Analisis Cadangan Karbon Saat Ini

4.4 Analisis Cadangan Karbon Saat Ini

4.4.1 Profil Cadangan Karbon

Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan struktur tegakan penyusun lanskap tersebut. Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di Indonesia memiliki potensial biomasa sebesar 533 ton/ha atau 266,5 ton/ha dengan asumsi fraksi karbon sebesar 50% (Brown, 1997). RTH Permanen pada Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang bervariasi dari 32,56 – 160,53 ton C/ha dimana Kebun Bambu mempunyai nilai yang terendah sedangkan cadangan karbon tertinggi terdapat pada Hutan Pinus, yaitu 160 ton/ha (Gambar 30).

-Sto 60 C 40

Gambar 30. Profil cadangan karbon pada lanskap Hulu DAS Kali Bekasi

Secara umum cadangan karbon pada RTH Permanen pada areal lahan pribadi (Kebun Campuran, Kebun Bambu dan Pekarangan) lebih rendah dibandingkan pada RTH Permanen pada areal publik (Hutan Pinus, Hutan Alam dan RTH Publik), hal ini menunjukkan pentingnya mengelola dan mempertahankan kawasan RTH Publik sebagai daya dukung lingkungan. Meskipun demikian RTH Permanen pada areal lahan pribadi yang pada umumnya berbentuk agroforestri turut berperan penting dalam mendukung/meningkatkan fungsi RTH sebagai cadangan karbon ditengah berkurangnya luasan RTH

Permanen publik. RTH Permanen pada areal lahan pribadi di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi cadangan karbon bervariasi antara 32,56 – 62,34 ton/ha. Studi yang dilakukan oleh Roshetko et al. (2001) pada sistem homegarden di Indonesia juga menunjukkan kisaran nilai cadangan karbon yang lebih lebar yaitu berkisar 30 – 123 ton/ha dimana nilai ini lebih besar dibandingkan pada lahan pertanian singkong atau padang rumput yang hanya sebesar 2,2 ton/ha.

1) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Pinus

Hutan Pinus merupakan tipe penggunaan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi yang mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 160,53 ton/ha (Tabel 26). Cadangan karbon terbesar terdapat pada tegakan yang berdiameter 20-39.9 cm yaitu 93,39% cadangan karbon pada Hutan Pinus, hal ini disebabkan struktur tegakan yang mendominasi tegakan tersebut adalah pohon berdiameter 20-39,9 cm dengan kerapatan 687 ind/ha dan menutupi 46,98 m2 areal pada kawasan Hutan Pinus (Tabel 5).

Tabel 28. Nilai rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan pinus

Kelas Diameter

C-stock

(cm)

(Ton/Ha)

Cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78% dan sisanya terdapat pada bagian cabang (11%), tunggak (5%), ranting (4%) dan daun (2%) (Hendra, 2002). Potensi cadangan karbon pada suatu tegakan akan berkorelasi positif dengan bertambahnya umur tegakan, Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu (pertambahan diameter merupakan pencerminan pertambahan umur) dan kemudian pertambahan biomassayan akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduktivitas (mati). Studi tentang potensi cadangan karbon pada tegakan pinus yang dilakukan oleh Handayani (2003) di KPH Bogor melaporkan Cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78% dan sisanya terdapat pada bagian cabang (11%), tunggak (5%), ranting (4%) dan daun (2%) (Hendra, 2002). Potensi cadangan karbon pada suatu tegakan akan berkorelasi positif dengan bertambahnya umur tegakan, Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu (pertambahan diameter merupakan pencerminan pertambahan umur) dan kemudian pertambahan biomassayan akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduktivitas (mati). Studi tentang potensi cadangan karbon pada tegakan pinus yang dilakukan oleh Handayani (2003) di KPH Bogor melaporkan

2) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam

Peranan hutan alam bagi kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup manusia sangatlah vital. Begitu juga halnya Hutan Alam yang berada di Hulu DAS Kali Bekasi. Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 86,68 ton/ha (Tabel 29). Cadangan Karbon bervariasi sesuai dengan tingkat pertumbuhan, pada tingkat pertumbuhan pancang tercatat rata-rata cadangan karbon sebesar 4,13 ton/ha, pada tingkat tiang mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 3,28 dan tingkat pohon mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 79,27 ton/ha.

