Discourse Practice Praktik Diskursus Sociocultural Practice Praktik Sosiokultural
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
memungkinkan bagi khalayak untuk menolak definisi yang ditawarkan oleh media secara konsisten.
24
Para teoritisi marxist setuju bahwa media massa memiliki kekuatan ideologi, meski memang tidak dipungkiri adanya perbedaan pada sifat kekuatan itu
sendiri. Misalnya fundamentalis-marxist yang menyatakan bahwa ideologi dipandang sebagai kesadaran semu yang merupakan hasil dan emulasi ideologi
dominan, tentu berbeda dengan Althusserian-marxist yang menyatakan bahwa ideologi merupakan representasi hubungan imajiner antara individu dengan realitas
dan memiliki eksistensi material.
25
Setidaknya terdapat perbedaan mazahab pemikiran dalam teori media- marxist yang menjadi bahan kajian para peneliti. Misalnya seperti pendapat
Michael Gurevtich dan koleganya menyebutkan ada tiga paradigma yang bersaing: strukturalis, ekonomi politik dan kulturalis.
26
Secara umum, Althusserian-marxist termasuk dalam strukturalis yang analisisnya berfokus pada artikulasi internal atas
signifikansi atas sistem dari suatu media. Sedangkan ekonomi politik ─biasa juga disebut fundamentalis-marxist─ melihat ideologi sebagai subordinat dari basis
ekonomi, sehingga menempatkan kekuatan media dalam proses ekonomi dan struktur produksi media. Dan yang terakhir adalah kulturalis-marxist yang salah
satunya direpresentasikan oleh Stuart Hall dimana paradigma ini melihat media
24
Zulfebriges, “Teori Media-Marxist: Sebuah Pengantar”, Mediator, Vol. 4, No. 1 2003, 80.
25
Louis Althusser,
“Ideology and
Ideological State
Appartuses”, dalam
http:www.spc.uchicago.edu
26
Michael Gurevitch, Tony Bennet, James Curran Janet Woollacott Ed., Culture, Society and the Media Part. 1 ‘Class, Ideology and the Media’ London: Methuen, 1982, 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
massa sebagai kelompok pengaruh yang berkekuatan besar dalam membentuk kesadaran publik.
27
Dalam penelitian ini, paradigma media-marxist yang paling tepat untuk digunakan pada analisis wacana mengenai Muktamar NU dengan Muktamar
Muhammadiyah yang merupakan dikotomi antara ideologi islam tradisional dengan islam moderat adalah paradigma strukturalis. Hal ini didasarkan atas alasan,
pertama, bahwa pertarungan wacana mengenai tradisional dengan moderat dalam panggung media tidak didasarkan atas determinisme terhadap kepentingan
ekonomi. Kedua, meski memiliki kemiripan dengan paradigma kulturalis tetapi kulturalis lebih menekankan pada pengalaman nyata dari sub-kelompok dalam
masyarakat dan mengkontekstualisasikan media dalam masyarakat yang dilihat sebagai ekspresi totalitas yang kompleks ─dimana hal ini tidak terdapat dalam
fenomena pertarungan wacana Muktamar NU dengan Muktamar Muhammadiyah yang hanya terjadi di panggung media─.
Setidaknya ada dua ilmuwan yang dapat merepresentasikan paradigma strukturalis-marxist, yakni Antonio Gramsci dengan konsep hegemoninya dan
Michel Foucault dengan konsep kekuasaannya. Keduanya memandang wacana yang disampaikan oleh media senantiasa menghegemoni dan menguasai khalayak
dan membentuk suatu kebenaran atas pengetahuan khalayak. Berikut pandangan dua ilmuwan tersebut:
27
Daniel Chandler, “Marxist Media Theory”, dalam http:cym.ie