ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM PEREKRUTAN ANGGOTA NEGARA ISLAM INDONESIA (NII) (Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.)

(1)

(Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.) (Skripsi)

Oleh

TOMI SUDRAJAT 0812011297

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan... 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana... 15

1. Pengertian Tindak Pidana ... 15

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 21

B. Pengertian Penipuan dan Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan ... 25

1. Pengertian Penipuan ... 25

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan ... 26

C. Pertanggungjawaban Pidana... 27

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ... 28

E. Putusan Pengadilan... 32

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 35

B. Jenis dan Sumber Data ... 36

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 38


(3)

DAFTAR PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 41 B. Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penipuan dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam Perkara Nomor : 687/Pid.B/2011/PN.TK... 42 C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hakim dalam Menjatuhkan

Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan dalam

Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII)... 54 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 60 B. Saran ... 62


(4)

PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM PEREKRUTAN ANGGOTA NEGARA ISLAM INDONESIA (NII)

(Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.) Oleh

TOMI SUDRAJAT

Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Buku Kedua Bab XXV Pasal 378 KUHP yaitu : “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapus piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK dan Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK.

Pendekatan penelitian menggunaan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Responden penelitian terdiri dari Anggota Kepolisisan Resort Kota Bandar Lampung, Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang. Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik studi pustaka dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif.

Hasil penelitian diperoleh bahwa Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) diatur pasal kesatu 110 ayat (2) ke 1 KUHPidana kedua 378 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) Bulan 15 (lima belas) hari. Faktor– faktor yang mempengaruhi Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII).Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang alasan hakim


(5)

KUHPidana Kedua 378 jo pasal 55 ayat (1) 1 KUHPidana, dibagi menjadi dua kategori yaitu Hal-hal yang memberatkan Perbuatan terdakwa telah merugikan saksi Buana Dwi Ariani dan saksi Ucie Ardhika. Hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum.Terdakwa bersikap sopan dipersidangan sehingga sidang berjalan dengan lancar. Terdakwa mengakui secara terus terang semua perbuatannya. Para terdakwa juga sebagai korban penipuan dan telah menyerahkan uang terdakwa I sebesar Rp. 25.000.000; (dua puluh lima juta rupiah) dan terdakwa II sebesar Rp. 19.000.000; (sembilan belas juta rupiah) kepada yang mengaku Ridwan dan Rivat (DPO)/belum terungkap. Bahwa antara kedua orang tua telah melakukan perdamaian dan dari pihak keluarga telah mengembalikan uang sebesar Rp. 16.000.000; (enam belas juta rupiah) dan barang berupa handphone milik saksi Buana Dwi Ariani dan saksi Ucie.

Kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan adalah pertanggung jawaban pidana serta faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK untuk dijatuhi pidana harus terlebih dahulu memenuhi unsur- unsur perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana dalam hukum pidana berupa suatu perbuatan yang melawan hukum dan seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya (unsur kesalahan),serta faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan adalah faktor latar belakang, faktor perbuatan yang dilakukan, faktor barang bukti dalam persidangan. Saran, Meningkatkan kinerja aparat penegak hukum khususnya hakim, agar dalam menjatuhkan putusan memepertimbangkan aspek yuridis dan sosiologis. Suatu penerapan sanksi pidana penipuan yang dilakukan dalam hal ini perlu ada pengaturan secara tegas dan terperinci dalam menjatuhkan putusan. Hendaknya hakim memberikan efek jera kepada terdakwa sebagai upaya dari seorang penegak hukum untuk menanggulangi perkara penipuan yang semakin sering terjadi di tengah-tengah masyarakat.


(6)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat semakin hari kian meningkat. Hal ini mendorong masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tersebut dengan berbagai cara yang dianggap menguntungkan sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Kebutuhan tersebut mereka penuhi dengan jalan menyalahgunakan kepercayaan, jabatan, wewenang dan kekuasaan yang ada pada dirinya.

Kejahatan yang berlangsung ditengah- tengah masyarakat makin berkembang. Kecendrungan- kecendrungan untuk mencapai kesejahteraan material dengan mengabaikan nilai- nilai dalam kehidupan mulai tampak. Salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatan- kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada umumnya bertalian pada uang, harta benda atau harta kekayaan kejahatan terhadap harta kekayaan ini semakin berkembang apabila tingkat kehidupan masyarakat semakin berat dan semakin melunturnya nilai- nilai kehidupan.

Berbagai macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat yang erat hubungannya dengan harta benda salah satunya adalah kejahatan penipuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan dengan berbagai macam bentuk dan


(7)

perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan penipuan yang semakin kompleks.

Hukum pidana sebagai alat atau sarana bagi penyelesaian terhadap problematika ini diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat. Karena itu, pembangunan hukum dan hukum pidana pada khususnya, perlu lebih ditingkatkan dan diupayakan secara terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan guna menjawab semua tantangan dari semakin meningkatmya kejahatan dan perkembangan tindak pidana.

Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan ekonomi, padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat.

Nilai-nilai kehidupan cenderung luntur, hal ini memberikan peluang tertentu kepada anggota masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana yang erat hubungannya dengan harta benda, yaitu tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Buku Kedua Bab XXV Pasal 378 KUHP yaitu :

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapus piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.


(8)

Telah diatur dengan tegas sanksi untuk pelaku penipuan, tetapi perbuatan itu sering terjadi di Bandar Lampung. Realita masalah yang ada adalah sering terjadinya tindak pidana penipuan, sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Peraturan mengenai tindak pidana penipuan ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan tindak pidana yang paling panjang pembahasannya, diantara kejahatan terhadap harta benda lainnya, dalam ketentuan Pasal 378 KUHP penipuan terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan ini ditujukan pada orang lain ( menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan dengan memakai nama palsu, tipu muslihat, martabat palsu serta rangkaian kebohongan.