Tabel 29. Cadangan karbon hutan alam (ton/ha)

86,68 Simpangan baku

Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang lebih rendah dibanding hutan alam primer lainnya di Indonesia, 266,5 ton/ha (Brown, 1997) bahkan studi yang dilakukan oleh Siregar (2007) mencatat cadangan karbon di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 ton/ha. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi hutan alam di Hulu DAS Kali Bekasi telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur tegakan, kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah dibandingkan hutan primer umumnya (Tabel 7). Cadangan karbon yang terdapat di Hutan Alam TWA Gn. Pancar pada Hulu DAS Kali Bekasi setara dengan cadangan karbon yang terdapat pada Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden di Toba Samosir yaitu sebesar 95,82 ton/ha (Bakri, 2009).

Potensi cadangan karbon terbesar pada Hutan Alam Hulu DAS Kali Bekasi terdapat pada jenis Ki Seurem Petang (D. fruticosum), Kapinango (D. densiflorum), Pulus (L. stimulans), Ki Haji (D. macrocarpum), Manggu Leuweung (G. celebica) dan Randu Leuweung (B. valetonii). Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 86.68 ton/ha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 28,2%, 26,8%, 10,3%, 9,4%, 9,4% dan 5%. Jenis-jenis tersebut memang memiliki kecocokan tumbuh yang tinggi terhadap iklim di Hulu DAS Kali Bekasi, sehingga pertumbuhan biomasanya juga besar.

3) Rata-rata Cadangan Karbon Agroforestri Kopi

Agroforestri kopi banyak ditemukan berbatasan dengan hutan alam yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi dan tidak menutup kemungkinan telah terjadinya konversi hutan alam menjadi kebun kopi, perubahan ini tentunya berdampak pada potensi cadangan karbon yang dimiliki. Studi yang dilakukan oleh Noordwijk et al. (2002) di Sumberjaya, Lampung melaporkan bahwa konversi hutan menjadi kebun kopi berdampak pada penurunan cadangan karbon, cadangan karbon pada hutan tercatat sebesar 180 ton/ha sedangkan pada kebun kopi multistrata mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 48 ton/ha dan kopi monokultur mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 20 ton/ha.

Cadangan karbon yang ditemukan pada tipe agroforestri di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 50,78 ton/ha (Tabel 30), cadangan karbon ini kurang lebih sama dengan cadangan karbon pada kopi multistrata di Lampung yang dilaporkan oleh Noordwijk et al. (2002) yaitu 48 ton/ha. Pada sistem agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi kontribusi cadangan karbon terbesar dihasilkan oleh jenis- jenis tanaman pohon seperti picung (P. edule) dan nangka (A. heterophyllus). Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 50,78 ton/ha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 37,14% dan 32,55% sedangkan kopi sendiri hanya memberikan kontribusi sebesar 15,56%.

Tabel 30. Cadangan karbon pada agroforestri kopi C-stock Persentase

Jenis

(ton/ha)

4) Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Bambu

Secara umum bambu yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan bambu yang terdapat China dan Jepang, negara yang memiliki jumlah jenis bambu terbanyak di dunia. Bambu di Indonesia pada umumnya tergolong pada jenis bambu dengan tipe perakaran simpodial sehingga tumbuh dalam bentuk rumpun, jenis ini merupakan jenis yang tumbuh alami di daerah tropis, sedangkan pada daerah temperate akan dijumpai jenis bambu dengan tipe perakaran monopodial sehingga bambu akan terlihat tumbuh sendiri-sendiri seperti pohon serta akan bersifat invasive, genus yang tergolong dalam jenis ini diantaranya adalah Phyllostachys dan Pleioblastus. Pada masyarakat Jawa Barat, khususnya yang ditemui di wilayah Kabupaten Sumedang, bambu pada umumnya dibudidayakan pada lanskap berupa talun bambu atau kebon awi (Irawan, 2006). Christanty et al. (1996) juga mengemukakan bahwa budidaya bambu di Jawa Barat dikembangkan dengan sistem talun bambu-kebun, dengan sistem ini terdapat kombinasi bambu, tanaman pertanian pisang, singkong dengan tanaman kayu sehingga dapat menghasilkan pangan dan kayu. Sistem kebun bambu ini juga dijumpai dalam penelitian ini. Sistem agroforestri kebun bambu diyakini memberi manfaat terhadap konservasi tanah, meminimalkan run-off dan erosi, memberikan kontribusi nutrisi serta potensi biomassa yang cukup besar. Bambu tergolong ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh sehingga berpotensi besar dalam mitigasi perubahan iklim terkait dengan perannya dalam mensekuestrasi karbon.

