50
4.3 Kaitan antara Skala Kesantunan dengan Pantun Merisik pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu
Pertama, Cost-benefit Scale skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada
sebuah pertuturan. Contoh pantun :
Jika kedarat memetik coklat Boleh buah taruh di bakul
Jika syarat tiada berat Insya Allah akan kami pikul
Kaitanya yaitu dilihat dari penafsiran arti pantun tersebut di atas “Jika syarat tiada berat
Insya Allah Kata “syarat” berarti kerugian bagi si penutur karena ia harus memenuhinya untuk
jalannya prosesi merisik tersebut. Sedangkan letak kesantunan kata pada pantun tersebut terdapat pada kata “Insya Allah” berarti kesiapan pihak tutur dan juga atas izin Allah
untuk memenuhi syarat yang ditentukan si mitra tutur. akan kami pikul”
Kedua, Optionality Scale skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan option yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan
bertutur. Contoh pantun :
Telangkai datang kami terima Sejenak dahulu kami mufakat
Andai ada kata bersama
Universitas Sumatera Utara
51
Sanak famili kaum kerabat Baru pinangan kita buat
Kaitanya yaitu dilihat dari penafsiran arti pantun tersebut di atas “Andai ada kata bersama
Baru pinangan kita buat” Sanak family kaum kerabat
Kata “Sanak family kaum kerabat
Ketiga, Indirecness scale skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat
langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan
itu. ” berarti pilihan option yang diberikan si
penutur kepada mitra tutur. Maksud dari penafsiran arti pantun tersebut ialah jalannya prosesi merisik yaitu dengan kehadiran sanak famili dengan kaum kerabat tetangga
terdekat. Sedangkan letak kesantunan kata pada pantun tersebut terdapat pada kata “bersama” pada bait ketiga pantun tersebut di atas berarti kebersamaan yang melahirkan
eratnya tali silaturahmi antar famili dan kaum kerabat si penutur dan mitra tutur.
Contoh pantun : Kiranya sang kumbang selalu meradang
Memandang bunga di dalam taman Ingin dipetik hatinya bimbang
Takut bunga sudah ada ikatan
Universitas Sumatera Utara
52
Kaitanya yaitu dilihat dari penafsiran arti pantun tersebut di atas “
Takut bunga sudah ada ikatan” Ingin dipetik hatinya bimbang
Kata “Ingin dipetik hatinya bimbang” berarti penyampaian maksud penutur secara tidak langsung untuk merisik si anak dara dari mitra tutur. Penafsirannya barati penutur
menanyakan kepada mitra tutur apakah anak daranya sudah ada ikatan apa belum. Sehingga kesopanan kata pada pantun tersebut terdapat pada kata “Ingin” pada bait ketiga
pantun, Takut bunga sudah ada ikatan” pada bait keempat pantun, jadi jika dikaitkan kesantunan katanya menjadi “ingin, tetapi takut bunga sudah ada ikatan” dengan
penyampaian maksud yang tidak langsung maka terciptalah kesopanan atau kesantunan pada pantun tersebut.
Keempat, Authority Scale skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak
peringkat sosial rank rating antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status
sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.
Contoh pantun : Jika hendak memakan betik
Kupas kulit buang biji Jika bunga hendak dipetik
Penuhi syarat patuhi janji
Universitas Sumatera Utara
53
Kaitanya yaitu dilihat dari penafsiran arti pantun tersebut di atas “Jika bunga
Penuhi syarat patuhi janji” hendak dipetik
Kata “bunga” berarti panggilan penghargaan buat calon mantu si penutur yang akan dirisik nantinya. Penafsirannya berarti penutur menghargai si mitra tutur sebagai
besan nantinya. Dan kehadiran kata “bunga” juga menjadi kata kunci kesantunan pada pantun tersebut di atas.
Kelima, Social Scale skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada
kecenderungan bahwa semakin semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh
jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan
mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.
Contoh pantun : Buah lokam ditepian mandi
Tempat dara banyak mencuci Assalamu’alaikum hamba awali
Pembuka kata majlis ini Kaitanya yaitu dilihat dari penafsiran arti pantun tersebut di atas
“Assalamu’alaikum hamba Pembuka kata majlis ini”
awali
Universitas Sumatera Utara
54
Kata “hamba”berarti menyatakan sebutan santun untuk diri si penutur kepada mitra tutur. Penafsirannya berarti penutur menganggap hubungan kekerabatanna belum
dekat belum menjadi suatu ikatan keluarga,antara penutur dan mitra tutur masih dalam proses. Dan kata “hamba” juga menjadi kata kunci kesantunan kata pada pantun tersebut.
Dari kelima penjelasan kaitan skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu penulis sudah menjelaskan secara detail tentang
skala kesantunan tersebut dengan kesantunan kata yang terdapat dalam contoh pantun di atas pada setiap skala kesantunan Leech.
Universitas Sumatera Utara
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesantunan bahasa dalam pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya penulis mengambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pada masyarakat Melayu terdahulu sebelum anak lajangnya melangkah kejenjang pernikahan ada beberapa tahapan adat yang harus dilaksanakan yaitu tahapan adat pertama
adalah merisik yang berarti bertanya adalah prosesi keluarga pihak pemuda kepada keluarga anak dara gadis yang akan dipersunting oleh pemuda tersebut. Merisik terbagi
pada tiga jenis yaitu merisik berbisik, merisik kecil dan merisik besar. Merisik berbisik dalam bahasa Melayu adalah bertanya secara diam-diam atau
sembunyi-sembunyi. Biasanya merisik berbisik ini dilakukan untuk menghindari dari hal- hal yang tidak diinginkan yang dapat membuat aib atau malu pihak keluarga si pemuda.
Merisik kecil adalah lanjutan dari merisik berbisik. Tugas merisik berpindah dari utusan kepada Penghulu Telangkai yang didampingi oleh puang dan anak beru serta
semenda. Tujuan merisik kecil ini adalah untuk bertanya tentang syarat-syarat adat yang harus dipenuhi oleh keluarga pihak pemuda agar pinangan mereka diterima oleh pihak si
anak dara. Merisik besar adalah pertemuan antara kedua keluarga keluarga pemuda dan keluarga si anak dara secara resmi menurut adat resam Melayu untuk melanjutkan hasil
kesepakatan yang telah dilakukan dam Merisik Kecil sebelumnya. Dalam acara ini turut diundang pula tetangga dan sanak famili dari kedua belah pihak yang dipimpin oleh
Universitas Sumatera Utara