Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz.Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) Pada Klon Karet Dan Ketahanan Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum

(1)

STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA

(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN

TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

TESIS

Oleh

SYAMSAFITRI

067001006/AGR

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA

(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN

TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi

Agronomi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAMSAFITRI

067001006/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK

EKSTRA ( N, K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

Nama Mahasiswa : Syamsafitri Nomor Pokok : 067001006 Program Studi : Agronomi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Rosmayati, MS )

Ketua

( Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS ) ( Dr. Ir. Karyudi, MS )

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

( Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, MSc ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 9 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua :

Dr.Ir. Rosmayati, MS

Anggota : 1. Dr. Ir. Hasanuddin, MS

2. Dr. Ir. Karyudi, MS

3. Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS

4. Prof. Dr. Ir. Jenimar, MS


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum” dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister pada Program Studi Agronomi, sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis karena dukungan dari berbagai pihak di bawah ini, untuk itu penulis mengucapka terima kasih kepada; 1. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS, dan Dr. Karyudi

Berturut-turut adalah pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis secara sabar, tulus dan ikhlas dalam penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan Prof. Ir. Jenimar sebagai penguji. 3. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana USU.

4. Prof. Dr. Ir. B. S .J. Damanik, MSc, selaku Ketua Prodi. Agronomi beserta staf. 5. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara yang memberikan

izin kepada penulis untuk menempuh Program S2.

6. Dr. Karyudi, sebagai Kepala Balit. Karet Sungei Putih beserta staf yang telah memberikan ijin pemakaian laboratorium dan lahan juga telah memberikan sumbangan berharga berupa ide dan pemikiran yang sangat membantu penelitian dan penulisan tesis.

7. Ayahanda H. Syahrial Ams, SH. Mhum dan ibunda Hj. Siti Aminah Lubis yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dorongan semangat pada penulis.


(6)

8. Amangboru H.Abdul Hamid Siregar dan Bou Hj.Cholina Harahap atas pengertian dan doa buat penulis.

9. Kepada suami tercinta Ir. H. Joni Raja Siregar dan anakku, Sultan wafii Raja Siregar, Utman Farisi Raja Siregar yang telah memotivasi, mencurahkan kasih sayang , perhatian, dan memberikan waktu selama proses pendidikan ini.

10. Rekan -rekan angkatan 2006/2007 Program Pascasarjana S-2 Jurusan Agronomi ( Kak Dona, kak Julia, Pak Nasir, Pak Iwan, Ira dan Erly) yang menjadi mitra diskusi selama kuliah dan penelitian.

11. Rekan kerja di Fak.Pertanian UISU, Medan yang membantu selama penulisan tesis ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga atas budi baik yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT, Amin.

”Tidak ada gading yang tak retak”untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tesis ini. Sungguhpun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya di bidang pertanian.

Medan, September 2008

Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

SYAMSAFITRI dilahirkan di Medan, 16 Maret 1973, anak ketiga dari tujuh

bersaudara dari Bapak H. Syahrial Ams, SH.Mhum dan Ibu Hj. Siti Aminah Lubis. Tahun 1997 menikah dengan Ir. H. Joni Raja Siregar dan telah beri karunia oleh Allah SWT dua orang putra yaitu Sulthan Wafii Raja Siregar dan Uthman Farisi Raja Siregar.

Pendidikan yang telah dijalani adalah Sekolah Dasar Negeri 101778 Medan lulus pada tahun 1986, SMPN 1 Stabat lulus tahun 1989, SMAN 1 Medan lulus tahun 1992, Program S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan jurusan Hama Penyakit Tumbuhan lulus tahun 1997 dan mengikuti Program S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Program Studi Agronomi mulai tahun 2006 – 2008. Penulis merupakan dosen tetap Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan sejak tahun 1998 – sekarang.

Organisasi yang diikuti saat ini adalah anggota IIKK PTPN IV unit Kebun Laras, bendahara BKMT ( Badan Kontak Majelis Ta’lim) Kab. Simalungun, dan DPD HKTI Sumatera Utara periode 2008-2012.


(8)

ABSTRAK

Syamsafitri, 2008. “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum”

(

Ketua pembimbing Dr. Ir. Rosmayati, MS Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Dr. Karyudi sebagai anggota pembimbing).

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat C.gloeosporiodes yang virulen dari dua daerah yang berbeda ( Langkat dan Deli Serdang) dan mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N, K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporiodes. Penelitian I. Uji Virulensi Isolat

C.gloeosporiodes bahan yang digunakan adalah tanaman karet asal klon K1 ( BPM 1), K2 (GT1), K3 (BPM 24), K4 (PB260), dan isolat C.gloeosporioides asal Langkat dan D.Serdang menggunakan rancangan RAL Faktorial dengan 2 faktor perlakuan di Laboratorim Penyakit Balit. Karet Sungei Putih dari bulan November 2007 – Desember 2008.

Hasil penelitian tahap I. menunjukkan bahwa dari klon BPM24 rentan terhadap isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang dengan periode laten yang paling cepat yaitu 2 hsi,laju perkembangan bercak 0,31 dan intensitas penyakit 92,50%. Disusul oleh klon K3I11 (BPM 24 dan isolat Langkat) dengan periode laten 2,60 hsi, laju perkembangan bercak 0,19 dan intensitas penyakit 64,38% . Perlakuan K4I11 ( PB 260 dan isolat Langkat) menunjukkan periode laten yang paling lama yaitu 3,2 hsi, laju perkembangan bercak 0,15, dan intensitas penyakit 45,35%. Perlakuan K4I2 ( PB 260 isolat Deli Serdang) periode laten 2,8 hsi, laju perkembangan bercak 0,17, dengan intensitas penyakit 50,63% . Berdasarkan peubah periode laten, laju perkembangan penyakit, dan intensitas penyakit maka dapat dikatakan bahwa klon K1 (BPM1) agak resisten dan K4 ( PB260) moderat terhadap I1( isolat Langkat ) sedangkan klon K1 agak rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang) dan Klon K4 moderat terhadap I2. Klon K2 (GT1) agak rentan terhadap isolat I2 (Isolat D.Serdang ), tetapi klon K3 ( BPM 24) rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa isolat C.gloeosporioides Deli Serdang lebih virulen dalam menyebabkan penyakit gugur daun pada tanaman karet

Penelitian II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K) dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih ddengan bahan penelitian Klon karet PB260, GT1,BPM 1 dan BPM 24 ,Isolat C.gloeosporioides

Deli Serdang pupuk TSP,KCl dan Urea. Metode penelitian yang digunakan adalah Rak Faktorial, dimana: Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N, K) P0= 0 % (Kontrol) P1= 25% dari rekomendasi P2 = 50% dari rekomendasi P3= 75% dari rekomendasi. Faktor II adalah Klon Karet K1 = BPM1, K2 = GT1, K3 = BPM 24 K4 = PB 260 . Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun,


(9)

panjang akar,bobot kering akar, bobot kering tajuk,nisbah akar tajuk,laju pertumbuhan nisbi akar, laju assimilasi bersih, panjang ruas, diameter batang, total luas daun, intensitas penyakit, dan laju infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk ekstra (N,K) dan klon secara statistik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, intensitas penyakit dan laju infeksi. Tanaman yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K4 ( 75% pupuk ekstra dan klon PB 260) yaitu 62,54 cm. Panjang akar dan bobot kering tajuk yang paling tinggi pada perlakuan P2K1 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 44,92 cm dan 29,17 g. Bobot kering akar yang paling tinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM24). Intensitas penyakit yang tertinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM 24 ) yaitu 36,63 % dan intensitas penyakit yang terkecil pada pelakuan P0K1 ( 0% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 16,44 %, sedangkan laju infeksi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K2 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24) yaitu 0,186 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang dan laju infeksi yang paling rendah pada perlakuan P3K3 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24 ) yaitu 0,002 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang.


(10)

ABSTRACT

Syamsafitri, 2008. “A Study of the Virulence of Isolated Collectotrichum gloeosporioides Penz and Application of Extra Fertilizer (N, K) on Rubber Clones and the Resistance against Leaf-Falling Disease Colletotrichum.

(The Co-Counselor Dr. Ir.Rosmayati, MS, Dr. Ir. Hasanuddin, MS and Dr. Karyudi as counselor).

The research intends to find the isolated virulent C. gloeosporiodes of two different regions (Langkat and Deli Serdang) and the effect of application of extrafertilizer (N,K) on the growth of rubber clone and the resistance against leaf-falling disease C. gloeosporiodes. The First Research. The Virulence Test of the isolated C. gloeosporiodes, the materials included close K1of rubber (BPM 1), K2(GT1), K3(BPM 24), K4(PB260) and the isolated C. gloeosporiodes of both Langkat and Deli Serdang.The research was arranged by using Factorial experiment in Completely Randomized Design of 4x2 factorial treatment with 4 replication at the Laboratory of Research Agency of Rubber, Sungei Putih since November 2007 to December 2008.

