Adapun alasan terpilihnya lokasi ini karena Perumnas Martubung merupakan kawasan yang dinamis dan masih terus


(47)

berkembang. Dinamis identik dengan adanya perubahan, sehingga diharapkan dapat mendukung penelitian ini. Selain itu, Perumnas Martubung 1 lokasinya berdekatan dengan Kawasan Industri Medan, yang banyak menyerap tenaga kerja (buruh) dengan penghasilan menengah ke bawah.

3.6. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, yang memberikan deskripsi terhadap perubahan yang terjadi dan apa faktor-faktor penyebab perubahan fisik rumah di Perumnas Martubung I.

Untuk menegaskan hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan variabel terikat, maka dilakukan analisa tabulasi silang (crosstab) yang akan menghasilkan perhitungan chi-square test. Chi-square adalah salah satu analisis statistik yang digunakan untuk menguji suatu hipotesa. Ada dua cara interpretasi dalam menguji hipotesa apakah Ho diterima atau ditolak, yaitu:

1) Berdasarkan perbandingan chi-square hitung dengan chi-square kuisioner

a. Jika chi-square hitung < chi-square tabel maka Ho diterima

b. Jika chi-square hitung > chi-square tabel maka Ho ditolak

2) Berdasarkan probabilitas

a. Jika nilai probabilitas hitung > 0,05 (probabilitas tabel) maka Ho diterima

b. Jika nilai probabilitas hitung < 0,05 (probabilitas tabel) maka Ho ditolak


(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Perum Perumnas

Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1974, yang kemudian penyempurnaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1988 tentang Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).

Maksud dan tujuan didirikannya Perum Perumnas adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa kegiatan-kegiatan produktif di bidang pelaksanaan pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya serta melakukan pemupukan dana. Dengan tujuan melaksanakan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang pembangunan perumahan rakyat beserta sarana dan prasarananya yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai dengan rencana pembangunan wilayah atau kota. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut Perum Perumnas menyelenggarakan usaha-usaha, sebagai berikut:

1. Menyiapkan perencanaan proyek-proyek pembangunan perumahan rakyat dalam

arti luas dan prasarana lingkungan.

2. Mengusahakan pembiayaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

3. Menyiapkan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan proyek-proyek


(49)

penguasaan dan pematangan tanah, pembangunan perumahan, pembangunan prasarana lingkungan, perbaikan lingkungan dan kegiatan-kegiatan lainnya.

4. Mengelola tanah-tanah yang dikuasai dengan kewenangan untuk:

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah.

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan usaha.

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah berikut rumah/bangunannya dan atau

memindah tangankan (menjual) tanah yang sudah dimatangkan kepada pihak ketiga.

5. Melaksanakan dan mengusahakan unit-unit produksi bahan bangunan dan usaha

penunjang lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas pokok perusahaan dan melakukan hubungan kerja serta hal-hal lainnya.

3.2. Perum Perumnas Regional I

Perum Perumnas Regional I merupakan nama unit usaha terbaru yang dibentuk pada tahun 1999, yang sebelumnya disebut Perumnas Cabang I. Unit usaha ini memulai kegiatannya sejak tahun 1976 dengan dibangunnya proyek pertama di:

1. Kota Medan, yaitu di lokasi Helvetia seluas 100 Ha untuk rumah sejumlah 4.804

unit.

2. Kota Padang, yaitu di Air Tawar seluas 10 Ha untuk rumah sejumlah 368 unit.

Perkembangan kebutuhan rumah makin besar sehingga Perumnas Regional I dapat membangun di sebagian kota besar, sedang dan kecil di wilayah Banda Aceh, Sabang, Pematang Siantar, Pekan Baru, Tanjung Pinang, Batam, Bukit Tinggi,


(50)

Payakumbuh, dll. Secara total di 31 kota dengan 70 lokasi. Selama 31 tahun telah terbangun rumah sejumlah 64.203 unit dengan berbagai tipe termasuk diantaranya Rumah Susun Sederhana.

Perum Perumnas yang hadir di kota Medan pada tahun 1975 terus berkiprah membangun rumah dan mengembangkannya di seluruh Kota Medan, dengan pembagian wilayah sebagai berikut:

1. Medan bagian barat di lokasi Helvetia tahun 1975 s/d 1983 pada tanah seluas 97

Ha telah dibangun 4.827 unit.

2. Medan bagian timur di lokasi Denai tahun 1979 s/d 1990 pada tanah seluas 173

Ha telah dibangun 10.228 unit.

