1
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Citra digital memiliki banyak kelebihan dibandingkan citra berbentuk fisik, salah satunya adalah mudah diduplikasi dan dikirimkan dengan waktu yang singkat.
Hal ini kemudian dimanfaatkan untuk pengiriman dokumen berbentuk citra digital untuk registrasi seperti pengajuan beasiswa online atau pengajuan lamaran kerja,
berupa dokumen ijazah atau sertifikat dalam bentuk citra digital Sesuai dengan sifatnya, media digital memungkinkan tak terbatasnya salinan
yang sulit dibedakan dengan aslinya dan dengan mudah dimanipulasi atau dimodifikasi untuk merubah informasi dari media digital tersebut oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk memberi tanda kepemilikan atau keaslian dari dokumen citra digital tersebut dengan
menyisipkan informasi pemilik atau penanda keaslian pada citra dokumen digital tersebut, salah satunya dengan metode watermarking.
Watermarking yang baik merupakan suatu teknik penyembunyian suatu data atau informasi “rahasia” berupa citra digital yang disebut watermark, ke dalam
suatu citra digital lainnya disebut dengan citra host, tetapi orang lain tidak menyadari kehadiran adanya data tambahan pada citra tersebut. Jadi seolah-olah
tidak ada perbedaan antara host sebelum dan sesudah proses watermarking.
2
Seseorang atau suatu lembaga tidak ingin dirugikan karena citra dokumen digital yang sudah dimanipulasi atau dimodifikasi mengalami perubahan informasi
dari citra dokumen digital tersebut. Biasanya untuk menghindari manipulasi atau modifikasi informasi citra dokumen digital, seseorang atau suatu lembaga yang
memiliki hak atas citra dokumen digital tersebut akan memberi tanda kepemilikan atau informasi lainnya agar dokumen citra digital tersebut tidak mudah
dimanipulasi atau dimodifikasi. Ada beberapa teknik watermarking yang digunakan yaitu teknik
watermarking yang bekerja pada domain frekuensi, spasial dan feature. Pada domain frekuensi salah satunya adalah dengan metode Discrete Wavelet Transform
DWT, pada domain spasial ada beberapa metode diantaranya Singular Value Decomposition SVD dan Least Significant Bit LSB, sedangkan pada domain
feature ada feature point extraction dengan dekomposisi Haar-Wavelet. Discrete Wavelet Transform DWT merupakan salah satu metode yang
banyak digunakan dalam teknik blind watermarking maupun non-blind watermarking pada domain transform. Watermarking yang berbasis wavelet adalah
pendekatan yang populer karena kekuatannya melawan malicious attack modifikasi citra ber-watermark. Discrete Wavelet Transform DWT membagi
sebuah dimensi sinyal menjadi dua bagian, yaitu bagian dengan frekuensi tinggi dan frekuensi rendah, yang disebut dengan dekomposisi. Sebuah sinyal dilewatkan
melalui highpass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi, dan dilewatkan melalui lowpass filter untuk menganalisis frekuensi rendah. Keluaran dari highpass filter
dan lowpass filter ini menghasilkan koefisien DWT, sehingga citra asli dapat
3
direkonstruksi. Proses rekonstruksi ini disebut Inverse Discrete Wavelet Transform IDWT. Secara umum penyisipan watermark ke dalam citra dilakukan dengan cara
membandingkan koefisien DWT dari dekomposisi citra. Koefisien yang memiliki nilai terbesar adalah tempat yang paling signifikan untuk menyisipkan
watermark. Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Dean Fathony Alfatwa.
Berdasarkan Alfatwa, 2003 dilakukan dekomposisi DWT dalam beberapa level, watermark yang digunakan berupa citra hitam putih dengan format bitmap image
.bmp dan bahasa pemrograman yang digunakan adalah Java. Sedangkan dalam skripsi ini, penulis melakukan penelitian terhadap pemilihan konstanta penyisipan
pada proses dekomposisi DWT dalam 1 level, watermark yang digunakan berupa citra dengan format Joint Photographic Experts Group berekstensi .jpg.jpeg yang
memiliki keping warna red, green, dan blue RGB, serta melakukan pengujian terhadap citra ber-watermark yang sudah mengalami modifikasi.
1.2. Permasalahan