The result of experiment in first stage showed that the clone BPM 24 was vulnerable against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang with the quickest latent period of 2hsi, the development rate of spot of 0.31 and intensity rate of disease of 92.50%, followed by the clone K3I1 (BPM 24) and the isolated of Langkat) with the latent period of 2.60 his, the development rate of spot of 0.19 and intensity rate of disease of 64.38%. The treatment K4I1(PB 260) isolated Deli Serdang), the latent period of 2.80 his, the development rate of spot of 0.17 and intensity rate of disease of 50.63%. Based on the variables of latent period, the development rate of spot of and intensity rate of disease, it can be said that the clone K1(BPM1) was more resistant and K4(PB260) was moderate against I1(the isolated Langkat) whereas the clone K1 was slightly vulnerable against2( the isolated Deli Serdang) and clone K4 was moat against I2. The clone K2 (GT1) was slightly vulnerable against the isolated (Deli Serdang) but the clone K3 (BPM 24) was vulnerable against I2 (D. Serdang). Thus, it can be said that the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang was more virulent to lead leaf falling disease on rubber.

The second research. Test of Resistance of Clone Against C. gloeosporiodes

by application of Extra Fertilizer (N,K) was done since December 2007 until May 2008 at the Research Agency of Rubber Sungei Putih with the materials included the clones PB 260, GT1, BPM1 andBPM 24, the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and TSP, KCL and Urea fertilizers. The research method was used factorial experiment 4x4 in Randomized Complete Block Design in which the factor I included Interval of Dosage of Extra Fertilizer (N, K),Po = 0% (control), P1 = 25% of the recommendation, P2 = 50% and P3 =75% of the recommendation. The factor II included the clones of K1 = BPM1, K2= GT1,K3 = BPM 24, and K4 = PB 260. The


(11)

variables of observation included the height of plant, number of leaves,length of root, dry weight of root, dry weight of crown, ratio of crown root, relatively growth of root, net assimilation rate, length of node, diameter of stem, total number of leaves, intensity rate of disease, and infection rate. The result of the research showed that the treatment of application of extra fertilizer (N, K) of the clones statistically showed the significant effect on the variables of height of plant, length of root, dry weight of root, dry weight of crown, and intensity rate of disease, and infection rate the heights plant was at P3K4(75% of the extra fertilizer and the clone PB 260) of 62.54cms. The length of root and the largest dry weight of crown was at P2K2 (50% of the extra and clone BPM1) of 44.92 cm and 29.17 g. The largest dry weight of root was at P2K( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24). The largest intensity rate of disease was at P2K3( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24) of 3663% and the lowest intensity of disease was at PoK1 (0% of the extra fertilizer and BPM1 of 16.44%, whereas the largest infection rat was at P3K2 (754% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of 0.186 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and the lower infection rate at P3K3 (75% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of0.002 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang


(12)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv vi viii x xii xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... Perumusan masalah... Tujuan Penelitian………...……….. Hipotesa penelitian………...………... Kegunaan Penelitian………...……. 1 4 5 6 6 TINJAUAN PUSTAKA……….….. Tanaman Karet………. Sejarah dan perkembangan tanaman karet di Indonesia………..……. Botani karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)………..…. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ………..……. Peranan daun, Akar,dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…..……. Biologi Patogen. C.gloeosporioides………...……. Gejala Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…….…

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ... Respon Tanaman terhadap Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides

8 8 8 9 10 13 14 15 16 19 20


(13)

Virulensi Patogen... 20 METODA PENELITIAN... 22 I. Uji Virulensi isolat C.gloeosporioides...

Tempat dan Waktu Penelitian... Bahan Penelitian... Alat penelitian... Metode Penelitian... Jalannya Penelitian... ... Peubah Amatan Tahap I... II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra ( N, K )... Tempat dan Waktu Penelitian... Bahan Penelitian... Alat Penelitian... Metode Penelitian...

Jalannya Penelitian... Peubah Amatan Tahap II...

22 22 22 22 22 23 24 26 26 26 26 26 27 28 HASIL DAN PEMBAHASAN...

1. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides... 2. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap

C. gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)...

Pembahasan...

33 33

36 54 KESIMPULAN DAN SARAN...

DAFTAR PUSTAKA...

72 73


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan Penyakit... 25

2. Nilai Bercak atau cacat daun C.gloeosporioides... 31

3. Rataan Periode Laten (Hari)... 33

4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)... 34

5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun klon dan Isolat... 35

6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubahTinggi Tanaman (cm) pada umur 6 bulan ... 36

7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Jumlah daun (helai) pada umur 6 bulan... 38

8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Akar (cm) pada umur 6 bulan... 39

9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Akar (gr) pada umur 6 bulan... 41

10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... .42

11. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Nisbah Akar Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 43

12. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju pertumbuhan Nisbi Akar ( g.g-1.minggu) pada umur bulan... 44

13.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk (g.g-1.minggu) pada umur 6 Bulan... 45 14. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan


(15)

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Assimilasi Bersih

(g/dm2/minggu) pada umur 6 bulan... 46 15.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Ruas (cm) pada umur

6 bulan... 47 16.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Diameter Batang ( mm) pada

umur 6 bulan... 49 17.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas daun (cm2) pada

umur 5 bulan... 50 18. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit pada umur

97 hsi... 52 19.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah laju Infeksi pada umur 97 hsi 53 20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode

laten (hari), laju perkembangan bercak (r), intensitas penyakit (IS),


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kerangka Penelitian... 7

2. Konidia C. gloeosporioides A.Isolat Deli Serdang dan B. Isolat Langkat 16

3. Gejala serangan C.gloeosporioides... 18

4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun... 25

5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi ... 35

6. Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan... 37

7. Hubungan tinggi tanaman karet (cm) dengan interval dosis pupuk eks- tra (N,K)... 37

8. Hubungan dosis pupuk dengan klon terhadap panjang akar umur 6 bulan... 40

9. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra dengan klon karet terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan... 41

10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 42

11. Perakaran klon karet yang diberi perlakuan pupuk ekstra (N, K) 0%, 25%, 50%, dan 75% ( searah jarum jam)... 45

13. Hubungan panjang ruas dengan interval % dosis pupuk ekstra (N, K)... 48

14. Hubungan interaksi antara interval % dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap luas daun (cm2) pada umur 4 bulan... 50

15. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi... 52

16. Hubungan interaksi interval dosis pupuk ekstra (N, K) dan klon terhadap laju infeksi... 54

17. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 3 - 6 bulan... 59

18. Intensitas serangan C . gloeosporioides umur 91 – 97 hsi pada Klon terhadap Pemberian Pupuk Ekstra ( N, K )... 67


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Lampiran Sidik Ragam Periode Laten... 77 2. Lampiran Sidik Ragam Laju Perkembangan Bercak umur 2 hsi -10 hsi... 77 3. Lampiran sidik ragam intensitas serangan umur 2 hsi – 10 hsi... 79 4. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Tinggi Tanaman umur 3 bulan – 6 bulan... 81 5. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Jumlah Daun umur 6 bulan... 83 6. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Panjang Akar umur 4 bulan -6 bulan... 83 7. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Bobot Kering Akar umur 4 bulan – 6 bulan... 85 8. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Bobot Kering Tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 86 9. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Nisbah Akar tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 88 10. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Pertumbuhan Nisbi Akar umur 4 -6 bulan... 89 11. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk umur 4 -6 bulan... 90 12. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Asimilasi Bersih umur 4-6 bulan………... 91 13. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap


(18)

Panjang Ruas umur 6 bulan... 92

14. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Diameter Batang umur 3- 6 bulan... 92

15. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun umur 4-6 bulan... 94

16. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit umur 91-97 hsi... ... 95

17. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju infeksi umur 93-97 ... ... 97

18. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 99

19. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 100

20. Matrik Korelasi Parameter Pengujian Ketahanan Klon dengan Pem- berian Pupuk Ekstra (N,K)... 101

21. Deskripsi Klon... 102

22. Tata letak Penelitian I. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides... ... 105

23. Tata Letak Penelitian II. Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... .. 106


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Konsumsi karet alam sampai dengan tahun 2020 diperkirakan terus meningkat sampai mencapai 2,829 juta ton, sedangkan proyek produksi karet alam sebesar 7,8 juta ton. Dipastikan terjadi kekurangan pasokan karet alam ± hampir 5,654 juta ton.

Harga karet alam yang membaik saat ini dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan tehnologi budaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada karet ( rakyat ) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul secara berkesinambungan (Anwar, 2006).

Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta ha dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat sekitar 50% dimana sekitar 85%diusahakan oleh rakyat dan selebihnya oleh perkebunan besar. Dari luasan tersebut, produkasi yang dihasilkan mencapai 2,2 juta ton dengan produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/th (Ditjen Perkebunan, 2006). Meskipun Indonesia memiliki wilayah cukup luas untuk tanaman karet, tetapi produktivitasnya


(20)

masih berada di bawah Thailand. Luas areal karet di Indonesiamencapai sekitar 3,3 juta hektare, dan 2,6 juta hektare di antaranya lahan milik petani atau sekitar 80 persen dari total perkebunan karet. Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor karet dengan merebut pasar di negara Tirai Bambu karena diperkirakan sampai tahun 2020 Cina akan terus mengalami pertumbuhan. Produk karet menyumbang devisa sebesar US$ 1,4 miliar pada 2003 itu berarti 20 persen dari ekspor produk pertanian. Volume produksi karet pada 2003 sebesar 1,8 juta ton dengan volume sebesar itu Indonesia menjadi produsen karet kedua terbesar di dunia setelah Thailand

(Http://www.Sinarharapan.file ).