3. Medan bagian selatan di lokasi Simalingkar tahun 1983 s/d 1991 pada tanah

seluas 151 Ha telah dibangun 8.178 unit.

4. Pusat Kota Medan di lokasi Sukaramai tahun 1979 s/d 1993 pada tanah seluas


(51)

Sumber: Perum Perumnas Regional I

Gambar 4.1. Wilayah Kerja Perum Perumnas Regional 1

Jenis pembangunan rumah dan prasarana yang dilakukan Perum Perumnas adalah:

1. Pembangunan di Medan bagian barat, timur, dan selatan adalah rumah tipe RS

dan RSh serta beberapa tipe Maizonet pada lahan yang baru dibebaskan.

2. Pembangunan di pusat Kota Medan berupa bangunan Rumah Susun Sederhana

Milik (Rusunami) sebagai wujud peran serta Perum Perumnas dalam program peremajaan kota.


(52)

Sumber: Perum Perumnas Regional I

Gambar 4.2. Lokasi Perumnas di Kota Medan

Pada tahun 2006 pembangunan rumah yang telah dilakukan oleh Perum Perumnas Regional I sebanyak 263 unit dan pada tahun 2007 sebanyak 590 unit (kerjasama dengan Dekopin 218 unit).

Sumber pendanaan Perum Perumnas berasal dari dana perusahaan (modal sendiri) dan dana perbankan. Dalam melakukan pembangunan perumahan terdapat berbagai permasalahan, khususnya permasalahan yang dialami oleh Perum Perumnas Regional I di Sumatera Utara, yaitu:

1. Biaya jaringan listrik, BP & PJU tinggi dan dibebankan kepada konsumen


(53)

2. Untuk RSh daya yang dipakai 900 Va (seharusnya cukup 450 Va), mengakibatkan biaya penyambungan dan harga langganan mahal.

3. Biaya jaringan air minum + BP & UJL tinggi (rata-rata 2,6 juta/unit).

4. Sulit mendapatkan lahan yang terjangkau untuk pembangunan RSh, khususnya

di perkotaan.

5. Pembangunan RSh masih dikenakan retribusi IMB.

Dalam menangani permasalahan yang ada, usaha yang telah dilakukan dan rekomendasi yang diberikan berupa:

1. Berusaha bekerjasama dalam suatu kesepakatan (MoU) agar PLN turut

menanggung beban biaya jaringan.

2. Adanya ketentuan untuk RSh daya listrik yang dipasang adalah 450 Va.

3. Menekan biaya jaringan dan sambungan air minum untuk RSh dengan cara

subsidi silang dengan rumah menengah dan mewah.

4. Mengupayakan efisiensi pada komponen-komponen lain selain tanah dan

lebih menggalakkan pembangunan Rusunawa.

5. Ketentuan batas minimal tidak kena BPHTB adalah sebesar batas harga jual

rumah RSh yang ditetapkan (Rp. 49.000.000,-).


(54)

Perumnas Martubung Medan

Perumnas Martubung berada di Kecamatan Medan Labuhan, dengan luas wilayah ±46 km², lokasi Perumnas Martubung ini berada 8 m di atas permukaan laut (8 m dpl) dan berbatasan dengan:

1. Sebelah Timur : Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Marelan.

3. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Deli.

4. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Belawan.

Setelah Perum Perumnas berhasil membangun rumah beserta sarana dan prasarananya, dan mengembangkan wilayah Kota Medan bagian barat, timur, dan selatan serta pusat kota, maka mulai tahun 1995 pengembangan Perum Perumnas diarahkan ke wilayah Kota Medan bagian utara yaitu ke kawasan Martubung. Perum Perumnas Martubung atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Perumnas Griya Martubung mempunyai lahan seluas 276,56 Ha yang terdiri dari tiga lokasi yang berdekatan, yaitu:

1. Martubung I seluas 106,31 Ha.

2. Martubung II seluas 40,20 Ha.

3. Martubung III seluas 130,05 Ha.

Pada tahun 2004 Perumnas Martubung II ditetapkan sebagai Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri (Lisiba-BS) melalui SK Walikota Medan No. 640/594.K tanggal 27 Mei 2004.


(55)

Lokasi Martubung mempunyai akses yang sangat bagus dan posisi yang menguntungkan, diantaranya:

1. Terletak hanya ± 12 km dari pusat Kota Medan.

2. Merupakan kawasan pengembangan Medan Bagian Utara dan berada dalam

daerah pusat kegiatan ekonomi antara Medan – Belawan.