Hakim dalam memberikan suatu keadilan melakukan tindakan dengan menelaah dahulu kebenaran peristiwa yang menyetai dan menghubungkan dengan hukum yang berlaku, setelah itu baru hakim dapat menjatuhkan putusan, dalam memberikan putusannya hakim harus mempertimbangkan dari segi hukum tertulis dan dari segi kebiasaan serta faktor-faktor yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat, dengan demikian rasa keadilan masyarakat dapat tercapai. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang berpegang pada keyakinan bahwa hakim dalam menangani perkara berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

Sebagaimana diketahui Kasus ini terjadi pada bulan April 2011. Berawal pada hari Senin tanggal 18 April 2011 sekitar pukul 16.00 WIB, ketika saksi Buana Dwi Ariani bersama dengan Ucie Andhika akan mencetak foto di Chandra Supermarket Tanjung Karang. Kemudian datang Mala teman saksi Buana Dwi Ariani mengajak bertemu


(9)

seseorang yang mengaku sebagai trener motivasi dan mengaku lulusan S2 UGM Jurusan Agama Islam dan kemudian mereka bertemu terdakwa II Sintia als Raidha als Anggun Psikiatri di KFC Chandra Supermarket Tanjung Karang. Dalam pertemuan itu terdakwa menceritakan bagaimana islam di Indonesia dengan naungan Pancasila yang posisinya dibawah Al-Qur’an dan Islam di Indonesia telah terbagi

beberapa golongan. Terdakwa kemudian mengajak untuk tidak termasuk dalam suatu golongan apapun dan mengatakan Pancasila telah membawahi Al-Qur’an yang

seharusnya Al-Qur’an membawahi Pancasila. Kemudian pertemuan kedua terjadi

pada hari selasa tanggal 19 April 2011 kira-kira pukul 16.00 WIB bertempat di musola pondok kelapa Unila. Pada pertemuan itu terdakwa II Sintia als Raidha als Anggun Psikiatri melanjutkan materi yang disampaikannya pada saat pertemuan

pertama. Terdakwa II mengatakan bahwa “ orang-orang yang dibawah Pancasila itu dijuluki sebagai binatang ternak fasik, Kafir dan seburuk-buruknyaumat”. Pertemuan

ketiga pada tanggal 20 April 2011 kira-kira pukul 17.00 WIB bertempat dimushola pondok kelapa Unila, terdakwa II Sintia als Raidha als Anggun Psikiatri memberikan solusi bagaimanacara untuk hijrah (pindah) dari NKRI ke NKA/NII dan terdakwa mengatakan memerlukan biaya sebanyak Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah). Terdakwa mengajak Buana Dwi ariani kesuatu tempat di Jakarta dan didata oleh Abi Rifat dan memotivasi agar saksi tetap yakin dengan faham NKA/NII. Saksi mendapatkan Takiah dari terdakwa yang isinya tentang akidah yaitu penyucian diri yang harus dibayar sebesar Rp 24.000.000,- terdakwa dan rekannya membuat strategi agar kedua orang tua Ucie Ardika dan Buana Dwi Ariani mengeluarkan uang dengan modus Buana Dwi Ariani telah menghilangkan laptop milik terdakwa. Selanjutnya Buana


(10)

Dwi Ariani menelpon ibunya mengatakan sambil menangis telah menghilangkan laptop temannya dan harus diganti secepat mungkin dengan ganti rugi sebesar Rp19.000.000,- dan saksi memberikan telpon kepada terdakwa I Qonita als Emi Emilina dan terdakwa I mengatakan kepada orang tua Buana Dwi Ariani mita ganti rugi uang sebesar Rp. 16.000.000,- dan uang tersebut akan dipakai untuk kakak terdakwa I menjadi TNI AL. Terdakwa I bersama Buana Dwi Ariani datang kerumah orangtua saksi dan orangtua saksi (Relawati) menyerahkan ganti laptop milik terdakwa I yang telah dihilangkan oleh Buana Dwi Ariani dengan uang sejumlah Rp. 16.000.000,- kepada terdakwa I. Terdakwa I dan terdakwa II selanjutnya mengatakan kepada saksi Ucie Ardhika agar bilang ke orangtuanya telah menghilangkan camera canon milik terdakwa I dan akan menganti camera yang hilang tersebut. Tangal 5 Mei 2011 saksi Buana Dwi Ariani dan saksi Ucie Ardhika merasa curiga terhadap terdakwa I dan II telah melakukan penipuan, selanjutnya saksi melaporkan perbuatan terdakwa ke Polda Lampung. Akibat perbuatan terdakwa sehingga saksi Buana Dwi Ariani menderita kerugian Rp. 16.500.000,- (enam belas juta lima ratus ribu rupiah) dan saksi Ucie Ardhika menderita kerugian sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

Perbuatan pelaku jelas ditujukan untuk menguntukan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, karean pelaku dalam keadaan sadar mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu bersifat, melawan hukum, karena keuntungan diperoleh dengan menggunakan alat- alat pembujuk, yakni: dengan keadaan palsu, dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan- perkataan


(11)

bohong, sebab pada keuntungan yang dituju masihn melekat kekurang patutan dari alat- alat pembujuk yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan itu tidak wajar atau tidak patut menurut masyarakat sehingga merugikan orang lain.

Berdasarkan uraian diatas yang sekaligus juga melatarbelakangi masalah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan kemudian membahasnya lebih lanjut

dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) (Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.) ”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK ?

b. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK ?


(12)

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam skripsi ini membahas pertanggung jawaban pelaku tindak pidana sehubungan dengan perkara tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK dan faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara Nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut : a. Kegunaan secara teoritis

Kegunaan penulisan ini adalah untuk pengembangan kemampuan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki


(13)

untuk dapat mengungkapkan secara obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada, khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek hukum pidana penipuan.

b. Kegunaan secara praktis

Sebagai sarana bagi penulis untuk memperdalam ilmu hukum pidana dan memberikan kontribusi atau masukan sebagai bahan pemikiran bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya yang berkaitan dengan pertanggung jawaban pelaku tindak pidana penipuan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh penulis (Soerjono Soekamto, 1984: 125).

Pertanggung jawaban yaitu sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. Perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana (Roeslan Saleh,1983 : 75).


(14)

Permasalahan pertama penulis menggunakan teori keseimbangan mono-dualistik yang memandang tentang ajaran kesalahan. Dasar dilakukan pemidanaan maupun pertanggung jawaban pidana terhadap perbuatan melawan hukum adalah adanya unsur kesalahan dari si pembuat. Tanpa adanya unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Dalam hal ini berlaku asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld). Kesalahan dalam hal ini adalah adanya tindak pidana yang melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana (Moeljatno, 1985 : 153).

Kesalahan dalam arti seluas-luasnya dapat disamakan dengan pengertian pertanggung jawaban pidana dalam hukum pidana, didalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi apabila suatu perbuatan pidana memenuhi ketiga unsur diatas maka orang yang bersangkutan dapat dinyatakan bersalah dan perbuatannya dapat dipertanggung jawabkan.

Pertangungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :

1. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku.

2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai.


(15)

3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.

Orang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut dengan pidana, apabila ia mempunyai kesalahan. Seseorang mempunyai kesalahan, apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut.

Permasalahan kedua penulis menggunakan teori yang diambil dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam memutuskan perkara terhadap terdakwa Emi Maelina als Konita Sopia Azaria dan terdakwa Anggun Psikiatri als Shintia als Radiah dalam perkara nomor : 678/Pid.B/2011/PN.TK dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain faktor latar belakang, faktor perbuatan yang dilakukannya, dan saksi-saksi serta alat bukti dipersidangan.

Mengenai putusan hakim dipertegas juga dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Pasal 50 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan hakim mempunyai kekuasaan sepenuhnya dan kebebasan untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. Hakim dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk melaksanakan putusan tidak ada tekanan dari pihak manapun tidak terikat oleh lembaga manapun, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4


(16)

tahun 2004 jo Undang-Undang no 48 tahun 2009 Pasal 50 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan ”Hakim sebagai penegak hukum dan

keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat”.

2. Konseptual

Kerangka Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132).

Pada penelitian ini akan dijelaskan pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam skripsi ini adalah :

1. Pertanggungjawaban Pidana: bertanggungjawab atas suatu perbuatan pidana; berarti yang bersangkutan secara sah dapat dikenai sanksi pidana karena perbuatannya (Roeslan Saleh, 1983 : 34).

2. Pelaku : setiap orang yang menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan tindak pidana, artinya mereka yang melakukan yang memenuhi syarat bagi terwujudnya akibat yang berupa tindak pidana (Moeljanto, 1993).


(17)

3. Tindak Pidana : perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljanto, 1993 :54).

4. Tindak pidana penipuan : sutau perbuatan yang melawan terhadap hukum pidana, dan diatur dalam Kitab undang-Undang Hukum Pidana, serta pelakunya diancam dengan hukuman pidana, serta pelakunya diancam dengan hukuman pidana, yang diatur dalam Pasal 378 KUHP.

5. Hakim : pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 ayat (8) KUHP).

6. Putusan peradilan : pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 ayat (11) KUHP).

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan maka sistematika penulisannya terdiri dari :

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis mengemukakan latar belakang dan pokok permasalahan dari skripsi yang akan dibahas, tujuan penelitian, metode pengumpulan data, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan skripsi.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis mencoba menelusuri berbagai acuan yang berkaitan dengan materi pokok skripsi ini berupa; definisi, ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta pendapat hukum dari berbagai ahli.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan uraian tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Bab ini menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan penulis dalam melakukan pendekatan masalah, yaitu dalam hal memperoleh dan mengklasifikasikan sumber dan jenis data, cara penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data. Dari proses pengolahan data. Dari proses pengolahan data, kemudian diuraikan dengan cara melakukan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan tentang hasil penelitian dan pembahasan terhadap permasalahan. Adapun pembahasan yang dimaksud adalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) serta faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara nomor : 678/Pid.B/2011/PN.TK.


(19)

V. PENUTUP

Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang secara singkat berisikan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adam Normies, 1992.Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya, : karya Ilmu. Bandung Moeljanto, 1993.Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jogjakarta. Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana.

Angkasa. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan 3. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Salinan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Nomor : 678/Pid.B/2011/PN.TK. Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


(21)

A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar (Barda Nawawi Arief, 1996: 27).

Konstelasi negara modern, hukum dapat difungsikan sebagai sarana rekayasa sosial (law as a tool of sosial engineering). Roscoe Pound menekankan arti pentingnya hukum sebagai sarana rekayasa sosial ini, terutama melalui mekanisme penyelesaian kasus oleh badan-badan peradilan yang akan menghasilkan jurisprudensi. Konteks sosial teori ini adalah masyarakat dan badan peradilan di Amerika Serikat.Dalam konteks ke Indonesiaan, fungsi hukum


(22)

demikian itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja diartikan sebagai sarana pendorong pembaharuan masyarakat (Roscoe Pound, 1978: 114).

Sebagai sarana untuk mendorong pembaharuan masyarakat, penekanannya terletak pada pembentukan peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif, yang dimaksudkan untuk menggagas konstruksi masyarakat baru yang ingin diwujudkan di masa depan melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan itu. Penegakan hukum, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1983: 57)

Keinginan-keinginan hukum yang dimaksudkan di sini yaitu yang merupakan pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Pada gilirannya, proses penegakan hukum itu memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Dari keadaan ini, dengan nada ekstrim dapat dikatakan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan hukum yang harus dijalankan itu dibuat (Satjipto Rahardjo, 1983: 57).

Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan. Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas.


(23)

Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup (Satjipto Rahardjo, 1983: 57).

Sementara itu Satjipto Rahardjo membedakan berbagai unsur yang berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat. Berdasarkan criteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga unsur utama yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Pertama, unsur pembuatan undang-undang cq. lembaga legislatif. Kedua, unsur penegakan hukum cq. polisi, jaksa dan hakim. Danketiga,unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial. Pada sisi lain, Jerome Frank juga berbicara tentang berbagai faktor yang turut terlibat dalam proses penegakan hukum. Beberapa faktor ini selain faktor kaidah-kaidah hukumnya, juga meliputi prasangka politik, ekonomi, moral serta simpati dan antipati pribadi (Satjipto Rahardjo, 1983: 57).

Lawrence M. Friedman melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu menyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), komponen substansi hukum (legal substance) dan komponen budaya hukum (legal culture). Struktur hukum (legal structure) merupakan batang tubuh, kerangka, bentuk abadi dari suatu sistem. Substansi hukum (legal


(24)

substance) aturan-aturan dan norma-norma actual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga, kenyataan, bentuk perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam sistem. Adapun kultur atau budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum (Theo Huijbers, 1991: 24: 144).

Friedman menambahkan pula komponen yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal impact). Dengan komponen dampak hukum ini yang dimaksudkan adalah dampak dari suatu keputusan hukum yang menjadi objek kajian peneliti. Berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger Cotterrell, konsep budaya hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga Negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat berfungsi pada masyarakat yang berbeda (Roger Cotterrell, 1984: 110).

Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundang-undangan, telah diterima sebagai instrumen resmi yang memeperoleh aspirasi untuk dikembangkan, yang diorientasikan secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Hukum dengan karakter yang demikian itu lebih dikenal dengan konsep hukum law as a tool of sosial engineering dari


(25)

Roscoe Pound,,atau yang di dalam terminologi Mochtar Kusumaatmadja disebutkan sebagai hukum yang berfungsi sebagai sarana untuk membantu perubahan masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja, 1986: 90).

Karakter keberpihakan hukum yang responsif ini, sering disebutkan sebagai hukum yang emansipatif. Hukum yang emansipatif mengindikasikan sifat demokratis dan egaliter, yakni hukum yang memberikan perhatian pada upaya memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dan peluang yang lebih besar kepada warga masyarakat yang lemah secara sosial, ekonomi dan politis untuk dapat mengambil peran partisipatif dalam semua bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dikatakan bahwa hukum yang responsif terdapat di dalam masyarakat yang menjunjung tinggi semangat demokrasi. Hukum responsif menampakkan ciri bahwa hukum ada bukan demi hukum itu sendiri, bukan demi kepentingan praktisi hukum, juga bukan untuk membuat pemerintah senang, melainkan hukum ada demi kepentingan rakyat di dalam masyarakat (Max Weber dalam A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, 1988: 19).

Karakter hukum positif dalam wujudnya sebagai peraturan peraturan perundang-undangan, di samping ditentukan oleh suasana atau konfigurasi politik momentum pembuatannya, juga berkaitan erat dengan komitmen moral serta profesional dari para anggota legislatif itu sendiri. Oleh karena semangat hukum (spirit of law) yang dibangun berkaitan erat dengan visi pembentuk undang-undang, maka dalam konteks membangun hukum yang demokratis, tinjauan tentang peran pembentuk undang-undang penting dilakukan. Dikemukakan oleh Gardiner bahwa


(26)

pembentuk undang-undang tidak semata-mata berkewajiban to adapt the law to this changed society, melainkan juga memiliki kesempatan untuk memberikan sumbangan terhadap pembentukan perubahan masyarakat itu sendiri. Pembentuk undang-undang, , tidak lagi semata-mata mengikuti perubahan masyarakat, akan tetapi justru mendahului perubahan masyarakat itu. Dalam kaitan ini Roeslan Saleh menegaskan bahwa masyarakat yang adil dan makmur serta modern yang merupakan tujuan pembangunan bangsa, justru sesungguhnya merupakan kreasi tidak langsung dari pembentuk undang-undang (Roeslan Saleh, 1979: 97).

Arti terpenting dari adanya hukum pidana sebagai bagian dari sistem hukum yang berlaku di dalam suatu negara terletak pada tujuan hukum pidana itu sendiri yakni menciptakan tata tertib di dalam masyarakat sehingga kehidupan masyarakat dapat berlangsung dengan damai dan tenteram. Tujuan hukum pidana secara umum demikian ini, sebenarnya tidak banyak berbeda dengan tujuan yang ingin dicapai oleh bidang-bidang hukum lainnya. Perbedaannya terletak pada cara kerja hukum pidana dalam mencapai tujuannya, yaitu bahwa upaya untuk mewujudkan tata tertib dan suasana damai ini oleh hukum pidana ditempuh melalui apa yang di dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan istilah pemidanaan atau pemberian pidana.

Cara kerja hukum pidana dengan melakukan pemidanaan atau pemberian pidana ini mempunyai pengertian yang luas. Pemidanaan atau pemberian pidana mempunyai pengertian yang luas dalam arti bisa dibedakan menjadi dua pengertian, yakni (1) pemidanaan dalam arti abstrak (pemidanaan in abstracto), dan (2) pemidanaan dalam arti kongkrit (pemidanaanin concreto). Hukum pidana


(27)

menciptakan tata tertib di dalam masyarakat melalui pemberian pidana secara abstrak, artinya dengan ditetapkannya di dalam undang-undang perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang disertai ancaman pidana, atau dengan ditetapkannya perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tindak pidana di dalam undang-undang, maka diharapkan warga masyarakat akan mengerti dan menyesuaikan diri sehingga tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang telah dilarang dan diancam pidana itu. , dengan diberlakukannya suatu undang-undang pidana yang baru di dalam masyarakat, diharapkan akan tercipta ketertiban di dalam masyarakat.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Suatu tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan (Lamintang, 1981: 69).

Menurut Lamintang (1981: 21) unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah: 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatauculpa)

2. Maksud atauvoornemenpada suatu percobaan 3. Macam-macam maksud atauoogmerk

4. Merencanakan terlebih dahulu atauvoorbedachte raad 5. Perasaan takut atauvress

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah : 1. Sifat melanggar hukum

2. Kualitas dari si pelaku

3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.


(28)

Menurut Marpaung (1988: 147) unsur tindak pidana yang terdiri dari dua unsur pokok, yakni:

Unsur pokok subjektif : 1. Sengaja (dolus) 2. Kealpaan (culpa)

Unsur pokok objektif : 1. Perbuatan manusia

2. Akibat (result) perbuatan manusia 3. Keadaan-keadaan

4. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum (Abdul Hakim, 1994: 187). Kesalahan pelaku tindak pidana berupa dua macam yakni :

1. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet. Kesengajaan ini mempunyai tiga macam jenis yaitu :

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (Oogmerk)

Dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids-Bewustzinj)

Kesengajaan semacam ini ada apbila si pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.

c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkheids-Bewustzijn)

Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayingan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.

2. Culpa

Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu

pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi (Wirjono Prodjodikoro, 1996: 64).


(29)

Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa semua unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada akan menyebabkan tersangka tidak dapat dihukum. Sehingga penyidik harus cermat dalam meneliti tentang adanya unsur-unsur tindak pidana tersebut.