Rendahnya produktivitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti pemupukan dan pemeliharaan yang kurang, yang lebih pokok adalah masalah penggunaan bahan tanamnya. Telah terbukti bahwa penggunaan bahan tanam klon unggul dalam pengusahaan perkebunan karet merupakan komponen teknologi utama yang memberikan peningkatan produktivitas yang cukup nyata

( Http://www.IRR39&42.htm ).

Soepadmo, (1975) dalam Pawirosoemardjo, ( 2006 ) , mengatakan bahwa terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum pada tanaman karet di Jawa tahun 1974 dikarenakan adanya a). penyimpangan iklim dari pola iklim normal, b). tersedianya tanaman karet dengan stadia kritis, c). Pembagian hujan yang merata selama musim hujan.

Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa bahan tanam yang akan dikembangkan dalam


(21)

pertanaman harus berupa benih bina yang dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia. Oleh karena itu klon-klon karet anjuran yang terakhir sebelum digunakan secara luas harus dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian. Selain itu upaya pengendalian penyakit saat ini juga diarahkan pada pengendalian secara terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian, dimana salah satu diantaranya adalah menggunakan bahan tanam yang resisten.

Anwar (2006), mengatakan bahwa pengembangan klon-klon karet unggul pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis produksi karet yang dihasilkan, sedangkan klon-klon lama yang sudah dilepas seperti GT1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya.

Budidaya karet sering mendapat gangguan, diantaranya adalah hama, penyakit,kebakaran dan cuaca atau iklim. Dewasa ini, salah satu gangguan yang dirasakan sebagai ancaman bagi budidaya perkaretan adalah penyakit gugur daun. Adanya perbedaan tingkat kerusakan oleh penyakit pada suatu klon disentra perkebunan karet disebabkan oleh perbedaan tingkat virulensi atau ras patogen, disamping pengaruh faktor lingkungan abiotik.

Penyakit tanaman karet merupakan kendala yang dominan dibanding gangguan lainnya. Di samping dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi, sering pula penyakit dapat mengakibatkan gagalnya suatu program pengembangan


(22)

tanaman karet. Pada tanaman karet dikenal berbagai jenis penyakit baik yang menyerang akar, batang, cabang dan daun.Serangan penyakit gugur daun

Colletotrichum gloeosporioides pada daerah beriklim basah terutama dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/th umumnya sangat tinggi, dan serangan penyakit ini menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman rendah, biaya produksi tinggi , umur ekonomis tanaman menjadi singkat dan menimbulkan kerugian bagi petani karet dan pengusaha. Sehingga pathogen C . gloeosporioides menjadi semakin penting untuk mendapat perhatian.

Unsur Nitrogen dalam tanah jumlahnya sedikit dan mudah hilang dalam air drainase, sedangkan nitrogen diperlukan tanaman terutama untuk merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Disamping nitrogen unsur Kalium adalah satu-satunya kation monovalen yang esensial pada tanaman dalam pembentukan klorofil dan menjamin ketegaran tanaman (Wuryaningsih dan Sutaler,1992).

Perumusan Masalah

Produktivitas klon karet sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu genetik, lingkungan, dan manajemen. Salah satu respon faktor genetik terhadap lingkungan adalah sifat resistensinya terhadap penyakit. Dalam tiga dasa warsa terakhir, hampir di semua negara penghasil karet, penyakit gugur daun dikenal sebagai faktor yang dapat menimbulkan kerugian besar dan bahkan berkelanjutan. Oleh karena itu penggunan klon resisten menjadi perhatian utama dalam mengatasi penyakit gugur


(23)

daun. Sebagian besar diantara klon yang ada resisten terhadap satu jenis penyakit tertentu saja atau bersifat ketahana vertical sehingga ketahanannya dapat dipatahkan oleh pathogen yang muncul. Pada sentra perkebunan yang mengalami kerusakan berat diduga telah terbentuk atau terdapat isolat atau ras baru yang virulen, hal ini ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan jumlah klon karet yang terserang

C.gloeosporioides dinegara produsen karet termasuk Indonesia. Kerugian

ekonomi akibat kerusakan oleh penyakit karet bernilai triliunan rupiah setiap tahunnya, dimana penyakit gugur daun dapat mengakibatkan kehilangan financial lebih dari 220 miliar rupiah per tahun dengan asumsi penurunan produksi sebesar 30 % akibat kerusakan berat oleh penyakit gugur daun Colletotrichum yang menyerang 2-5 % luas perkebunan Indonesia ( Situmorang dkk , 2005).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan isolat C.gloeosporioides yang virulen dan usaha untuk menpertahankan ketahanan klon unggul tanaman karet terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporioides tersebut dengan pemberian pupuk ekstra (N,K).

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan isolat C. gloesporioides yang virulen dari dua daerah berbeda

2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N,K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan penyakit gugur daun C. gloesporioides .


(24)

Hipotesa Penelitian

1. Isolat C. gloeosporioides dari dua daerah yang diuji mempunyai tingkat virulensi yang berbeda

2. Pemberian pupuk ekstra (N,K) mempengaruhi pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C. gloesporioides

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan bahwa ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum dapat dipengaruhi oleh tingkat virulensi patogen dan juga pemberian pupuk Ekstra (N, K).


(25)

inokulasi Pengumpulan sampel daun

terinfeksi C.gloeosporioides dari 2 daerah berbeda

Penanaman klon unggul rentan dan tahan terhadap C.gloeosporioides

Pengujian virulensi isolat

Isolat virulen

Interval pemberian dosis pupuk ekstra (N,K)

Masalah

1. Penyakit gugur daun C.gloeosporioides

2. Virulensi Patogen yang berbeda

3. Ketahanan klon unggul terhadap Penyakit gugur daun

C.gloeosporioides berbeda 4. Produksi Karet menurun

Tingkat ketahanan klon karet terhadap penyakit gugur daun

meningkat dan pertumbuhan klon karet yang optimal


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Karet

Sejarah dan Perkembangan Tanaman Karet di Indonesia

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876.

Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam dikebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukn dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera Timur, jenis ini ditanam di pulau Jawa pada tahun 1906.

Perusahaan asing pertama yang menanam karet dan mengelolanya di Indonesia adalah Harrison and Crossfield Company yang sebelumnya juga telah membuka perkebunan serupa di Malaysia. Setelah Harrison and Crossfield, perusahaan lain yang menyusul pembukaan perkebunan karet di Indonesia adalah


(27)

Sociente Financieredes Caoutchouses dari Belgia pada tahun 1909 dan perusahaan patungan Belanda-Amerika Serikat bernama Holland amerikaanse Plantage Maatschappij pada tahun 1910-1911 (Setiawan dan Andoko, 2006).

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia, meskipun tanaman tersebut diintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kali, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar tersebar merata di 22 provinsi perkebunan karet Indonesia.dengan areal terluas di dunia, sejak dekade 1920-an merupakan pemasok utama karet dunia.Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi antara tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Tetapi setelah kemerdekaan produksi karet Indonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia yang sejak awal membayangi Indonesia pada urutan kedua.

Pada awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah dilakukan peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet Indonesia segera melampaui malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II menjadi produsen utama karet dunia.

Botani Karet ( Hevea brasilliensis Muell. Arg )

Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas dengan percabangan dibagian atas. Dibagian batang terkandung getah yang lebih dikenal dengan nama lateks.


(28)

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis.

Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempi. Bunga betina berambut vilt dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga.

Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbaggi menjadi dua ruangan, yang satu letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya.

Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang. Setiap ruang


(29)

berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang tepat (Setiawan dan Andoko, 2006).

Syarat tumbuh tanaman Karet

S

SeebbaaggaaiittaannaammaannyyaannggbbeerraassaallddaarriiwwiillaayyaahhAAmmeerriikkaattrrooppiiss,,kkaarreettbbiissaattuummbbuuhh d

diiIInnddoonneessiiaayyaannggjjuuggaabbeerriikklliimmttrrooppiiss..

I

Ikklliimm

Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1500 mm/tahun dengan distribusi merata (Djikman, 1951 dan William et al,1980). Secara umum tanaman karet dapt tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun dengan distribusi merata.Curah hujan 100-150 mm akan dapat mencukupi kebutuhan air tanaman karet selama 1 bulan (Rao dan Vijayakumar, 1992).

Secara umum iklim yang dibutuhkan oleh tanaman karet adalah sebagai berikut: a) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 derajat C. b) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet. c) Curah hujan optimal antara 1.500 - 2.000 mm/tahun

d) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7 jam/hari.

T

Taannaahh

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet


(30)

dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0.

(http://www..Karet-profilsingkat.pdf).

K

KeettiinnggggiiaannTTeemmppaatt

Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0 – 400 meter dari permukaan laut (dpl) ( Setiawan dan Andoko, 2006). Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl (http://www..Karet-profilsingkat.pdf).

Pemupukan

Pupuk sebagai salah satu faktor produksi diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Bagi pengusaha perkebunan karet.Pemupukan yang tepat nyata mempersingkat masa TBM. Penggunaan pupuk sebagai sumber unsur hara bagi tanaman karet sudah menjadi kebutuhan rutin tahunan. Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program


(31)

pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun (Puslit Karet, 2004).