Potensi biomassa bambu untuk mensekuestrasi karbon cukup besar, yaitu 25-50% dari biomassa serasah dan sekitar 50% dari biomassa tegakan (INBAR,

2011). Pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi total cadangan karbon sebesar 32,56 ton/ha (Tabel 31), kontribusi cadangan karbon terbesar terdapat pada jenis non bambu yang memberikan kontribusi sebesar 53,27% sedangkan bambu memberikan kontribusi cadangan karbon sebesar 46,73% dari total cadangan karbon yang terdapat pada kebun bambu atau sebesar 15,21 ton/ha. Studi yang dilakukan oleh Christanty et al. (1996) di Soreang, Jawa Barat melaporkan bahwa bambu (Gigantochloa ater; G. verticilata) pada sistem kebun bambu mempunyai potensi biomassa sebesar 45 ton/ha, dengan asumsi 50% biomassa adalah karbon yang tersimpan maka besar cadangan karbonnya adalah 22,5 ton/ha.

Tabel 31. Cadangan karbon pada kebun bambu

C-Stock

Persentase

(ton/ha)

53,27 Bambu

Non Bambu 17,34

Nilai cadangan karbon pada penelitian ini lebih besar dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Pakistan (3,25 ton/ha), India (11 ton/ha) tetapi lebih kecil dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Korea (25,375 ton/ha) (FAO, 2007). Studi yang dilakukan oleh Adinugroho & Sakamoto (2011) pada tegakan bambu jenis Phyllotachys nigra di Jepang dengan kondisi tegakan yang stabil menghasilkan cadangan karbon yang lebih besar yaitu 68,2±2,9 ton/ha, dimana 91% tersimpan di culm, 7% di cabang dan 1% pada daun. Laporan dari FAO (2007) tentang potensi sumberdaya bambu di dunia melaporkan bahwa rata-rata potensi biomassa bambu di dunia adalah bervariasi antara 6,5 ton/ha di Pakistan hingga 167 ton/ha di China, sehingga dengan asumsi 50% biomassa adalah cadangan karbon maka cadangan karbon yang ada dunia berkisar antara 3,25-83,5 ton/ha. Jenis bambu yang memberikan kontribusi terbesar dalam cadangan karbon adalah jenis Bambu tali (Gigantochloa apus (Bl.Ex Schult.) f.Kurz) yaitu memberikan kontribusi sebesar 52,95% total cadangan karbon oleh bambu (Gambar 31), hal ini sangat dipengaruhi oleh Nilai cadangan karbon pada penelitian ini lebih besar dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Pakistan (3,25 ton/ha), India (11 ton/ha) tetapi lebih kecil dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Korea (25,375 ton/ha) (FAO, 2007). Studi yang dilakukan oleh Adinugroho & Sakamoto (2011) pada tegakan bambu jenis Phyllotachys nigra di Jepang dengan kondisi tegakan yang stabil menghasilkan cadangan karbon yang lebih besar yaitu 68,2±2,9 ton/ha, dimana 91% tersimpan di culm, 7% di cabang dan 1% pada daun. Laporan dari FAO (2007) tentang potensi sumberdaya bambu di dunia melaporkan bahwa rata-rata potensi biomassa bambu di dunia adalah bervariasi antara 6,5 ton/ha di Pakistan hingga 167 ton/ha di China, sehingga dengan asumsi 50% biomassa adalah cadangan karbon maka cadangan karbon yang ada dunia berkisar antara 3,25-83,5 ton/ha. Jenis bambu yang memberikan kontribusi terbesar dalam cadangan karbon adalah jenis Bambu tali (Gigantochloa apus (Bl.Ex Schult.) f.Kurz) yaitu memberikan kontribusi sebesar 52,95% total cadangan karbon oleh bambu (Gambar 31), hal ini sangat dipengaruhi oleh