Pasal 1 angka (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disingkat KUHAP), penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Berdasarkan Pasal 1 angka (2) KUHAP dapat disimpulkan penyidikan baru dimulai jika terdapat bukti permulaan yang cukup tentang telah terjadinya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui penyidikan dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara dan Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan dilakukan guna mengumpulkan bukti-bukti sehingga membuat terang Tindak Pidana yang terjadi. Hukum pidana menciptakan tata tertib atau ketertiban melalui pemidanaan dalam arti kongkrit, yakni bilamana setelah suatu undang-undang pidana dibuat dan diberlakukan ternyata ada orang yang melanggarnya, maka melalui proses peradilan pidana orang tersebut dijatuhi pidana. Tujuan penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu sendiri bermacam-macam bergantung pada teori-teori yang dianut di dalam sistem hukum pidana di suatu masa. Kendati demikian, tujuan akhir dari penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu tetap di dalam koridor atau


(30)

kerangka untuk mewujudkan tujuan hukum pidana. Ini berarti bahwa penjatuhan pidana atau pemberian pidana sebenarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kurang dapat ditanggulanginya masalah kejahatan karena hal-hal berikut:

1. Timbulnya jenis-jenis kejahatan dalam dimensi baru yang mengangkat dan berkembang sesual dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Jenis-jenis kejahatan tersebut tidak seluruhnya dapat terjangkau oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan produk peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

2. Meningkatnya kualitas kejahatan baik dari segi pelaku dan modus operandi yang menggunakan peralatan dan teknologi canggih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal kemampuan aparat penegak hukum (khususnya Polri) terbatas baik dan segi kualitas sumber daya manusia, pembiayaan, serta sarana dan prasarananya, sehingga kurang dapat menanggulangi kejahatan secara intensif.

Kebijakan untuk menanggulang masalah-masalah kejahatan di atas dilakukan dengan mengadakan peraturan perundang-undangan di luar KUHP baik dalam bentuk undang-undang pidana maupun undang-undang administratif yang bersanksi pidana, sehingga di dalam merumuskan istilah kejahatan dikenal adanya istilah tindak pidana umum, tindak pidana khusus, dan tindak pidana tertentu. Sesuai dengan ketentuan Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab


(31)

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penanganan masing tindak pidana tersebut diselenggarakan oleh penyidik yang berbeda dengan hukum acara pidananya masing-masing.

B. Pengertian Penipuan dan Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan 1. Pengertian Penipuan

Menurut bahasa, penipuan berasal dari kata “tipu” yang berarti perbuatan atau

perkataan tidak jujur (bohong, palsu, dsb) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung, sedangkan penipuan merupakan proses dari tindakan menipu.

Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam XXV Buku II KUHP, dari Pasal 378 s/d Pasal 394. Title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli

diterjemahkan sebagaia penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua pengertian, yakni : penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP.

Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam pasal 378 ( bentuk pokoknya) da;lam pasal 379 ( bentuk khususnya), atau yang biasa disebut denganoplicthing.

Adapun keseluruhan ketentuan tindak pidanadalam Bab XXV ini disebut dengan penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana disini terdapatnya perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang lain.


(32)

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan

Undang- undang khususnya undang- undang hukum yang mengatur tindak pidana penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP dengan rumusan sebagai berikut:

“ Barang siapa untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, mengerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya member hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun “.

Rumusan yang berbentu kelakuan tersebut merupakan perbuatan yang disengaja untuk menguntungkan diri sendiri dengan unsur- unsure sebagai berikut:

1. Barang siapa.

2. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

3. Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.

4. Menggerakkan orang lain untuk: a. Menyerahkan barang sesuatu. b. Memberi hutang.

c. Menghapus piutang.

Bentuk dari rumusan Pasal 378 KUHP ini sifatnya alternative, artinya apabila setiap kelompok dalam unsure ini sudah memenuhi syarat dari perbuatan materil yang dilakukan pelaku, maka dapat memilih salah satu dari kelompok unsur yang terdapat pada setiap unsur.

Pasal ini yang perlu dibuktikan ialah unsure perbuatan melawan hukum sehingga dapat menggerakkan seseorang untuk menyerahkan sesuatu barang. Perbuatan


(33)

penipuan ini tidak menggunakan sarana paksaan, tetapi dengan kepandaian seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang berbuat sesuatu tanpa kesadaran penuh.

Begitu juga pada kasus penipuan ini yang mana terdakwa mengatakan dapat melakukan penghapusan dosa apabila korban menyetorkan sejumlah uang untuk pindah dari kesatuan NKRI menuju NII dengan tipu muslihatnya dapat menipu mahasiwa/i dibandar lampung, perbuatan tersebut adalah penipuan.

C. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak (Saifudien, 2001: 76).

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal bathinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali jika ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak


(34)

berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Dalam KUHP masalah kemampuan bertanggungjawab ini terdapat dalam Pasal 44 ayat 1 yang berbunyi :

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat,

tidak dipidana” (Saifudien, 2001: 76).

Pertanggungjawaban yang akan dibahas adalah menyangkut tindak pidana yang pada umumnya sudah dirumuskan oleh si pembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya memastikan siapa si pembuatnya tidak mudah karena untuk menentukan siapakah yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada, yaitu sistem peradilan pidana berdasarkan KUHP.

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat lain ia harus benar-benar menguasai konteks hukum sesuai dengan system yang dianut di Indonesia. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasehat hukum untuk bertanya pada saksi-saksi begitu pula penuntut umum. Tugas utama Hakim adalah mengadili, yaitu serangkaian tindakan untuk menerima, memeriksa dan memutuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang, semua itu dimaksudkan untuk menemukan kebenaran materil dan pada akhirnya hakim lah yang bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya.


(35)

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana secara teori-teori pemidanaan pada umumnya dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut Karl.O.Christiansen yang dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi

dalam buku “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”, bahwa teori absolute atau

teori pembalasan suatu pidana dijatuhkan semata-mata orang telah melakukan suatu kejahatan tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan.

Menurut Muladi dan Barda Nawawi cirri-ciri yang terdapat didalam teori ini adalah :

a. Tujuan dari pemidanaan adalah untuk pembalasan.

b. Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana untuk tujuan misalnya untuk kesejahteraan masyarakat.

c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana. d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar.

e. Pidana melihat ke belakang, merupakan pencelaan yang tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan kembali penjahat. (Muladi, Barda Nawawi:1998:8).

2. Teori Relatif

Bahwa teori ini memidana bukanlah untuk balas dendam, melainkan untuk keadilan. Suatu pembalasan itu tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai


(36)

sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Dasar pemidanaan pada teori ini adalah agar orang tersebut dipidana dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi masyarakat.

Menurut Muladi dan Barda Nawawi, cirri-ciri yang terdapat di dalam teori relative ini adalah:

a. Tujuan dari pemidanaan adalah pencegahan.

b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih baik yaitu kesejahteraan masyarakat.

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hokum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku saja yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.

e. Pidana melihat ke depan. Pidana dapat mengandung unsure pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu kejahatan untuk kepentingan masyarakat. (Muladi, Barda Nawawi :1998:8).

