Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari
kolitis ulseratif.
3. Faktor Genetik Riwayat Keluarga
Sekitar 15 dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat
mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi.
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian Bolin et al., 2008. meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal Casciato,
2011. Sejumlah penelitian nutrisi dan epidemiologi telah mengidentifikasi diet tinggi serat sebagai faktor protektif terhadap kanker kolorektal, namun
hal ini juga masih kontroversi.
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar .
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar Casciato,
2011.
6. Usia
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal
meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih Depkes, 2006 dan hanya 3 dari kanker kolorektal muncul
pada orang dengan usia dibawah 40 tahun Casciato, 2011. Kebanyakan
kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya
sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien kanker kolorektal diantaranya: perubahan pola
buang air besar, perdarahan per anus hematokezia dan konstipasi. Kanker
Universitas Sumatera Utara
kolorektal umumnya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi, perdarahan invasi
lokal, kaheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum, kolon desendens dan
Tabel 2.1.1 Gejala Klinis yang Berhubungan dengan Kanker Kolorektal
kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal.
Gejala Frekuensi
Nyeri perut 44
Perubahan pola BAB 43
Hematokezia atau melena 40
Lemas atau malaise 20
Anemia tanpa adanya gejala gastrointestinal 11
Penurunan berat badan 6
2.2 Penapisan Screening Kanker Kolorektal
Penapisan screening merupakan suatu deteksi dini dengan melakukan investigasi pada individu asimptomatik yang bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyakit pada stadium dini dapat dilakukan tindakan kuratif. Sehingga akan berakibat menurunnya mortalitas. Dengan deteksi dini penapisan juga akan
didapatkan lesi precursor kanker, jika diterapi akan menurunkan insidensi kanker kolorektal.
Tabel 2.2.1 Tes Skrining pada KKR Smith, 2012
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2.2 Skrining KKR Canan, 2008
Gambar 2.2.1 Algoritma penapisan KKR Canan, 2008
Menurut Current American Cancer Society Guidelines and Screening Issues, orang yang termasuk resiko tinggi untuk terjadi KKR adalah yang
mempunyai riwayat polip adenoma, riwayat curative intent resection, riwayat keluarga menderita KKR, riwayat menderita inflammatory bowel disease, dan
yang diduga Familial Adenomatous Polyposis FAP dari Heredetary Non Polyposis Colorectal Cancer HNPCC Smith et al., 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.3 CEA Carsinoembrionic Antigen
CEA pertama kali ditemukan oleh Gold dan Freedman pada tahun 1965 pada saat diidentifikasi adanya antigen yang dijumpai pada kolon janin dan
adenokarsinoma kolon tetapi tidak didapati pada kolon dewasa sehat Goldstein et al, 2005. Oleh karena protein hanya dideteksi pada jaringan kanker dan embrio
maka diberi nama CEA. Beberapa studi menunjukkan bahwa CEA juga terdapat pada jaringan sehat namun kadar CEA pada tumor rata-rata 60 kali lipat lebih
tinggi dari jaringan tidak ganas dengan nilai ambang CEA normal 5 ngml. Antigen carsinoembrionic CEA terdeteksi dalam jumlah yang besar pada
pasien dengan keganasan saluran cerna termasuk pankreas, paru, payudara, dan ovarium. Dengan demikian, antigen ini tidak spesifik untuk tumor, konsentrasinya
dalam serum juga tergantung pada berbagai faktor seperti peradangan dan apakah pasien merokok kadar lebih tinggi. Karena perbedaan antara keganasan dan
penyakit jinak tidak dapat dibuat hanya berdasarkan kadar CEA, prosedur ini tidak dianjurkan untuk penapisan kanker kolorektal. Namun setiap peningkatan
kadar yang berlebihan seyogyanya menimbulkan kecurigaan dan mungkin perlu ditindak lanjuti dengan evaluasi diagnostik yang mendalam.
The American Society Of Clinical Oncology ASCO menyatakan bahwa: 1. CEA seyogyanya tidak digunakan sebagai uji penapisan untuk kanker
kolorektal. 2. CEA dapat diperiksa preoperasi pada pasien dengan pasien KKR apabila hal
ini membantu menentukan stadium dan merencanakn pengobatan. 3. CEA dapat diperiksa setiap 2 sampai 3 bulan pascaoperasi apabila ada
indikasi reseksi metastasis hati. 4. CEA dapat diperiksa untuk memantau pengobatan metastasis.
Menurut laporan pertama oleh Thomson et al mengenai CEA pada serum ditemukan peningkatan kadar CEA pada 35 orang dari 36 penderita KKR
Michael et al, 2001. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar CEA pada penderita KKR yaitu: stadium tumor, derajat tumor, fungsi hati, letak tumor,
obstruksi usus, riwayat merokok, dan status ploidi tumor Michael et al., 2001. Hasil studi yang dilakukan Michael et al menyimpulkan bahwa KKR dengan
differensiasi baik well differentiated menghasilkan lebih tinggi kadar CEA
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan spesimen KKR yang berdiferensiasi buruk poorly differentiated. Sebagai contoh pada laporannya kadar rata-rata CEA pada tumor diferensiasi
baik, sedang dan buruk adalah 18,0 , 5,5 , 2,2 ugl Michael et al., 2001.
Gambar 2.3.1 Rekomendasi CEA sebagai tumor marker Canan, 2008
2.4 CA 19-9
Penanda tumor pankreas, diagnosis, penentuan stadium dan pemantauan terapi kanker kolorektal. Tidak direkomendasikan sebagai uji saring, dengan nilai
rujukan :
≤ 37 UmL. CA 19-9 merupakan carbohidrat antibody dengan rantai sialyl lewis a sLe
a
.
Gambar 2.3.2 Rekomendasi CA 19-9 sebagai marker monitoring KKR
Canan, 2008
Universitas Sumatera Utara
Prosedur diagnosis pada pasien kanker kolorektal dapat dikenali dari tanda dan gejala yang telah diuraikan sebelumnya. Kemajuan teknologi telah membuka
peluang untuk mendiagnosis kanker kolorektal lebih dini baik dengan pemeriksaan invasif maupun non invasif. Penunjang diagnostik yang perlu segera
dilakukan antaralain:
1. Pemeriksaan Rektum