lamanya penyinaran dapat mempengaruhi jumlah spora di udara baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan faktor cuaca yang lainnya. Jumlah
spora di udara semakin tinggi dengan makin lamanya penyinaran oleh matahari. Sebaliknya, jumlah spora di udara menjadi turun dengan makin banyaknya jumlah
hari hujan atau makin tinggi curah hujan harian. Damanik et al. 2010 juga mengatakan penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui spora yang terbawa
oleh angin.
1.4 Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit C. cassiicola dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan mencegah timbulnya penyakit daun dengan menanam 3-4
jenis klon anjuran yang resisten dalam satu areal pertanaman. Selain itu, dilakukan pemberian pupuk nitrogen pada saat pembentukan daun-daun baru Deptan,
2003. Dalam hal tertentu, okulasi tajuk dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
kerugian akibat penyakit gugur daun. Sebagai tajuk dapat digunakan klon yang tahan dan mempunyai kompatibilitas yang baik dengan batang bawahnya. Jika
diperlukan, khususnya untuk tanaman yang masih muda, tanaman disemprot dengan fungisida Semangun, 2008.
2. Jamur C. gloeosporioides
2.1 Biologi Jamur C. gloeosporioides
Menurut Alexopoulus dan Mims 1979 jamur C. gloeosporioides diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Mycetae; Divisio: Amastigomycota;
Kelas: Deuteromycetes; Ordo: Melanconiales; Famili: Melanconiaceae; Genus: Colletotrichum; Spesies: C. gloeosporioides Penz. Sacc.
Universitas Sumatera Utara
Jamur ini umumnya terdapat di alam sebagai saprofit, yang juga dapat memarasit bermacam-macam tumbuhan antara lain kopi, jeruk, alpokat dan
terong. C. gloeosporioides mempunyai konidium hialin berinti satu, terbentuk pada konidiofor berbentuk silinder berukuran 9-24 x 3-6 µm dan agak kecoklatan
Semangun, 2008.
Gambar 3. Biakan murni C. gloeosporioides A dan mikroskopis C. gloeosporioides B
Sumber: Foto langsung C. gloeosporioides merupakan jamur yang mempunyai hifa yang bersepta,
mula-mula hialin dan akan menjadi gelap. Konida hialin, berbentuk jorong atau bulat telur dengan ujung yang membulat, tidak bersepta, dengan ukuran rata-rata
12-16 x 4-5 µm Syamsafitri, 2008.
2.2 Gejala Serangan
Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh C. gloeosporioides, pada daun muda yang terserang terlihat bercak-bercak berwarna coklat kehitaman, keriput,
bagian ujungnya mati dan menggulung yang akhirnya gugur. Pada daun yang berumur lebih dari 10 hari serangan C. gloeosporioides, menyebabkan
bercak-bercak daun berwarna coklat dengan halo berwarna kuning dan permukaan daun menjadi kasar Gambar 4. Serangan lebih lanjut bercak tersebut menjadi
berlubang Deptan, 2003.
A B
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Gejala serangan C. gloeosporioides pada daun karet Sumber: Foto Langsung
Pada daun-daun yang lebih dewasa serangan C. gloeosporioides dapat menyebabkan tepi dan ujung daun berkeriput, dan pada permukaan daun terdapat
bercak-bercak bulat berwarna cokelat dengan tepi kuning, bergaris tengah 1-2 mm. Bila daun bertambah umurnya, bercak akan berlubang ditengahnya dan
bercak tampak menonjol dari permukaan daun Dickman, 1993. Serangan C. gloeosporioides di pembibitan mengakibatkan tertundanya
saat pengokulasian bibit dan dalam serangan yang berat mengakibatkan bibit cacat, kerdil bahkan mati. Pada pertanaman karet di lapangan serangan
C. gloeosporioides mengakibatkan menurunnya gugurnya daun-daun muda sehingga tajuk tanaman tipis dan perkembangan lilit batang terhambat serta
tertunda matang sadapnya Basuki et al., 1990.
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit