BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ADMA
ADMA merupakan sebuah asam amino alami yang berasal dari intraseluler dan bersirkulasi dalam plasma, diekskresikan dalam urin, dan
ditemukan pada jaringan dan sel. Asam amino ini menarik perhatian karena dapat menghambat NOS dan dengan demikian memiliki potensi untuk menghasilkan
efek-efek biologis yang signifikan, khususnya dalam sistem kardiovaskular.
20,22
ADMA disintesis ketika residu-residu arginin dalam protein dimetilasi ditambahkan gugus metil oleh protein arginin metiltransferase PRMT.
Metilasi arginin protein merupakan sebuah modifikasi pasca-translasi yang menambahkan 1 atau 2 gugus metil ke nitrogen guanidin dari arginin yang
direkrut ke dalam protein. Ada 2 tipe umum dari PRMT: tipe 1 mengkatalisis pembentukan ADMA, sedangkan tipe 2 menyumbangkan gugus metil metilasi
ke nitrogen guanidino sehingga menghasilkan pembentukan symmetrical dimethyl arginine SDMA. Kedua tipe PRMT ini, yang memiliki beberapa isoform, juga
bisa menyumbangkan hanya satu gugus metil yang menghasilkan pembentukan L- NG-monometil-arginin L-NMMA. Apabila protein telah dihidrolisis, methyl
arginine MA bebas muncul dalam sitosol. Arginin dengan gugus metil asimetris ADMA dan L-NMMA merupakan inhibitor NOS, sedangkan SDMA tidak.
22
Arginine akan mengalami metilasi jika bergabung membentuk peptida dan berikatan menjadi protein, dan MA ini akan mengalami demethylated setelah
dilepaskan saat proses katabolisme protein berlangsung. Protein yang mengandung MA saat ini diketahui memegang beberapa peran penting terutama
dalam hal regulasi antara lain proses selular yang fundamental seperti prosesing Ribo Nucleic Acid RNA, regulasi transkripsi, transduksi sinyal dan perbaikan
Deoxyribo Nucleic Acid DNA. Salah satu efek yang banyak dipelajari mengenai free MA yang dilepaskan akibat proses proteolisis adalah efeknya terhadap NO.
14
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Metabolisme ADMA dan mekanisme penghambatan degradasi
ADMA oleh berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskular
13
NO disintesa dari asam amino L-Arginine oleh bantuan enzym NOS pada sel endotel vaskular. NO memiliki efek vasodilator kuat dan berperan penting
dalam menurunkan kekakuan arteri.
23
Selain perannya dalam meregulasi tonus vaskular, NO juga berperan dalam menghambat agregasi trombosit menghambat
adhesi monosit dan leukosit ke endotelium, menghambat proliferasi sel otot polos, menghambat oksidasi LDL, berperan dalam neurotransmisi dan imunitas.
24
NO yang berasal dari endotelium juga menghambat inflamasi vaskular dengan
menekan ekspresi dan aktivitas molekul adhesi dan chemokin. Beragam fungsinya tersebut menjadikan NO sebagai molekul anti atherosklerotik endogen yang
signifikan. Dan reduksi NO dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan peningkatan resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular.
24
Peran ADMA yang dapat menghambat NOS akan menghasilkan efek-efek peningkatan tekanan darah, menyebabkan vasokonstriksi, mengganggu relaksasi
tergantung kalsium, dan meningkatkan perlekatan sel endotelium. Ekstrapolasi
Universitas Sumatera Utara
dari inhibitor NOS lain menunjukkan bahwa keterpaparan jangka panjang terhadap ADMA diduga meningkatkan aterogenesis dan menghasilkan kerusakan
hipertensif berlanjut pada organ-organ akhir. Sebuah studi multisenter CARDIAC
yang bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara level ADMA plasma dan resiko penyakit jantung koroner mendapatkan manifestasi penyakit kardiovaskular
jika dihubungkan dengan faktor resiko lain seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan merokok ternyata seiring dengan konsentrasi ADMA plasma
yang tinggi. Konsentrasi ADMA lebih dari 1.75 micromolesliter secara signifikan meningkatkan resiko, dan mendukung hipotesa bahwa ADMA dapat digunakan
sebagai pertanda penyakit kardiovaskular yang baru. Namun keseluruhan studi tersebut harus dievaluasi dengan seksama, karena dilaksanakan pada kelompok
pasien yang spesifik.