Gambar 31. Kontribusi masing-masing jenis bambu terhadap cadangan

karbon Bambu pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi

Potensi cadangan karbon kebun bambu terbesar terdapat Hulu DAS Kai Bekasi Bagian Bawah (Gambar 32) dengan proporsi cadangan karbon jenis bambu lebih besar dibandingkan non bambu, sedangkan di Bagian Atas dan Tengah dijumpai proporsi non bambu yang lebih besar dibandingkan jenis bambu hal ini dimungkinan terdapatnya perbedaan komposisi jenis penyusun kebun bambu. Pada kebun bambu di Bagian Bawah kerapatan jenis bambu lebih besar dibandingkan kerapatan jenis non bambu sedangkan kebun bambu di Bagian Atas dan Tengah masyarakat sebesar mungkin berusaha untuk memanfaatkan ruang yang terdapat di kebun bambu dengan melakukan penanaman jenis tanaman non bambu yang dapat dimanfaatkan seperti pisang, kluih, kemang, kayu afrika, mahoni, sengon.

Atas

Tengah

Bambu Non Bambu

Bawah

Wilayah Kota

0 10 20 30 40 50 C-Stock (Ton/Ha)

Gambar 32. Disitribusi cadangan karbon kebun bambu pada lokasi pengamatan

di Hulu DAS Kali Bekasi

5) Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri sederhana yang telah lama dijumpai di Indonesia. Kombinasi tanaman pertanian pisang, singkong, cabe dengan tanaman buah-buahan seperti mangga, rambutan, kecapi, durian serta kadang dikombinasikan juga dengan tanaman kayu seperti sengon, mahoni dan kayu afrika adalah gambaran struktur tegakan pada sistem kebun campuran yang dijumpai pada Hulu DAS Kali Bekasi. Keberadaan tanaman keras/berkayu pada sistem kebun campuran memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon, meskipun tanaman pertanian juga memberikan kontribusi terhadap cadangan karbon tetapi kontribusi sangat kecil dan tersimpan hanya dalam waktu sebentar. Christanty et al. (1996) dalam studinya di Jawa Barat dengan asumsi 50% biomassa adalah karbon yang tersimpan mengemukakan bahwa singkong pada umur 2-9 bulan hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1422- 3,3584 ton/ha, kentang pada umur 70-160 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0497-0,259 ton/ha, ketimun pada umur 22-64 hari mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,0054-0,1165 ton/ha, kacang pada umur 45-180 hari mempunyai cadangan karbon sebesar 0,0475-3,673 ton/ha sedangkan gulma/tumbuhan bawah yang ditemukan pada kebun hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1073-0,7407 ton/ha. Hairiah & Rahayu (2007) juga mengemukakan bahwa pada lahan pertanian semusim mempunyai cadangan karbon yang kecil yaitu 3 ton/ha.

Pada penelitian ini, kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 62,34 ton/ha dengan simpangan baku 37,93 ton/ha. Cadangan karbon pada kebun campuran bervariasi tergantung lokasi, komposisi dan struktur tegakan penyusun kebun campuran. Kebun campuran pada Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai potensi cadangan karbon yang lebih tinggi (79,22 ton/ha) dibandingkan Bagian Tengah dan Atas yang mempunyai cadangan karbon sebesar 46,29 ton/ha dan 57,397 ton/ha (Gambar 33), meskipun berdasarkan uji statitistik nilai rata-rata cadangan karbon pada ketiga lokasi tersebut tidak berbeda nyata.

C-Stock (ton/ha)

Gambar 33. Cadangan karbon kebun campuran pada lokasi pengamatan

di Hulu DAS Kali Bekasi

Uji-t rata-rata cadangan karbon pada ketiga lokasi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah tidak berbeda nyata dengan di Bagian Tengah (p-value = 0,067) begitu juga dengan di Bagian Atas (p-value = 0,302) demikian juga rata-rata cadangan karbon di Bagian Tengah tidak berbeda nyata dengan di Bagian Atas (p-value = 0,512).

Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan Bagian Tengah dan Atas karena pohon dengan rata-rata diameter besar lebih banyak terdapat di Bagian Bawah dan mengokupasi areal yang lebih luas dibandingkan di Bagian Tengah dan Atas (Tabel 16). Selain hal tersebut proporsi tanaman kayu dibandingkan tanaman pertanian lebih besar ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah dibandingkan Tengah dan Atas, hal ini dimungkinkan karena di Bagian Tengah dan Atas sebagian besar kebutuhan masyarakat tergantung pada hasil pertanian sehingga pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian semusim lebih besar dibandingkan tanaman tahunan. Hal sebaliknya terjadi di Bagian Bawah dimana mata pencaharian penduduk lebih beragam dan lebih modern sehingga tingkat pemanfaatan kebun campuran untuk tanaman pertanian lebih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang tidak memerlukan pengelolaan dan perawatan intensif. Dilihat dari pengaruh komposisi jenis dan bentuk pemanfaatan hasil yang ada, maka kebun-campuran dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu yang lebih besar secara potensial cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan Bagian Tengah dan Atas karena pohon dengan rata-rata diameter besar lebih banyak terdapat di Bagian Bawah dan mengokupasi areal yang lebih luas dibandingkan di Bagian Tengah dan Atas (Tabel 16). Selain hal tersebut proporsi tanaman kayu dibandingkan tanaman pertanian lebih besar ditemukan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah dibandingkan Tengah dan Atas, hal ini dimungkinkan karena di Bagian Tengah dan Atas sebagian besar kebutuhan masyarakat tergantung pada hasil pertanian sehingga pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian semusim lebih besar dibandingkan tanaman tahunan. Hal sebaliknya terjadi di Bagian Bawah dimana mata pencaharian penduduk lebih beragam dan lebih modern sehingga tingkat pemanfaatan kebun campuran untuk tanaman pertanian lebih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang tidak memerlukan pengelolaan dan perawatan intensif. Dilihat dari pengaruh komposisi jenis dan bentuk pemanfaatan hasil yang ada, maka kebun-campuran dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu yang lebih besar secara potensial cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju

Rata-rata cadangan karbon pada sistem kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi relatif tidak berbeda dengan cadangan karbon dari praktek agroforestri di Ciamis yang dilaporkan oleh Ginoga et al. (2002) yang mencapai 41,6 –85,3 tonC/ha, tetapi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan praktek agroforestri di Pacekelan, Jawa Tengah dan Kertayasa, Jawa Barat yang dihasilkan pada penelitian Rusolono (2006), tetapi secara umum relatif tidak berbeda karena nilainya berada pada kisaran cadangan karbon di Pacekelan maupun di Kertayasa. Cadangan karbon pada agroforestri murni di Pacekelan mempunyai cadangan karbon sebesar 13,4-76,1 ton/ha sedangkan di Kertayasa pada agroforestri campuran mempunyai cadangan karbon sebesar 8,5-70,8 ton/ha.

6) Rata-rata Cadangan Karbon Pekarangan

Sistem pekarangan di Pulau Jawa merupakan contoh pengelolaan lahan denagan sistem agroforestri yang berasal dari daerah tropika. Sebagaimana pekarangan lain di dunia, pekarangan di Pulau Jawa tetap bertahan sampai masa ini sebagai sistem produksi skala kecil yang memadukan berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial. Ditengah ancaman keberadaan pekarangan akibat semakin meningkatnya kepadatan penduduk, semakin langkanya lahan pertanian, tekanan urbanisasi, benturan pertanian komersil dengan sistem produksi pangan tradisional, dan rendahnya keuntungan pertanian skala kecil upaya untuk merevitalisasi lahan pekarangan mulai dilakukan oleh pemerintah. Pekarangan diyakini sebagai salah satu sistem penggunaan lahan yang dapat mendukung ketahanan pangan ditengah ancaman perubahan iklim. Lebih jauh dikemukakan oleh Albrecht & Kandji (2003) pekarangan adalah salah satu varian dari sistem agroforestri komplek yang mempunyai tingkat keanekaragaman tanaman tinggi. dengan sistem perenial sehingga dapat meningkatkan dan menyimpan karbon dalam biomassa tanaman dan hasil lanjutannya.

Hasil penelitian pada tipe pekarangan kecil sampai besar di Hulu DAS Kali Bekasi menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi adalah 43,35 ton/ha dengan simpangan baku sebesar 39,92 ton/ha, rata-rata cadangan karbon ini lebih besar tetapi relatif tidak berbeda dengan studi yang dilakukan pada sistem pekarangan di Lampung oleh Roshetko et al. (2001) yang melaporkan bahwa cadangan karbon bagian atas pada sistem pekarangan bervariasi antara 30-123 ton/ha dengan rata-rata cadangan karbon sebesar 35,3 ton/ha.

Rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang (200-500 m 2 ) dengan potensi cadangan sebesar 52,10 ton/ha dan terkecil pada tipe

pekarangan sangat besar (>1.000 m 2 ) dengan rata-rata cadangan karbon hanya 21,11 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon pada tipe pekarangan sempit (<200 m 2 )

sebesar 43,17 ton/ha sedangkan pada tipe pekarangan besar mempunyai cadangan karbon sebesar 7,54 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon ini sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusun pekarangan terutaman luas bidang dasar hal ini dapat dilihat pada Tabel 20 menunjukkan bahwa tipe pekarangan sedang mempunyai luas bidang dasar paling tinggi demikian juga memiliki cadangan karbon yang paling besar.

Rata-rata cadangan karbon pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah maupun Bawah secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%, hal ini ditunjukkan pada uji-t pada Tabel 32.

Tabel 32. Uji-t (P-value) rata-rata cadangan karbon di pekarangan

Lokasi Wilayah

Tengah

Bawah

Pengamatan Kota Atas

Nilai p-value yang dihasilkan secara umum lebih besar dari 0,05 bahkan pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas dan Wilayah Kota mempunyai nilai p-value sebesar 0,98 yang menunjukkan bahwa rata-rata Nilai p-value yang dihasilkan secara umum lebih besar dari 0,05 bahkan pada pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas dan Wilayah Kota mempunyai nilai p-value sebesar 0,98 yang menunjukkan bahwa rata-rata

Meskipun secara statitik rata-rata cadangan karbon tidak terdapat perbedaan yang nyata pada berbagai lokasi pengamatan tetapi secara relatif ditunjukkan pada Gambar 34, pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon yang paling besar dibandingkan pekarangan di di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Tengah, Bagian Atas dan Wilayah Kota. Hal ini bersesuaian dengan rata-rata cadangan karbon pada tipe kebun campuran dimana kebun campuran di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah juga mempunyai rata- rata cadangan karbon yang paling besar. Pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 56,49 ton/ha, pekarangan di Bagian Tengah mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 49,27 ton/ha, pekarangan di Bagian Atas mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 33,92 ton/ha sedangkan pekarangan di Wilayah Kota/pemukiman modern mempunyai cadangan karbon sebesar 34,20 ton/ha.

Wilayah Kota

C-Stock (ton/ha)

Gambar 34. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi

pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi

Variasi cadangan karbon tersebut sangat dipengaruhi oleh dimensi struktur tegakan penyusun pekarangan yaitu kerapatan tegakan dan luas bidang dasar dimana pekarangan di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Bawah memiliki rata-rata paling besar pada dimensi tersebut (Tabel 24). Pada Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas memiliki rata-rata cadangan karbon paling kecil di bandingkan Bagian Tengah dan Bawah, hal ini dimungkinkan pada pekarangan di Bagian Atas masyarakat lebih memanfaatkan ruang yang ada untuk tanaman pertanian seperti cabe, pepaya, pisang dan sedikit tanaman buah-buahan berkayu yang berdiameter kecil seperti jeruk, duku, mangga sedangkan pohon-pohon yang berdiameter besar ditanam pada lahan dengan sistem kebun campuran. Hal sebaliknya di pekarangan Tengah dan Bawah masih banyak dijumpai pohon-pohon berdiameter besar terutama pada pekarangan besar.

Pada pekarangan di wilayah kota/pemukiman modern mempunyai rata-rata cadangan karbon yang relatif sama dengan Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas hal ini dimungkinkan rata-rata diameter yang menyusun dua lokasi pekarangan ini hampir sama (Tabel 24), meskipun di pemukiman modern masih dapat dijumpai pohon-pohon tanaman buah seperti mangga, rambutan diantara tanaman hias yang menyusun pekarangan tetapi jenis yang ditanam merupakan jenis yang telah mengalami pemuliaan sehingga pada umumnya memiliki diameter yang kecil.

7) Rata-rata Cadangan Karbon RTH Publik Area Sentul City

Ketersediaan RTH dengan luasan yang mencukupi pada pemukiman modern merupakan salah satu syarat yang harus diwujudkan bagi pengembang sebagai salah satu kompensasi berkurangnya ruang terbuka hijau (lahan pertanian, perkebunan) akibat konversi menjadi kawasan pemukiman. Ketersediaan RTH yang mencukupi pada suatu kawasan pemukiman untuk menciptakan daya dukung terhadap kondisi lingkungan guna tercapainya kualitas kehidupan yang baik. Secara umum sebagian besar pengembang memasukkan areal terbuka pada lahan hak milik perorangan sebagai bagian dari RTH tetapi kenyataan pada akhirnya pemilik rumah akan mengembangkan areal terbuka tersebut sebagai areal terbangun. Berdasarkan kondisi tersebut maka keberadaan RTH Publik pada

pemukiman modern menjadi hal penting terhadap daya dukung lingkungan meskipun tidak menutup kemungkinan sebagian besar pemilik menyisakan areal terbuka tersebut untuk taman/pekarangan yang berperan serta juga menciptakan daya dukung lingkungan. Terdapatnya tanaman berkayu sebagai penyusun tegakan pada RTH Publik Area menjadikan RTH Publik Area sebagai salah satu spot areal yang berpotensi dalam mensekuestrasi karbon dioksida. RTH Publik Area Sentul City merupakan salah satu tipe penggunaan lahan yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi. Studi cadangan karbon yang dilakukan pada areal tersebut menunjukkan bahwa RTH Publik Area Sentul City mempunyai rata-rata cadangan karbon yang cukup besar yaitu 93,408 ton/ha (Tabel 31) dimana nilai ini mendekati rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan bahkan lebih besar dibandingkan potensi rata-rata cadangan karbon yang terdapat pada tegakan hutan alam di TWA Gn. Pancar, bahkan dalam penelitian Setiawan (2006) melaporkan bahwa pada RTH jalur hijau jalan di Kota Bandar Lampung mencapai 103,300 ton/ha sedangkan pada RTH jalur hijau tepi sungai mencapai 160,971 ton/ha. Besarnya rata-rata cadangan karbon pada RTH Publik Sentul hal sangat dimungkinkan karena vegetasi penyusun tegakan tersebut adalah dominan pohon- pohon berkayu yang berdiameter besar seperti trembesi, sengon, akasia, gmelina dengan tingkat kerapatan individu yang tinggi 468 ind/ha (Gambar 20)

Pohon berdiameter 20-39,9 cm memberikan kontribusi yang paling besar pada RTH Publik Sentul yaitu sebesar 65,13% dari total rata-rata cadangan karbon (Tabel 33). Hal ini sangat dimungkinkan karena 62,68% individu pohon penyusun tegakan di RTH Publik Sentul adalah pada kisaran diameter 20-39,9 cm.

Tabel 33. Rata-rata cadangan karbon pada RTH publik area Sentul City Kelas Diameter C-stock Persentase

(cm)

(ton/ha)

10-19,9

20-29,9

30-39,9

Total

Tabel 34 menunjukkan kontribusi rata-rata cadangan karbon oleh tiap jenis tanaman penyusun tegakan pada RTH Publik Sentul. Jenis tanaman akasia, gmelina, trembesi dan sengon merupakan jenis yang memberikan kontribusi besar dalam cadangan di RTH Publik Sentul. Akasia memberikan kontribusi paling besar yaitu 31,30% dari total rata-rata cadangan karbon, gmelina memberikan kontribusi sebesar 24,39%, trembesi memberikan kontribusi sebesar 15,89% sedangkan sengon memberikan kontribusi sebesar 15,16%. Diantara ke empat jenis tersebut, trembesi tergolong ke dalam jenis yang mempunyai daya rosot karbon per tahun paling besar yaitu sebesar 204,40 kg/pohon/tahun (Mayalanda, 2007). Daya rosot karbon oleh suatu jenis tanaman sangat dipengaruhi oleh luas, jumlah helai daun dan laju fotosintesis yang dimiliki oleh suatu jenis tanaman.

Tabel 34. Rata-rata cadangan karbon tiap jenis tanaman penyusun RTH publik area Sentul City.

Persentase Jenis

C-stock

(ton/ha)

0,565 Dadap merah

0,047 Gmelina arborea

0,128 Bambu Kuning

0,060 Palem Raja

Sebagian besar dari jenis yang berkontribusi besar terhadap cadangan karbon tersebut adalah jenis cepat tumbuh yang eksotik, hal ini dimungkinkan pemilihan beberapa jenis tersebut dilakukan untuk mempercepat penutupan areal RTH yang ada sehingga upaya untuk menggantikannya dengan jenis-jenis Sebagian besar dari jenis yang berkontribusi besar terhadap cadangan karbon tersebut adalah jenis cepat tumbuh yang eksotik, hal ini dimungkinkan pemilihan beberapa jenis tersebut dilakukan untuk mempercepat penutupan areal RTH yang ada sehingga upaya untuk menggantikannya dengan jenis-jenis

4.4.2 Potensi Cadangan Karbon dan Setara CO 2 dalam Skala Lanskap

Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai tutupan RTH yang masih cukup luas. RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan interpretasi citra terdiri dari Hutan Alam dan Hutan Pinus yang ada di kawasan lindung serta sistem agroforestri berupa kebun campuran, pekarangan, kebun bambu dan RTH publik area pada pemukiman modern, sedangkan RTH non permanen terdiri dari semak/padang rumput, pertanian kering dan sawah yang ada di kawasan budidaya. Total luas RTH Permanen pada Hulu DAS Kali Bekasi adalah 26.228,24 ha yang berkontribusi terhadap 56,76% luas Hulu DAS Kali Bekasi. RTH non permanen memberikan kontribusi paling kecil yaitu hanya 3,43% atau seluas 1584,94 ha, sedangkan areal non RTH yang berupa areal terbangun, tanah terbuka dan badan air memberikan kontribusi sebesar 38,89% atau seluas 1.7971,03 ha. Sehingga total luas RTH di Hulu DAS Kali Bekasi adalah 2.7813,17 ha dengan perbandingan antara areal RTH dan non RTH adalah sebesar 3:2. Luas RTH pada Hulu DAS Kali Bekasi memberikan kontribusi 9,3% luas Kabupaten Bogor dan 19,7% luas DAS Kali Bekasi secara keseluruhan.

Berdasarkan rata-rata cadangan karbon hasil pengukuran lapang pada tipe hutan, hutan pinus, kebun campuran dan asumsi rata-rata cadangan karbon pada tipe padang rumput-pertanian semusim sebesar 2,2 ton/ha (Roshetko et al., 2001)

maka total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 1,63x10 6 ton. RTH Permanen memberikan kontribusi besar terhadap cadangan karbon yang maka total cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 1,63x10 6 ton. RTH Permanen memberikan kontribusi besar terhadap cadangan karbon yang

kontribusi sebesar 75,13% total cadangan karbon pada RTH Permanen sedangkan Hutan Alam memberikan kontribusi 24,51% dan Hutan Pinus hanya sebesar 0,36%. Kebun campuran meskipun memiliki rata-rata cadangan karbon yang lebih rendah dibandingkan hutan alam dan hutan tanaman tetapi menutupi areal yang lebih luas pada Hulu DAS Kali Bekasi hal inilah yang menyebabkan kebun campuran memberikan kontribusi paling besar terhadap cadangan karbon di Hulu DAS Kali Bekasi. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk mengoptimalkan sistem agroforestri pada lahan pribadi yaitu berupa kebun campuran, kebun bambu, pekarangan dan RTH publik area sangat diperlukan dalam menciptakan daya dukung kawasan terhadap fungsinya sebagai karbon sekuestration, tentu saja dengan tetap menjaga kawasan hutan sebagai penyerap karbon karena mempunyai rata-rata potensi cadangan karbon paling besar serta mempunyai status kawasan yang memang ditujukan untuk menciptakan daya dukung lingkungan. Berdasarkan nilai cadangan karbon yang dihasilkan maka

serapan CO 2 dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO 2 (44) dan massa atom relatif C (12) yaitu serapan CO 2 = 3,67 x cadangan karbon. Total cadangan karbon pada Hulu DAS Kali Bekasi setara

dengan serapan CO 6

2 sebesar 5,97 x 10 ton.