Gerakan Separatisme Suku Kurdi Di Negara Turki Tahun 1984-2007
C. Gerakan Separatisme Suku Kurdi Di Negara Turki Tahun 1984-2007
Diantara sekian banyak partai atas nama Kurdi, Partai Pekerja Kurdi
(PKK) merupakan satu-satunya partai yang secara sadar ditujukan kepada kaum miskin dan warga desa yang tidak berpendidikan dan para pemuda di kota yang merasa telah lepas dari masyarakat mereka melalui program sederhana dan (PKK) merupakan satu-satunya partai yang secara sadar ditujukan kepada kaum miskin dan warga desa yang tidak berpendidikan dan para pemuda di kota yang merasa telah lepas dari masyarakat mereka melalui program sederhana dan
Pada tanggal 27 Oktober 1987, Abdullah Ocalan, seorang mahasiswa
Ilmu Politik di Universitas Ankara, bersama beberapa orang rekannya memproklamirkan berdirinya Partiya Karkeran Kurdistan (Partai Pekerja Kurdistan/PKK). Organisasi ini menganut ideologi Marxisme-Leninisme dan nasionalisme Kurdi serta bercita-cita mendirikan Negara Kurdi di wilayah Turki bagian Tenggara. Sejak saat itu PKK mulai melancarkan serangan-serangan bersenjata terhadap target-target milik pemerintah Turki, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan terbentuknya PKK inilah, tuntutan kemerdekaan etnis Kurdi terhadap pemerintah Turki semakin mengemuka dan menguat, sehingga pada akhirnya mendorong tindakan yang kian represif dari pihak pemerintah Turki terhadap etnis.
Abdullah Ocalan lahir pada 4 April 1949 dalam sebuah keluarga
sederhana di Amara, Sanliurfa, di Turki bagian tenggara. Desa ini tidak memiliki sekolah, Ocalan mulai sekolah di sebuah desa terdekat yaitu Saylakkaya (Disebut Cibin, sebelumnya desa Armenia). Setelah belajar di Sekolah kadaster, ia bekerja sebagai pegawai administrasi selama satu tahun. Selanjutnya, Ocalan belajar di Fakultas Hukum Istanbul dan membuat lulus di Fakultas Ilmu Politik dari Ankara. Tahun 1970 di Turki terjadi gerakan rakyat dan kebijakan yang intens. Gerakan mahasiswa menjadi aktif terutama di Ankara dan Istanbul. Pendukung pertama dari ide-ide dari beberapa keagamaan umum Islam, Ocalan akhirnya menunjukkan tertarik dengan perkembangan gerakan-gerakan revolusioner dan demokratis mahasiswa selama studi di sekolah kadaster. Ocalan juga ikut serta dalam demonstrasi protes mengenai pemerintahan (http://www.mfa.gov.tr).
Pada 1972, Ocalan ditangkap dan menjalani hukuman penjara enam
bulan. Selama periode penahanan, Ocalan melakukan penelitian yang luas,
akan menjadi titik balik dalam pemikiran politiknya. Setelah dibebaskan, Ocalan berpartisipasi dalam reunifikasi gerakan mahasiswa dan berperan. Dengan cepat disorot sebagai pemimpin pemuda dan salah satu pendiri dari Liga Mahasiswa Demokratik Ankara. Namun, pendapat berbeda dalam liga ketika membahas diskusi tentang masalah Kurdi. Ocalan yakin bahwa kiri Turki tidak berkembang sebagai solusi yang efektif untuk memecahkan masalah ini dan melakukan teoritis dan ideologis. Ocalan menyimpulkan bahwa pertanyaan Kurdi membutuhkan organisasi dan pertimbangan khusus untuk masalah ini. Ocalan membentuk sekelompok mahasiswa yang mengambil inisiatif untuk membuat perspektif perjuangan mereka. Ocalan berpendapat bahwa masalah kebebasan orang Kurdi adalah penting dalam lingkungan di mana perencanaan untuk masa depan negara. Dengan ini kelompok mahasiswa, memperluas kegiatannya di Ankara Turki tenggara (http://www.mfa.gov.tr).
