Gambar 4. Gejala serangan C. gloeosporioides pada daun karet Sumber: Foto Langsung
Pada daun-daun yang lebih dewasa serangan C. gloeosporioides dapat menyebabkan tepi dan ujung daun berkeriput, dan pada permukaan daun terdapat
bercak-bercak bulat berwarna cokelat dengan tepi kuning, bergaris tengah 1-2 mm. Bila daun bertambah umurnya, bercak akan berlubang ditengahnya dan
bercak tampak menonjol dari permukaan daun Dickman, 1993. Serangan C. gloeosporioides di pembibitan mengakibatkan tertundanya
saat pengokulasian bibit dan dalam serangan yang berat mengakibatkan bibit cacat, kerdil bahkan mati. Pada pertanaman karet di lapangan serangan
C. gloeosporioides mengakibatkan menurunnya gugurnya daun-daun muda sehingga tajuk tanaman tipis dan perkembangan lilit batang terhambat serta
tertunda matang sadapnya Basuki et al., 1990.
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Colletotrichum adalah jamur yang bersifat kosmopolitan, sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada berbagai jenis tanaman termasuk tanaman
karet. Colletotrichum bersporulasi pada media PDA pada suhu 10 - 40°C. Perkecambahan spora juga dapat terjadi pada kelembaban relatif 90 dengan
suhu 15 - 35°C. Spora Colletotrichum juga dapat bertahan pada suhu di atas 35°C,
Universitas Sumatera Utara
kondisi ini yang mendukung perkembangan penyakit pada pertanaman karet di Sri Langka, di luar musim hujan Fernando et al, 1999.
Kondisi tanaman yang kekurangan unsur hara, kurang pemeliharaan, suhu udara 29 - 30°C dan kelembaban udara yang tinggi lebih dari 95, serta adanya
air pada permukaan daun dan ranting, sangat memudahkan jamur ini untuk dapat berkembang dengan cepat dan menginfeksi tumbuhan sehingga menimbulkan
penyakit yang kronis Pawirosoemardjo dan Budi, 2005.
2.4 Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit Colletotrichum dapat dilakukan dengan cara: -
Memperbaiki saluran pembuangan air dan memberantas gulma secara intensif -
Memberikan pupuk yang berimbang sesuai anjuran -
Menyemprot tunas-tunas muda dengan fungisida selama periode pembentukan tunas
- Menanam klon yang resisten di daerah rawan penyakit gugur daun yang
bertujuan untuk memutuskan siklus penyakit. Pawirosoemardjo dan Budi, 2005.
Klon yang peka diganti tajuknya melalui okulasi tajuk dengan klon tahan sehingga diharapkan dapat terbebas dari serangan jamur Colletotrichum. Inokulasi
dilakukan pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah, pada umur 2-3 tahun Situmorang dan Budiman, 1984 dalam Nurhayati et al., 2010..
Resistensi Tanaman
Secara alamiah, tanaman memiliki ketahanan terhadap hama maupun penyakit tertentu. Tanaman dapat dikatakan resisten dengan beberapa kondisi
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
- Memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar atau pulih
kembali dari serangan hama dan penyakit. -
Memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama.
- Mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan
dengan varietas lain pada tingkat populasi penyakit yang sama. Hartono, 2011.
Dalam suatu spesies tanaman terdapat perbedaan tingkat ketahanan dari varietas tanaman terhadap suatu spesies patogen tertentu. Variasi kerentanan
terhadap patogen diantara varietas tanaman disebabkan adanya gen ketahanan yang berbeda, dan mungkin pula karena adanya jumlah gen ketahanan yang
berbeda dalam setiap varietas tanaman Syamsafitri, 2008. Menurut Semangun 1996, tanaman memiliki ketahanan tanaman
mekanis dapat berupa ketahanan aktif dan pasif. Ketahanan mekanis aktif adalah ketahanan tanaman yang bekerja setelah inang mengalami invasi patogen.