3. Posisi jalan utama K.L Yos Sudarso (Medan – Belawan) berada ± 1 km dari

lokasi.

4. Pintu masuk/keluar jalan Tol Belmera berada ± 1,2 km dari lokasi yang

merupakan akses langsung ke pusat Kota Medan, Tanjung Morawa dan Pelabuhan Belawan yang merupakan pelabuhan terbesar di Sumatera.

5. Kawasan Industri Medan (KIM) I dan II yang merupakan kawasan industri

terbesar di Kota Medan dan sekitarnya terletak ± 1 km dari lokasi.

Pembangunan di lokasi Griya Martubung sudah dilaksanakan sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Martubung I

a. Pembangunan rumah dimulai dari tahun 1995 sampai sekarang telah

terbangun sebanyak 3.729 unit yang terdiri dari tipe RSh dan RS, dan sudah dihuni.

b. Pada tahun 2007 sedang dikerjakan satu blok Rumah Sederhana (RS) dengan


(56)

2. Martubung II

a. Pembangunan rumah dimulai dari tahun 2003, dan sampai tahun 2006 telah

terbangun sebanyak 437 unit yang terdiri dari tipe RSh dan hampir semuanya telah dihuni.

b. Pada tahun 2007 sedang dikerjakan dua tahap pembangunan rumah dan

prasarananya, masing-masing 144 unit dan 284 unit, yang terdiri dari tipe RSh dan RS.

c. Kementrian Negara Perumahan Rakyat pada tahun 2007 telah membangun

dua Twin Blok Rusunawa dengan jumlah kamar sebanyak 192 unit yang rencananya ditujukan untuk pekerja dan masyarakat umum lainnya.

d. Akhir 2007 diadakan MoU antara Perum Perumnas Regional I dengan

Dekopin, pembangunan tahap I direncanakan sebanyak ± 200 unit, terdiri dari rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sasaran III, II, dan I, yaitu dengan harga jual mulai 25 juta, 35 juta sampai 49 juta.

3. Martubung III

Lokasi Martubung III Masih berupa lahan/tanah mentah belum dimatangkan, kondisi eksisting tanah tersebut berupa lahan pertanian dan perladangan.

Selain pembangunan rumah, rusunawa dan prasarananya, di Perumnas Griya Martubung juga tersedia berbagai fasilitas untuk mendukung keberadaan perumahan dan permukiman ini serta aktivitas penghuninya, antara lain:

1. Sudah tersedia aliran listrik dari PT. PLN, air minum dari PDAM, sambungan


(57)

2. Pada bagian utara Martubung I terdapat danau buatan (± 9 Ha) yang berpotensi untuk dijadikan salah satu pusat rekreasi air di Medan bagian utara.

Fasilitas lain yang sudah ada:

a. Dalam lokasi: sekolah (TK, SD, SMP), pertokoan (Ruko), Puskesmas,

rumah ibadah (Musholla, Masjid Raya, Gereja), taman bacaan, pasar tradisional, lapangan sepek bola, taman bermain, dll.

b. Di sekitar lokasi: pasar tradisional ± 200 m dari lokasi, supermarket (± 1

km), klinik kesehatan (± 100 s/d 500 m), daerah perdagangan, perkantoran dan rumah sakit (± 1 km).

c. Sarana transportasi berupa angkota kota yang menggunakan kendaraan

roda empat jenis minibus sudah masuk ke dalam lokasi yang terdiri dari ± 8 (delapan) trayek dengan tujuan ke seluruh penjuru Kota Medan, dengan frekuensi pelayanan yang sangat bagus dan beroperasi dari sejak subuh sampai hampir tengah malam.


