Perbedaan Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal

(1)

PERBEDAAN KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER

KOLOREKTAL

TESIS

Oleh

ESTER MORINA SILALAHI

NIM : 097101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERBEDAAN KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER

KOLOREKTAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ESTER MORINA SILALAHI

097101001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Perbedaan Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal

Nama Mahasiswa : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001

Program Studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I

Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH

DR.dr. Rustam Effendi Y.S, Sp.PD-KGEH

Pembimbing Tesis II

Disahkan oleh:

Ketua Departemen Ketua Program Studi

dr. Refli Hasan, Sp.PD, SpJP(K) dr. Zainal Safri Sp.PD, SpJP


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : November 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP Anggota : dr. Abdurrahim Lubis, SpPD-KGH

dr. Alwisyah Abidin, SpPD-KP

Dr. dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ester Morina Silalahi

NIM : 097101001

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul : “Perbedaan Kadar CEA Dan CA 19-9 Dalam Serum Berdasarkan Differensiasi Sel Pada Kanker Kolorektal” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : November 2014 Yang menyatakan,


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH (Alm) mantan Kepala Departemen dan dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH dan DR. dr. Rustam Effendi Y.S, Sp.PD-KGEH selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

4. dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH (Alm), Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD selaku mantan Kepala Program Studi dan mantan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, saat penulis diterima sebagai


(8)

peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Terima kasih atas kesempatan, dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH dan dr. Mangara Silalahi, Sp.PD yang bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam serta bimbingan dan dorongan untuk terus berjuang agar penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan pendidikan ini.

6. Para Guru Besar : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. dr. Habibah Hanum, Sp.PD-KPsi, Prof. dr. Pengarapen Tarigan, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, Prof. dr. OK. Moehadsyah, Sp.PD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M. Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Abdul Majid, KKV, AIF, Prof. dr. Azmi S. Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru penulis : Prof. dr. Lukman Hakim Zain Sp.PD-KGEH, DR.dr. Rustam Effendi Y.S Sp.PD-KGEH, dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH (Alm), dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH(Alm), dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, dr. R. Tunggul Ch. Sukendar, Sp.PD-KGH (Alm), dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K), dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP, Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, dr. Mardianto, Sp.PD-KEMD, dr. Santi Syafril, SpP.D-KEMD, dr. Sri Maryuni Sutadi, Sp.PD-KGEH, dr. Betthin Marpaung, KGEH (Alm), dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH, Dr. dr. Juwita Sembiring, Sp.PD-Sp.PD-KGEH, dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH, dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM, dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI, Dr. dr. Umar Zein, Sp.PD-KPTI, DTM&H, dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI, dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP, dr. E.N. Keliat, Sp.PD-KP, dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI, dr. Pirma Siburian,


(9)

Sp.PD-KGer, Dr. dr. Blondina Marpaung, Sp.PD-KR, dr. Tambar Kembaren, Sp.PD-KPTI, dr. Sugiarto Gani, Sp.PD, dr. Savita Handayani, Sp.PD, dr. Imelda Rey, M.Ked (PD), Sp.PD, dr. Safrizal Nasution, M.Ked (PD), Sp.PD serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, RSU Tembakau Deli, Medan dan RSUD F.L Tobing Sibolga yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

9. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

10. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

11. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat : dr. Elisabeth Sipayung, dr. Riki Muljadi, dr. M. Budiman, dr. Wirandi Dalimunthe, dr. Sari Harahap, dr. Naomi Dalimunthe, dr. Doharjo Manullang, dr. Ratna Karmila, dr. Agustina, dr. N. Fitriani, dr. Herlina Yani, dr. Junita, dr. Bayu Rusfandi Nasution, dr. Kathrine, dr. M. Azhari, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah memberikan banyak dukungan dengan persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

12. Partner penelitian dr. Adi Sembiring, dr. Dedy Abubakar dan dokter ruangan di RS H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan yang membantu mengumpulkan sampel penelitian,


(10)

13. Seluruh perawat/paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama ini.

14. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

15. Syarifuddin Abdullah, Lely Husna Siregar, Deni, Yanti, Wanti, Tika, Tanti, Erjan Ginting dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Apul Silalahi, BBA dan Tiarma Simangunsong, atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karunianya. Teristimewa, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada suami tercinta, dr. Ferdinand David Philips Siregar atas cinta kasih yang tulus, pengertian, perhatian, kesabaran, dukungan moril dan materil serta telah mendukung, mendoakan, serta memberikan semangat bagi penulis. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara kandung penulis, Tohonan Silalahi SE, MM, Lisda Silalahi SPd, Ruth Silalahi SE, Saron Silalahi serta segenap keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, November 2014 Penulis


(11)

Abstrak

PERBEDAAN KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER KOLOREKTAL

Ester Morina Silalahi, Lukman Hakim Zain1, Rustam Effendi YS 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi GastroEnteroHepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Carcinoembryonic Antigen (CEA) dan Carbohydrate Antigen

(CA 19-9) adalah penanda tumor untuk kanker kolorektal (KKR). Keduanya memiliki nilai prognostik. Berdasarkan Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer dikatakan nilai abnormal bila peningkatan nilai CEA yaitu ≥ 5 µg/l dan peningkatan nilai CA 19 -9 yaitu ≥ 37 U/ml. Peningkatan CEA dalam serum dapat diperiksa pada penderita KKR pasca operasi bila terdapat rekurensi atau metastasis, mungkin hal tersebut menyebabkan adanya pengaruh differensiasi sel dengan kadar CEA. Demikian CA 19-9 menurut rekomendasi ASCO, dapat melengkapi pemeriksaan pada penderita KKR. Belum ada data penelitian di Indonesia mengenai karakteristik kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan diffferensiasi sel penderita KKR preoperatif.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

Bahan dan Cara --- Sampel studi adalah pasien KKR (n = 40, rerata umur SD 54,67 ± 14,96, 22 pria, 18 wanita) antara Juli 2012 sampai dengan Mei 2013 diperiksa kadar serum CEA dan CA 19-9. Karakteristik klinikopatologis dan data dasar diperoleh secara cross sectional dengan analisis komparatif. Selanjutnya dianalisis perbedaan serta korelasi kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel (derajat histopatologi).

Hasil --- Tidak dijumpai perbedaan bermakna kadar serum CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel dengan p value 0,314 dan 0,787 (p > 0,05). Uji Chi-square dan Spearman didapatkan tidak dijumpai hubungan yang bermakna dari CEA dan CA 19-9 dengan differensiasi sel dengan p value 0,475 dan 0,247 (p > 0,05).

Kesimpulan --- Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik kadar CEA dan CA 19-9 pada KKR


(12)

Abstract

DIFFERENCE SERUM LEVEL OF CEA AND CA 19-9 BASED ON CELL DIFFERENTIATION IN COLORECTAL CANCER

Ester Morina Silalahi, Rustam Effendi Y.S1, Lukman Hakim Zain 1

1

Of Universitas Sumatera Utara, Medan

Division of Gastroenterology and Hepatology Department of Internal Medicine, Medical Faculty

Background --- Carcinoembryonic antigen (CEA) and Carbohydrate antigen

(CA 19-9) are the most common tumor markers for colorectal cancer. Both have prognostic value. According recommendation by the Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer (AJCC) CEA ≥5 ng/ml was defined as elevated CEA level and CA 19-9 ≥37 U/ml was defined as elevated CA 19-9 level. To date in Indonesia, datas regarding serum level of CEA and CA 19-9 characteristic based on cell differentiation in preoperative colorectal cancer have not been avaible yet.

Objective --- To evaluate the difference of serum level CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Materials and Methods --- The study was conducted from July 2012 to May 2013. Fourty patients were enrolled in the study, 22 males and 18 females. The mean age of patients was 50.78 ± 14.96 years old, 22 males, 18 females. Clinicopathological characteristics and associated follow-up data were cross sectional with comparative analytic. Then to evaluate the difference and correlation serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation

(histopathologic grading).

Result--- Serum level ofCEA and CA 19-9based on cell differentiation were not significantly different. There were no significant different of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer with p value 0.314 and .,787 (p > 0.05) respectively. There was no correlation of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation, p value 0.475 and 0.247 ( p > 0.05) respectively.

Conclusion --- There was no significantly different of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Key Word : Colorectal Cancer, CEA, CA 19-9, Cell Differentiation

Name : dr. Ester Morina Silalahi

Address : Jl. Rakyat Pasar II / Sekolah No. 15 Medan Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Email : silalahiester70@yahoo.com


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Kanker Kolorektal ... 6

2.2. Penapisan (screening) Kanker Kolorektal ... 8

2.3. CEA (Carsinoembrionic Antigen) ... 10

2.4. CA 19-9 ... 11

2.5. Staging ... 15

2.6. Klasifikasi Karsinoma Rekti berdasarkan DUKES ... 17

2.7. Histophatologic Grading ... 17

2.8. Kerangka Teori……… 18

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 19

3.1 Kerangka Konsep ... 19

3.2 Definisi Operasional ... 19

BAB IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Desain Penelitian ... 21

4.2 Waktu dan tempat penelitian ... 21

4.3 Populasi dan Sampel Terjangkau ... 21

4.4 Besar Sampel ... 21

4.5 Kriteria Inklusi ... 22

4.6 Kriteria Eksklusi ... 22

4.7 Bahan dan Prosedur Penelitian ... 22

4.8 Analisis Data ... 23

4.9 Ethical clearance dan informed consent ... 23

4.10 Kerangka Operasional ... 24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Karakteristik Dasar dan Populasi Penelitian ... 25

5.2 Hasil Penelitian ... 27


(14)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 32


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.1 Gejala klinis yang berhubungan dengan Kanker Kolorektal ... 8

Tabel 2.2.1 Tes Skrining pada KKR ... 9

Tabel 2.2.2 Skrining KKR ... 9

Tabel 2.6.1 Klasifikasi dan definisi TNM ... 16

Tabel 2.6.2 Sistem TNM Staging untuk klasifikasi DUKES ... 16

Tabel 5.1.1 Data karakteristik dasar subjek pada KKR ... 25

Tabel 5.2.1 Hasil kolonoskopi yang dinyatakan KKR berdasarkan lokasi .... 26

Tabel 5.2.2 Rerata Usia berdasarkat derajat histopatologi ... 27

Tabel 5.2.3 Perbandingan kadar CEA dengan differensiasi sel ... 28

Tabel 5.2.4 Perbandingan kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel ... 28

Tabel 5.2.4 Hubungan antara kadar CEA dengan differensiasi sel... 29


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2.1 Algoritma penapisan KKR ... 10

Gambar 2.3.1 Rekomendasi CEA sebagai tumor marker ... 11

Gambar 2.3.2 Rekomendasi CA 19-9 sebagai marker monitoring.. ... 11

Gambar 2.4.1 Algoritma Evaluasi pada pasien asimptomatik dengan CEA yang meningkat ... 15

Gambar 2.6.1 Rata-rata kumulatif kelangsungan hidup pada KKR ... 17

Gambar 2.7.1 Differensiasi sel Adenokarsinoma ... 18

Gambar 2.8.1 Kerangka Teori……… 18

Gambar 3.1.1 Kerangka Konsep Penelitian………... 19

Gambar 4.10.1 Kerangka Operasional……… 24

Gambar 5.2.1 Rerata usia berdasarkan derajat histopatologi ... 26

Gambar 5.2.2 Perbandingan antara kadar CEA dengan differensiasi sel ... 29

Gambar 5.2.3 Perbandingan antara kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel... 30


(17)

DAFTAR SINGKATAN

ASCO : American Society Of Clinical Oncology CA 19-9 : Cancer Antigen 19-9

CEA : Carcinoembrionic Antigen

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia EUS : Endoscopy Ultrasound

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara FAP : Familial Adenomatous Polyposis

FOBT : Fecal Occult Blood Test

G : Grading

Hb : Haemoglobulin

HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer KGB : Kelenjar Getah Bening

KKR : Kanker Kolorektal PA : Patologi Anatomi

RFS : Recurrence Free Survival SLea

TNM : Tumor Node Metastasis : Sialyl Lewis a


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian ... 37

LAMPIRAN 2. Lembar Surat Penjelasan Kepada Subjek ... 38

LAMPIRAN 3. Lembar Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ... 40

LAMPIRAN 4. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian ... 41

LAMPIRAN 5. Daftar Riwayat Hidup ... 42


(19)

Abstrak

PERBEDAAN KADAR CEA DAN CA 19-9 DALAM SERUM

BERDASARKAN DIFFERENSIASI SEL PADA KANKER KOLOREKTAL

Ester Morina Silalahi, Lukman Hakim Zain1, Rustam Effendi YS 1

1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi GastroEnteroHepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Carcinoembryonic Antigen (CEA) dan Carbohydrate Antigen

(CA 19-9) adalah penanda tumor untuk kanker kolorektal (KKR). Keduanya memiliki nilai prognostik. Berdasarkan Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer dikatakan nilai abnormal bila peningkatan nilai CEA yaitu ≥ 5 µg/l dan peningkatan nilai CA 19 -9 yaitu ≥ 37 U/ml. Peningkatan CEA dalam serum dapat diperiksa pada penderita KKR pasca operasi bila terdapat rekurensi atau metastasis, mungkin hal tersebut menyebabkan adanya pengaruh differensiasi sel dengan kadar CEA. Demikian CA 19-9 menurut rekomendasi ASCO, dapat melengkapi pemeriksaan pada penderita KKR. Belum ada data penelitian di Indonesia mengenai karakteristik kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan diffferensiasi sel penderita KKR preoperatif.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

Bahan dan Cara --- Sampel studi adalah pasien KKR (n = 40, rerata umur SD 54,67 ± 14,96, 22 pria, 18 wanita) antara Juli 2012 sampai dengan Mei 2013 diperiksa kadar serum CEA dan CA 19-9. Karakteristik klinikopatologis dan data dasar diperoleh secara cross sectional dengan analisis komparatif. Selanjutnya dianalisis perbedaan serta korelasi kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel (derajat histopatologi).

Hasil --- Tidak dijumpai perbedaan bermakna kadar serum CEA dan CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel dengan p value 0,314 dan 0,787 (p > 0,05). Uji Chi-square dan Spearman didapatkan tidak dijumpai hubungan yang bermakna dari CEA dan CA 19-9 dengan differensiasi sel dengan p value 0,475 dan 0,247 (p > 0,05).

Kesimpulan --- Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik kadar CEA dan CA 19-9 pada KKR


(20)

Abstract

DIFFERENCE SERUM LEVEL OF CEA AND CA 19-9 BASED ON CELL DIFFERENTIATION IN COLORECTAL CANCER

Ester Morina Silalahi, Rustam Effendi Y.S1, Lukman Hakim Zain 1

1

Of Universitas Sumatera Utara, Medan

Division of Gastroenterology and Hepatology Department of Internal Medicine, Medical Faculty

Background --- Carcinoembryonic antigen (CEA) and Carbohydrate antigen

(CA 19-9) are the most common tumor markers for colorectal cancer. Both have prognostic value. According recommendation by the Colorectal Working Group of the American Joint Committee on Cancer (AJCC) CEA ≥5 ng/ml was defined as elevated CEA level and CA 19-9 ≥37 U/ml was defined as elevated CA 19-9 level. To date in Indonesia, datas regarding serum level of CEA and CA 19-9 characteristic based on cell differentiation in preoperative colorectal cancer have not been avaible yet.

Objective --- To evaluate the difference of serum level CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Materials and Methods --- The study was conducted from July 2012 to May 2013. Fourty patients were enrolled in the study, 22 males and 18 females. The mean age of patients was 50.78 ± 14.96 years old, 22 males, 18 females. Clinicopathological characteristics and associated follow-up data were cross sectional with comparative analytic. Then to evaluate the difference and correlation serum level of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation

(histopathologic grading).

Result--- Serum level ofCEA and CA 19-9based on cell differentiation were not significantly different. There were no significant different of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer with p value 0.314 and .,787 (p > 0.05) respectively. There was no correlation of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation, p value 0.475 and 0.247 ( p > 0.05) respectively.

Conclusion --- There was no significantly different of CEA and CA 19-9 based on cell differentiation in colorectal cancer.

Key Word : Colorectal Cancer, CEA, CA 19-9, Cell Differentiation

Name : dr. Ester Morina Silalahi

Address : Jl. Rakyat Pasar II / Sekolah No. 15 Medan Institution : Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara Email : silalahiester70@yahoo.com


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker kolorektal (KKR) merupakan kanker ketiga tersering pada pria dan kanker kedua tersering pada wanita. Ditemukan lebih dari 1,2 juta kasus baru KKR dan diperkirakan 608.700 kematian pada tahun 2008 (Jemal, 2011). Di Amerika ditemukan sebanyak 146.970 kasus KKR baru dan diperkirakan 49.920 orang meninggal akibat KKR (Jemal, 2011). Secara umum didapatkan kejadian KKR meningkat tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup (Abdullah, 2010). Di Indonesia, dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus kanker kolorektal. Saat ini KKR menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan urutan tiga besar kanker terbanyak di Indonesia. Angka insidens dengan standarisasi umur KKR di Indonesia per 100.000 populasi adalah 19,1 pada pria dan 15,6 pada perempuan (Abudullah et al., 2012)

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon sebanyak 73% dapat dideteksi dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Lokasi di rektosigmoid 9,7%,

rektum 51,5%, sigmoid 9,7%, kolon desendens 11,7%, kolon tranversal 6,8%,

kolon asendens 8,7%, dan sekum 1,9 % (Abdullah, 2010)).