Mekanisme ketahanan aktif merupakan hasil interaksi antara sistem-sistem genetik tanaman inang dengan patogen. Sedangkan, ketahanan mekanis pasif yaitu
ketahanan yang dimiliki oleh tanaman karena memiliki suatu struktur-struktur morfologis yang sukar diinfeksi oleh patogen, misalnya tanaman yang memiliki
epidermis yang tebal, adanya lapisan lilin dan adanya bulu-bulu di permukaan daun dan sebagainya.
Untuk mengevaluasi resistensi suatu tanaman terhadap penyakit dapat dilakukan di lapang maupun secara terkontrol di rumah kaca. Pada metode
evaluasi resistensi tanaman terhadap penyakit secara buatan, konsep tentang
Universitas Sumatera Utara
segitiga penyakit harus diperhatikan dimana tanaman inang yang rentan, patogen yang virulen dan pada kondisi lingkungan yang mendukung harus berada pada
saat yang sama. Tanaman yang harus diuji harus sehat dan berada pada tahap pertumbuhan yang tepat, isolat patogen yang virulen harus berada pada
konsentrasi yang efektif untuk perkembangan penyakit dan dalam bentuk yang tepat serta kondisi lingkungan yang tepat harus diusahakan untuk menimbulkan
terjadinya infeksi dan munculnya gejala penyakit Silitonga, 2002. Menurut Soepena 1990, perkembangan penyakit tanaman ditentukan
oleh faktor utama yang saling berkaitan yaitu sumber penyakit, iklim dan tanaman inang. Apabila sumber penyakit dan tanaman inang telah tersedia dalam suatu
wilayah maka iklim menjadi faktor tertentu untuk terjadinya epidemi. Perubahan iklim dapat mendorong atau menghambat perkembangan penyakit.
Resistensi klon PB 260 adalah tahan terhadap serangan penyakit daun yang disebabkan oleh C. gloeosporioides. Tetapi, ketahanannya lemah terhadap
patogen C. cassiicola. Klon RRIC 100 cukup tahan terhadap patogen C. gloeosporioides dan C. cassiicola. Klon RRIM 600 tahan terhadap patogen
C. gloeosporioides tetapi peka terhadap penyakit daun O. heveae ICRAF, 2011. Hasil penelitian Munir et al. 2009 diperoleh bahwa klon karet IRR 111 memiliki
ketahanan terhadap serangan patogen C. gloeosporioides dan C. cassiicola.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan Pusat Penelitian Sungei Putih Kecamatan Galang, Kabupaten Deli
Serdang 80 m dpl dan berlangsung mulai bulan Mei-Juli 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain genotipe tanaman karet yang ada di kebun entres yang berumur satu tahun terdiri dari
genotipe 930, 135, 38, 51, 65, 100, 108, 118, 222, 223, 227, 374, isolat C. cassiicola dan C. gloeosporioides, daun tanaman karet, alkohol 70 , chlorox
0,2 , aquadest steril, dan media PDA Potato Dektrose Agar, dan bahan pendukung lainnya.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain autoklaf, erlenmeyer, deck glass, hand sprayer, hot plate, haemocytometer, inkubator,
mikroskop, cawan petri, dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi yang terdiri dari 2 dua faktor perlakuan dan 3 ulangan.