3. Teori Gabungan

Menurut aliran ini tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menghubungkan prinsip-prinsip tujuan danpembalasan prinsip-pinsip pembalasan dalam hal kesatuan, oleh karena itu teori demikian disebut teori gabungan atau aliran integrative, dimana suatu tindak pidana harus diikuti dengan pidana dan pencegahan pidana yang harus mempunyai tujuan tertentu dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana, melindungi kepentingan masyarakat dan


(37)

mendidik pelaku tindak pidana agar menjadi baik dan dapat kembali kemasyarakat.

Ketika hakim dihadapkan pada suatu perkara, dalam dirinya berlangsung sesuatu proses pemikiran untuk kemudian memberikan putusannya mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang telah dituduhkan kepadanya.

2. Keputusan mengenai hukumannya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana.

3. Keputusan mengenai pemidanaannya, yaitu terdakwa memang dapat di pidana (Soedarto, 1981:74).

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim akan menilai dengan arif dan bijaksana serta penuh kecermatan kekuatan pembuktian dari pemeriksaan dan kesaksian dalam siding pengadilan (KUAHP Pasal 18 ayat (3)), setelah itu hakim akan mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan yang didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalm pemeriksaan sidang.

Dalam musyawarah tersebut hakim ketua majelis akan mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua


(38)

pendapat harus disertai pertimbangan alasannya (KUHAP Pasal 182 ayat (2) sampai ayat (5)).

Jika dalam musyawarah tersebut tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil dengan suara terbanyak, apabila tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. Pelaksanaan putusan itu dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut rahasia sifatnya.

Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang No.4 tahun 2004 jo. Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa :

“Segala putusan pengadilan selain harus membuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula Pasal tertentu peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hokum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili”.

Putusan hakim merupakan pertanggungjawaban hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk menerima, memeriksa dan memutuskan pekara yang diajukan kepadanya, dimana pertangungjawaban tersebut tidak hanya diajukan kepada hokum, dirinya sendiri atau kepada masyarakat luas, tetapi lebih penting lagi putusan itu harus dapat dipertangungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

E. Putusan Pengadilan 1. Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau lepas dari segala tuntutan


(39)

hukum dalam hal serta menuntut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 Butir 11 KUHAP).

Jenis putusan pengadilan tersebut diatur dalam Pasal 191 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) :

2. Putusan yang membebaskan terdakwa.

3. Putusan yang membenarkan tuduhan jaksa, tetapi perbuatan terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

4. Putusan yang menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa.

2. Acara Pengambilan Keputusan.

Pada Pasal 182 ayat (5) KUHAP diatur bahwa sedapat mungkin musyawarah majelis merupakan pemufakatan bulat, kecuali jika hal itu diusahakan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka ditempuh dua cara yaitu :

1. Putusan diambil dengan suara terbanyak.

2. Jika ketentuan tersebut huruf a tidak diperoleh, putusan yang dipilih adalah Hakim yang saling menguntungkan terdakwa.

3. Isi Keputusan Pengadilan

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan :

“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”.

Isi rumusan pengadilan tersebut harus memuat hal-hal yang seperti tertera pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yaitu :


(40)

a. Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

b. Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta Hakim yang memutuskan dan panitera yang ikut bersidang.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, 1994. Politik Hukum Indonesia, Jakarta: Yayasan. Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Arief, Barda Nawawi,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996

Cotterrell, Roger. The Sociology of Law an Introduction, London: Butterworths, 1984.

Huijbers, Theo,Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius, 1991: 24.

Kusumaatmadja, Mochtar, 1986, Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta.

Muladi & Barda Nawawi Arif. 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana.cet.3.Alumni.Bandung.

P.A.F. Lamintang, dan C. Djisman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus, Tarsito, Bandung

Pound, Roscoe ,Filsafat Hukum, Jakarta: Bhratara. 1989

Rahardjo, Satjipto,Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, 1983. Saleh, Roeslan,. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara

Baru, Jakarta. 1998.

Saifudien, 2001.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bhakti

Weber, Max dalam A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial (Buku I), Jakarta: Sinar Harapan, 1988.

Wirjono Prodjodikoro, 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung : Sumur Bandung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(42)

A. Pendekatan Masalah

Berdasarkan klasifikasi penelitian hukum baik yang bersifat normatif maupun yang bersifat empiris serta ciri-cirinya, maka pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan Yuridis Normatif (Library Research)

Pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan, dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literatur peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan sebagai penelaahan hukum terhadap kaedah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.

Pendekatan ini dilaksanakan dengan mempelajari norma atau kaidah hukum yaitu Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya serta literatur-literatur yang berhubungan dengan tindak pidana penipuan.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum terhadap objek penelitian sebagai pola perilaku yang nyata dalam masyarakat yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan penyelesaian hukum yang dapat


(43)

dilakukan pengadilan dalam mengadili penipuan agama dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) pada Pengadilan Negeri dan identifikasi permasalahannya.

Dipergunakannya pendekatan normatif dan pendekatan empiris karena penelitian ini berdasarkan jenisnya merupakan kombinasi antara penelitian normatif dengan empiris. Sedangkan berdasarkan sifat, bentuk dan tujuannya adalah penelitian deskriptif danproblem identification, yaitu dengan mengidentifikasi masalah yang muncul kemudian dijelaskan berdasarkan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku serta ditunjang dengan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian (Soerjono Soekanto, 1986: 48).

B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 49-50) sumber data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah bersumber pada:

a. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari masyarakat. Dalam hal ini mengenai tugas dan wewenang aparat penegak hukum sebagai penyelenggara peradilan di masyarakat dalam mengadili Penipuan Dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII).

b. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dengan jalan menelaah bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang sesuai dengan masalah yang dibahas.


(44)

2. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan (Library Research) dengan cara membaca, mengutip, menyalin dan menganalisis berbagai literatur. Data sekunder yang terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yaitu:

a. Bahan hukum primer yaitu antara lain meliputi:

1) Undang-Undang No 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang No 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

4) Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer antara lain Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Putusan Pengadilan Nomor : 687/Pid.B/2011/PN.TK.