Aktivitas-aktivitas PKK tidak terkendali dalam menteror para penjaga
desa, merampas desa-desa, dan membantai penduduk sipil. Semua kegiatan ekonomi politik, kemiliteran, organisasi-organisasi social dan budaya yang ada menjadi medan perang. PKK juga telah berjanji akan melenyapkan parati-partai politik, institusi- represntatif dan legislative, dan semua kerjasama daerah dan badan-badan yang bekerjasama dengan pemerintah pusat wilayah Kurdistan. PKK juga telah membentuk aliansi dengan sejumlah kelompok gerilya sayap kiri yang ekstrim di kota, yang meningkatkan kemampuannya untuk bergerak di kota-kota besar Turki (Erik J. Zurcher, 2003).
Citra Abdullah Ocalan di Turki mengalami perubahan melalui
wawancaranya dengan harian Milliyet yang terbit di Istanbul pada bulan Juni 1988. Orang yang bertahun-tahun dianggap sebagai momok dan musuh nomor satu Turki berubah menjadi sosok yang biasa menjadi penggemar klub sepak bola Galatasaray. Hal tersebut juga membuat citra PKK membaik sebab setelah 1988 ia menghentikan taktik terornya terhadap warga pedesaan di Tenggara Turki (Erik, J. Zurcher, 2003: 415).
gerilya sayap kiri yang ekstrim di kota, seperti Dev Sol, TIKKO, THKP-C dan lain-lain dengan tujuan meningkatkan kemampuan untuk bergerak di kota-kota besar Turki. PKK juga bias menarik dukungan masyarakat lokal yang secara konsisten turut bergerilya dengan PKK. (hlm. 415). Aktivitas para gerilyawan PKK ini mengakibatkan angkatan bersenjata Turki dihadapkan pada situasi perang gerilyawan klasik. PKK juga mendapat dukungan dari sebagian besar penduduk lokal yang ikut bergerilya. Kemarahan angkatan bersenjata Turki kemudian diarahkan kepada warga sipil lokal.
Bentrokan antara pasukan keamanan Turki dengan PKK telah
memakan Korban yang tidak sedikit. Hingga tahun 1991 diperkirakan terdapat sekitar 3.568 korban jiwa, yang terdiri dari 1.278 warga sipil, 1444 militan PKK dan 846 pasukan keamanan Turki. Selain mempergunakan serangan-serangan yang bersifat konvensional, dalam tahun 1991-1996 PKK menggunakan metode serangan bom bunuh diri (suicide bombing). Target-target serangan dipilih secara cermat, namun biasanya mereka tidak begitu mempedulikan dampak dan akibat yang ditimbulkan oleh serangan bom bunuh diri tersebut. Para pelaku bom bunuh diri juga terdiri dari kaum wanita, mereka pada umumnya berusia antara 17-27 tahun (Kemal Kirisci dan Gareth M. Winrow, 1997).
Pada bulan Oktober 1993 angkatan bersenjata Turki melakukan
serangan balasan terhadap PKK atas pembunuhan angkatan bersenjata Turki Bahtiyar Aydin di Diyarbakir. Angkatan bersenjata Turki juga menggunakan
-penduduk desa di
pegunungan dievakuasikan kemudian dihancurkan untuk memutuskan PKK dari basis-basisnya (Erik, J. Zurcher, 2003: 416). Bulan November 1992 pasukan Turki bergabung dengan warga Kurdi di Irak untuk melancarkan serangan terhadap PKK. Untuk sementara waktu pasukan Turki menyerang PKK melalui Irak bagian Utara. Pada tahun 1995 Turki juga mengadakan serangan besar-
Hal ini juga belum
mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengatasi gerakan separatis Kurdi.
waktu antara 1984 hingga 1996 korban tewas sudah mencapai 17.000 orang. Upaya pemerintah Turki dalam memutuskan pasokan dan rute infiltrasi PKK, pertempuran dilaksanakan secara regular hingga ke perbatasan Irak. Pesawat- pesawat Turki membordir kamp-kamp PKK di Irak Utara (Zucher, E, 2003).
Kelompok gerilyawan Kurdi tercatat beberapa kali melakukan
serangan bom di kota-kota wisata Aegean. Diantaranya, serangan bom di resor Cesme pada 11 Juli, di Pantai Aegean, yang melukai sedikitnya 20 orang, sedangkan tanggal 30 April sebuah bom juga meledak di sebuah alat pemutar kaset, menewaskan seorang polisi dan empat warga di Kusadasi. Gerilyawan separatis Kurdi telah mengancam akan terus melakukan serangan di sector pariwisata Turki, yang sangat vital bagi perekonomian Turki. Pejabat militer dan intelijen Turki menyatakan bahwa gerilyawan Kurdi memiliki ratusan kilogram C-
4 yang diperoleh dari Irak. Intelejen Turki juga mendapat sebuah laporan dari intelijen yang belum diverifikasi menyebutkan, gerilyawan Kurdi telah mengirimkan 70 pengeboman bunuh diri yang dipersiapkan untuk mengebom kota-kota besar di Turki (Kompas, 17 Juli 2005).
Pada awal September 2007, terjadi pemberontakan antara gerilyawan
PKK dengan militer Turki. Menurut keterangan resmi yang diketahui dari pemerintah Turki, kontak senjata itu terjadi karena kaum gerilyawan melakukan serangan terhadap pos militer Turki di dekat perbatasan Irak bagian Utara. Pemerintah Turki menduga bahwa kelompok gerilyawan PKK tersebut bermarkas di kawasan pegununan Irak bagian Utara. Dalam kontak senjata tersebut, sebanyak 15 orang tentara Turki dan 23 orang gerilyawan PKK tewas. (Hidayatullah, 2007).
Kelompok gerilyawan PKK ini juga mendapatkan dukungan dari suku
Kurdi di negara-negara tetangga seperti di Irak, Iran dan Suriah selain memberikan bantuan kelengkapan pangan, pengungsian dan juga persenjataan bagi separatis PKK. Suku Kurdi di negara-negara tersebut memiliki keinginan yang sama yaitu ingin mendirikan sebuah negara Kurdistan yang otonom. Sehingga ketika ada salah satu dari mereka ada yang tersakiti rasa keetnisan Kurdi di negara-negara tetangga seperti di Irak, Iran dan Suriah selain memberikan bantuan kelengkapan pangan, pengungsian dan juga persenjataan bagi separatis PKK. Suku Kurdi di negara-negara tersebut memiliki keinginan yang sama yaitu ingin mendirikan sebuah negara Kurdistan yang otonom. Sehingga ketika ada salah satu dari mereka ada yang tersakiti rasa keetnisan
ruang perlindungan bagi PKK di kawasan Suriah. Penyebabnya, karena pada waktu itu Turki menjalin hubungan baik dengan Israel. Pada masa-masa Perang Dingin, Israel dan Turki dipandang sebagai pro Barat, sementara Suriah cenderung berorientasi kepada kepentingan Uni Soviet. Bahkan Rusia maupun Iran bersimpati besar pada Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang sempat melakukan pemberontakan di Turki Tenggara melalui PKK, keduanya dapat menyerang Turki dan menjatuhkan posisi Turki dalam Uni-Eropa. Suriah juga diduga sebagai pemasok utama persenjataan bagi gerilyawan PKK di Turki. Hal ini dapat diketahui antara Suriah dan Turki pasca perang dingin sudah timbul benih-benih perbedaan, dan konflik mereka juga memilki kepentingan terhadap konflik antara PKK dengan Turki ini. Iran juga menjadi pemasok bahan makanan PKK mereka mendukung PKK untuk mendapatkan simpati dari Rusia (Syauqillah. M,2012).
Diyarbakir merupakan salah satu pusat konflik antara pasukan
keamanan Turki dan kelompok gerilyawan Kurdi yang ingin membentuk negara Kurdi merdeka. Pada 14 September 2006 terjadi penegboman di kota Diyarbakir Lima anak menjadi korban ledakan bom di sebuah halte bus di Turki tenggara. Jumlah korban secara keseluruhan mencapai 11 orang. Pengeboman tersebut merupakan serangan yang paling banyak merenggut korban di Turki setelah aksi bom bunuh diri November 2003 (Chusnan Maghribi, 2008).