(58)

Sungai KETERANGAN

Batas Kecamatan Jalan Aspal Batas Kota

Jalan Kereta Api

KABUPATEN

Kantor Camat

MEDAN KOTA BELAWAN

MEDAN LABUHAN MEDAN MARELAN MEDAN DELI MEDAN PERJUANGAN MEDAN TIMUR MEDAN BARAT MEDAN HELVETIA MEDAN SUNGGAL MEDAN SELAYANG MEDAN BARU MEDAN PETISAH MEDAN DENAI MEDAN AREA MEDAN MEDAN POLONIA MEDAN AMPLAS MEDAN JOHOR MEDAN TUNTUNGAN MEDAN TEMBUNG MEDAN MAIMUN MEDAN TEMBUNG

Ke Lubuk Pakam

Ke Kaba

n Ja he Ke B injai NAMORAMBE

KOTA MEDAN

DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG KABUPATEN DELISERDANG Lokasi Penelitian

Sumber: Bappeda Kota Medan (2007)


(59)

Sumber: Perum Perumnas Regional I


(60)

Sumber: Perum Perumnas Regional I


(61)

Sumber: Google Earth


(62)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008 Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 4.7. Entrance Perumnas Martubung 1 Gambar 4.8 Danau (Laguna)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(63)

Keterangan:

: T29

: T36

: T54

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(64)

Keterangan:

: Sudut Kiri

: Sudut Kanan

: Tengah

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(65)

TIPE 29 Lokasi

Perubahan

Sedikit

Sedang

Banyak


(66)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(67)

TIPE 36 Lokasi

Perubahan

Sedikit

Sedang

Banyak


(68)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(69)

Tabel 4.3 Lokasi Sampel T54 Terpilih

TIPE 54 Lokasi

Perubahan

Sedikit

Sedang

Banyak


(70)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(71)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab III bahwa rumah yang dapat dijadikan sampel penelitian dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berjumlah 17 buah rumah. Jumlah ini termasuk jumlah responden (penghuni rumah) yang gambaran umumnya akan diuraikan di bawah ini.

5.1.1. Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang diuraikan dalam kuisioner terdiri dari pegawai negeri sipil, pegawai swasta, pedagang/wiraswasta, dan lain-lain (pensiunan). Dari hasil kuisioner, dominasi pekerjaan responden adalah sebagai pedagang/wiraswasta sebanyak 35%. Kemudian diikuti oleh pegawai negeri sipil sebanyak 29%, pegawai swasta 24%, dan lain-lain (pensiunan) 12%. Berikut dapat dilihat pada diagram di bawah.


(72)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.1. Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan

5.1.2. Penghasilan

Jika dilihat dari hasil kuisioner, jumlah penghasilan yang diperoleh responden setiap bulannya bisa dikatakan sudah cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan bahwa setengah dari jumlah responden mempunyai penghasilan >2.000.000 per bulannya, yaitu sebanyak 52%. Hal ini sesuai dengan simpulan Tipple, et.al. (2000) yang menyatakan bahwa pendapatan memiliki efek penting terhadap keputusan untuk melakukan perubahan.


(73)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.2. Karakteristik Responden Menurut Penghasilan

5.1.3. Lama Menghuni Rumah

Dari 17 responden yang diteliti, ternyata pada umumnya baru menghuni rumah yang telah mereka beli dari Perumnas sekitar 3-5 tahun. Angka yang didapat cukup signifikan, dapat dilihat dari persentasenya yaitu 53%. Kemudian diikuti oleh responden yang telah menghuni rumahnya 6-10 tahun sebanyak 35%. Sedangkan >10 tahun dan <3 tahun sama-sama memperoleh angka 6%. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melakukan perubahan demi memenuhi kebutuhan akan ruang untuk mendukung aktivitas sehari-hari.


(74)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.3. Karakteristik Responden Menurut Lama Menghuni Rumah

5.1.4. Jumlah Anggota Keluarga

Penambahan jumlah anggota keluarga turut mempengaruhi keputusan penghuni mengadakan perubahan. Dari diagram di bawah terlihat bahwa pada awal menghuni rumah jumlah anggota keluarga dominan terdiri dari 3-4 orang sebanyak 58%. Mungkin hal ini terjadi karena penghuni merupakan pasangan muda yang masih dikaruniai satu atau dua orang anak. Berikut diagramnya.


(75)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.4. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Awal Anggota Keluarga

Dalam jangka waktu beberapa tahun kemudian, berdasarkan hasil kuisioner, terdapat kenaikan jumlah anggota keluarga. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena anak bertambah atau ada sanak saudara yang ikut menghuni rumah tersebut. Pertambahan jumlah anggota keluarga menjadi 5 orang paling banyak dipilih oleh responden, yaitu sekitar 28%. Gambaran mengenai penjelasan di atas dapat dilihat pada diagram di bawah ini.


(76)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.5. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Sekarang Anggota Keluarga

5.1.5. Kelompok Usia Anak

Rentang usia anak dari 17 responden cukup variatif, antara <5 tahun - >15 tahun. Hal ini penting untuk ditelaah mengingat bahwa tingkat privasi seorang anak cenderung meningkat jika anak tersebut beranjak dewasa, seperti yang telah diteliti oleh Tipple, et.al (2000). Hasil kuisioner menunjukkan bahwa rentang usia yang dominan adalah antara 5-10 tahun sebanyak 35%. Kemudian usia anak >15 tahun sebanyak 29%. Penjelasan di atas dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.


(77)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.6. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Usia Anak

5.1.6. Pendidikan

Tingkat pendidikan responden cukup tinggi, terlihat dari hasil kuisioner bahwa responden mempunyai tingkat pendidikan terendah adalah SMA/sederajat, kemudian akademi, dan sarjana. Responden yang tamat SMA/sederajat jumlahnya cukup signifikan dibandingkan dengan tamatan akademi dan sarjana, yaitu sebanyak 65%. Berikut dapat dilihat pada diagram di bawah ini.


(78)

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.7. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan

5.2. Analisis Perubahan 5.2.1. Perubahan Ruang

Dari sekian banyak jenis ruang yang telah ditambah oleh responden pada rumah inti mereka, ternyata dapur dan ruang makan menjadi ruang yang paling sering ditambah yaitu sekitar 19%, yang artinya bahwa 16 dari 17 sampel rumah yang diteliti telah menambah dapur, dan biasanya dapur menyatu dengan ruang makan. Untuk Tipe 29 dan Tipe 36 memang belum disediakan dapur dan ruang makan oleh pihak Perumnas. Sedangkan Tipe 54 hanya dapur yang sudah tersedia, namun ukurannya sangat minim. Untuk selanjutnya, perluasan atau penambahan jumlah toilet (kamar mandi) menjadi pilihan responden yaitu sebanyak 13%. Memperbesar


(79)

ruang keluarga juga banyak dilakukan oleh para responden. Jika dilihat dari ukurannya maka dapat dikatakan bahwa hirarki ruang keluarga lebih tinggi dari ruang yang lain karena di ruang inilah kegiatan banyak dilakukan. Organisasi ruang yang tercipta pada semua rumah yang menjadi sampel penelitian adalah grid.

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008

Gambar 5.8. Karakteristik Perubahan Ruang

5.2.2. Perubahan Fungsi Ruang

Perubahan yang dilakukan oleh para responden pada umumnya adalah menambah ruang, karena ruang yang tersedia pada rumah inti tidak mampu mendukung aktivitas sehari-hari para responden tersebut. Dari aspek fungsi, ruang-ruang pada rumah inti tidak ada yang berubah, namun yang berubah adalah aktivitas yang terjadi pada ruang tersebut. Rumah inti yang disediakan oleh perumnas pada umumnya tidak ada penyekat, sehingga menjadi multi fungsi (Silas, 2002).


(80)

5.2.3. Perubahan Elemen Rumah

Dalam upaya menyediakan rumah bagi golongan menengah ke bawah, Perum Perumnas membangun rumah murah yang disebut rumah sederhana sehat. Rumah murah ini diharapkan mampu dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Karena berkonteks murah, maka bahan bangunan ataupun elemen yang digunakan mempunyai kualitas minimum, sehingga penghuni selalu mengganti elemen-elemen rumah inti dengan elemen yang berkualitas lebih baik lagi. Elemen yang dikaji dibatasi menjadi enam elemen saja yaitu pintu, jendela, lantai, dinding, atap, dan kolom.

Dari hasil penelitian, elemen yang paling sering diganti oleh penghuni adalah lantai, yaitu dari lantai semen diganti menjadi lantai keramik. Hal ini disebabkan karena keinginan penghuni dan penghuni tersebut mampu secara ekonomi.

Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2008


(81)

(82)

(83)

Keterangan:

RT : Ruang Tamu M : Musholla

RK : Ruang Keluarga RB : Ruang Belajar

RTU : Ruang Tidur Utama GD : Gudang

RTA : Ruang Tidur Anak GRS : Garasi

RM : Ruang Makan WR : Warung

T : Toilet RSG : Ruang Serba Guna

D : Dapur

5.3. Analisis Crosstab dan Chi-Square 5.3.1. Perubahan Ruang

Dari tabel crosstab di bawah ini menunjukkan bahwa responden terpilih lebih banyak mempunyai jumlah penghasilan tiap bulannya > 2.000.000 yaitu sebanyak 52,9%. Hal ini membuktikan bahwa dengan memiliki tingkat perekonomian yang tinggi, memberi kesempatan yang lebih besar bagi penghuni untuk melakukan perubahan pada rumahnya (Tipple, et.al, 2000). Ditambahkan oleh Garrod, et.al. (dalam Sueca, 2005) bahwa penghuni rumah yang mempunyai ruang lebih sedikit besar kemungkinan mengadakan perluasan rumah dibandingkan dengan penghuni yang memiliki ruang yang lebih banyak.


