campuran sintetik yang merupakan komponen produk obat atau suatu plasebo yang di tambah dengan zat aktif senyawa obat dengan tingkat kemurnian yang
telah diketahui Rohman, 2009. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali dalam kaitannya dengan
jumlah analit yang ditambahkan kedalam sampel, atau sebagai perbedaan antara jumlah yang diketahui dan jumlah yang ditentukan oleh analis. Uji akurasi dengan
parameter persen perolehan kembali dilakukan dengan membuat 3 konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80, 100, dan 120, masing-masing dengan 3
replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70 analit dan 30 bahan baku, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan
kadar sampel. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus: Perolehan kembali
100 x
C B
A −
=
Keterangan : A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku
B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku C = Konsentrasi baku yang ditambahkan
3.5.3.2 Presisi
Menurut Rohman 2009, presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen
yang sama. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau Standar Deviasi Relative RSD
dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan :
100 x
X SD
RSD =
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: RSD = Standar Deviasi Relatif
SD = Standar deviasi X
= Kadar rata-rata sampel Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :
SD =
2
1 −
−
∑
N X
X
Dimana : X
= nilai dari masing-masing pengukuran X
= rata-rata mean dari pengukuran N
= banyaknya data N-1
= derajat kebebasan
3.5.3.3 Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ
Menurut Miller 2005, Batas Deteksi Limit Of Detection LOD dan Batas Kuantitasi Limit Of QuantitationLOQ dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
2
2
− −
=
∑
n Yi
Y SY
S SY
x LOD
3 ,
3 =
S SY
x LOQ
10 =
Keterangan: SY
= simpangan baku residual S
= slope atau derajat kemiringan
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini sampel yang ditentukan merupakan sediaan tablet yang mengandung campuran deksklorfeniramin maleat 2 mg dan deksametason 0,5 mg.
Tetapi yang ditentukan kadarnya hanya deksklorfeniramin maleat dengan metode KCKT menggunakan kolom Agilent TC-18 4,6 x 250 mm dengan fase gerak
campuran larutan Kalium Dihidrogen Posfat 0,05 M dan Metanol. Dan detektor yang digunakan adalah detektor UV-Vis. Panjang gelombang yang dipilih adalah
254 nm karena kebanyakan senyawa obat menyerap di 254 nm. Dari hasil orientasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik
untuk deksklorfeniramin maleat diperoleh komposisi fase gerak larutan Kalium Dihidrogen Posfat 0,05 M – Metanol 60 : 40, laju alir 1 mlmenit dan tekanan 180
kgfcm
2
. Pemisahan deksklorfeniramin maleat dan deksametason dengan
menggunakan kromatografi fase balik terjadi karena kedua komponen ini berbeda sifat kepolarannya, dimana deksklorfeniramin maleat lebih bersifat polar daripada
deksametason sehingga deksklorfeniramin maleat akan terelusi lebih dahulu dibandingkan deksametason.
Hasil identifikasi deksklorfeniramin maleat BPFI diperoleh kromatogram dengan waktu retensi pada menit ke-3,27.
Hasil pengujian untuk sampel diperoleh waktu retensi yang hampir sama dengan Deksklorfeniramin maleat BPFI. Hal ini berarti sampel yang digunakan
mengandung Deksklorfeniramin maleat.
Universitas Sumatera Utara