Bahan hukum tersier merupakan data pendukung yang berasal dari informasi dari buku-buku, literatur, media massa, kamus maupun data-data lainnya. c. Bahan hukum tersier merupakan data pendukung yang berasal dari informasi


(45)

C. Penentuan Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Suharsimi Arikunto, 1998: 79)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kebutuhan peneliti. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 3 orang.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang terdiri dari : 1. Hakim di Pengadilan Negeri Kelas I Tanjung Karang 1 orang 2. Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung 1 orang 3. Polisi di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung 1 orang

Jumlah 3 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Soekanto Soerjono (1986: 48) pengumpulan data dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:


(46)

a. Studi dokumentasi dan Studi Pustaka, studi dokumentasi dan pustaka ini dilakukan dengan jalan membaca teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder dan bahan buku tertier). Kemudian menginventarisir serta mensistematisirnya.

b. Wawancara, wawancara ini dipergunakan untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan cara wawancara terarah atau directive interview. Dalam pelaksanaan wawancara terlebih dahulu menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada kepala Pengadilan.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah diperoleh maka penulis melakukan kegiatan-kegiatan antara lain:

a. Editing yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejalasan dan kebenaran data yang telah diterima serta relevansinya dalam penelitian

b. Klasifikasi data adalah suatu kumpulan data yang diperoleh perlu disusun dalam bentuk logis dan ringkas, kemudian disempurnakan lagi menurut ciri-ciri data dan kebutuhan penelitian yang diklasifikasikan sesuai jenisnya. c. Sistematika data yaitu melakukan penyusunan data secara sistematis sesuai

dengan jenis dan pokok bahasan dengan maksud memudahkan dalam menganalisa data tersebut.

E. Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dianalisa secara menyeluruh. Tujuan analisa ini adalah menyederhanakan data kedalam bentuk yang mudah dibaca dan


(47)

diinterpretasikan. Pada penganalisaan data, dipergunakan analisis kualitatif dengan cara mendeskripsikan data mengenai langkah- langkah kebijakan yang dilakukan pihak Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia(NII)(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor:687/Pid.B/2011/PN.TK.), yaitu suatu cara berpikir dari hal-hal bersifat umum kemudian diambil kesimpulan secara khusus (Masri Singarimbun & Sofian Effendi, 1995: 112).


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian, SuatuPendekatan Praktik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. PT Pustaka LP3ES. Jakarta


(49)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dalam

dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) diatur pasal kesatu 110 ayat (2) ke 1 KUHPidana kedua 378 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 3 (tiga) Bulan 15 (lima belas) hari.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dalam perekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dalam perkara nomor :687/Pid.B/2011/PN.TK.

a. Faktor latar belakang

Adapun yang menjadi faktor dominan dari hakim dalama menjatuhkan putusan Perkara tindak pidana penipuan dalam dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia adalah faktor latar belakang karena terdakwa belum pernah melakukan kejahatan atau belum pernah dihukum.

b. Faktor perbuatan yang dilakukan

Faktor perbuatan yang dilakukan juga merupakan faktor yang dominan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tindak pidana penipuan dalam dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia, karena bentuk


(50)

perbuatan tersebut dilihat apakah perbuatan tersebut merupakan suatu kesengajaan dan benar-benar mengetahui dari akibat perbuatan tersebut. Perbutan yang dilakukan baik menurut hukum maupun penilaian masyarakat dengan melihat pengaruhnya terhadap korban maupun masyarakat dan dapat dipakai untuk mengukur berat ringannya suatu perbuatan pidana.

c. Barang bukti dalam persidangan

Hakim memperhatikan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan mengacu pada unsur-unsur yan diajukan Jaksa Penuntut Umum yang berupa 1 (satu) buah buku tulis, 1 (satu) buah AL Quran, 1 (satu) buku (notebook) dan 2 (dua) buah Hand Phone. Oleh karena itu majelis hakim berpendapat bahwa hukuman yang telah dijatuhkan terhadap terdakwa telah seimbang antara perbuatan dengan rasa keadilan hukum dan keadilan masyarakat, sedangkan pertimbangan non yuridis kurang diperhatikan oleh majelis hakim. Pertimbangan non yuridis yag seharusnya diperhatikan oleh hakim merupakan peranan hakim dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pasal 26 ayat (1) Undang No 4 tahun 2004 jo Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim menggali, mengikuti dan memehami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Jika dalam proses persidangan terdakwa tidak terbukti bersalah maka hakim dapat mengambil pertimbangan dari unsur non yuridis yaitu pertimbangan yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa.


(51)

B. Saran

Sehubungan dengan hasil-hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut;

1. Meningkatkan kinerja aparat penegak hukum khususnya hakim, agar dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan aspek yuridis dan sosiologis.

2. Suatu penerapan sanksi pidana penipuan yang dilakukan dalam hal ini perlu ada pengaturan secara tegas dan terperinci dalam menjatuhkan putusan.

3. Hendaknya hakim memberikan efek jera kepada terdakwa sebagai upaya dari seorang penegak hukum untuk menanggulangi perkara penipuan yang semakin sering terjadi di tengah-tengah masyarakat.


(52)

(Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.)

Oleh: TOMI SUDRAJAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(53)

(54)

PENIPUAN DALAM PEREKRUTAN ANGGOTA NEGARA ISLAM INDONESIA (NII) (STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NO:687/PID.B/2011/PN.TK.). Nama Mahasiswa :Tomi Sudrajat

No. Pokok Mahasiswa :0812011297 Bagian :Hukum Pidana

Fakultas :Hukum

MENYETUJUI I. Komisi Pembimbing

Tri Andrisman, S.H.,M.H. Maroni, S.H., M.H.

NIP. 19611231 198903 1 023 NIP.19600310 198703 1 002

II. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H.,M.H. NIP. 19620817 198703 2 003


(55)

1. Tim Penguji

Ketua :Tri Andrisman, S.H, M.H. ...

Sekretaris/ Anggota :Maroni, S.H.,M.H. ...

Penguji Utama :Diah Gustiniati, S.H.,M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryandi, S.H.,M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(56)

Tetapi ketidaktahuan yang paling penting adalah

Tidak tahu bahwa sesuatu itu mungkin.

Dua hal untuk menjadi Raja/Penguasa dalam kehidupan yaitu fikiran

yang kuat dan hati yang lembut.

sebelum kita berharap dan meminta orang lain

untuk menghargai, menghormati,menyayangi dan mencintai kita, yang

harus

kita lakukan terlebih dahulu adalah

membuat diri kita layak dan pantas

untuk dihargai, dihormati, disayangi dan dicintai oleh orang lain

(Mario Teguh)

Sebaik-baiknya orang adalah yang mengamalkan ilmu semata-mata

karena cinta dan kerinduan kepada Allah dan Rasulnya...