Pada penelitian profil KKR di RS Pirngadi Medan ditemukan 197 penderita kanker kolorektal dari 760 pasien yang diperiksa dengan kolonoskopi (25,9%), sebanyak 101 pasien (51,3%) dari 197 pasien KKR adalah wanita. Sebagian besar berada dikelompok usia 51-60 tahun (28,9%). Etnis yang paling sering dari pasien suku Batak (46,1%). Lokasi yang banyak ditemukan KKR berada di

rektum (74,6%) (Effendi et al., 2008 ).

Manifestasi klinik yang kita dapat jumpai pada KKR adalah hematokezia atau melena, nyeri abdomen, anemia defisiensi besi yang tidak diketahui penyebabnya. Perubahan BAB, nausea, muntah, distensi, obstipasi, invasi lokal menimbulkan tenesmus, hematuri, infeksi saluran kemih berulang dan obstuksi uretra. Akut abdomen dapat terjadi bila tumor tersebut menimbulkan perforasi. kadang timbul fistula antara kolon dengan usus halus (Jemal, 2011).


(22)

Pemeriksaan laboratorium seperti CEA mulai dikembangkan sebagai penanda tumor yang paling umum untuk KKR. Nilai CEA bermakna pada monitoring berkelanjutan dan sebagai petanda prognostik (Chen et al., 2005), (Locker et al., 2006).

Rekomendasi American Society Of Clinical Oncology (ASCO) tahun 2006 menyatakan bahwa CEA diperiksa sebelum operasi dapat membantu dalam penentuan stadium atau rencana tindakan dalam memonitor respon terapi selama pengobatan (Gershon et al., 2006), (Weissenberger et al., 2005). Pengukuran serial CEA untuk mendeteksi KKR berulang mencapai sensitifitas 80%,

spesitifitas 70% dan dapat bertahan 5 bulan kedepan (Michael et al., 2001). Studi Xue-Qin Yang meneliti dan menyimpulkan pemeriksaan serum CEA dan CA 19-9 preoperatif dapat digunakan memprediksi prognostik selama 5 tahun pada kanker kolorektal RFS (recurrence free survival) (Xue-Qin et al., 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi CEA pada penderita KKR:

- Stadium Tumor

Kadar CEA meningkat sesuai dengan meningkatnya keparahan KKR. Pada studi awal terjadi peningkatan konsentrasi CEA ( > 2,5 µg/L) sebagai berikut :

Dukes’A 28%, Duke’s B 48% , Duke’s C 75%, dan Duke’s D 84%. Untuk nilai ambang CEA 5 µg/L peningkatan kadar CEA pada Duke’s A 3%, Duke’s B

25%, Duke’s C 45% dan Duke’s D 65% (Wanebo et al, 1978),(Michael et al., 2001).

- Derajat Histologi Tumor

Beberapa studi memperlihatkan bahwa KKR dengan derajat histopatologi berdifferensiasi baik (well differentiated colorectal cancers) menghasilkan CEA lebih tinggi dibandingkan dengan yang berdifferensiasi buruk (poorly differentiated) (Michael et al., 2001). Sebagai contoh satu laporan, kadar rata-rata CEA pada tumor diferensiasi baik, diferensiasi sedang dan diferensiasi buruk adalah 18,8 ; 5,5 dan 2,2 µg/L (Michael et al., 2001).

- Fungsi Hati

Hati merupakan tempat utama metabolisme CEA. Awalnya pengambilan CEA terjadi di sel kupffer yang memodifikasi CEA dengan membuang sisa asam


(23)

sialik, kemudian di parenkim hati didegradasi. Beberapa penyakit hati jinak dapat mengurangi fungsi hati dan hasil pembersihan CEA ikut menurun sehingga kadar CEA pada serum tetap tinggi (Michael et al., 2001).

- Letak Tumor

Pasien dengan tumor kolon kiri umumnya mengalami peningkatan CEA dibandingkan dengan tumor kolon kanan. Menurut penelitian Slater et al, dari penderita KKR dengan nilai normal < 5 µg/ ml dan abnormal > 5 µg/ ml didapatkan hasil bahwa kadar CEA abnormal preoperatif secara bermakna berhubungan dengan letak tumor di kolon, kedalaman invasi tumor dan status KGB yang terlibat (Slater et al., 1979), (Compton et al., 2000).

- Obstruksi Usus

Dalam studi Sugarbaker menunjukkan bahwa obstruksi usus memberikan kadar CEA lebih tinggi pada kasus KKR dibanding dengan kasus non obstuksi usus (Sugarbaker et al., 1976).

- Riwayat Merokok

Melalui studi dengan sampel > 700 orang sukarelawan sehat didapati kadar CEA 2 kali lipat pada penderita yang merokok dibandingkan penderita yang tidak merokok baik pria maupun wanita. Kadar rata-rata CEA pada wanita perokok dan yang tidak merokok adalah 4,9 dan 2,2 μg/L sedangkan pada pria 6,2 dan 3,4 μg/L (Michael et al., 2001).

- Status Ploidi dari Tumor

Penderita dengan aneuploid KKR menghasilkan kadar CEA lebih tinggi dibandingkan penderita dengan pola tumor diploid (Michael et al., 2001).

Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan munculnya metastasis ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen, nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan (Casciato, 2011). Meskipun keterbatasan spesifisitas dan sensitifitas

dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosis dan apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel


(24)

tumor yang bermetastasis sering mengakibatkan naiknya nilai CEA (Casciato, 2011).

Studi yang dilakukan Carlos et al, menyimpulkan spesifisitas dan

sensitifitas marker CEA untuk diagnosis KKR adalah 77%, 64%. Sedangkan

marker CA 19-9 adalah 79% dan 10%. Bila kedua marker dikombinasi didapatkan spesifisitas 71% dan sensitifitas 60%. Sehingga mereka berpendapat kedua marker tersebut tidak efektif sebagai deteksi/skrining KKR (Carlos et al., 1992).

Menurut ASCO 2006 merekomendasikan CA 19-9 untuk diagnosis,

staging, surveillance atau memantau pengobatan pada pasien KKR . Studi Takashi Ueda dkk, melakukan penelitian mengenai serum CA 19-9 dan menyimpulkan CA 19-9 dapat digunakan sebagai indikator preoperatif pada

metastasisliver dan prognostik pada KKR (Takashi et al., 1994).

Banyak hal yang mempengaruhi prognosis KKR, salah satunya adalah histopatologi yang didapatkan dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA). Selain sebagai penentu prognosis, histopatologi juga merupakan salah satu faktor penting dalam penetuan etiologi dan penanganan KKR. Dalam penanganan KKR khususnya, pemeriksaan PA untuk menentukan histopatologi KKR merupakan hal yang wajib dilakukan. Sebab, histopatologi penting dalam menentukan penanganan KKR selanjutnya. Beberapa hal yang dinilai dalam pemeriksaan histopatologi antara lain jenis dan derajat differensiasi. Gambaran histopatologi ini dapat menentukan derajat keganasan, dengan kata lain dapat pula menentukan ganas tidaknya suatu neoplasma. Selain sebagai penentu diagnosis keganasan, gambaran histopatologi juga berpengaruh besar dalam penentuan prognosis serta adanya rekurensi (Stewart et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Aru W. Sudoyo dkk, menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai gambaran histopatologi yang meliputi grading tumor dan stadium karsinoma kolorektal (Aru W. Sudoyo dkk., 2011) poorly differentiated dihubungkan dengan adanya mutasi genetik namun tersebut belum diketahui pasti. Sekitar 20% KKR adalah poorly differentiated, dan memiliki prognosis yang buruk (Capple, 2005). Grade histology secara signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well


(25)

differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival rates yang lebih baik dibandingkan dengan poorly differentiated karsinoma (grade 3 dan 4) (Casciato, 2011).

Berdasarkan latarbelakang di atas, peneliti mencoba untuk meneliti kadar CEA dan CA 19-9 dalam serum berdasarkan differensiasi sel (derajat histologi tumor) pada KKR yang belum pernah dilakukan di Medan.

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah terdapat perbedaan level serum CEA berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR?

b. Apakah terdapat perbedaan level serum CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR?

1.3 Hipotesis

a. Didapatkan perbedaan CEA berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

b. Didapatkan perbedaan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum CEA berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

b. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum CA19-9 berdasarkan differensiasi sel yang berbeda pada KKR.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Pemeriksaan kadar CEA dan CA 19-9 pada serum penderita kanker kolorektal dapat memprediksi tingkat defferensiasi sel.

b. Untuk kedepan penelitian ini dapat dipakai melengkapi data dimana CEA dan CA 19-9 sebagai alternatif pemeriksaan untuk menentukan prognostik


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Kolorektal

Kanker kolon dan rektum adal

adalah bagian dari diketahui, tetapi tampaknya asal kanker kolorektal multifaktorial termasuk faktor lingkungan dan komponen genetik. Diet mungkin memiliki peran etiologi, terutama diet dengan kadar lemak tinggi (Smith, 2008).

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mendominasi pada kasus sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dari Heredetary Non Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC). Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker (Smith, 2008). Kedua jenis kanker kolorektal (Herediter VS Sporadik)

tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasi pada mukosa kolon (seperti: dysplasia adenoma). HNPCC dapat dibedakan dengan kanker kolorektal sporadik, biasanya muncul pada usia muda (± 40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kanan (60-80% vs 25%) dan lebih sering tumor musinosa (35% vs 20%) (Calvert et al., 2002).

Faktor risiko terjadi kanker kolorektal dapat kita jumpai pada: 1. Polip

Polip berpotensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease/ Ulseratif Kolitis

Kolitis ulseratif merupakan merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik kolitis ulseratif.


(27)

Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari kolitis ulseratif.

3. Faktor Genetik /Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi.

4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian (Bolin et al., 2008). meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal (Casciato, 2011). Sejumlah penelitian nutrisi dan epidemiologi telah mengidentifikasi diet tinggi serat sebagai faktor protektif terhadap kanker kolorektal, namun hal ini juga masih kontroversi.

5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar . Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar (Casciato, 2011).

6. Usia

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih (Depkes, 2006) dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun (Casciato, 2011). Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun danumumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien kanker kolorektal diantaranya: perubahan pola buang airbesar, perdarahan per anus (hematokezia dan konstipasi). Kanker


(28)

kolorektal umumnya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi, perdarahan invasi lokal, kaheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum, kolon desendens dan

Tabel 2.1.1 Gejala Klinis yang Berhubungan dengan Kanker Kolorektal

kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal.

Gejala Frekuensi

Nyeri perut 44%

Perubahan pola BAB 43%

Hematokezia atau melena 40%

Lemas atau malaise 20%

Anemia tanpa adanya gejala gastrointestinal 11%

Penurunan berat badan 6%

2.2 Penapisan (Screening) Kanker Kolorektal

Penapisan (screening) merupakan suatu deteksi dini dengan melakukan investigasi pada individu asimptomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini dapat dilakukan tindakan kuratif. Sehingga akan berakibat menurunnya mortalitas. Dengan deteksi dini/ penapisan juga akan didapatkan lesi precursor kanker, jika diterapi akan menurunkan insidensi kanker kolorektal.


(29)

Tabel 2.2.2 Skrining KKR (Canan, 2008)

Gambar 2.2.1 Algoritma penapisan KKR (Canan, 2008)

Menurut Current American Cancer Society Guidelines and Screening Issues, orang yang termasuk resiko tinggi untuk terjadi KKR adalah yang mempunyai riwayat polip adenoma, riwayat curative intent resection, riwayat keluarga menderita KKR, riwayat menderita inflammatory bowel disease, dan yang diduga Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dari Heredetary Non Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC) (Smith et al., 2008).


(30)

2.3 CEA (Carsinoembrionic Antigen)

CEA pertama kali ditemukan oleh Gold dan Freedman pada tahun 1965 pada saat diidentifikasi adanya antigen yang dijumpai pada kolon janin dan adenokarsinoma kolon tetapi tidak didapati pada kolon dewasa sehat (Goldstein et al, 2005). Oleh karena protein hanya dideteksi pada jaringan kanker dan embrio maka diberi nama CEA. Beberapa studi menunjukkan bahwa CEA juga terdapat pada jaringan sehat namun kadar CEA pada tumor rata-rata 60 kali lipat lebih tinggi dari jaringan tidak ganas dengan nilai ambang CEA normal < 5 ng/ml.

Antigen carsinoembrionic (CEA) terdeteksi dalam jumlah yang besar pada pasien dengan keganasan saluran cerna (termasuk pankreas), paru, payudara, dan ovarium. Dengan demikian, antigen ini tidak spesifik untuk tumor, konsentrasinya dalam serum juga tergantung pada berbagai faktor seperti peradangan dan apakah pasien merokok (kadar lebih tinggi). Karena perbedaan antara keganasan dan penyakit jinak tidak dapat dibuat hanya berdasarkan kadar CEA, prosedur ini tidak dianjurkan untuk penapisan kanker kolorektal. Namun setiap peningkatan kadar yang berlebihan seyogyanya menimbulkan kecurigaan dan mungkin perlu ditindak lanjuti dengan evaluasi diagnostik yang mendalam.

The American Society Of Clinical Oncology (ASCO) menyatakan bahwa: 1. CEA seyogyanya tidak digunakan sebagai uji penapisan untuk kanker

kolorektal.

2. CEA dapat diperiksa preoperasi pada pasien dengan pasien KKR apabila hal ini membantu menentukan stadium dan merencanakn pengobatan.

3. CEA dapat diperiksa setiap 2 sampai 3 bulan pascaoperasi apabila ada indikasi reseksi metastasis hati.

4. CEA dapat diperiksa untuk memantau pengobatan metastasis.

Menurut laporan pertama oleh Thomson et al mengenai CEA pada serum ditemukan peningkatan kadar CEA pada 35 orang dari 36 penderita KKR (Michael et al, 2001). Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar CEA pada penderita KKR yaitu: stadium tumor, derajat tumor, fungsi hati, letak tumor, obstruksi usus, riwayat merokok, dan status ploidi tumor (Michael et al., 2001). Hasil studi yang dilakukan Michael et al menyimpulkan bahwa KKR dengan differensiasi baik (well differentiated) menghasilkan lebih tinggi kadar CEA


(31)

dibandingkan spesimen KKR yang berdiferensiasi buruk (poorly differentiated). Sebagai contoh pada laporannya kadar rata-rata CEA pada tumor diferensiasi baik, sedang dan buruk adalah 18,0 , 5,5 , 2,2 ug/l (Michael et al., 2001).

Gambar 2.3.1 Rekomendasi CEA sebagai tumor marker (Canan, 2008)

2.4 CA 19-9

Penanda tumor pankreas, diagnosis, penentuan stadium dan pemantauan terapi kanker kolorektal. Tidak direkomendasikan sebagai uji saring, dengan nilai rujukan : ≤ 37 U/mL. CA 19-9 merupakan carbohidrat antibody dengan rantai

sialyl lewis a (sLea).

Gambar 2.3.2 Rekomendasi CA 19-9 sebagai marker monitoring KKR (Canan, 2008)


(32)

Prosedur diagnosis pada pasien kanker kolorektal dapat dikenali dari tanda dan gejala yang telah diuraikan sebelumnya. Kemajuan teknologi telah membuka peluang untuk mendiagnosis kanker kolorektal lebih dini baik dengan pemeriksaan invasif maupun non invasif. Penunjang diagnostik yang perlu segera dilakukan antaralain:

1. Pemeriksaan Rektum

Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan

anterior, serta spina iskiadika, sakrum dan koksigeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Terabanya massa abdominal menunjukkan suatu penyakit yang sudah lanjut. Pada

Rectal examination (pemeriksaan colok dubur ) yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, serviks uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os koksigeus.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalam ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

2. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94% (Depkes, 2006). Teknologi

kromoendoskopi dapat membantu membedakan jenis polip dan adenokarsinoma awal sehingga tindakan polipektomi dapat dilakukan pada saat pemeriksaan kolonoskopi dilakukan tanpa perlu konfirmasi pemeriksaan histopatologi. Kanker kolorektal stadium lanjut nampak sebagai massa eksofitik besar tumbuh ke


(33)

intralumen, atau sebagai striktur kolon karena pertumbuhan sirkumferential intralumen. Keganasan dicirikan sebagai striktur kolon yang ulseratif, berindurasi,

asimetris, dan mempunyai tepi yang irregular. Penampakan secara kolonoskopi hanya merupakan gambaran sugestif, bukan suatu hal defenitif. Sehingga pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi kolon dan pemeriksaan analisis sitologi dari sikatan mukosa kolon diperlukan.

3. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna. Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologi dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenokarsinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid karsinoma, dan 0,08% berupa sarkoma.

4. Tes Occult Blood

Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluoresensi dari

occult blood mengubah Hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10 mg hb/gr feses. Single- stool sample pada FOBT (Fecal Occult Blood Test) hasilnya tidak memuaskan sebagai skrining KKR dan tidak direkomendasikan (Levin, 2008).

5. Carcinoembrionic Antigen (CEA)

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastasis ke hepar. CEA tidak spesifik untuk screening kanker kolorektal. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan dan berguna sebagai pertanda prognosis setelah pembedahan dan sebagai pembanding dengan nilai sebelum dilakukan operasi. Tingginya kadar CEA pre-operatif


(34)

merupakan suatu indikator prognostik yang buruk. tingginya kadar CEA dalam serum menunjukkan bahwa kanker lebih ekstensif dan kemungkinan terjadi kekambuhan post-operatif. Setelah dilakukan reseksi kanker secara lengkap, kadar CEA serum akan turun menjadi normal, kegagalan serum CEA menjadi normal post-operatif menunjukkan reseksi yang dilakukan tidak lengkap dan masih tersisa (Michael, 2001). Nilai normal: < 5,0 ng/ml .