(84)

Tabel 5.2. Crosstab Perubahan Ruang terhadap Ekonomi Penghuni

Jumlah Penghasilan Setiap Bulan Total

Rp. 0,5 - 1 Juta

Rp. 1 - 1,5 Juta

Rp. 1,5 - 2 Juta

> Rp. 2 Juta Perubahan/

Penamba han Ruang

Dapur Count

2 4 2 3 11

% within

Perubahan/Penambahan

Ruang 18.2% 36.4% 18.2% 27.3% 100.0%

% within Jumlah

Penghasilan Setiap

Bulan 100.0% 100.0% 100.0% 33.3% 64.7%

% of Total 11.8% 23.5% 11.8% 17.6% 64.7%

Lain-lain

Count

0 0 0 6 6

% within

Perubahan/Penambahan

Ruang .0% .0% .0% 100.0% 100.0%

% within Jumlah

Penghasilan Setiap

Bulan .0% .0% .0% 66.7% 35.3%

% of Total .0% .0% .0% 35.3% 35.3%

Total Count 2 4 2 9 17

% within

Perubahan/Penambahan

Ruang 11.8% 23.5% 11.8% 52.9% 100.0%

% within Jumlah

Penghasilan Setiap

Bulan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 11.8% 23.5% 11.8% 52.9% 100.0%

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara ekonomi penghuni dengan perubahan ruang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(85)

Tabel 5.3. Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Tingkat Ekonomi

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson

Chi-Square 8.242(a) 3 .041

Likelihood Ratio 10.617 3 .014

Linear-by-Linear

Association 6.276 1 .012

N of Valid Cases 17

a 7 cells (87.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .71.

Hipotesa chi-square test:

a. Ho: bila tidak ada hubungan perubahan ruang dengan tingkat ekonomi

b. H1: terdapat hubungan antara perubahan ruang dengan tingkat ekonomi

Dasar pengambilan keputusan:

a. Jika chi-square hitung < chi-square tabel maka Ho diterima

b. Jika chi-square hitung > chi-square tabel maka Ho ditolak

Tabel di atas menunjukkan bahwa square hitung sebesar 8,242 dan

chi-square tabel sebesar 7,815 (taraf kepercayaan 95% dan derajat bebas = 3), sehingga

dapat diambil keputusan bahwa chi-square hitung > chi-square tabel maka Ho ditolak. Hal ini dapat diartikan terdapat hubungan antara ekonomi penghuni dengan adanya perubahan ruang.

Untuk melihat keterkaitan adanya faktor jumlah anggota keluarga yang bertambah dengan perubahan ruang dapat dilihat perbandingannya pada dua tabel


(86)

Tabel 5.4. Crosstab Perubahan Ruang terhadap Jumlah Awal Penghuni Rumah

Jumlah Anggota Awal Menghuni

Rumah Total

2 Orang 3 - 4 Orang 5 Orang

Perubahan /Penamba han Ruang

Dapur Count

3 8 0 11

% within

Perubahan/Penambah an Ruang

27.3% 72.7% .0% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Awal Menghuni Rumah

100.0% 80.0% .0% 64.7%

% of Total 17.6% 47.1% .0% 64.7%

Lain-lain

Count

0 2 4 6

% within

Perubahan/Penambah an Ruang

.0% 33.3% 66.7% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Awal Menghuni Rumah

.0% 20.0% 100.0% 35.3%

% of Total .0% 11.8% 23.5% 35.3%

Total Count 3 10 4 17

% within

Perubahan/Penambah an Ruang

17.6% 58.8% 23.5% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Awal Menghuni Rumah

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 17.6% 58.8% 23.5% 100.0%

Tabel 5.5. Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Jumlah Anggota Awal Menghuni Rumah

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 9.994(a) 2 .007

Likelihood Ratio 12.066 2 .002

Linear-by-Linear

Association 7.897 1 .005

N of Valid Cases 17


(87)

Tabel crosstab di atas menunjukkan bahwa pada awal penghuni tinggal di rumah mereka, jumlah anggota keluarga ± 3-4 orang yaitu sebesar 58,8%. Namun pada tahun-tahun berikutnya, jumlah anggota keluarga semakin bertambah menjadi 5 orang sebesar 29,4% seperti yang terlihat pada tabel crosstab di bawah ini. Dari uraian di atas terbukti bahwa adanya perubahan ruang juga dipengaruhi ukuran dan komposisi rumah tangga (Tipple, 2000), dan diantara keduanya terdapat hubungan seperti yang terlihat dari hasil chi-square test.

Tabel 5.6. Crosstab Perubahan Ruang Terhadap Jumlah Anggota Keluarga Sekarang

Jumlah Anggota Sekarang Total

3 Orang 3 - 4 Orang 5 Orang > 5 Orang Perubahan/

Penamba han Ruang

Dapur Count

4 4 3 0 11

% within

Perubahan/Penambah

an Ruang 36.4% 36.4% 27.3% .0% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Sekarang 100.0% 100.0% 60.0% .0% 64.7%

% of Total 23.5% 23.5% 17.6% .0% 64.7%

Lain-lain

Count

0 0 2 4 6

% within

Perubahan/Penambah

an Ruang .0% .0% 33.3% 66.7% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Sekarang .0% .0% 40.0% 100.0% 35.3%

% of Total .0% .0% 11.8% 23.5% 35.3%

Total Count 4 4 5 4 17

% within

Perubahan/Penambah

an Ruang 23.5% 23.5% 29.4% 23.5% 100.0%

% within Jumlah

Anggota Sekarang 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


(88)

Tabel 5.7. Chi Square Test Perubahan Ruang terhadap Jumlah Anggota Sekarang

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.745(a) 3 .008

Likelihood Ratio 15.344 3 .002

Linear-by-Linear

Association 9.483 1 .002

N of Valid Cases 17

a 8 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.41.

5.3.2. Perubahan Fungsi Ruang

Dari tabel crosstab di bawah ini menunjukkan bahwa dengan tingkat ekonomi yang tinggi, dan aktivitas yang beragam membuat suatu ruang tanpa sekat menjadi multi fungsi (Silas, 2002). Hal ini terlihat dari jumlah penghasilan responden setiap bulannya > 2.000.000 sebesar 52,9%.

Tabel 5.8. Crosstab Perubahan Fungsi Ruang terhadap Tingkat Ekonomi

Jumlah Penghasilan Setiap Bulan Total

Rp. 0,5 - 1 Juta

Rp. 1 - 1,5 Juta

Rp. 1,5 - 2 Juta

> Rp. 2

Juta Ruang yang Paling Sering Digunakan Ruang Tamu

% within Ruang yang Paling Sering Digunakan

18.2% 36.4% 18.2% 27.3% 100.0%

% within Jumlah

Penghasilan Setiap

Bulan 100.0% 100.0% 100.0% 33.3% 64.7%

% of Total 11.8% 23.5% 11.8% 17.6% 64.7%

Lain-lain

% within Ruang yang Paling Sering Digunakan

100.0% 100.0%

% within Jumlah

Penghasilan Setiap

Bulan 66.7% 35.3%

% of Total 35.3% 35.3%

Total % within Ruang

yang Paling Sering Digunakan


(1)

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mempunyai penghasilan yang cukup besar (Sueca, 2005). Dengan penghasilan >2.000.000 dan pekerjaan responden yang pada umumnya adalah pedagang/wiraswasta (35%), telah memberi kesempatan bagi penghuni untuk melakukan perubahan pada rumah mereka.

Pertambahan jumlah anggota keluarga turut mempengaruhi perubahan rumah tinggal. Dari hasil penelitian, para responden pada awal menghuni rumah dominan mempunyai anggota keluarga 3-4 orang. Namun, selanjutnya jumlah anggota keluarga bertambah menjadi 5 orang. Terkait Tipple (2000), hal ini membuktikan bahwa komposisi rumah tangga juga berpengaruh terhadap perubahan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Perumnas Martubung 1, maka hasil yang diperoleh adalah:

1. Perubahan fisik rumah tinggal adalah dengan menambah ruang baru, terutama dapur yang biasanya menyatu dengan ruang makan.

2. Dari aspek fungsi ruang mengalami multi fungsi karena adanya perubahan aktivitas.

3. Untuk elemen rumah, yang paling sering dirubah adalah lantai, yaitu dari lantai semen diganti menjadi lantai keramik.

Adapun faktor-faktor penyebab adanya perubahan fisik rumah tinggal adalah: 1. Kemampuan ekonomi penghuni yang cukup tinggi.

2. Jumlah anggota keluarga bertambah.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, terdapat beberapa faktor lain yang ditemukan pada lokasi penelitian, yaitu:

1. Perubahan dilakukan karena keinginan atau selera penghuni yang menginginkan rumahnya berbeda dengan yang lain.


(3)

6.2. Saran

Dalam upaya penyediaan perumahan bagi golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, pihak pengembang (Perum Perumnas) seharusnya tidak hanya terpaku pada rencana standar yang telah diseragamkan. Lebih daripada itu, membangun sebuah rumah diibaratkan membangun sebuah jiwa yang mempunyai karakteristik tersendiri, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penghuninya. Diharapkan juga dalam penyediaan perumahan bagi golongan masyarakat menengah ke bawah ini, pihak pengembang (Perum Perumnas) sebaiknya dapat merancang rumah yang bersifat fleksibel, yang memungkinkan dilakukan perubahan oleh pemiliknya, baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga rumah tersebut dapat berfungsi secara optimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agusinta D, Ni Ketut & Swanendri, Ni Made. 2007. Rancangan Rumah Tumbuh Tipe KPR BTN di Kota Denpasar. Proceeding Pesat (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil), Vol. 2.

Akil, Sjarifuddin. 2004. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. Bandung.

_______, www.pu.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/presentasi.

Altman, I. 1975. The Environment and Social Behavior. Monterey, CA: Brooks/Cole. Amad, Eman. 2000. Measuring the Extent of the User’s Role To Influence Change in

Development in Nablus, West Bank, Palestina. Housing Science, Vol. 24, No. 3, pp. 239-250.

Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur dan Kota di Indonesia. Bandung: Alumni.

Ching, Francis D. K. 2000. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hall, Edward T. 1959. The Silent Language. New York: Doubleday.

Haryadi & Setiawan B. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta: PSL.

Hendraningsih, dkk. 1982. Peran, Kesan dan Pesan Bentuk-Bentuk Arsitektur. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Kellet P., Toro A. & Haramoto E. 1993. Dweller – Initiated Changes and Transformations of Social Housing: Theory and Practice in The Chilean

Context. Open House International. Vol. 18 No. 4, pp. 3-10.

Kepmen Kimpraswil. 2002. Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat.

Kurniasih, Sri. 2007. Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh di Petukangan Utara –

Jakarta Selatan. Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur Jakarta.

Marcella L, Joyce. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: Penerbit Grasindo.


(5)

Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rapoport, A. 1977. Human Aspect of Urban Form. Oxford: Pergamon.

________. 1969. House, Form and Culture. Englewood Cliffs. NJ: Prentice Hall. ________. 1983. The Meaning of the Built Environment. Beverly Hills, California: Sage Publications.

Sastra M, Suparno & Marlina, Endi. 2006. Perencanaan dan Pengembangan

Perumahan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Silas, Johan. 2002. Perancangan Perumahan Rakyat Terpadu: Pendekatan Empirik

dan Lingkungan. Jurnal.

________, www.mukimirts.com/rusu.htm.

Sinai, I. 2001. Moving or Improving: Housing Adjustment Choice in Kumasi, Ghana. Housing Studies. Vol. 16 No. 1, pp. 97-114.

Sueca, Ngakan Putu. 2005. Faktor-faktor Determinan Transformasi Rumah di Bali. Jurnal Permukiman Natah, Vol. 3 No. 2, pp. 62 – 101.

Sueca, Ngakan Putu. 2004. Transformasi Rumah: Prospeknya Untuk Memperbaiki Keadaan Rumah di Indonesia. Jurnal Permukiman Natah, Vol. 2 No. 1, pp. 1

– 55.

Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tipple, A.G. 2000. Extending Themselves: User Initiated Transformations of Government-Built Housing in Developing Countries. Liverpool: Liverpool

Univ. Press.

Tipple A.G. & Salim, A. 1999. User Initiated Extensions as Housing Supply: a Study of Government – Built Low – Cost Housing Estates in Malaysia. TWPR Vol. 21 No. 2, pp. 119-154.

Wahid, Julaihi. 2004. Understanding Home Territory Through Housing Transformation. Jurnal.

Yudohusodo, Siswono. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: Yayasan


(6)