Dunia baginya adalah ladang amal,

Langkahnya adalah dakwah,

Ucapannya adalah hikmah

Dan

Cita-citanya adalah kampung akkhirat.

(

Penulis

)


(57)

Kupersembahkan Skripsi ini Kepada:

Ayah dan Ibu Ku M. Tohir As dan Maryani

Terima kasih yang tak terhingga untuk setiap tetes keringat dan air mata, kasih sayang dan

ketabahannya, untuk doa-doa dan keikhlasanya, dan kesabaran yang tak pernah habis.

Kakak Kakakku tersayang Wo Yuli, Ido Risky, Bang Agus dan Cik Dede yang menjadi

semangatku untuk mencapai keberhasilan.

Seluruh Saudaraku Kak Erwin, Mbak Reni, Mbak Dian, kak Jesa, dan ponakanku Baban,

Ridho, Rara, Azam yang telah lama menanti keberhasilanku dan selalu menasehatiku agar

menjadi lebih baik

Dan Tina R yang senantiasa menemaniku suka dan duka dan memberi semangat untuk

keberhasilanku

Thank You To

Almamater tercinta.


(58)

Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) (Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.)”. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah

satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadarai masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi juga berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu didalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :


(59)

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Sekaligus Pembahas I (satu) Skripsi atas ketersediaannya untuk membantu, mengarahkan dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran berharga bagi penulis selama menempuh studi.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Kiyai Basri, Mbak Dewi, Mbak Lusi, dan Mbak Cici yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

8. Kepala Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung, Kepala Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang telah memberikan izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.


(60)

ini.

10. Seluruh Teman–teman Fakultas Hukum Universitas Lampung: Deri, Wahbi (Udin), Abdol, Doni, Herdi, Jale, Kamal, Kamil, Mbah Riling, Riki Corang, Ike, Yogi, Hendri, Tria, Ana, Ratih selalu bersama suka & duka dan selalu memberikan semngat, Do’a serta bantuanbaik secara moril maupun materil.

11. Dan untuk pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 12. Universitas Lampung, khususnya Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. mudah -mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membacanya.. Amin....

Bandar Lampung, 15 Februari 2012 Penulis


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Tri Andrisman, S.H, M.H. ...

Sekretaris/ Anggota :Maroni, S.H.,M.H. ...

Penguji Utama :Diah Gustiniati, S.H.,M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryandi, S.H.,M.S.

NIP. 19621109 198703 1 003


(2)

MOTTO

Ketidaktahuan adalah kelemahan hidup

Tetapi ketidaktahuan yang paling penting adalah

Tidak tahu bahwa sesuatu itu mungkin.

Dua hal untuk menjadi Raja/Penguasa dalam kehidupan yaitu fikiran

yang kuat dan hati yang lembut.

sebelum kita berharap dan meminta orang lain

untuk menghargai, menghormati,menyayangi dan mencintai kita, yang

harus

kita lakukan terlebih dahulu adalah

membuat diri kita layak dan pantas

untuk dihargai, dihormati, disayangi dan dicintai oleh orang lain

(Mario Teguh)

Sebaik-baiknya orang adalah yang mengamalkan ilmu semata-mata

karena cinta dan kerinduan kepada Allah dan Rasulnya...

Dunia baginya adalah ladang amal,

Langkahnya adalah dakwah,

Ucapannya adalah hikmah

Dan

Cita-citanya adalah kampung akkhirat.

(

Penulis

)


(3)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini Kepada:

Ayah dan Ibu Ku M. Tohir As dan Maryani

Terima kasih yang tak terhingga untuk setiap tetes keringat dan air mata, kasih sayang dan

ketabahannya, untuk doa-doa dan keikhlasanya, dan kesabaran yang tak pernah habis.

Kakak Kakakku tersayang Wo Yuli, Ido Risky, Bang Agus dan Cik Dede yang menjadi

semangatku untuk mencapai keberhasilan.

Seluruh Saudaraku Kak Erwin, Mbak Reni, Mbak Dian, kak Jesa, dan ponakanku Baban,

Ridho, Rara, Azam yang telah lama menanti keberhasilanku dan selalu menasehatiku agar

menjadi lebih baik

Dan Tina R yang senantiasa menemaniku suka dan duka dan memberi semangat untuk

keberhasilanku

Thank You To

Almamater tercinta.


(4)

SANWACANA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dalam Perekrutan Anggota Negara Islam Indonesia (NII) (Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.)”. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah

satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadarai masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi juga berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu didalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :


(5)

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Sekaligus Pembahas I (satu) Skripsi atas ketersediaannya untuk membantu, mengarahkan dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran berharga bagi penulis selama menempuh studi.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung: Kiyai Basri, Mbak Dewi, Mbak Lusi, dan Mbak Cici yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

8. Kepala Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung, Kepala Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang telah memberikan izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.


(6)

9. Sahabat – Sahabatku: Mirza, Cenang, Fey, Jeni, Ijonk, Recky, Dede, Bolang, Dian Allay, Ade, Nisa dan Tia, Terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan selama ini.

10. Seluruh Teman–teman Fakultas Hukum Universitas Lampung: Deri, Wahbi (Udin), Abdol, Doni, Herdi, Jale, Kamal, Kamil, Mbah Riling, Riki Corang, Ike, Yogi, Hendri, Tria, Ana, Ratih selalu bersama suka & duka dan selalu memberikan semngat, Do’a serta bantuanbaik secara moril maupun materil.

11. Dan untuk pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 12. Universitas Lampung, khususnya Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. mudah -mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membacanya.. Amin....

Bandar Lampung, 15 Februari 2012 Penulis


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 199/PID.B/2011/PN.MGL )

0 12 64

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM PEREKRUTAN ANGGOTA NEGARA ISLAM INDONESIA (NII) (Studi Kasus Putusan Pengadilan No:687/Pid.B/2011/PN.TK.)

1 7 60

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 505/Pid.B/2012/PN.TK)

1 19 58

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

0 9 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON JEMAAH UMRAH (Studi Kasus Perkara Nomor: 758/Pid.B/2011/PN.TK)

2 8 45

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

4 44 70

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DANA TILANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (Studi Putusan Nomor: 32/Pid.TPK/2014/PN.TJK)

0 9 53

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI POLISI (Studi Putusan No. 1287Pid.B2014PN-Tjk) (Jurnal)

0 0 14