Faktor I : Faktor genotipe tanaman karet terdiri dari: G
1
= Genotipe 930 G
7
G = Genotipe 108
2
= Genotipe 135 G
8
G = Genotipe 118
3
= Genotipe 38 G
9
G = Genotipe 222
4
= Genotipe 51 G
10
G = Genotipe 223
5
= Genotipe 65 G
11
= Genotipe 227
Universitas Sumatera Utara
G
6
= Genotipe 100 G
12
Faktor II : Jenis Penyakit berdasarkan asal isolat patogen = Genotipe 374
D D
= Tanpa Patogen
1
D = Isolat patogen C. cassiicola
2
Jumlah perlakuan kombinasi 12 x 3 = 36, yaitu : = Isolat patogen C. gloeosporioides
G
1
D G
1
D
1
G
1
D
2
G
2
D G
2
D
1
G
2
D
2
G
3
D G
3
D
1
G
3
D
2
G
4
D G
4
D
1
G
4
D
2
G
5
D G
5
D
1
G
5
D
2
G
6
D G
6
D
1
G
6
D
2
G
7
D G
7
D
1
G
7
D
2
G
8
D G
8
D
1
G
8
D
2
G
9
D G
9
D
1
G
9
D
2
G
10
D G
10
D
1
G
10
D
2
G
11
D G
11
D
1
G
11
D
2
G
12
D G
12
D
1
G
12
D
2
Banyak ulangan yang akan dilakukan adalah: t-1 r-1
≥ 15 56-1 r-1
≥ 15 55r
≥ 70 55r
≥ 70 r
≥ 1.27
Universitas Sumatera Utara
Jumlah ulangan : 3
Jumlah tanaman pada setiap genotipe : 9 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman
Jumlah tangkai daun dalam 1 tanaman : 3 tangkai daun
Jumlah daun dalam 1 tangkai daun : 3 helai daun
Model linier yang digunakan adalah : Yijk = µ +
βk + Gi + ɛik + Dj + GDij + αijk i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3,
di mana : Yijk
: Nilai pengamatan karena pengaruh faktor genotipe taraf ke-i dan faktor jenis penyakit pada ulangan ke-k
µ : Rataan umum
βk : Pengaruh blok atau ulangan ke-k
Gi : Pengaruh faktor genotipe yang ke-i
ɛik : Pengaruh sisa untuk petak utama atau pengaruh sisa karena pengaruh
faktor jenis penyakit taraf ke-i pada kelompok ke-k Dj
: Pengaruh faktor jenis penyakit yang ke-j GDij : Pengaruh interaksi faktor genotipe yang ke-i dan jenis penyakit yang ke-j
αijk : Pengaruh sisa untuk anak petak atau pengaruh sisa karena pengaruh faktor genotipe taraf ke-i dan faktor jenis penyakit ke-j pada kelompok
ke-k Bila dalam pengujian sidik ragam diperoleh perlakuan berbeda nyata atau
sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan UJD Sastrosupadi, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Penelitian 1. Penyiapan Bahan Tanaman
Tanaman pada kebun entres terlebih dahulu dipangkas ± 1 bulan sebelum inokulasi jamur, untuk memperoleh pertumbuhan yang seragam. Jika saat aplikasi
tanaman tidak tumbuh seragam, maka aplikasi dilakukan pada tanaman yang memenuhi syarat aplikasi.
2. Pembuatan Media PDA
Kentang 250 g dipotong dadu kecil kemudian direbus dalam 1 l air, Setelah air mendidih dan kentang matang, disaring dan diambil air saringannya,
dekstrosa 20 g dan agar 20 g dimasukkan dalam air hasil saringan. Dipanaskan lagi sampai agar larut dan homogen. Setelah mendidih disaring dan ditambah air
sampai volume akhir 1 l, dimasukkan dalam erlemeyer kemudian disumbat kapas dan ditutup dengan alumuniom foil, disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C
dengan tekanan 15 psi selama 15 menit Nugroho, 2007.
3. Penyediaan Sumber Inokulum Patogen
Isolat jamur C. cassiicola dan C. gloeosporioides diambil dari daun karet yang terserang jamur C. cassiicola dan C. gloeosporioides, sebagai media tumbuh
digunakan Potato Dekstrose Agar PDA. Selanjutnya, diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Jamur hasil isolasi, kemudian diamati secara makroskopis dan
mikroskopis.
Universitas Sumatera Utara
4. Pelaksanaan Aplikasi Jamur ke Lapangan a. Persiapan Spora Jamur
C. cassiicola Spora jamur C. cassiicola terlebih dahulu ditumbuhkan pada daun karet
tua steril dan diletakkan pada cawan petri berdiameter 12 cm. Daun diinokulasi dengan 8 cakram koloni biakan murni jamur C. cassiicola berdiamater 0,8 cm
pada permukaan atas daun dan diinkubasi pada suhu kamar selama dua hari. Daun dibalik, diradiasi dan dipapari sinar NUV selama 3-4 hari. Setelah itu, koloni
jamur digerus dan diencerkan sampai kerapatan 4 x 10
4
C. gloeosporioides sporaml dan siap
diaplikasikan.
Spora jamur C. gloeosporioides diperoleh dari biakan murni jamur C. gloeosporioides yang telah berumur tujuh hari. Biakan murni jamur
C. gloeosporioides digerus dan diencerkan sampai kerapatan 4 x 10
4
b. Pelaksanaan Inokulasi
sporaml dan siap diaplikasikan.
Koloni jamur yang telah dimurnikan diencerkan sehingga mendapatkan kerapatan yang diinginkan sebesar 4 x 10
4
sporaml. Hasil pengenceran tersebut kemudian dimasukkan kedalam handsprayer lalu disemprotkan ke permukaan
atas dan bawah daun karet muda hingga permukaan daun basah. Penyemprotan dilakukan pada sore hari, daun yang disemprot lalu dibungkus dengan plastik
transparan dan diinkubasikan selama dua hari.
Universitas Sumatera Utara
5. Peubah Amatan a. Periode Inkubasi
Periode inkubasi atau periode munculnya gejala diamati dengan cara mengamati awal munculnya gejala penyakit, setiap hari mulai dari inokulasi jamur
hingga tanaman tampak bergejala. Pengamatan ini dilakukan pada semua daun yang disemprot selama 12 hari.
b. Keparahan Penyakit
Pengamatan keparahan penyakit dilakukan 12 hari setelah inokulasi. Daun yang diamati adalah 9 helai anak daun dari 3 tangkai daun. Besarnya keparahan
penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ∑ n
i
x v
i
KP = x 100 N x Z
Keterangan KP
: Keparahan Penyakit n
i
v : Jumlah daun ke i pada skala serangan v ke i
i
N : Jumlah seluruh daun yang diamati
: Skala dari tiap kategori serangan
Z : Skala serangan tertinggi
Pawirosoemardjo, 1984 Skala serangan daun karet yang terserang C. cassiicola adalah :
Skala 0 : Tidak ada infeksi
Skala 1 : Terdapat beberapa bercak kecoklatan pada daun
Skala 2 : 1 – 50 daun menguning
Universitas Sumatera Utara
Skala 3 : 51 – 100 daun menguning atau gugur
Soepena, 1990 Tingkat kepekaanketahanan tanaman ditentukan berdasarkan kriteria sebagai
berikut : Kategori sangat tahan HR : 0
Kategori tahan MR : 0 – 33
Kategori peka MS : 34 – 67
Kategori sangat peka HS : 68 – 100
Pengukuran skala bercak daun karet terserang C. gloeosporioides di lapangan dilakukan menurut metode Pawirosoemardjo 1984 yang telah
dimodifikasi, maka skala bercak daun ditetapkan 0 – 6 yaitu sebagai berikut: Skala 0 = tidak ada bercak pada daun
Skala 1 = terdapat bercak daun 116 bagian Skala 2 = terdapat bercak daun 18 bagian
Skala 3 = terdapat bercak daun 14 bagian Skala 4 = terdapat bercak daun 12 bagian
Skala 5 = terdapat bercak daun 12 bagian Skala 6 = terdapat bercak pada seluruh permukaan daun
Klasifikasi penilaian intensitas serangan penyakit C. gloeosporioides adalah: Sangat Resisten
: 0-20 Resisten
: 21-40 Moderat
: 41-60 Peka
: 61-80 Sangat Peka
: 81-100
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Metode penentuan skala bercak dan cacat daun
c. Jumlah Bercak