20
ADMA secara konstan diproduksi sebagai bagian dari turnover protein normal. Kondisi metabolisme normal membentuk ADMA sekitar 300 µmolhari
sekitar 60 mg, dari jumlah ini sekitar 50 µmolhari diekskresikan melalui urine, sehingga akan terjadi penumpukan ADMA pada penderita dengan gagal ginjal.
Produksi ADMA diseimbangkan oleh degradasinya dengan bantuan DDAH membentuk citruline dan dimetilamine. Hambatan pada aktivitas DDAH
menyebabkan akumulasi ADMA, menggangu sintesa NO dan menginduksi vasokonstriksi. Gangguan pada aktivitas DDAH adalah mekanisme utama dimana
faktor resiko kardiovaskular merusak jalur NOS. Aktivitas DDAH ini diganggu oleh stress oksidatif, mengakibatkan akumulasi ADMA. Stimulus patologis
menginduksi stres oksidatif endotel seperti cholesterol LDL teroksidasi, cytokine inflammatory, hiperhomosisteinemia, hiperglikemi, dan infeksi. Masing-masing
stimulus tersebut melemahkan aktivitas DDAH in vitro dan in vivo. Lemahnya DDAH memungkinkan ADMA untuk terakumulasi dan memblok sintesa NO.
25
Diagram yang menggambarkan hubungan berbagai faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular termasuk obesitas terhadap kadar ADMA sehubungan
dengan jalur NOSDDAH dalam patofisiologi penyakit kardiovaskular dapat dilihat pada gambar 2.3.
26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Peran ADMA
27
Beberapa penelitian menyatakan kadar ADMA pada penderita obesitas lebih tinggi dibandingkan kadar nya pada orang normal. Seperti studi yang
dilakukan oleh Koc F et al di Turki pada 30 subjek obesitas normotensi dan 20 orang sehat sebagai kontrol, mendapatkan kadar ADMA lebih tinggi secara
signifikan pada kelompok obesitas normotensi dibandingkan kelompok kontrol. Dan didapati korelasi yang lemah namun signifikan secara statistik dalam hal
hubungan kadar ADMA serum dengan lingkar pinggang. Dan hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu hal yang penting dalam perkembangan penyakit
kardiovaskular dimasa mendatang pada subjek dengan obesitas.
11
Begitu pula hasil studi oleh Marliss EB et al yang menemukan bahwa obesitas, jenis kelamin, dan penuaan mempengaruhi kadar MA. Dan peningkatan
tiga jenis MA terutama ADMA pada pasien obesitas serta kadar ADMA pada usia tua berhubungan dengan peningkatan turnover protein dan sensitivitas insulin
yang lebih sedikit terhadap metabolisme protein.
14
Universitas Sumatera Utara
Eid HM melaporkan bahwa kadar ADMA lebih tinggi pada pria usia tua dibandingkan pada pria kurus yang berusia muda, dan bahkan kadar ADMA lebih
meningkat pada mereka yang obesitas. Perlu diingat bahwa kemungkinan adanya perubahan pada komposisi tubuh seiring dengan proses penuaan, terutama
peningkatan proporsi jaringan adipositlah yang bertanggung jawab terhadap hasil penelitian tersebut.
28
Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Spoto B et al pada studinya yang dipublikasikan pada tahun 2007. Spoto B et al meneliti tentang adiposit dan
ADMA, dan mendapatkan bahwa adiposit manusia memproduksi ADMA dan dikatakan adiposit ini mengekspresikan keseluruhan mesin enzimatik gen yang
bertanggung jawab terhadap metabolisme ADMA baik sintesis maupun degradasinya. Studi mengenai implikasi dari penemuan ini akan sangat
bermanfaat untuk menjelaskan peran ekspansi massa lemak pada berbagai penyakit.
