Bukti Surat. Hukum Acara Penyelesaian ”Sengketa Pilkada”

12 Alat-alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg dan Pasal 1866 BW, sebagai berikut : 10

1. Bukti Surat.

2. Bukti Saksi. 3. Persangkaan-persangkaan. 4. Pengakuan. 5. Sumpah. Sedangkan alat-alat bukti dalam perkara pidana diatur menurut Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Dalam Peradilan TUN berdasarkan Pasal 100 Undang-undang No. 5 Tahun 1986, dikenal 5 macam alat bukti, yaitu : 1. surat atau tulisan; 2. keterangan ahli; 3. keterangan saksi; 4. pengakuan para pihak 5. pengetahuan hakim. 10 Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri Jakarta : Pradnya Paramita, 1986 hal.65. 13 Selanjutnya hal yang menjadi persoalan ”krusial” dari hukum acara penyelesaian sengketa pilkada adalah masalah upaya hukum. Apa yang dimaksud oleh Ayat 7 UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan : Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 6 bersifat final? Terhadap persoalan ini ada beberapa pendapat seperti dari CETRO Centre for Electoral Reform yang menyatakan : 11 Walaupun oleh Pasal 106 ayat 7 dikatakan FINAL tapi TIDAK MENGIKAT karena UU No. 32 Tahun 2004 tidak jelas-jelas menyebutnya mengikat. Penulis tidak setuju dengan pernyataan CETRO tersebut di atas, sebab kalau sudah dinyatakan final itu artinya adalah sudah mengikat juga atau inkracht van gewij. Memang UU No. 32 Tahun 2004 tidak menyebutnya mengikat tetapi dalam Pasal 94 ayat 7 PP No. 6 Tahun 2005 disebutkan mengikat. Tetapi akhirnya memang persoalan “final” dan tidak ini mengemuka juga pada kasus pilkada Kota Depok. Putusan Pengadilan Tinggi Jabar ternyata dapat ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung yang hasilnya merupakan pembatalan terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Bandung. Inilah yang menurut penulis telah terjadi di negeri ini ketidakkonsistenan melaksanakan bunyi aturan hukum. Adapun alasan MA menerima PK dari KPUD Kota Depok ini menurut Djoko Sarwoto salah satu Hakim Agung yang memutus PK menyadari ada dua aspek yang timbul dalam perkara sengketa Pilkada Depok ini adalah : Pertama, dari aspek prosedural ia mengakui UU No.322004 tidak memperkenankan adanya upaya hukum lain. Namun, dalam perjalanannya, muncul aspek kedua, yakni rasa 11 CETRO, Pernyataan Pers, Putusan Final Tetapi Tidak Mengikat, Acrobat Reader, Jakarta 5 Agustus 2005. 14 keadilan. Para hakim agung, menurut Djoko, berpendapat rasa keadilan yang harus diutamakan. Djoko melanjutkan, secara teknis yuridis harus pula diperhatikan Perma No. 22005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Propinsi dan KPUD KabupatenKota, dimana disebutkan hal-hal lain yang tidak diatur dalam UU ini UU Pemda, red, maka berlaku hukum acara perdata. Meski majelis memutus secara bulat, atau tidak ada dissenting opinion pendapat berbeda, Djoko mengungkapkan sempat muncul wacana adanya kekhawatiran anggapan MA melanggar UU. “Ada yang menyarankan agar ini diselesaikan lewat jalur pengawasan,” tuturnya. Namun, terang Djoko, pada akhirnya semuanya sepakat bahwa pertimbangan majelis cukup beralasan, dan upaya hukum PK bisa dipergunakan untuk memperbaiki putusan. Dengan diterimanya PK KPUD Depok, pertanyaan menarik berikutnya adalah, apakah MA akan menerima pengajuan PK terkait dengan sengketa Pilkada dari daerah lain? Hal ini rupanya telah pula diantisipasi MA. Djoko mengemukakan, lembaganya telah berhitung bahwa menerima PK KPUD Depok akan membawa ko nsekuensi membanjirnya permohonan serupa dari daerah-daerah. Namun, untuk mengantisipasinya, MA telah memberikan batasan permohonan PK seperti apa yang bakal diterima atau ditolak. Batasan itu seperti disampaikan Djoko adalah adanya kesalahan yang nyata. “Maka sepanjang tidak ada kesalahan nyata maka permohonan PK tersebut tidak dapat diterima,” tukas Djoko. Dengan demikian menurut penulis apa yang sudah dilakukan oleh Mahkamah Agung ini bukan menjadi semakin adil malahan semakin membuka ketidakadilan dan diskriminasi bagi justiabelen yang lain. 15

E. Studi Kasus. 1. Kota Depok.