6. CA 19-9

Kegunaan pemeriksaan CA 19-9 adalah sebagai penanda tumor (tumor marker). Selain itu digunakan untuk diagnosis kanker pankreas, membantu membedakan kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi non kanker seperti pankreatitis, memonitor respon terhadap terapi, memonitor prognosis kanker pankreas, pemeriksaan pendukung seperti: CEA, bilirubin, fungsi liver

(Michael, 2001).

7. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, stadium dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi bukan merupakan screening tes (Schwartz, 2005).

8. Endoscopy UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rectal examination (Casciato, 2011).

Studi yang dilakukan Lim Y et al menyimpulkan pasien asimptomatik dengan kadar CEA yang meningkat perlu diinvestigasi dengan melakukan pemeriksaan endoskopi serta radiologi yang cara biasa dilakukan associated cancers ternyata setelah di follow up kurang lebih 2 tahun menunjukkan 7,4% terjadi malignancy yang akan datang.


(35)

Gambar 2.4.1 Alogritma Evaluasi pada Pasien Asimptomatik dengan CEA yang Meningkat (Lim Y et al., 2009).

2.5 Staging

Staging tumor tidak dapat diketahui sampai setelah operasi, yaitu dengan analisis spesimen yang diambil ketika operasi oleh ahli patologi (Carolyn et al., 2004).

Karakteristik yang diperhitungkan dalam system staging adalah: 1. Derajat penetrasi tumor melalui dinding rektum

2. Ada atau tidaknya keterlibatan Kelenjar Getah bening (KGB) 3. Ada atau tidaknya metastasis jauh.

2.6 Klasifikasi Karsinoma Rekti menurut DUKES

Dukes A : Tumor tidak menembus propia muskularis

Dukes B : Tumor menembus propia muskularis, mengenai jaringan ekstra tetapi belum ada metastase ke KGB regional

Dukes C : Didapati deposit sekunder pada KGB regional. Ini dibagi lagi menjadi: Duke C1 : Hanya KGB pararektal lokal terlibat Duke C2 : KGB yang menyertai suplai pembuluh darah terlibat

Dukes D : Akhir-akhir ini, stadium D dipopulerkan oleh Turnbull. Pada stadium ini didapati metastasis jauh, biasanya ke hepar


(36)

Tabel 2.6.1 Klasifikasi dan definisi TNM (Greene, 2003)

Tabel 2.6.2 Sistem TNM Staging untuk Klasifikasi Dukes (Canan, 2008).

Rectal Cancer Stage TNM Staging Duke Staging 5-year Survival

Stage I T 1-2 N0M0 A >90%

Stage II A

B

T3N0M0 T4N0M0

B >60% - 85%

>60% - 85%

Stage III A

B

C

T1-2N1M0 T3-4N1M0 T1-4N2M0

C >53% - 60%

>35% - 42% >25% - 27%

Stage IV T1-4N0-2M1

D


(37)

Gambar 2.6.1 Rata-rata kumulatif kelangsungan hidup pada KKR (Stewart, 2003)

2.7 Histopathologic Grading

Grading

Histopathologic grade ditentukan juga oleh seorang ahli patologi dan berupa ukuran differensiasi sel-sel tumor. Sel normal berdifferensiasi dengan baik, sedangkan sel-sel kanker selalu kurang baik differensiasinya, semakin kurang differensiasi suatu sel, semakin cepat pertumbuhan sel tersebut dan lebih cenderung terjadinya metastasis.

merupakan penilaian terhadap seberapa besar perkembangan (diferensiasi) dari tumor atau neoplasma, jumlah mitosis di dalam tumor, serta derajat perbedaan antara sel kanker dan sel normal. Grading (disimbolkan G).

Gx : Grade tidak bisa dinilai G1 : Well differentiated

G2 : Moderately well differentiated

G3 : Poorly differentiated


(38)

W e ll d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a

Po o rly d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a U n d iffe re n tia te d a d e n o ca rcin o m a

M o d d e r a te ly d iffe r e n tia te d a d e n o c a r c in o m a

Gambar 2.7.1 Differensiasi sel Adenokarsinoma (National Cancer Center for Cancer Control and Information Services, 2012)

2.8 Kerangka Teori

Antigen carsinoembrionic (CEA) terdeteksi dalam jumlah yang besar pada pasien dengan keganasan saluran cerna (termasuk pankreas), paru, payudara, dan ovarium. Tingginya kadar CEA pre-operatif merupakan suatu indikator prognostik yang buruk. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastasis sering mengakibatkan naiknya nilai CEA. Tingginya kadar CEA dalam serum menunjukkan bahwa kanker lebih ekstensif dan kemungkinan terjadi kekambuhan post-operatif.

CA 19-9 selain sebagai penanda tumor dan prognostik KKR, digunakan untuk diagnosis kanker pankreas, membantu membedakan kanker pankreas dan saluran empedu, serta kondisi non kanker seperti pankreatitis, memonitor respon terhadap terapi, memonitor prognosis kanker pankreas, pemeriksaan pendukung seperti: CEA, bilirubin, fungsi liver.

Faktor yang mempengaruhi konsentrasi CEA dan CA 19-9 pada penderita KKR salah satunya adalah derajat histologi tumor. Histopatologi juga merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan etiologi dan penanganan KKR.


(39)

Gambaran histopatologi (Well, Moderate, Poorly differentiated) dapat menentukan derajat keganasan, dengan kata lain dapat pula menentukan ganas tidaknya suatu neoplasma. Selain sebagai penentu diagnosis keganasan, gambaran histopatologi juga berpengaruh besar dalam penentuan prognosis serta adanya rekurensi KKR.

Berdasarkan teori tersebut maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut:

KANKER KOLOREKTAL

DERAJAT DIFFERENSIASI SEL (Well. Moderate, Poorly)

PROGNOSIS RESPON TERAPI

Paru CEA Ovarium, Payudara

Pankreas CA 19-9 Saluran Empedu

Gambar 2.8.1 Kerangka Teori


(40)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal adalah kanker yang dijumpai pada kolon atau rektum.

3.2.2 Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan kolon dan rektum yang sangat akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Kolonoskopi adalah pemeriksaan dengan memakai alat endoskopi.

Rasa tidak nyaman yang timbul sangat bergantung pada operator untuk itu sedikit obat penenang intravena akan sangat membantu meskipun ada resiko perforasi dan perdarahan, tetapi kejadian seperti ini < 0,5%. Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan dengan sensitifitas (95%) dan spesitifitas (99%). Indikasi dilakukan kolonoskopi bila pada penderita ditandai dengan hematokezia, nyeri perut, perubahan defekasi, berat badan menurun, anemia mikrositik.

3.2.3 Biopsi

KANKER KOLOREKTAL

Differensiasi Sel pada Penderita KKR

- Well - Moderate - Poorly

CEA CA 19-9


(41)

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Biopsi dijadikan sebagai evaluasi histopatologi, dimana didapatkan kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenokarsinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid karsinoma, dan 0,08% berupa sarkoma. Gambaran pada histopatologi dinyatakan dengan derajat differensiasi sel.

Well differentiated: Kelenjar atipik, disorganisasi dengan epitel disorganisasi, inti pleomorfik, hiperkromatik, kromatin kasar, sitoplasma eosinofilik. Moderate differentiated: kelenjar proliferatif, disorganisasi dengan epitel disolarisasi, inti pleomorfik, hiperkromatik, membran inti irregular, sitoplasma eosinofilik. Poorly differentiated: Sel epitel yang displastik, inti membesar plemorfik, kromatin kasar, sitoplasma eosinofilik, tampak sel sebagian masih membentuk struktur kelenjar. Undifferentiated: Tidak beraturan lagi, sel seluruhnya sudah membentuk struktur kelenjar.

3.2.4 CEA

CEA tergolong glikoprotein yang dapat melarut dalam asam perklorid. Pertama kali didapat dari ekstrak karsinoma kolon. Kadar CEA terutama didapat meninggi dalam darah penderita penyakit ganas dari traktus digestivus dan paling tinggi kadarnya pada karsinoma kolon. CEA ternyata tidak spesifik untuk neoplasma entodermal seperti semula diduga. Test CEA dapat memberi hasil positif pada keganasan lain: paru, mamae, traktus urogenitas dan lain-lain. Juga dapat memberikan hasil positif (palsu) pada penyakit tertentu tanpa keganasan (nonmalignant) terutama pada anak-anak seperti kegagalan ginjal menahun dan juga pada sirosis hepatis karena alkohol, pankreatitis, peradangan usus dan sebagainya. Kegunaan pemeriksaan CEA adalah terutama sebagai alat monitor terhadap efek pengobatan. Hal ini berdasarkan kemungkinan bahwa kadar CEA yang meninggi dapat menjadi normal misalnya setelah berhasilnya operasi karsinoma kolon.

3.2.5 CA 19-9

Cancer antigen 19-9 (CA 19-9) merupakan antibodi monoclonal yang digunakan untuk melawan kanker kolon. Peningkatan kadar CA 19-9 ditemukan pada 21-42% penderita kanker lambung, 20-40% penderita kanker kolon,dan 71-93% penderita kanker pankreas.


(42)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik komparatif dengan metode desain potong lintang.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2012 s/d 31 Mei 2013 di Ruang Rawat Inap, Poli Penyakit Dalam dan Bedah Digestif RS H. Adam Malik serta di RS Pirngadi Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK-USU.

4.3. Populasi dan Sampel Terjangkau

Populasi target penelitian adalah tersangka penderita KKR dan didiagnosis dari kolonoskopi serta hasil biopsi.

Sampel penelitian adalah Kanker Kolorektal yang sesuai dengan inklusi dan tidak termasuk eksklusi serta secara tertulis menandatangani informed consent

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan consecutive sampling yaitu penderita KKR dan telah terbukti secara histopatologi yang dirawat inap/jalan di Rumah Sakit H Adam Malik dan Rumah Sakit Pirngadi Medan.

4.4. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dengan memakai rumus:

(

)

(

)

2

0 2 0 0 P P Q P Z Q P Z n a a a − +

≥ α β

Keterangan:

Za : deviat baku alpha, untuk a= 0,15, Za = 1,96 Zb : deviat baku beta, untuk b =0,10, Zb = 1,282 P0 : Proporsi penderita Kanker Kolorektal = 0,001 Q0 : 1-P0 = 1-P0 = 0,999


(43)

Pa : Perkiraan proporsi KKR yang diteliti sebesar 0,081 Qa : 1-Pa = 0,919

Dengan memasukkan nilai-nilai di atas pada rumus di atas, diperoleh: n ≥26,8. Dengan demikian, besar sampel minimal adalah 27 orang.

4.5. Kriteria Inklusi

Penderita yang terdiagnosis kanker kolorektal baik wanita maupun pria yang berusia ≥ 18 tahun.

4.6. Kriteria Eksklusi

Penderita kanker kolorektal disertai kanker kaput pankreas, pankreatitis, tumor paru, tumor ovarium dan hati, serta tidak bersedia/ menolak turut dalam penelitian.

4.7. Bahan dan Prosedur Penelitian

- Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan untuk mengikuti penelitian. - Terhadap semua subjek penelitian yang termasuk dalam penelitian dilakukan:

a. Dicatat nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan.

b. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan ada tidaknya KKR c. Pemeriksaan laboratorium yaitu CEA, CA 19-9

d. Pemeriksaan kolonoskopi,

e. Pemeriksaan foto Thorax dan USG Abdomen untuk menyingkirkan diagnosis yang lainnya.

f. Pemeriksaan biopsi untuk menentukan derajat histologi (differensiasi sel). 4.7.1 Pemeriksaan Kolonoskopi

Sebelum dilakukan kolonoskopi terlebih dahulu dilakukan persiapan kepada pasien yaitu satu hari sebelum kolonoskopi. Pasien diberikan makanan bubur nasi dan malam harinya sebelum tindakan diberikan obat pencahar (seperti bisacodyl, soda phospo, picosulfate natrium atau natrium fosfat atau magnesium sitrat). pasien dianjurkan minum air putih yang banyak sampai keesokan harinya. Kolonoskopi merupakan tindakan invasif mengunakan scope. Scope dimasukkkan melalui anus sampai sekum. Kemudian dilakukan biopsi pada daerah yang


(44)

dicurigai ada massa/tumor di 5 tempat. Hasil pengambilan biopsi tersebut dikirim ke Patologi Anatomi menggunakan wadah/pot yang telah disediakan untuk melihat differensial sel secara mikroskopik.

4.7.2 Pemeriksaan CEA

Sampel darah diambil sebanyak 2,5 cc dari vena dimasukkan kedalam tabung, kemudian dibiarkan sampai mengumpal lalu dilakukan sentrifuge selama 5 menit. Sampel dalam tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengukur Cobas 6000. Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan ng/ml.

4.7.3 Pemeriksaan CA 19-9

Sampel darah diambil sebanyak 2,5 cc dari vena dimasukkan kedalam tabung, kemudian dibiarkan sampai mengumpal lalu dilakukan sentrifuge selama 5 menit. Sampel dalam tabung tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengukur Cobas 6000. Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan U/ml.

4.8. Analisis data

- Untuk melihat gambaran karakteristik, kadar CEA dan CA 19-9 serta differensiasi sel pada KKR disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

- Analisis untuk melihat perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel pada KKR, digunakan uji ANOVA.

- Dilakukan uji Chi-Square untuk melihat hubungan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel pada KKR.

- Analisis statistik dilakukan dengan software SPSS versi 15.0

- Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9. Ethical Clearence dan Informed Consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) pada tanggal05 Februari 2013 dengan nomor 40/KOMET/FK USU/2013.


(45)

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

4.10. Kerangka Operasional

Gambar 4.10.1. Kerangka Operasional Pasien

KKR Laboratorium

CEA CA 19-9

KKR

Kolonoskopi Histopatologi

Well CEA CA 19-9

Moderate CEA CA 19-9

Poorly CEA CA 19-9


(46)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Telah dilakukan penelitian dengan cara potong lintang di ruang rawat Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan R.S. Pirngadi Medan pada bulan Juli 2012 – Mei 2013. Secara keseluruhan, terdapat 40 orang pasien Kanker Kolorektal yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik klinis, Kanker Kolorektal berdasarkan lokasi, pemeriksaan CEA, CA 19-9, dan derajat differensiasi sel dapat dilihat pada table 5.1. 1

Tabel 5.1.1 Data Karakteristik Dasar Subjek pada KKR

Variabel KKR Pasien (n) 40

Jenis Kelamin (P/W) n (%) 22/18 (55/45) Umur (tahun) 54,67 (SD±11,63) Kolonoskopi (Karsinoma berdasarkan lokasi) n(%)

-Rektum 30 (75,0%) -Sigmoid 4 (10%) -Descenden 3 (7,5%) -Ascenden 2 (5%) -Sekum 1 (2,5%) CEA (ng/ml) 0,6 – 453,0 CA 19-9 (U/ml) 4,2 – 402,9 Derajat Histopatologi (diferensiasi sel)

-Well 28 -Moderate 6 -Poorly 6


(47)

5.2. Hasil Penelitian

Selama periode penelitian diperoleh dua puluh dua (55%) subjek berjenis kelamin pria dan delapan belas (45%) merupakan wanita. Hasil kolonoskopi yang dinyatakan KKR berdasarkan lokasi didapatkan Karsinoma Rektum sejumlah 30 orang (75%), Karsinoma Sigmoid sejumlah 4 orang (10%), Karsinoma Kolon Descenden sejumlah 3 orang (7,5%), Karsinoma Kolon Ascenden sejumlah 2 orang (5%) dan Karsinoma Sekum sejumlah 1 orang (2,5%). Dari hasil differensiasi sel yang didominasi derajat Well sejumlah 28 sampel (70%), sedangkan differensiasi Moderate sejumlah 6 sampel (15%), dan differensiasi Poorly sejumlah 6 sampel (15%) (Tabel 5.2.1). Usia rata-rata pada KKR yang differensiasi Well (±SD) 50,18±14,96; usia rerata differensiasi Moderate (±SD) 54,67±11,63; usia rerata differensiasi Poorly (±SD) 49,67±11,97 (Tabel 5.2.2).

Tabel 5.2.1 Hasil Kolonoskopi yang Dinyatakan KKR Berdasarkan Lokasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ca-Colon Ascd Ca-Colon Desc Ca-Rektum Ca-Sigmoid Ca-Sekum Total 2 3 30 4 1 40 5,0 7,5 75 10 2,5 100,0 5,0 7,5 75 10 2,5 100,0 5,0 12,5 87,5 97.5 100


(48)

Gambar 5.2.1 Rerata Usia Berdasarkan Derajat Histopatologi (Diferensiasi Sel)

Defferensiasi Sel

POORLY DIFF MODERATE DIFF

WELL DIFF

Mean

of

U

m

ur

(t

ahun)

55

54

53

52

51

50

49

Tabel 5.2.2 Rerata Usia Berdasarkan Derajat Histopatologi (Differensiasi Sel)

UMUR

Differensiasi n X±SD p Well 28 50,18±14,962

Moderate 6 54,67±11,639 0,766

Poorly 6 49,67±11,97

Uji Anova (One-way Anova) untuk membandingkan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel. Dari uji ini didapatkan kadar CEA berdasarkan differensiasi sel pada KKR tidak significancy 0,314 (p >0,05) yang berarti tidak ada perbedaan kadar CEA pada KKR berdasarkan differensiasi sel (Tabel 5.2.3). Begitu juga pada kadar CA 19-9 tidak significancy 0,787 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan kadar CA 19-9 pada KKR berdasarkan differensiasi sel (Tabel 5.2.4).


(49)

Tabel 5.2.3 Perbandingan antara Kadar CEA dengan Differensiasi Sel CEA

Differensiasi n X±SD p Well 28 64,229±92,764

Moderate 6 38,040±72,683 0,314 Poorly 6 8,433±5,418

Tabel 5.2.4 Perbandingan antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel CA 19-9

Differensiasi n X±SD p Well 28 38,386±74,210

Moderate 6 23,733±12,946 0,782 Poorly 6 22,550±8,207

Dilakukan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara kadar CEA dengan diferensiasi sel. Dari uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai tidak significancy yaitu 0,475 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara kadar CEA dengan differensiasi sel (Tabel 5.2.4). Kemudian dilakukan uji Chi-Square dan dilanjutkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui hubungan antara kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel. Dari uji ini didapatkan nilai tidak significancy yaitu 0,247 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan kadar CA 19-9 dengan differensiasi sel (Tabel 5.2.5). Untuk mengetahui korelasi kadar CEA berdasarkan derajat differensiasi sel menggunakan uji Korelasi Spearman didapatkan hubungan yang negatif (Gambar 5.2.2). demikian juga didapatkan hubungan yang negatif antara kadar CA 19-9 dengan derajat differensiasi sel (Gambar 5.2.3).


(50)

Tabel 5.2.4 Hubungan antara Kadar CEA dengan Differensiasi Sel CEA

a) Normal Abnormal Jumlah p

Differensiasi Sel n % n % n %

Well 8 28,6 20 71,4 28 100

Moderate 2 33,3 4 66,7 6 100 0,475

Poorly 3 50,0 3 50,0 6 100

Keterangan : a) Kolmogorov-Smirnov Two Sample

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CE

A

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0

R Sq Linear = 0.061

Gambar 5.2.2 Korelasi antara Kadar CEA dengan derajat Differensiasi Sel

Tabel 5.2.5 Hubungan antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel CA 19-9

a) Normal Abnormal Jumlah p Differensiasi sel n % n % n %

Well 19 67,9 9 32,1 28 100

Moderate 6 100 0 0 6 100 0,247

Poorly 6 100 0 0 6 100


(51)

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CA

1

9

-9

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0

Gambar 5.2.3 Korelasi antara Kadar CA 19-9 dengan Differensiasi Sel

5.3. Pembahasan

Carcinoembryonic antigen (CEA) dan Cancer antigen 19-9 (CA 19-9) adalah penanda tumor paling umum untuk KKR dan keduanya memiliki nilai prognostik (Wang, 2002). Penanda tumor dan penilaian prognostik CEA dan CA 19-9 pada berbagai stadium tumor berdasarkan Colorectal Working Group of The American Joint Committee on Cancer (AJCC). Dimana dikatakan level CEA meningkat bila > 5 ng/ml dan level CA 19-9 meningkat bila > 37 U/ml (Compton, 2000).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa KKR dengan derajat histopatologi berdiferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CEA lebih tinggi dibandingkan dengan differensiasi buruk (poorly differentiated). Kadar CEA cenderung untuk meningkat pada penderita dengan tumor berdifferensiasi baik dibandingkan dengan tumor berdifferensiasi buruk (Michael JD, 2001). Pada penelitian ini setelah diuji secara statistik tidak sesuai dengan penelitian Michael et al. Hal ini mungkin disebabkan jumlah sampel yang


(52)

relatif sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian oleh Michael et al. jumlah sampel sangat besar. Selain itu pada penelitian ini ada beberapa sampel yang histopatologinya well differentiated

dengan kadar CEA < 5 ng/ml. Sedangkan penelitian mengenai derajat histopatologi berdifferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CA 19-9 lebih tinggi dibandingkan dengan diferensiasi buruk (poorly differentiated) sampai saat ini belum ada peneliti yang membuktikan. Pada penelitian ini setelah diuji secara statistik tidak terbukti bahwa histopatologi berdifferensiasi baik (well-differentiated colorectal cancer) menghasilkan CA 19-9 lebih tinggi dibandingkan dengan differensiasi buruk (poorly differentiated).

Penelitian yang dilakukan oleh Chien et al, menilai hubungan antara CEA dan CA 19-9 dengan derajat diferensiasi sel (histopatologi), hasilnya setelah diuji statistik tidak jumpai hubungan secara significancy. Hal ini sama hasilnya yang didapatkan pada penelitian ini.

Berdasarkan lokasi, pada penelitian ini didapatkan lokasi terbanyak ditemukan pada rektum (75%) dibandingkan lokasi yang lain dan paling sedikit ditemukan pada daerah sekum (2,5%). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian oleh Effendi dkk, sebelumnya yang menyebutkan bahwa lokasi terbanyak ditemukannya keganasan kolorektal adalah pada bagian rektum (74,6%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Aru W. Sudoyo, dkk juga didapatkan lokasi terbanyak ditemukannya keganasan kolorektal adalah pada bagian rektum (72,7%). Berdasarkan derajat diferensiasi histopatologi adenokarsinoma kolorektal, yang paling banyak ditemukan dengan derajat diferensiasi baik (70%), sedangkan derajat diferensiasi sedang dan buruk masing-masing 15%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Aru W. Sudoyo, dkk dimana sebagian besar sampel keganasan kolorektal ditemukan pada derajat diferensiasi baik. Namun, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Stewart SL, dkk yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1998-2001 dimana sampel adenokarsinoma lebih sering ditemukan pada derajat diferensiasi sedang.

Penelitian ini masih belum dapat digunakan sebagai alat ukur prognostik yang dibandingkan antara sebelum operasi (preoperatif) dengan sesudah operasi pada KKR. Studi ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: Pertama,


(53)

populasi penelitian yang kecil, hanya dilakukan pada 2 rumah sakit pusat, sehingga tidak dijumpai perbedaan kadar CEA dan CA 19-9 berdasarkan differensiasi sel (histopatologi) secara significanct. Kedua, penelitian ini tidak menilai staging tumor sehingga saat ini tidak dapat sebagai indikator prognostik KKR. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan penelitian yang bersifat multicenter.


(54)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar CEA dan CA 19-9 pada Kanker Kolorektal berdasarkan differensiasi sel (derajat histopatopatologi) tidak dijumpai perbedaan bermakna secara statistik.

2. Hubungan antara Kadar CEA dan CA 19-9 dengan derajat histopatologi (differensiasi sel) tidak bermakna secara statistik.

6.2. Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar, multicenter

dan penelitian yang memantau dari preoperatif (sebelum operasi) sampai sesudah operasi.


(55)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, M., 2010. “Tumor kolorektal: Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon”, Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Abdullah, M., Sudoyo, A.W, Utomo, A.R., Fauzy, A., and Rani, A.A., 2012. Molecular profile of Colorectal Cancer in Indonesia: Is there another pathway Gastroenterol Hepatol Red Bench. 5 (2), pp.71-8. Available at

Aru, W., Sudoyo, Bethy Hernowo, Ening Krisnuhoni, Ary, H., Reksodiputro,

Daldiyono Hardjodisastro, Evlina S. Sinuraya, 2010.” Colorectal Cancer

Among Young Native Indonesians: A Clinicopathological And Molecular Assessment on Microsatellite Instability. Med J Indonesia 19(4), pp.245-251

Bolin, T.D., 2008. “ Does subclinical malabsorption If Carbohydrates prevent colorectal cancer? A hipothesis”, Canadian Journal Gastroenterology

22(7), pp.627-630.

Calvert, Fruncht, H., 2002. “ The Genetic Of Colorectal Cancer”, Ann Internal Medicine 137(7), pp.603-12.

Canan, A., 2008. “ Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy”, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Carolyn, C., Compton, M.D., et al., 2004. ” The Staging of Colorectal Cancer: 2004 and Beyond”, CA Cancer J Clin 54, pp. 295-308.

Carlos, A., Angel, et al., 1992.” Carcinoembryonic Antigen And Carbohydrate 19 Antigen as Markers for Colorectal Carcinoma”, 2004. Cancer 69, pp. 1487-1491.

Casciato, D.A., 2011. “ Lippincott, W. Manual of clinical oncology 5 th ed”, USA: pocket book.

Chien-Chih Chen, M.D., Shung-Haur Yang, M.D., et al., 2005. “Is it reasonable to add preoperative serum level of CEA and CA 19-9 to staging for colorectal cancer?”, Journal of Surgical Research 124, pp.169-174.


(56)

Compton, C, Fenoglio-Preiser, C.M., et al., 2000. ” American Joint Committee On Cancer Prognostic Factors Consensus Conference: Colorectal Working Group”, Cancer 88, pp.1739-57.

Depkes, “ Gaya hidup penyebab Kanker Kolorektal”, (http://

Effendi, R.Y.S., Dasril, Dairi Leonardo, Sembiring Juwita, Sihombing Mabel, Marpaung Betthin, Maryuni Sri, Siregar Alamsyah Gontar, Zain Lukman Hakim, 2008. “Profile of Colorectal cancer patients in endoscopic unit at Pirngadi Hospital Medan”, The Indonesian journal of gastroenterology hepatology and digestiveendoscopy 9(3), pp.75 – 8.

Gershon, Y., et al., 2006. ” ASCO 2006 up date of recommendations for the use of tumors markerin gastrointestinal cancer”, Journal of clinical oncology

24, pp.5313-5327.

Goldstein, M.J., Mitchell, et al., 2005. ” Carcinoembryonic antigen in the staging and follow up of patients with colorectal cancer”, Cancer Invest 23, pp. 338-51.

Jemal, A., Bray, F., Center, M, et al., 2011. “ Global cancer statistic.”,CA Cancer J Clin 61, pp.69-90.

Levin, B, Lieberman, D.A., McFarland, B., et al., 2008. “ Screening and surveillance for the early detection of colorectal cancer and Adenomatous Polyps: A Joint Guidelines from the American Cancer society, the US Multi-society Task Force on colorectal cancer, and the American college of radiology”, CA Cancer J Clin 58, pp.130-160.

Lieberman, D.A., 2009. ” Screening for colorectal cancer”, N England J Med 361(11), pp.79 -87.

Liem, Y., et al., 2009. ” Carcinoembryonic antigen screening : how far should we go?”,Singapore Med J 50(9), pp. 86.

Locker, G.Y., et al., 2006. ” ASCO 2006 update of recommendation for use of tumor markers in gastrointestinal cancer”, J Clin Oncol 24(33), pp.5313-27.

Michael, J., 2001. “ Carcinoembryonic Antigen as a Marker for Colorectal Cancer: Is it clinically Useful?”, Clinical chemistry 47(4), pp.624-630.


(1)

Uji Chi-Square

Defferensiasi Sel * CEA Crosstabulation

8 20 28

28.6% 71.4% 100.0%

61.5% 74.1% 70.0%

20.0% 50.0% 70.0%

2 4 6

33.3% 66.7% 100.0%

15.4% 14.8% 15.0%

5.0% 10.0% 15.0%

3 3 6

50.0% 50.0% 100.0%

23.1% 11.1% 15.0%

7.5% 7.5% 15.0%

13 27 40

32.5% 67.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

32.5% 67.5% 100.0%

Count % within Defferensiasi Sel % within CEA % of Total Count % within Defferensiasi Sel % within CEA % of Total Count % within Defferensiasi Sel % within CEA % of Total Count % within Defferensiasi Sel % within CEA % of Total WELL DIFF

MODERATE DIFF

POORLY DIFF Defferensiasi

Sel

Total

Normal (< 5)

Abnormal (>= 5) CEA

Total

Chi-Square Te sts

1.036a 2 .596

.987 2 .610

.938 1 .333

40 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

4 c ells (66.7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 1.95.

a.

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

13 22.42 291.50

27 19.57 528.50

40 CEA

Normal (< 5) Abnormal (>= 5) Total

Defferensiasi Sel


(2)

Te st S tatisticsb

150.500 528.500 -.895 .371 .475a Mann-W hit ney U

W ilcox on W Z

As ymp. Sig. (2-tailed) Ex act Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Defferensiasi Sel

Not correct ed for ties. a.

Grouping V ariable: CEA b.

Defferensiasi Sel * CA 19-9 Crosstabulation

19 9 28

21.7 6.3 28.0

67.9% 32.1% 100.0% 61.3% 100.0% 70.0%

47.5% 22.5% 70.0%

6 0 6

4.7 1.4 6.0

100.0% .0% 100.0%

19.4% .0% 15.0%

15.0% .0% 15.0%

6 0 6

4.7 1.4 6.0

100.0% .0% 100.0%

19.4% .0% 15.0%

15.0% .0% 15.0%

31 9 40

31.0 9.0 40.0

77.5% 22.5% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 77.5% 22.5% 100.0% Count

Expected Count % within Defferensiasi Sel % within CA 19-9 % of Total Count

Expected Count % within Defferensiasi Sel % within CA 19-9 % of Total Count

Expected Count % within Defferensiasi Sel % within CA 19-9 % of Total Count

Expected Count % within Defferensiasi Sel % within CA 19-9 % of Total WELL DIFF

MODERATE DIFF

POORLY DIFF Defferensiasi

Sel

Total

1.0 2.0

CA 19-9

Total

Keterangan: 1.0 : Kadar CA 19-9 < 37 U/ml , 2.0 : Kadar CA 19-9 > 37 U/ml

Chi-Square Te sts

4.977a 2 .083

7.488 2 .024

4.188 1 .041

40 Pearson Chi-S quare

Lik elihood Ratio Linear-by-Linear As soc iation N of V alid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

4 c ells (66.7%) have ex pec ted c ount les s than 5. The minimum expected count is 1.35.


(3)

Uji Kolmogorov-Smirnov

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

31 9 40 CA 19-9

1.0 2.0 Total Defferensiasi Sel

N

Test Statisticsa

.387 .000 -.387 1.022 .247 Absolute

Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

Defferensiasi Sel

Grouping Variable: CA 19-9 a.

Uji Spearman

Correlations

1.000 .394* -.216

. .012 .181

40 40 40

.394* 1.000 .005

.012 . .977

40 40 40

-.216 .005 1.000

.181 .977 .

40 40 40

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

CEA

CA 19-9

Defferensiasi Sel Spearman's rho

CEA CA 19-9

Defferensiasi Sel

Correlation is s ignificant at the 0.05 level (2-tailed). *.


(4)

Gambar Korelasi Antara Kadar CEA dengan Differensiasi

Sel

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CE

A

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0 R Sq Linear = 0.061

Gambar Korelasi Antara Kadar CA 19-9 dengan

Differensiasi Sel

Defferensiasi Sel

3 2.5

2 1.5

1

CA

1

9

-9

500.0

400.0

300.0

200.0

100.0

0.0 R Sq Linear = 0.012


(5)

Lampiran 7

MASTER TABEL

No Umur JK Kolonoskopi Differensiasi Sel CEA CA 19-9

1 63 P Carcinoma

Rektum

Well diff 14,9 11,8

2 60 P Carcinoma

Rektum

Poorly diff 12,5 23,9

3 45 P Carcinoma

Rektum

Well diff 125,7 38,5

4 76 L Carcinoma

Rektum

Well diff 2,6 5,7

5 62 L Carcinoma

Rektum

Well diff 76,9 51,9

6 68 P Carcinoma

Sigmoid

Well diff 3,1 5,4

7 43 L Carcinoma

Rektum

Well diff 3,0 9,2

8 41 P Carcinoma

Rektum

Moderate diff 185,6 36,8

9 43 P Carcinoma

Sigmoid

Well diff 220,1 7,47 10 71 L Carcinoma

Rektum

Well diff 6,3 4,2 11 64 P Carcinoma

Sigmoid

Moderate diff 2,2 5,1 12 57 L Carcinoma

Rektum

Well diff 13,9 40,0 13 28 L Carcinoma

Rektum

Well diff 10,1 95,0 14 24 P Carcinoma

Sigmoid

Well diff 24,3 53,2 15 61 P Carcinoma

Rektum

Well diff 453,0 18,2 16 40 L Carcinoma

Rektum

Well diff 112,0 23,8 17 30 L Carcinoma

Rektum

Well diff 1,2 6,0 18 50 P Carcinoma

Rektum

Poorly diff 16,4 17,9 19 38 P Carcinoma

Rektum

Well diff 6,8 23,4


(6)

Sigmoid 21 69 L Carcinoma

Rektum

Well diff 69,5 402,89

22 43 P Ca-Colon

Ascenden

Well diff 0,6 20,1

23 55 L Ca-Colon

Descenden

Moderate diff 7,24 13,8 24 22 P Carcinoma

Sekum

Well diff 1,2 12,9

25 46 L Ca-Colon

Ascenden

Well diff 3,3 12,1 26 43 P Carcinoma

Rektum

Well diff 23,3 34,0 27 50 L Carcinoma

Rektum

Well diff 68,0 33,34 28 63 L Carcinoma

Rektum

Well diff 1,9 20,3 29 63 L Carcinoma

Rektum

Poorly diff 4,5 29,8 30 54 P Carcinoma

Rektum

Moderate diff 5,2 33,5 31 48 P Carcinoma

Rektum

Poorly diff 10,1 12,5 32 63 P Carcinoma

Rektum

Well diff 82,3 7,9

33 38 L Ca-Colon

Descenden

Well diff 81,7 15,9 34 40 L Carcinoma

Rektum

Well diff 100,2 39,2 35 71 L Carcinoma

Rektum

Moderate diff 4,7 19,2 36 61 L Carcinoma

Rektum

Well diff 72,9 7,3

37 29 L Ca-Colon

Descenden

Poorly diff 4,2 17,2 38 45 P Carcinoma

Rektum

Well diff 92,5 39,9 39 50 L Carcinoma

Rektum

Well diff 92,2 30,9 40 48 L Carcinoma

Sigmoid