29
Namun demikian, mekanisme pasti peningkatan kadar ADMA pada plasma pasien-pasien dengan obesitas masih belum diketahui. Mekanisme utama
yang berperan dalam hal konsentrasi ADMA dalam plasma adalah regulasi oleh enzin pendegradasinya DDAH. Sehingga kemungkinan besar peningkatan ini
dimediasi oleh perubahan aktivitas DDAH. Gangguan pada aktivitas DDAH dapat disebabkan oleh stress oksidatif, sitokin-sitokin inflamasi dan hiperglikemia.
Seperti tertera pada gambar 2.4. Stress oksidatif yang terjadi pada penderita obesitas dikatakan memodifikasi grup sulfhydryl yang penting pada bagian aktif
dari enzim tersebut dan mungkin terlibat dengan beberapa aktivitas lain dari faktor-faktor lainnya yang mengakibatkan kadar ADMA dalam sirkulasi
meningkat.
10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Hubungan ADMA dan berbagai faktor resiko penyakit
kardiovaskular.
26
Universitas Sumatera Utara
Krzyzanowska K et al mendapati bahwa penurunan konsentrasi ADMA yang sangat tinggi pada pasien morbid obese paralel dengan perbaikan parameter
yang berhubungan dengan metabolik sindrom BMI, kadar gula puasa, tekanan darah systole, insulin puasa, HOMA IR, HbA1c, Trygliserida, Cholesterol, HDL-
kolesterol, LDL-kolesterol, hsCRP setelah penurunan berat badan.
30
Studi lain oleh Heutling D et al mendapati bahwa ADMA dan parameter insulin sensitivity meningkat pada wanita dengan PCOS dan derajat resistensi
insulin memberi pengaruh terbesar pada level ADMA. Terapi metformin memberikan perbaikan terhadap parameter hormonal dan metabolik serta
menurunkan level ADMA pada pasien PCOS, hal ini kemungkinan karena perubahan metabolik dan IMT.
31
Gambar 2.4 Mekanisme peningkatan ADMA.
10
2.2
Obesitas 2.2.1 Definisi
Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga
Universitas Sumatera Utara
dapat mengganggu kesehatan. Pada Obesitas merupakan suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa
faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.
5
Obesitas bukanlah suatu kelainan yang berdiri sendiri, namun merupakan suatu kelompok kondisi yang sangat heterogen dengan sebab yang beragam. Pada
obesitas tubuh mengandung jaringan lemak berlebihan sehingga berat badan naik dan tidak sesuai lagi dengan tinggi badan. Berat badan sendiri ditentukan oleh
interaksi antara genetik, lingkungan dan faktor psikososial melalui mediator- mediator fisiologis dalam hal pemasukan dan pengeluaran energi.
32,33
Pada pria kurus massa lemak tubuh berkisar 10-12, dan 15-19 pada wanita. Sementara pada mereka yang mengalami obesitas dan morbid obese
massa lemak tubuh mencapai 40-65. Pada individu-individu yang mengalami obesitas ini, organ-organ didalam tubuhnya dikelilingi oleh jaringan adiposa
dalam jumlah yang cukup besar. Jaringan adiposa ini sendiri diketahui juga mensekresikan berbagai sitokin-sitokin pro inflamasi yang nantinya akan dapat
berkontribusi terhadap beragam penyakit, seperti yang tertera pada gambar 2.5.
33
2.2.2 Epidemiologi
Menurut data WHO pada tahun 2007, prevalensi obesitas dari beberapa negara bervariasi secara dramatis dan diduga diatas 1,7 miliar yang overweight
dan 310 juta penderita obesitas.
2
Menurut data lain dari NHANES tahun 2006 dinyatakan bahwa 72 juta orang dewasa di Amerika mempunyai IMT 30 kgm2
dan prevalensi penderita obesitas menetap dalam beberapa tahun terakhir, dengan prevalensi 31,1 pada pria dan 33,2 pada wanita.