Kekurangan unsur K (kalium) kelihatannya tidak memberikan pengaruh langsung terhadap sistem perakaran, dibanding unsur N dan P namun demikian unsur K tersedia dalam jumlah yang kurang mencukupi kebutuhan tanaman, maka akan berakibat lemahnya sistem translokasi. Pengaruh unsur K dan juga unsur-unsur lainya adalah tidak secara langsung. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadinya peningkatan pertumbuhan pucuk.

Peranan Daun, Akar dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, tergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 199). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman, menurut Dalimoenthe (1990) merupakan resultan proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Misalnya proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat digunakan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selama pertumbuhan vegetatif, akar, daun dan batang merupakan daerah-daerah pemanfaatan asimilat yang kompetitif. Proporsi hasil asimilasi yang didistribusikan ke ketiga organ ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Dalam hal ini asimilat diharapkan terdistribusi merata


(32)

sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang maksimal. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa suatu aspek penting dalam proses pertumbuhan tanaman adalah penyediaan substrat, dalam hal ini adalah karbohidrat, yang digunakan tanaman untuk membentuk bahan baru. Karbohidrat diperoleh melalui proses fotosintesis di dalam daun. Daun dan jaringan hijau lainnya merupakan sumber asal hasil asimilasi. Sebagian hasil asimilasi tetap tertinggal dalam jaringan untuk pemeliharaan sel. Sisa hasil asimilasi ditranslokasikan ke daerah pertumbuhan vegetatif, yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan, pemeliharaan dan cadangan makanan. Dalam proses fotosintesis, peranan daun erat kaitannya dengan akar. Akar yang pertumbuhannya baik akan memberikan pertumbuhan tajuk yang cepat, karena akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner, et al., 1991). Dalam proses pertumbuhan tanaman, akar memegang peranan yang sangat penting. Disamping berfungsi sebagai organ tanaman yang menopang agar tanaman dapat berdiri tegak sehingga dapat melaksanakan aktivitas fisiologi dengan baik, akar juga berfungsi untuk transport, penyimpanan, perbanyakan, sumber energi dan sebagai sumber hormon pertumbuhan. Selain itu akar juga merupakan organ utama tanaman yang mengerjakan absorbsi hara dan air. Bersama-sama dengan proses sintesa senyawa organik pada bagian hijau dari tanaman, kecepatan absorbsi hara dan air akan sangat menentukan pertumbuhan tanaman, baik bagian tanaman yang berada di atas tanah (shoot) maupun yang berada di dalam tanah (Islami dan


(33)

H.brasiliensis dalam pengembangannya digunakan klon yang merupakan hasil pemuliaan. Dengan klon diharapkan adanya keseragaman dalam produktivitas, pertumbuhan, ketahanan penyakit dan kualitas produk. Wulan, dkk (2006), mengatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktifitas yang optimum di daerah sentra – sentra produksi karet perlu dipilih klon yang tepat dan beradaptasi pada lingkungan tumbuhnya.Keunggulan klon akan terekspresi apabila ditanam sesuai dengan lingkungan tumbuhnya.

Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides

Jamur patogen C.gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. (teleomorph dari

Glomerella cingulata) adalah pathogen daun yang menyerang sejumlah besar tanaman buah trofik sampai sub trofik (Prusky dkk,1992).

Di Indonesia, penyakit gugur daun C. gloeosporioides merupakan penyakit pada tanaman karet. Penyakit gugur daun menyebabkan pengguguran daun yang terus-menerus, terutama jika pathogen menyerang pada periode pembentukan daun muda setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa setelah sadap, pembentukan daun muda yang jelek disebabkan oleh penyakit gugur daun seringkali menyebabkan stress fisiologis, sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% (Achuo et al., 2001). Serangan penyakit gugur daun


(34)

mm/tahun (Basuki,1990). Patogen penyebab gugur daun Colletotrichum, diduga tidak memiliki keragaman isolat dari wilayah ataupun dari inang/klon berasal (Prawirosoemardjo, 1976 & 1984 dalam Prawirosoemardjo, 2006).

Biologi Patogen C. gloeosporioides

C. gloeosporioides merupakan jamur yang mempunyai hypa yang bersepta, mula-mula hialin dan kelak akan menjadi gelap. Konidium hialin, berbentuk jorong atau bulat telur dengan ujung ujung yang membulat. Konidium tidak bersepta, dengan ukuran rata-rata 12-16 x 4-5 µm.

A B Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 2. Konidia C. gloeosporioides. A.Isolat Deli Serdang. dan B. Isolat Langkat

Spora umumnya berkecambah pada permukaan kulit daun, kemudian membentuk appresoria dan hifa untuk menginfeksi dan tetap tinggal dalam lapisan sel pada kulit dalam kondisi laten. Spora C. gloeosporioides berkecambah dipermukaan daun yang sedang berkembang dan setelah beberapa saat ujung hifa menggelembung dan membentuk alat perekat, antara 24-72 jam, ujung hifa yang membengkak


(35)

membentuk alat yang dapat menembus kutikula secara mekanik dan jamur masuk ke dalam daun serta akan dorman dibawah kutikula

( http://www.deptan.go.id/ditlintan/buku_ perkebunan ).

Gejala Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides

Antraknose gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur C. gloeosporioides

dapat menyebabkan kerugian hingga mencapai 90 % pada daerah perkebunan tanaman buah. Patogen menyerang daun, cabang, bunga dan buah dan menyebabkan terjadinya busuk buah berwarna hitam pada permukaan buah, terutama pada saat musim hujan.Gejala dari penyakit yang disebabkan oleh pathogen ini diawali dengan adanya bintik hitam/gelap pada jaringan tanaman dan diikuti dengan terbentuknya bercak yang sedikit terang disekeliling nya dengan adanya halo (lingkaran cahaya gelap) (Alvarez et al, 2007).

C. gloeosporioides merupakan penyebab penyakit daun yang semakin serius dan mempengaruhi pertumbuhan daun-daun baru yang diproduksi pada musim berikutnya , pohon karet akan kehilangan daun-daun nya sepanjang musim.Jaringan tisu tanaman inang menghasilkan daun-daun baru yang peka terhadap infeksi dan kondisi basah menyebabkan epidemi penyakit semakin berkembang (Wastie, 1972

dalam Waller , 1992).

Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa/ telah sadap, pembentukan daun muda yang jelek yang disebabkan oleh penyakit gugur daun seringkali menyebabkan


(36)

stress fisiologis sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% ( Achuo dkk, 2001).

Patogen kadang-kadang juga menghasilkan gejala busuk berair lembut dengan lingkaran halo. Penyebaran konidia oleh gerakan angin dan tetesan air hujan, merupakan factor utama dalam penyebaran penyakit. Kepekaan berkurang dengan meningkatnya umur daun-daun tersebut. Berkurangnya kepekaan ini adalah sebagai hasil perkembangan formasi dari kutikila daun ( Wastie, 1970).

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 3. Gejala serangan C.gloeosporioides

Menurut Varghese (1990), bercak pada daun biasanya bundar dengan diameter 2 mm dan mula-mula berwarna coklat, selanjutnya bagian pusat menjadi abu-abu sampai putih, nekrotis dan sering membelah. Daun-daun muda menjadi kehitaman dan gugur, infekksi pada daun yang lebih tua akan mengakibatkan defoliasi. Bercak dapat berkembang pada tangkai daun dan menginfeksi pada daun muda menyebabkan daun berwarna hijau tua dan berakhir dengan dieback. Sporulasi


(37)

terjadi pada keadaan yang lembab yang ditandai dengan koloni spora yang berwarna merah jambu atau pink. Pada daun-daun yang lebih dewasa infeksi Colletotrichum

mengakibatkan tepi serta ujung daun berkeriput dan pada permukaannya terbentuk bercak-bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning bergaris tengah 1-2 mm. Bila daun-daun bertambah umurnya maka bercak akan berlubang ditengahnya dan bercak-bercak ini menonjol dari permukaan daun. Infeksi Colletotrichum yang hebat dapat mengakibatkan matinya pucuk tanaman.

Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit

Soepena (1990), mengatakan bahwa daun yang terinfeksi kadang-kadang menyebar pada semua tingkatan umur tanaman dan pohon dewasa disebabkan pengaruh udara kering dan juga faktor ketahanan klon itu sendiri.Cendawan pada bercak bagian atas daun menghasilkan perithecia dari pelepasan ascospora. Ascospores memainkan suatu peran penting dalam kelangsungan hidup pathogen dari satu musim ke musim yang berikutnya.

Dalam cuaca yang lembab masa spora menjadi lunak dan mudah tersebar dengan perantara angin hingga ke jarak yang jauh. Kebun-kebun karet terletak di dataran tinggi atau mempunyai curah hujan yang tinggi menderita serangan berat penyakit gugur daun C. gloeosporioides. Demikian pula kebun-kebun yang lembab karena jarak tanam yang terlalu rapat, terletak di lembah, di dekat rawa-rawa atau


(38)

gulmanya tidak dapat dikendalikan akan mendapat gangguan penyakit ini (Semangun, 1992).

Anonim (2004), dilapangan yaitu pada tanamanyang belum menghasilkan atau pada tanaman telah menghasilkan, serangan C. gloeosporioides terjadi pada musim hujan pada tunas-tunas atau daun-daun muda yang baru tumbuh. Epidemi penyakit timbul antara lain karena (a) terjadi penyimpangan pola iklim dari yang normal, yaitu kemarau panjang yang diikuti musim hujan sepanjang tahun, (b) tanaman karet yang lemah karena kurang perawatan, (c) ditanamnya klon-klon yang rentan.Selain itu Baily dkk (1992), juga mengatakan bahwa perkembangan penyakit gugur daun C. gloeosporioides berkorelasi dengan curah hujan dan klon yang peka.

Respon tanaman terhadap penyakit gugur daun C. gloeosporioides

Dalam suatu spesies tanaman ternyata terdapat perbedaan tingkat ketahanan dari varietas tanaman terhadap suatu spesies patogen tertentu. Demikian juga, tingkat virulensi dari ras satu spesies patogen tertentu sangat bervariasi sehingga mempengaruhi kemampuan ras patogen tersebut dalam menyerang varietas tanaman.Variasi kerentanan terhadap patogen diantara varietas tanaman disebabkan adanya gen ketahanan yang berbeda, dan mungkin pula karena adanya jumlah gen ketahanan yang berbeda dalam setiap varietas tanaman (Abadi, 2003).

Secara umum ada dua jenis resistensi tanaman terhadap penyakit yaitu resistensi hoeizontal dan resistensi vertical. Resistensi horizontal mempunyai


(39)

sejumlah gen (poligenik) resistensi, reaksinya terhadap patogen tidak diffrensial, resisten terhadap semua ras dari satu atau beberapa species patogen dan reistensinya relatif mantap. Varietas dengan ketahanan vertikal (monogenik atau oligogenik) umumnya menunjukkan ketahanan lengkap terhadap patogen spesifik dibawah berbagai kondisi lingkungan, tetapi mutasi tunggal atau sedikit mutasi dalam patogen dapat memproduksi suatu ras baru yang dapat menginfeksi varietas yang sebelumnya tahan. Dengan adanya ketahanan vertikal, inang dan patogen nampak tidak kompatibel. Inang dapat merespon dengan reaksi hipersensitif, mungkin nampak imun, atau mungkin menyebabkan reproduksi patogen menjadi lambat.

Virulensi Patogen

Virulensi adalah kemampuan suatu pathogen, seperti suatu cendawan, untuk menyerang suatu tumbuhan tuan rumah dengan sukses. Ini tergantung pada kemampuan cendawan untuk menghindarkan sistem pertahanan kimiawi dari tumbuhan]tersebut yang merupakan suatu kemampuan yang diatur oleh gen. Jamur mempunyai gen virulen, dan tumbuhan mempunyai gen tahan yang dapat mengenali bahan kimia yang diproduksi oleh gen virulen. Jika tumbuhan tidak mengenali gen virulen itu, maka tanaman akan terinfeksi (Thrall, 2003).Virulensi sutau patogen pada umumnya ditentukan oleh faktor patogenitas seperti tife infeksi, jumlah koloni dan keagresifan dan faktor adanya toksin (Welz, 1988).


(40)

METODA PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam dua tahap.

I. Uji virulensi Isolat C. Gloeosporioides

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tahap I dilaksanakan dari bulan Nopember s/d Desember 2007, di Laboratorium Proteksi Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ± 80 m di atas permukaan laut.

Bahan Penelitian

Empat (4) klon daun karet dan masing-masing klon terdiri dari 10 daun, isolat

C.gloesporioides asal Kab. Langkat (Besitang), dan Kab. Deli Serdang (S. Putih), PDA (Potato Dextro Agar), alkohol, bahan kimia, dll.

Alat Penelitian

Piring Petri , pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,bor gabus (dish)ø 1,2 cm, label dan alat tulis, laminar air flow, incubator , mikroskop , talam plastik dll.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pengujian resistensi klon karet secara inokulasi buatan dengan menggunakan metode cakram daun menurut Chee 1978.

Menggunakan Metode Penelitian dalam RAL Faktorial, dimana:

Faktor I adalah Daun Klon Karet (Klon Tahan dan Klon Rentan)


(41)

K2 = GT1 (rentan) K3 = BPM 24 (rentan) K4 = PB 260 (tahan)

Faktor II adalahIsolat C. gloeosporioides

I1 = Isolat Cgloeosporioides asal BesitangLangkat

I2 = Isolat C.Gloeosporioides asal Sungei Putih Deli serdang

Dengan kombinasi perlakuan 4x2 = 8, diulang sebanyak 4 kali dan tiap ulangan terdiri dari 5 daun , sehingga jumlah daun klon karet yang dibutuhkan adalah 8x4x5 = 160 lembar

Jalannya Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan persiapan dimulai dengan mengumpulkan data dan pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian agar diperoleh informasi yang memadai mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna tercapainya tujuan penelitian yang diharapkan. Setelah itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian yang diikuti oleh penyedian isolat Cgloeosporioides yang akan diuji .

2. Pelaksanaan Penelitian Isolasi Patogen

Inokulum patogen C gloeosporioides diisolasi dari daun tanaman karet yang terinfeksi oleh C gloeosporioides dari masing-masing daerah yang diuji. Permukaan daun yang terinfeksi patogen disteril dengan larutan clorox 10% selama 15-30 detik kemudian diambil secara aseptik. Selanjutnya potongan daun tersebut dikering


(42)

anginkan dikertas tisu steril atau dicuci dengan aquadest steril dan kemudian ditempatkan pada medium biakan yang telah disiapkan dalam cawan petri (Agrios, 1993).

Biakan murni C gloeosporioides selanjutnya di inkubasi selama ± 7 hari kemudian dilakukan pembuatan suspensi konidia C gloeosporioides . Daun karet muda dari tiap –tiap klon dipotong dengan menggunakan bor gabus diameter 1,2 cm kemudian direndam kedalam suspensi konidia C gloeosporioides dari masing – masing isolat selama ± 1 menit, selanjutnya di inkubasikan dalam inkubator temperature 25 0C selama 6 hari.

Peubah Amatan Tahap I

1. Periode laten ( Masa inkubasi )

Pengamatan masa inkubasi sampai terjadinya sporulasi (perkecambahan spora) setelah hari inokulasi konidia.

2. Laju perkembangan bercak

Perkembangan bercak diukur sejak terdapatnya bercak, dan diukur setiap 2 hari sekali. r = X2-X1/ t2– t1

3. Intensitas penyakit ( Disease severity )

Pengukuran intensitas penyakit patogen dilakukan laboratorium Pathology Puslit. Karet Sungei Putih dengan mneggunakan daun muda dari masing – masing klon yang di uji. Pengukuran tingkat keparahan penyakit dilakukan 12 hari setelah inokulasi konidia. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan dengan menggunakan skala serangan pada daun.


(43)

Pengukuran intensitas penyakit ( skala serangan) dimasukkan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:

∑(ni x vi)

I = ---x 100% NxV

I = Intensitas serangan ni = jumlah daun ke-i vi = skala serangan ke-j N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)

Penelitian tingkat serangan di laboratorium dilakukan dengan menghitung nilai bercak daun yang ditetapkan menurut Chee ( 1978) dengan skala 0 – yakni sbb:

Skala 0 = tidak terdapat bercak (bebas) Skala 1 = terdapat bercak ≤1/4 bagian Skala 2 = terdapat bercak <1/2 bagian Skala 3 = terdapat bercak <3/4 bagian Skala 4 = terdapat bercak >3/4 bagian

Dari Skala diatas diklasifikasikan menjadi 5 kategori seperti Tabel 3 berikut: Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan penyakit Klasifikasi Nilai

Resisten 0 – 20 % Agak resisten 21 - 40% Moderat 41 - 60 % Agak Rentan 61 - 80% Rentan 81 - 100% Sumber : Pawirosoemardjo ( 1999).


(44)

Sumber : Koleksi Penelitian

Gambar 4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun

II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K)

Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian tahap II dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ± 80 m diatas permukaan laut.

Bahan Penelitian

Klon karet PB260, GT1, BPM1 dan BPM 24,isolat virulen C.gloeosporioides, pupuk rekomendasi TSP, KCl dan Urea , tanah dari jenis PMK, air, dll.

Alat Penelitian

Polibeg ukuran 15 x 20 cm, pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter, label dan alat tulis, oven, plastik. gembor plastik, hands sprayer dll.


(45)

Metode Penelitian

Menggunakan Metode Penelitian dalam Rak Faktorial, dimana:

Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N,K)

P0= 0 % (Kontrol) yaitu N=5 gr, P= 5 gr K= 2 gr

P1= 25% dari rekomendasi yaitu N=5 + 1,25 gr, P= 5 gr K= 2 + 1,25 gr P2= 50% dari rekomendasi yaitu N=5 + 2,5 gr , P= 5 gr K= 2 + 2,5 gr P3= 75% dari rekomendasi yaitu N=5 + 3,75 gr, P= 5 gr K= 2 + 3,75 gr

Faktor II adalah Klon Karet

K1 = BPM 1 ( tahan) K2 = GT1 ( rentan) K3 = BPM 24 (rentan)

K4 = PB 260 (tahan)

Dengan demikian diperoleh 4x 4 = 16 kombinasi perlakuan (plot) dan tiap plot ada 10 tanaman diulang sebanyak 3 kali.sehingga jumlah klon karet yang diperlukan adalah 16 x10x 3= 480 tanaman.

Jalannya Penelitian

1. Persiapan Bibit Tanaman/ Klon OMT karet

Persiapan bibit dilakukan dengan memilih secara selektif klon yang akan ditanam untuk penelitian dari puslit karet Sungei Putih.

2. Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media Tumbuh

Media tumbuh yang digunakan berupa tanah PMK dari arel Puslit Karet Sungei Putih. Tanah dikering anginkan, kemudian dilakukan pengambilan sample


(46)

tanah secara komposit untuk analisa hara tanah N, P dan K. Setelah itu tanah dimasukkan kedalam polibek ukuran 10 kg. Masing-masing polibek diisi tanah seberat 7 kg. Polibek , kemudian disusun petak-petak percobaan disesuaikan dengan tata letak percobaan yang telah dibuat.

Penanaman Bibit/Klon Karet

Penanaman dilakukan dengan memilih klon karet yang sehat dilakukan secara selektif untuk mendapatkan pertumbuhan klon yang seragam.

Pemupukan

Pemupukan tanaman dipolibek diberikan dengan cara manual circle,yaitu dengan membuat saluran melingkar disekeliling batang dengan jarak disesuaikan setelah tanaman berumur ± 2 bulan. Selanjutnya dilakukan pemupukan setiap bulan sampai tanaman berumur 5 bulan.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual.

Pelaksanaan Inokulasi Patogen

Pelaksanaan penelitian dimulai setelah didapat isolat yang virulen dari penelitian tahap I. Bahan stek berasal dari masing-masing klon sesuai perlakuan yang tunasnya dibiarkan tumbuh dalam waktu ±2 bulan atau telah berpayung dua. Suspensi konidia C gloeosporioides dengan kepekatan 7x104 konidia/ml disemprotkan langsung ke permukaan daun yang baru terbentuk ( daun bewarna merah kecoklatan).


(47)

Peubah Amatan Tahap II

.Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan saat bibit berumur 3 bulan dan berakhir saat bibit berumur 6 bulan. Pengukuran dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan cara mengukur pertumbuhan batang dari pangkal batang sampai ujung batang.

2. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung pada saat bibit berumur 6 bulan. Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna dan juga daun yang diamati untuk pengukuran intensitas penyakit.

3. Panjang akar (m)

Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 3, bulan dan 6 bulan. Pengukuran panjang akar total dilakukan dengan memasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 15 x 20 cm. Kantong diisi air secukupnya kemudian akar disebarkan dengan cara menggojok. Panjang akar terpanjang dibaca dengan menggunakan penggaris.

4. Bobot kering akar dan tajuk (g)

Pengamatan bobot kering akar dan tajuk dilakukan pada saat bibit berumur 4 dan 6 bulan. Bobot kering diperoleh dengan menimbang bagian tanaman yang telah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 C sampai bobot tetap (± 48 jam).


(48)

5. Nisbah akar tajuk (NAT)

Pengamatan nisbah akar tajuk (NAT) dilakukan pada saat bibit berumur 4-6 bulan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bobot kering akar NAT = ——————— Bobot kering tajuk

6. Laju pertumbuhan nisbi akar (LPNA) dan laju pertumbuhan nisbi

tajuk(LPNT)

Pengamatan dilakukan pada saat akhir penelitian, dengan menggunakan rumus dalam Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut :

ln WA2 – ln WA1

LPNA = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1

ln WT2 – ln WT1

LPNT = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1

WA1 = bobot kering akar pada pengamatan 1 WA2 = bobot kering akar pada pengamatan 2 WT1 = bobot kering tajuk pada pengamatan 1 WT2 = bobot kering tajuk pada pengamatan 2 T1 = waktu pengamatan 1

T2 =waktu pengamatan 2

7. Laju assimilasi bersih (LAB)

Pengamatan dilakukan pada umur 3, 4, 5 dan 6 bulan, dengan menggunakan rumus dalam Gardner et al (1991) sebagai berikut :


(49)

W2 – W1 ln La2 – ln La1

LAB = ———— x ——————— (g/dm2/minggu) T2 – T1 La2 – La1

W1 = bobot kering tanaman pada pengamatan 1 W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan 2 La1 =luas daun total pada pengamatan 1

La2 = luas daun total pada pengamatan 2 T1 = Waktu pengamatan 1

T2 = Waktu pengamatan 2

8. Panjang ruas (cm)

Panjang ruas diukur pada akhir penelitian yaitu pada saat tanaman berumur 6 bulan

9. Diameter batang (mm)

Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan 2 kali yaitu pada umur 4 dan 6 bulan.

10. Intensitas Penyakit (diseases severity) (%)

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan 10 hari setelah inokulasi dengan mengamati 15 helai daun yang diambil dari 5 tangkai terbawah dari payung teratas (Rahayu dkk, 2005), dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada saat tanaman telah berpayung dua ( umur 4 bulan ) dengan pengukuran 1x 2 hari sebanyak 5 kali pengamatan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:

∑(ni x vi)

I = ---x 100% NxV


(50)

I = Intensitas serangan n = jumlah daun ke-i v = skala serangan ke-j

N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)

Tabel 2. Nilai bercak atau cacat daun C. glooesporiodes

Nilai/ Score Keterangan

0 Tidak terdapat bercak atau cacat pada daun

1 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/16 bagian 2 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/8 bagian 3 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/4 bagian 4 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/2 bagian 5 Terdapat bercak atau cacat pada daun >1/2 bagian 6 Daun gugur akibat C.gloeosporiodes

(Soekirman,2004).

11. Laju Infeksi (r)

Pengukuran dilakukan setelah inokulasi pada umur tanaman ± 3 bulan dan selanjutnya pada saau tanaman telah berpayung 2 sampai tanaman berumur 6 bulan. 2,3 x2 x1

r = ---[log 10 - log 10 --- ]

t2 –t1 1 – x2 1 – x1 r = laju infeksi

t1 = waktu pengamatan pertama t2 = waktu pengamatan kedua

x 1 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi pada pengamatan pertama


(51)

x2 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi pada pengamatan kedua

(Oka,1993).

Analisis Data

Untuk mengetahui pertumbuhan antar 4 klon yang diuji dengan perlakuan dosis pupuk ekstra (N, K) , dilakukan analisis statistik dengan menggunakan pola Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan dilanjutkan dengan uji F. Apabila uji F menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan, dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf beda nyata 5% (Gomez et al., 1995).


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides

Uji virulensi isolat C.gloeosporioides dilakukan berdasarkan periode laten ( masa inkubasi ), laju perkembangan bercak dan intensitas penyakit /disease severity Ketiga parameter menunjukkan adanya korelasi dan hubungan dan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:

1. Periode Laten

Hasil analisis menunjukkan bahwa klon yang diuji dan isolat memiliki perbedaan sangat nyata terhadap periode laten. Tetapi interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap periode laten. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan rataan periode laten terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Periode laten ( Hari)

I (Isolat) Rataan

Perlakuan

I1 (Isolat Langkat) I2( Isolat Deli Serdang)

BPM1 3.00 ab 2.40 de 2.70 b

GT1 2.80 cd 2.25 ef 2.53 bc

BPM 24 2.60 cde 2.00 f 2.30 c

PB 260 3.20 a 2.80 bc 3.00 a

Rataan 2.90 a 2.36 b 2.61

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Periode laten yang paling lama pada perlakuan K4I1 (PB 260 dan Isolat asal Langkat) yaitu 3,20 hsi yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1I1( 3,00 hsi ), K1I2 ( 2,40 hsi), K2I1 (2,8 hsi), K2I2 ( 2,25 hsi), K3I1 ( 2,60 hsi), K3I2 ( 2 hsi) dan K4I2


(53)

(2,80 hsi). Periode laten yang paling cepat adalah perlakuan K3I2 (klon BPM 24 isolat Deli Serdang) yaitu 2 hsi dibandingkan dengan K3I1 ( BPM 24 isolat Langkat ) yaitu 2,60 hsi, demikian juga dengan K1I2 (BPM 1 dan isolat Deliserdang) periode latennya lebih cepat yaitu 2,40 hsi dibanding dengan K1I1 (BPM 1 dan isolate Langkat) yaitu 3,00 hsi. K2I2 (GT1 dan isolate Deliserdang) periode latennya adalah 2,25 hsi lebih lama disbanding dengan K2I1 (GT1 dan isolat Langkat) yaitu 2,80 hsi.

2. Laju Perkembangan Bercak

Rataan laju perkembangan bercak dari umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 2.

Hasil analisis laju perkembangan bercak ( % ) menunjukkan bahwa perlakuan daun klon dan isolat berpengaruh tidak nyata tetapi pada umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap laju perkembangan bercak.

Tabel 4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)

Umur 2 - 4 hari 4 - 6 hari

Perlakuan I1 I2 I1 I2

Daun Klon

BPM 1 0,03 0,03 0,14 bc 0,14 bc

GT 1 0,04 0,06 0,11 cd 0,10 c

BPM 24 0,06 0,07 0,19 b 0,31a

PB 260 0,04 0,07 0,15 bc 0,17 bc

Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% dan berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.


(54)

Laju perkembangan bercak tertinggi pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan Isolat asal Deli Serdang) yaitu 0,31 pada 4 -6 hsi, yang berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan , sedangkan laju perkembangan bercak yang paling rendah adalah pada perlakuan K2I2 (GT1 dan isolat Deli Serdang).

3. Intensitas Penyakit ( disease severity )

Rataan intensitas serangan dari Umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 5, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 3.

Tabel 5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun Klon dan Isolat Perlakuan I1 ( Isolat Langkat) I2 ( Isolat Deli Serdang)

Umur 4 6 4 6

BPM 1 13,75 40,75 c 16,25 44,38 c

GT 1 30,63 bc 41,94 c 23,75 b 42,05 c

BPM 24 40 b 64,38 b 30,00 a 92,50 a

PB 260 30,21 b 45,53 c 16,94 cd 50,63 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian isolat asal Deli Serdang (I2) pada daun klon umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas penyakit dan ada peningkatan persentase intensitas penyakit. Intensitas penyakit tertinggi pada umur 6 hsi diperoleh pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan isolat Deli Serdang) yaitu 92,50 %, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Intensitas serangan terendah diperoleh pada perlakuan K1I1 (BPM1 dan Isolat asal Langkat) yaitu 40,75 %.


(55)

Sumber : Koleksi Penelitian

Gambar 5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi

II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)

1. Tinggi Tanaman (cm)

Rataan tinggi tanaman umur 6 bulan terdapat pada Tabel 6, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 4.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon karet berpengaruh nyata, serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata secara signifikan terhadap tinggi tanaman.

Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan P3K4 (75 % dan PB 260) yaitu 62,54 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan dan tinggi tanaman paling rendah adalah P2K1 (50 % dan BPM 1).


(56)

Tabel 6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubahTinggi Tanaman pada umur 6 Bulan

Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan

P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%)

K1 (BPM1) 38.967cdef 42.517c 35.243f 40.65cde 39.344

K2(GT1) 36.927def 39.227cdef 35.720 ef 35.74 ef 36.903 K3(BPM

24) 36.993 def 38.427cdef

39.997

cdef 40.94cd 39.088

K4( PB 260) 36.943def 47.360 b 47.303 b 62.54 a 48.538

Rataan 37.458 41.883 39.566 44.967

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Sumber : Koleksi Penelitian

Gambar 6. Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan

Hubungan interaksi dosis pupuk dengan klon terhadap tinggi tanaman umur 6 bulan dapat dilihat pada Gambar 7. Hubungan tinggi tanaman karet dengan dosis


(57)

pupuk adalah linier dengan persamaan = 0.0536x + 37.078. (R2 = 0. 99 pada K3) dan = 0.307x + 37.026 (R2 = 0.88 pada K4) (gambar 7 ).

.

y = 0.307x + 37.026 R2 = 0.883 K4

y = 0.0536x + 37.078 R2 = 0.99 K3

-10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Persentase Interval Dosis Pupuk Ekstra (N,K)

Ti nggi Ta na m a n ( c m )

Gambar 7. Hubungan Tinggi Tanaman Karet (cm) dengan Interval Dosis Pupuk Ekstra (N,K)

2. Jumlah Daun (helai)

Rataan peubah jumlah daun umur 6 bulan terdapat pada Tabel 7, sedangkan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Jumlah daun ( Helai ) pada umur 6 Bulan

Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan

P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%)

K1 (BPM1) 126.00 136.00 139.67 134.00 133.92 ab

K2(GT1) 122.67 125.33 123.67 128.33 125.00 bc

K3(BPM24) 114.00 117.00 116.33 120.00 116.83 c

K4( PB260) 131.33 138.67 145.00 163.33 144.58 a


(58)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi

menunjukkan tidak berbeda nyata.

Hasil analisis peubah jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan klon karet berpengaruh sangat nyata, tetapi dosis pupuk dan interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun umur 6 bulan. Daun terbanyak diperoleh pada perlakuan K4 (PB 260) yaitu 144,58 helai dan terendah pada perlakuan K3 (BPM 24) yaitu 116,83 helai.

3. Panjang Akar (cm)

Rataan panjang akar umur 4 - 6 bulan disajikan pada Tabel 8, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 6.

Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi ke dua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar, dimana panjang akar yang lebih tinggi terdapat pada perlakuan P3K1 ( 75% dan BPM 1) yaitu 37,17 cm,sedangkan nilai yang rendah terdapat pada perlakuan P1K1 ( 25% dan BPM1) yaitu 26,10 cm.

Tabel 8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Panjang Akar pada umur 6 Bulan Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan

P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%)

K1 (BPM1) 31.65 cdef 26.10 f 44.92 a 37.17 bc 34.96

K2(GT1) 32.57 bcdef 32.83 bcdef 29.03 def 32.75 bcdef 31.80 K3(BPM 24) 28.90 def 35.20 bcd 26.70 ef 31.33 cdef 30.53 K4( PB 260) 26.48 ef 39.47 ab 32.35 bcdef 33.78 bcde 33.02

Rataan 29.90 33.40 33.25 33.76

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata.


(59)

Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap panjang akar. Akar terpanjang diperoleh pada perlakuan P2K1 (50 % dan BPM 1) yaitu 44,92 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan yang ada kecuali dengan perlakuan P1K4 (25% dan PB 260) yaitu 39,47 cm dan perlakuan P3K1 (75 % dan BPM 1) yaitu 37,17 cm tidak berbeda nyata. Hubungan dosis pupuk ekstra (N,K) terhadap panjang akar pada umur 6 bulan dapat dilihat pada gambar 8.

y = -0.0046x2 + 0.4056x + 27.916 R2 = 0.519 K4

-5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

0 20 40 60 80

Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)

P a nj a n g A k a r (c m ) Rataan K1 Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4 Poly. (Rataan K4)

Gambar 8. Hubungan dosis pupuk ekstra (N, K) terhadap panjang akar umur 6 bulan

4. Bobot Kering Akar (g)

Rataan peubah bobot kering akar umur 6 bulan disajikan pada Tabel 9, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 7.

Hasil analisis menunjukkan bahwa umur 6 bulan dosis pupuk berpengaruh tidak nyata, tetapi klon karet dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.

Akar terberat diperoleh pada perlakuan P2K3 (50% dan BPM 24) yaitu 12,87 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1K3 (25% dan BPM 24) yaitu 11,96 g,


(60)

perlakuan P2K4 (50% dan PB 260) yaitu 9,75 g dan perlakuan P3K1 (75 % dan BPM1) yaitu 9,17 g, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Berat akar yang paling rendah terdapat pada perlakuan P2K2 (50% dan GT1).

Tabel 9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Akar (g) pada umur 6 Bulan

Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan

P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%)

K1 (BPM1) 6.91 c 6.54 c 8.38 bc 9.17 abc 7.75

K2(GT1) 6.16 c 6.92 c 5.54 c 7.68 c 6.58

K3(BPM

24) 6.06 c 11.96 ab 12.87 a 6.70 c 9.40

K4( PB

260) 8.09 bc 8.44 bc 9.75 abc 5.69 c 7.99

Rataan 6.80 8.46 9.13 7.31

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata

Hubungan interaksi dosis pupuk dengan klon terhadap bobot kering akar umur 6 bulan dapat dilihat pada gambar 9.


(61)

y = 0.0005x2 - 0.0005x + 6.7492

R2 = 0.8843 K1

y = -0.0048x2 + 0.3735x + 5.9503

R2 = 0.9941K3

y = -0.0018x2 + 0.1088x + 7.7716

R2 = 0.7668 K4

-2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Dosis Pupuk Ekstra (N,K)

B obot K e ri ng A k a r ( g) Rataan K1 Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4

Gambar 9. Hubungan Interaksi antara Interval Dosis Pupuk Ekstra dengan klon karet

terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan

5. Bobot Kering Tajuk (g)

Rataan bobot kering tajuk dari umur 6 bulan disajikan pada Tabel 10 sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 8.

Tabel 10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Bobot Kering Tajuk ( gr ) pada umur 6 bulan

Perlakuan Interval dosis Pupuk Ekstra (N,K) Rataan

P0 (0%) P1(25%) P2(50%) P3(75%)

K1 (BPM1) 20.94 bc 21.61 bc 29.17 a 22.81 b 23.63 K2(GT1) 16.06 e 21.31 bc 23.86 b 22.42 b 20.91 K3(BPM 24) 17.74 cde 21.55 bc 20.41 bcd 20.73 bc 20.11 K4( PB 260) 17.80 cde 19.90 bcde 20.50 bc 22.43 b 20.16

Rataan 18.14 21.10 23.48 22.10

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT, sedangkan yang tidak bernotasi menunjukkan tidak berbeda nyata

Pada umur 6 bulan interaksi pada semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk. Tajuk terberat diperoleh pada


(62)

perlakuan P2K1 (50 % dan BPM 1) yaitu 29,17 g, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. dan tajuk terendah terdapat pada perlakuan P3K4 (75% dan PB 260) yaitu 22,43 g.

y = -0.0027x2 + 0.2871x + 16

R2 = 0.9976 K2

y = -0.0014x2 + 0.1358x + 18.061

R2 = 0.7474 K3

y = 0.0579x + 17.986 R2 = 0.9623 K4

-5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

0 20 40 60 80

Dosis Pupuk Ekstra (N,K) (%)

B ob ot K e ri ng Ta juk ( g ) Rataan K1 Rataan K2 Rataan K3 Rataan K4

Gambar 10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (g) pada umur 6 bulan

Hasil analisis regresi antara dosis pupuk ekstra terhadap bobot kering tajuk pada klon yang diuji menunjukkan hubungan yang kuadratik dimana nilai koefisien determinan pada klon GT1 ( K2) adalah (R2 = 0,99) dan pada klon BPM 24( K3) ( R2 = 0,74) sedangkan pada klon PB260( K4) adalah ( R2 = 0,96).

6. Nisbi Akar Tajuk

Rataan nisbi akar tajuk dari umur 4 - 5 bulan disajikan pada Tabel 11, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 9.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dosis pupuk dan klon serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap nisbi akar tajuk umur 4 - 6 bulan.


(1)

P-kubik 1 0.015682 0.015682 0.047448 tn 4.17 Efek K 3 2.55795 0.85265 2.579845 tn 2.92

Interaksi 9 2.477867 0.275319 0.833026 tn 2.21 Galat 30 9.915129 0.330504

Total 47 16.15087

KK(%) 9.029765

Sidik ragam diameter batang pada umur 6 bulan

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 2261.468

Ulangan 2 3.091329 1.545665 0.964612 tn 3.22 Efek P 3 3.54434 1.181447 0.737312 tn 2.92

P-lin 1 0.77407 0.77407 0.483079 tn 4.17 P-kuad 1 2.310019 2.310019 1.441627 tn 4.17 P-kubik 1 0.46025 0.46025 0.287231 tn 4.17 Efek K 3 11.29481 3.764935 2.349606 tn 2.92

Interaksi 9 6.569202 0.729911 0.45552 tn 2.21 Galat 30 48.07107 1.602369

Total 47 72.57075

KK(%) 18.44194

Lampiran 15. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides

dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun Sidik ragam total luas daun pada umur 4 bulan


(2)

0.05 FK 24600171

Ulangan 2 14383.18 7191.588 0.162204 tn 3.22 Efek P 3 353814 117938 2.660061 tn 2.92 P-lin 1 153428.9 153428.9 3.460549 tn 4.17 P-kuad 1 0.014352 0.014352 3.24E-07 tn 4.17 P-kubik 1 200385.1 200385.1 4.519634 * 4.17 Efek K 3 1612570 537523.4 12.1237 * 2.92 Interaksi 9 1823998 202666.4 4.57109 * 2.21 Galat 30 1330097 44336.57

Total 47 5134862 KK(%) 29.41255

Sidik ragam total luas daun pada umur 5 bulan

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 47734588

Ulangan 2 62576.62 31288.31 0.405656 tn 3.22 Efek P 3 90024.28 30008.09 0.389058 tn 2.92 P-lin 1 2007.569 2007.569 0.026028 tn 4.17 P-kuad 1 78786.28 78786.28 1.021473 tn 4.17 P-kubik 1 9230.437 9230.437 0.119674 tn 4.17 Efek K 3 338182.3 112727.4 1.461524 tn 2.92 Interaksi 9 1619917 179990.8 2.3336 * 2.21 Galat 30 2313902 77130.08

Total 47 4424602 KK(%) 27.84941

Sidik ragam total luas daun pada umur 6 bulan

SK db JK KT F-hitung F-tabel


(3)

FK 1.69E+08

Ulangan 2 10168521 5084260 0.996925 tn 3.22 Efek P 3 10962137 3654046 0.716488 tn 2.92 P-lin 1 1268272 1268272 0.248684 tn 4.17 P-kuad 1 4327287 4327287 0.848497 tn 4.17 P-kubik 1 5366578 5366578 1.052282 tn 4.17 Efek K 3 17010078 5670026 1.111782 tn 2.92 Interaksi 9 37319604 4146623 0.813072 tn 2.21 Galat 30 1.53E+08 5099943

Total 47 2.28E+08 KK(%) 120.4757

Lampiran 16. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides

dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit Sidik ragam intensitas penyakit umur 91 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 8202.209

Ulangan 2 14.41533 7.207665 1.488393 tn 3.22 Efek P 3 132.1231 44.04102 9.094533 * 2.92 P-lin 1 87.846 87.846 18.14032 * 4.17 P-kuad 1 36.68003 36.68003 7.574478 * 4.17 P-kubik 1 7.597042 7.597042 1.5688 tn 4.17 Efek K 3 169.5528 56.5176 11.67096 * 2.92 Interaksi 9 153.9387 17.1043 3.532062 * 2.21 Galat 30 145.2775 4.842582

Total 47 615.3074


(4)

Sidik ragam intensitas umur 93 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 14363.15

Ulangan 2 5.832267 2.916133 0.722052 tn 3.22 Efek P 3 231.8854 77.29514 19.13874 * 2.92 P-lin 1 159.4792 159.4792 39.488 * 4.17 P-kuad 1 18.9003 18.9003 4.679826 * 4.17 P-kubik 1 53.50593 53.50593 13.24838 * 4.17 Efek K 3 456.5098 152.17 37.67818 * 2.92 Interaksi 9 56.36125 6.262361 1.550598 tn 2.21 Galat 30 121.1603 4.038676

Total 47 871.7491

KK(%) 11.61757

Sidik ragam intensitas penyakit pada umur 95 hsi

SK db JK KT

F-hitung F-tabel

0.05

FK 21368.39203

Ulangan 2 0.74362 0.37181 0.10326 tn 3.22 Efek P 3 141.11342 47.03781 13.06291 * 2.92

P-lin 1 38.41600 38.41600 10.66854 * 4.17 P-kuad 1 37.84301 37.84301 10.50941 * 4.17 P-kubik 1 64.85441 64.85441 18.01077 * 4.17 Efek K 3 889.76688 296.58896 82.36596 * 2.92 Interaksi 9 84.06900 9.34100 2.59410 * 2.21 Galat 30 108.02605 3.60087

Total 47 1223.71897


(5)

Sidik ragam intensitas penyakit pada umur 97 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 32152.27688

Ulangan 2 24.45125 12.22563 1.50125 tn 3.22 Efek P 3 166.97896 55.65965 6.83475 * 2.92

P-lin 1 17.87604 17.87604 2.19510 tn 4.17 P-kuad 1 26.55188 26.55188 3.26045 tn 4.17 P-kubik 1 122.55104 122.55104 15.04871 * 4.17 Efek K 3 1158.44563 386.14854 47.41728 * 2.92

Interaksi 9 245.78854 27.30984 3.35352 * 2.21 Galat 30 244.30875 8.14362

Total 47 1839.97313

KK(%) 11.03

Lampiran 17. Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) peubah Laju Infeksi

Sidik ragam laju infeksi pada umur 93 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 0.22863

Ulangan 2 0.00047 0.00024 0.22717 tn 3.22 Efek P 3 0.01226 0.00409 3.91571 * 2.92

P-lin 1 0.00455 0.00455 4.35774 * 4.17 P-kuad 1 0.00034 0.00034 0.32137 tn 4.17 P-kubik 1 0.00737 0.00737 7.06803 * 4.17 Efek K 3 0.02544 0.00848 8.12724 * 2.92

Interaksi 9 0.04030 0.00448 4.29173 * 2.21 Galat 30 0.03130 0.00104

Total 47 0.10976


(6)

Sidik ragam laju infeksi pada umur 95 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 0.24037

Ulangan 2 0.00224 0.00112 1.30128 tn 3.22 Efek P 3 0.01197 0.00399 4.64666 * 2.92 P-lin 1 0.00994 0.00994 11.57324 * 4.17 P-kuad 1 0.00146 0.00146 1.69802 tn 4.17 P-kubik 1 0.00057 0.00057 0.66871 tn 4.17 Efek K 3 0.04862 0.01621 18.86846 * 2.92 Interaksi 9 0.02928 0.00325 3.78713 * 2.21 Galat 30 0.02577 0.00086

Total 47 0.11788

KK(%) 41.42

Sidik ragam laju infeksi pada umur 97 hsi

SK db JK KT F-hitung F-tabel

0.05

FK 0.42393

Ulangan 2 0.00249 0.00125 0.39027 tn 3.22 Efek P 3 0.01176 0.00392 1.22875 tn 2.92

P-lin 1 0.00244 0.00244 0.76588 tn 4.17 P-kuad 1 0.00009 0.00009 0.02783 tn 4.17 P-kubik 1 0.00923 0.00923 2.89253 tn 4.17 Efek K 3 0.02848 0.00949 2.97457 * 2.92

Interaksi 9 0.11526 0.01281 4.01328 * 2.21 Galat 30 0.09573 0.00319

Total 47 0.25373


Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Studi Karakter Fisiologis Dan Sifat Aliran Lateks Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300.

1 55 60

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium

0 38 63

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Klon IRR Seri 400 Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Di Laboratorium

1 54 88

PATOTIPE COLLETOTRICHUM GLOEOSPORIOIDES PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI DI PROVINSI LAMPUNG

0 9 27

Pewarisan Karakter Ketahanan pada Cabai (Capsicum annum x Capsicum chinese) terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides Penz.)

0 6 86

KETAHANAN LAPANGAN TANAMAN KARET KLON IRR SERI 100 TERHADAP TIGA PATOGEN PENTING PENYAKIT GUGUR DAUN

0 0 12

UJI KETAHANAN KLON KARET IRR SERI 400 TERHADAP BEBERAPA ISOLAT PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum Resistance Test of Rubber IRR 400 Series to Saveral Isolates Colletotrichum Leaf Fall Disease

0 0 12