3
Insiden obesitas di negara-negara berkembang juga semakin meningkat, sehingga saat ini banyaknya orang dengan obesitas di dunia hampir sama jumlahnya
dengan mereka yang menderita kelaparan. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang baku mengenai obesitas, data yang ada saat ini
ternyata menunjukkan terjadinya penambahan jumlah penduduk dengan obesitas, khususnya pada kota besar. Hal ini diwakili dengan hasil penelitian di Depok pada
tahun 2003 yang mendapatkan 44 orang dengan berat badan lebih dan obesitas,
Universitas Sumatera Utara
dan angka ini ternyata meningkat tajam apabila dibandingkan dengan angka yang diperoleh pada tahun 1992 di Jakarta pusat sebesar 17,1 .
5
Gambar 2.5 Sitokin yang disekresikan oleh adiposit.
33
2.2.3 Klasifikasi obesitas
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai body mass index BMI atau indeks massa tubuh IMT untuk menentukan
berat badan lebih dan obesitasitas pada orang dewasa.
5
Universitas Sumatera Utara
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat lebih dan obesitas pada orang dewasa.
Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas, dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.
34,35
Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet yaitu berat badan
dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat m
2
. Karena IMT menggunakan tinggi badan,maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti.
5
Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah klasifikasi yang diadopsi dari the National Institute of Health NIH dan WHO,
yang tertera pada tabel 1 dibawah ini. Definisi berat badan lebih dan obesitas sangat tergantung dengan ras. Klasifikasi NIH dan WHO sering digunakan untuk
ras kulit putih, hispanik dan ras kulit hitam. Untuk ras Asia , dikatakan berat badan lebih apabila IMT antara 23 hingga 29,9 kgm
2
dan obesitas apabila IMT 30 kgm
2
.
34,35
Tabel 2.1. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT.
5
Kategori IMT kgm
2
Berat badan kurang 18,5
Kisaran normal 18,5-24,9
Berat badan lebih 25
Pra-Obesitas 25,0-29,9
Obesitas Tingkat I 30,0-34,9
Obesitas Tingkat II 35,0-39,9
Obesitas Tingkat III 40,0
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah menggunakan klasifikasi dan kriteria obesitas sendiri seperti yang terdapat didalam tabel 2.2.
Satu hal yang perlu dicatat pada semua kriteria tersebut adalah bahwa obesitas obesitas
abdominal merupakan salah satu parameter yang penting dalam menegakkan
Universitas Sumatera Utara
diagnosis sindroma metabolik. Bahkan pada kriteria sindroma metabolik dari IDF , obesitas abdominal merupakan parameter yang mutlak diperlukan.
Selanjutnya untuk memahami mekanisme terjadinya obesitas lebih lanjut perlu pemahaman yang lebih. Tidak sekedar hanya semata-mata ketidak
seimbangan antara energi asupan dan enrgi pengeluaran, namun juga proses yang mendasarinya. Telah diketahui bahwa regulasi energi pada tubuh manusia
diperankan oleh otak melalui sistem saraf yang mempengaruhi kerja hormon dan sinyal yang terkait pada asupan nutrisi.
36
Tabel 2.2 . Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia-Pasifik.
5
Resiko Komorbiditas Klasifikasi
IMT kgm
2
Lingkar Perut
90 cm laki- laki
80 cm wanita ≥ 90 cm laki-laki
≥ 80 cm wanita
Berat badan kurang 18,5
Rendah resiko meningkat pada
klinis lain Sedang
Kisaran normal 18,5-22,5
Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
Beresiko 23,0-24,9
Meningkat Moderat
Obesitas I 25,0-29,9
Moderat Berat
Obesitas II ≥ 30,0
Berat Sangat berat
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Obesitas dan Penyakit Kardiovaskular
Hubungan antara obesitas dan resiko kematian akibat penyakit kardiovaskular telah banyak dikonfirmasi oleh beragam studi, antara lain oleh
suatu studi pada 8373 wanita finlandia berusia 30-59 tahun yang diikuti selama 15 tahun oleh Finnish Heart Study. Studi ini menemukan bahwa untuk setiap
peningkatan berat badan sekitar 1 kg, resiko kematian akibat pembuluh darah koroner meningkat sebesar 1- 1,5 .
37
Gambar 2.6 Patogenesis Intoleransi glukosa pada penderita obesitas.
9
Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan total volume darah dan cardiac output dan penurunan resistensi pembuluh darah perifer. Total volume
darah meningkat sebanding dengan berat badan. Peningkatan volume darah ini berkontribusi terhadap peningkatan pre load ventrikel kiri jantung dan
peningkatan resting cardiac output. Peningkatan kebutuhan akan cardiac output dicapai dengan meningkatkan stroke volume sementara denyut jantung cenderung
tidak mengalami perubahan. Peningkatan stroke volume yang berhubungan dengan obesitas ini merupakan akibat dari peningkatan diastolic filling ventrikel
Universitas Sumatera Utara
kiri dan dilatasi ventrikel kiri diikuti dengan hipertropi otot jantung yang seiring dengan pertambahan waktu akan menyebabkan gagal jantung. Massa ventrikel
kiri meningkat sesuai dengan derajat peningkatan IMT atau derajat kelebihan berat badan, sedangkan derajat keparahan defek pada struktur dan fungsi jantung
berhubungan dengan derajat dan durasi obesitas. Penurunan berat badan, khususnya pada obesitas berat akan memperbaiki struktur dan fungsi jantung.
33
2.2.5 Manajemen Klinik Obesitas
Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindroma metabolik serta peranan otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting
dalam manjemen klinik. Pendekatan manajemen pola hidup merupakan dasar tidak hanya pada obesitas tapi juga pada sindroma metabolik. Penurunan berat
badan 10-25 sudah memberikan perbaikan profil metabolik. Penanganan yang terintegrasi dalam manajemen berat badan mencakup diet, aktivitas fisik dan yang
terpenting adalah perubahan perilaku.
17
Modifikasi gaya hidup merupakan terapi awal yang dilakukan pada pasien obesitas. Nurses Health Study dan the Health Professionals Study melaporkan
bahwa dengan peningkatan aktivitas fisik sedang moderate disamping masukan diet yang standar, selama 12 minggu atau lebih pada populasi beresiko diabetes
akan menurunkan resiko sebesar 26 hingga 38 .
15
Obat-obatan dapat diberikan sebagai bagian manajemen berat badan. Orlistat dan sibutramine adalah dua obat yang digunakan dalam manajemen berat
badan yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration FDA di Amerika Serikat untuk penggunaan jangka panjang. Pada pasien dengan indikasi obesitas,
keduanya sangat berguna. Namun pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter sangat dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan keamanan.
5
Satu penelitian lain Biguanides and the Prevention of the Risk of Obesity BIGPRO juga mendapatkan hasil terjadinya perbaikan profil lipid dan IMT
setelah diberikan metformin dengan dosis 2 x 850 mg dibandingkan dengan kelompok kontrol pada mereka dengan resiko kardiometabolik.
38
Dalam satu referensi dirangkumkan hasil beberapa studi penggunaan metformin pada
penderita berat badan lebih dan obesitas seperti yang terdapat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Rangkuman beberapa penelitian Metformin pada obesitas.
38
Kesemua penelitian penggunaan metformin pada populasi obesitas yang termasuk pada tabel diatas menggunakan IMT 30 kgm
2
dan menggunakan klasifikasi obesitasitas menurut WHO. Terdapat juga satu penelitian yang
dilakukan di China yang menggunakan metformin pada populasi obesitas dan hipertensi dengan IMT
≥ 25 kgm
2
, dengan suatu kesimpulan adanya perbaikan antropometri dan profil kadar glukosa puasanya.
39
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN