Manajem en Inventarisasi Kebendaan Museum
C. Manajem en Inventarisasi Kebendaan Museum
Di dalam sebuah m anajemen selain membutuhkan pelaku, juga membutuhkan obyek yang akan kita lakukan. Seperti halnya kebendaan yang ada di museum saat itu. Pada zaman Keguncangan, tidak sedikit barang-barang pem berian dari Pihak luar yang merasa peduli terhadap benda cagar budaya dan sejarah. Dari kepedulian mereka terhadap itu, juga kesadaran m ereka akan art i museum sebagai “tem pat tinggal” benda tersebut. Maka dari itu merreka dengan sukarela m enyerahkan benda-benda cagar budaya kepada Museum . Inventarisasi juga bermaksud bukan hanya mengenai kebendaan semata melainkan juga tempat
Probodipuro, Laporan Pengesahan Kepala Kantor tentang Kepegawaian Yang Baru, ,(Surakarta : Yayasan Paheman Museum Radyapustaka, 1976).
12 Charles Margerison dan Dick McCann, Manajemen Regu : Memahami Bagaimana Menjalin Kerja Sama,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm 31-32.
dan cara m em perlakukan benda dan tem pat yang m enjadi sim panan benda. Dem i penataan tem pat tersebut sempat juga bersitegang antara Yayasan Paheman
Museum Radyapustaka, Pengurus S.G.T .K Kartini yang berada di gedung sebelah timur dan barat dari Gedung Museum , kurang rapinya mereka dalam
mengatur gedung yang menyebabkan gambaran negatif dan kotor terhadap Gedung Museum Radyapustaka. Sebagai contoh di sebelah barat terdapat cucian dan jem uran dari orang-orang sekitar Gedung yang merusak pandangan dari pihak luar. T etapi ketika m emberikan surat pemberitahuan, mereka merasa tersinggung akan surat dari Ketua Presidium dan Kepala Kantor Yayasan Paheman Radyapustaka. Sesuai dengan surat pemberitahuan kepada Pihak Pemerint ah Kota Surakart a saat itu, dari pihak museum mem int akan bahwa gedung yang berada di sebelah timur untuk dibersihkan dan dirapikan agar tidak t erkesan kotor.
Adapun sejarah dan riwayat Gedung W alidyasana diam bil dari nama kecil RT Djojodiningrat, terletak disebelah timur gedung Museum Radyapustaka Surakart a, yang besarnya kurang lebih 15 meter dengan lebar 10 meter, yang sam bungannya sam pai ke belakang merupakan loods. Gedung tersebut merupakan bagian dari Museum Radyapustaka, dan yang dibagian m uka diberi nama Walidyasana pada tahun 1938. Dahulu bangunan tersebut merupakan gedung kereta dari Radyapustaka. Sebelum kem erdekaan Republik Indonesia gedung itu oleh Museum Radyapustaka dipergunakan unt uk pertem uan, rapat, ceram ah, pergelaran, dan sebagainya. Kira-kira pada tahun 1930 sam pai sebelum pecah perang dunia yang ke II pernah pula dipergunakan Kursus Bahasa Kawi. T ahun 1945, setelah proklam asi kemerdekaan Republik Indonesia, gedung itu dipinjam oleh T .K.R (Tentara Keam anan Rakyat) dan dipergunakan unt uk dapur dan Adapun sejarah dan riwayat Gedung W alidyasana diam bil dari nama kecil RT Djojodiningrat, terletak disebelah timur gedung Museum Radyapustaka Surakart a, yang besarnya kurang lebih 15 meter dengan lebar 10 meter, yang sam bungannya sam pai ke belakang merupakan loods. Gedung tersebut merupakan bagian dari Museum Radyapustaka, dan yang dibagian m uka diberi nama Walidyasana pada tahun 1938. Dahulu bangunan tersebut merupakan gedung kereta dari Radyapustaka. Sebelum kem erdekaan Republik Indonesia gedung itu oleh Museum Radyapustaka dipergunakan unt uk pertem uan, rapat, ceram ah, pergelaran, dan sebagainya. Kira-kira pada tahun 1930 sam pai sebelum pecah perang dunia yang ke II pernah pula dipergunakan Kursus Bahasa Kawi. T ahun 1945, setelah proklam asi kemerdekaan Republik Indonesia, gedung itu dipinjam oleh T .K.R (Tentara Keam anan Rakyat) dan dipergunakan unt uk dapur dan
sekitar tahun 1950, gedung diduduki kem bali oleh TNI dan dipergunaakan untuk Asrama D.Pl.A.D (Dinas Peralatan Angkatan Darat). 13 Pada tahun 1952 terjadi
kekosongan tem pat walaupun di belakang masih dipergunakan untuk asrama,nam un hanya bagian depan atau muka saja.
Dengan adanya kekosongan tem pat itu maka atas izin Museum Radyapustaka ruangannya lalu digunakan oleh S.G.T .K (Sekolah Guru Taman Kanak-knak) KARTINI dengan sekedar m embayar uang sewa kepada Museum Radyapustaka sebanyak Rp 100,- selam a sebulan. Karena adanya uang sewa itu lalu ada tindakan dari pihak Balai Kot a Surakarta supaya uang sewa dibayarkan kepada Balai Kot a. Hal itu menimbulkan perselisihan antara S.G.T .K Kartini dengan Museum Radyapustaka, sehingga persoalan tersebut sampai pada Pengadilan Negeri Surakart a. Oleh karena itu uang sewa ditampung oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Penggunaan oleh S.G.T .K. berlangsung sam pai pada tahun 1967, karena S.G.T.K pindah ke tempat lain. Setelah saat itu juga fungsinya dipergunakan oleh Sriwedari/ Balaikota untuk kantor Sensus atau Statistik. Setelah urusan Sensus selesai gedung tersebut bagian m uka dipergunakan sebagai Perpustakaan Um um Kotam adya Surakart a. Untuk terangnya kira-kira m ulai tahun 1971 hingga 1975 Gedung bagian muka atau
13 S. Atmomartono , Laporan Riwayat Singkat Gedung W alidyasana kepada Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jateng, (Surakarta : Presidium Museum Radyapustaka, 1975).
Walidyasana itu dipergunakan unt uk Perpustakaan Umum , adanya bagian belakangnya ditem pati oleh beberapa Anggot a D.Pl.A.D dengan keluarganya. 14
Pada tanggal 21 Juni 1984, W alikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakart a Soekatm o Prawirohadisoebroto,S.H mengirimkan surat kepada
Kem ent erian Dalam Negeri Bidang Politik dan Keam anan. Melaporkan bahwa pada tahun 1970 pihak ahli waris RMT Wiryodiningrat m engajukan gugatan perkara perdata pada Pengadilan Negeri Surakart a atas sebidang tanah Recht van Eigendom Verponding no 295 dan rum ah gedung yang berdiri diatasnya terletak di Kelurahan Sriwedari, Kecam atan Laweyan, Kotam adya Surakart a terhadap pihak-pihak:
a) Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang menguasai da mempergunakan tanah persil tersebut unt uk tam an hiburan sriwedari,
b) Yayasan Radyapustaka (Paheman sudah berakhir) yang menguasai dan mempergunakan gedung yang berdiri diatas tanah persil tersebut unt uk Museum Surakart a,
c) Penguasa Keraton yang semula menggunakan tanah persil untuk Taman Sriwedar i dan gedungnya untuk Yayasan Radyopustoko.
Dalam permohonan gugatan penggugat yang diajukan kepada Pengadilan agar ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
a) Tanah persil Recht van Eigendom Verponding (RVE) no 295 dan rumah gedung yang berdiri diatasnya adalah m ilik almarhum RMT Wiryodiningrat dan merupakan barang warisan / hart a peninggalan yang belum dibagi waris,
Soetomo, Pemerikasaan Gedung W alidyasana bagian Timur Museum Radyapustaka, (Surakarta : Yayasan Paheman Museum Radyapustaka, 1966).
b) Semuanya yang diminta yang tersebut di no 1 adalah bukan haknya sebagai hak waris,
Surat tersebut dilayangkan ke Kement erian Dalam Negeri, tanggal 21 Juni 1984. Selang 1 bulan diadakanlah m ediasi antara Ahli W aris RMT
Wiryodiningrat dan Pihak Yayasan Paheman Museum Radyapustaka. Pertemuan tersebut disaksikan juga oleh Ketua Pengadilan Negeri Surakart a, dengan maksud tujuan untuk menerim a uang ganti rugi / sewa tanah Sriwedari sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung RI No 3000/K/Sip/1981 tgl 10 Juni 1962. Dalam penjelasannya uang tersebut berasal dari Depart emen Dalam Negeri, sebagai bant uan kepada Kotam adya Surakart a untuk disalurkan ke Yayasan Radyopustaka buat m embayar ganti rugi/sewa tanah Sriwedari kepada ahli waris. Besarnya gant i rugi yang harus dibayarkan kepada ahli waris adalah Rp 6.875.000,00. Yang dibayar seharusnya Rp 9.850.000,00, jadi sisanya Rp 2.975.000,00. Hal itu sangat dinantikan oleh pihak ahli waris.
Koleksi museum berasal dari Kraton, KRA Sosrodiningrat, KGPH Hadiwijaya, dan Museum sendiri. Sejak zam an pendudukan Jepang, museum tidak lagi menambah koleksinya. Dengan dibuka Art Gallery di komplek Kraton Surakart a, maka sebagian isi Radyapustaka dipinjam ke tempat tersebut. Koleksi Radyapustaka yang dipajang diluar antara lain wayang (purwo, madya, dupara, klitik, golek, gedog, beber, wayang siam dan beberapa cont oh wayang wahyu (injil), dolanan (m ainan:jawa) bocah terdiri dari karton, blek, rumput.
Pada zaman Hardjonagoro ini, invent arisasi benda tidak pernah dilakukan. Hanya saja mereka lebih sering m engecek ulang data yang ada, dengan menam bahkan dan mengurangi. Yang dimaksud dengan menam bahkan ialah:
1) Bertambahnya koleksi museum yang diberi oleh pihak luar museum ataupun orang dalam m useum itu sendiri,
2) Berkurangnya koleksi museum karena kurang seleksinya mereka dalam meminjam kan koleksi kepada orang lain/yayasan suaka tanpa m elakukan surat
pengem balian. Pada 21 Agustus tahun 1968 s/d 1975 Harjonegoro m engadakan dan membuat sebuah suaka budaya dengan nama “Art Gallery” yang berada di kom plek museum Keraton Kasunanan Surakart a. Jika dari segi pandang orang awam hal ni sangat bagus terhadap kemajuan dan perkem bangan budaya dan sejarah di Indonesia. Hal ini juga m engundang berbagai m acam perm int aan, Art Gallery seharusnya memiliki badan hukum sehingga kekuatannya untuk menjadikan barang-barang cagar budaya tersebut am an. Beberapa permintaan dikarenakan pemindahan benda tersebut tanpa legalitas yang jelas ant ara pindah dan pulangnya benda koleksi ke Museum Radyapustaka. Sehingga m enimbulkan pertanyaan kenapa semakin berkurang koleksi yang ada di dalam Museum Radyapustaka. Tetapi jika m elihat berbagai penyerahan barang-barang yang ada di museum sangatlah menam bah jum lah barang dang kekhasan dari cagar budaya di Indonesia. Sebagai contoh, ada pemberian buku dari seorang ibu yang beralam atkan di jln Rajawali Gremet , Manahan, beliau menasehati kepada pihak Museum untuk buku yang berjum lah 3 buah tersebut disimpan dengan baik. Nama beliau hendaknya jangan disebut atau dicant um kan dalam berita acara. Hal ini dikarenakan m erasa tidak m em iliki, namun menjum pai buku-buku tersebut di ruang baca rumah beliau. Adapun panitia persiapan pem indahan/pengaturan barang–barang Museum Radyapustaka ke Art Gallery sebagai berikut;
1) Wakil Ketua Panitia
:K.P.H Handajaningrat,
2) Wakil Ketua Konservator :R. Padmopoespito,
3) Pelaksana
:R.M Soetomo,
Pegawai-pegawai yang membantu adalah R.Ng Projosuprobo, R. Ng Djojowitono, dan Sdr Soehadi.
T etapi untuk m engadakan inventarisasi juga diperlukan data-data benda maupun buku yang keluar dari tempat nya.
T abel 3. Daft ar-daftar barang Museum yang dipinjamkan T ahun 1972
NO NAMA BARANG
JUMLAH
KETERANGAN
Dipinjam kan New York perunggu
1. Barang-barang
dari 5(lima)
Museum kem bali 20- oktober-1972 lewat Elteha
2. Arca Perunggu
1 (satu)
Dipinjam oleh K.G.P.H Hadiwijaya
3. Gender Warikangen
1(satu)
Hardjonegoro GT S
4. Celempung
1 (satu)
Hardjonegoro GT S
5. Arca perunggu hariti, tara, 10 Harjonegoro GT S vajrapani,
budha,
deva, (sepuluh)
vairocana,
m ahadewa,
aksobhya, ganesha
6. Jam tembok
1 (satu)
Hardjonegoro GT S
7. Orgel
1 (satu)
Hardjonegoro GT S
8. Loroblonyo
2 (dua)
Hardjonegoro GT S Baru
dikem balikan satu
pasang.
9. Kotak wayang Dupara
1 (satu)
Hardjonegoro GT S
10. Topeng (argadjamba, wirun, 10 Hardjonegoro GT S bancak,
ditya
celeng, (sepuluh)
langu,nyai panglong, djoko bluwo)
Sum ber: Laporan panitia persiapan pemindahan / pengaturan barang – barang Museum Radyapustaka ke Art Gallery. Arsip Museum Radyapustaka
Dari data diatas menyebutkan ada bebeapa barang yang belum kem bali. Menurut penjelasan yang m em injam dan berdasar surat berita acara, benda tersebut belum dikem balikan nam un di pakai di Art Gallery. Suatu kenyataan juga muncul bahwa benda tersebut sudah di buat duplikatnya dan yang asli dijual, yang palsu dikem balikan ke Museum Radyapustaka.
Penemuan Surat tertanggal 3 Juni 1966 dimana Hardjonegoro Goe Tik Swan yang m enandatangani surat yang beliau bikin dengan tanda tangan RM
Soetom o dan G.P.H Hadiwijaya berisikan bahwa diputuskan sesuai rapat bahwa akan m enjual barang-barang yang terbuat dari Perunggu. 15 Dengan keterangan
bahwa barang tersebut dijual untuk keperluan perbaikan Gedung Museum. Namun hal ini tidak dapat dibuktikan suratnya, kalaupun dibuat perbaikan, jaraknya lebih
dari 10 tahun. Dengan tertanggal bahwa pada 13 Januari 1977 dibuktikan baru dim ulainya perbaikan Gedung Radyapustaka. Hal in yang m enyebabkan Zaman in disebut zam an keguncangan yang m enyebabkan kehancuran. Dem i sebuah nama mereka pun rela mem berikan barang-barang kepada orang lain. T ujuannya adalah hanya untuk sebuah nama dan bantuan uang. Sebagai contoh ant ara lain:
a) Kepada Drs Ernst Heins (Direktur Ethnom usicelegisch Archief- Amsterdam - Belanda ) tertanggal 10 Oktober 1966. Hardjonegoro Goe Tik Swan mem berikan
buku “Gendhing-Gendhing” karangan R.Ng.S Probohardjono. Memang dari segi kerjasama sangat bagus, dengan begitu pihak asing m erasa m endapat suatu
15 Fakta Penemuan tentang dijualnya barang-barang yang terbuat dari perunggu
sebagai pemenuhan kebutuhan keuangan Museum Radyapustaka. Surat tertanggal 3 Juni 1966
oleh Hardjonegoro.
penghargaan. T api dari segi sejarah, hal itu merupakan sebuah krim inalitas tingkat tinggi.
b) Di tahun yang sama dan kepada pihak yang sama juga, Hardjonegoro Goe Tik Swan m em berikan Primbon dan Gendhing Jawi Jilid II. Tetapi di pengiriman
kedua ini berdalih sebagai Tali Persaudaraan. Sesuatu hal yang sangat disayangkan Hardjonegoro Goe T ik Swan mengutamakan sebuah nama baik, tanpa m engindahkan arti dari sebuah m useum . Beliau memberikan beberapa buku kepada Brigade Infant eri 6 T risakti Balajaja Batalyon Infanteri 416. Mem ang buku-buku yang diberikan tidak begitu pengaruh terhadap Museum , nam un jika hal tersebut tidak dikendalikan oleh sifat Kem useum an, sangatlah m erusak koleksi yang telah tersimpan. Pada tanggal 16 Novem ber 1965 Perpustakaan juga mem berikan andil dalam pembangunan Museum Sejarah T ugu Nasional. Andil tersebut dengan jalan m em injamkan buku- buku yang akan dipam erkan oleh Komando Pelaksana saat itu. Adapun bukunya antara lain:
a) Sri Makuto yang berjumlah 2 buah (berwarna orange dan dibuat di Surakarta dan Yogyakart a),
b) Pusaka Djawi yang berjumlah 2 buah, dan
c) Pawarti Surakarta yang berjumlah 2 buah ( 1 Januari 1942 no 83 dan 15 Juli 1941 no 73) Unt uk hal itu, peminjam an sudah dikembalikan pada tanggal 18 Januari 1966. Dalam hal ini tindakan tersebut merupakan simbiosis yang saling mengunt ungkan diantara kedua belah pihak.
Penem uan baru juga sangat mengejutkan, pada 17 November 1971, pengurus Perpustakaan dengan seijin dari Ketua Presidium m enjual buku koleksi
kepada um um , bahkan juga ada yang tidak bayar. Hal ini terkesan sebuah perpustakaan museum sepert i tempat “orang-orang derm awan”. Adapun sebagai
berikut:
1. Ketua Presidium :Jangka Jayabaya 2 buah(ramalan), Serat Sruti, Sanasunu, Serat Bimasuci, Buku hal W ayang, Serat Sastramiruda 2 buah (seluruhnya tidak ada keterangan yang jelas),
2. Diarto : Serat Kalatida (belum ada keterangan yang jelas),
3. G.B.P.H Djatikusumo :serat Sastram iruda (beliau membeli dari Ketua Presidium),
4. Tamu :dari Jogjakart a:m embeli Jangka Jayabaya (mem beli dari Ketua Presidium),
5. Karkana dari Jogjakarta : Wicara Keras dan Djangka Jayabaya. Pembentukan sebuah perpustakaan pada suatu unit atau satuan kerja akan dilakukan dengan pert imbangan dan alasan-alasan yang kuat. Setelah perpustakaan tersebut terbetuk, langkah selanjutnya adalah pembinaan, agar segala sesuatunya berjalan dengan baik. Selanjutnya setelah upaya pembinaan dapat dilakukan dengan, maka kegiatan yang diperlukan adalah pengem bangan. Pembinaan perpustakaan meliputi sem ua aspek, sedangkang pengembangannya dilakukan secara efekt if pada bidang–bidang atau aspek tert entu, sesuai dengan
kebutuhan dan kem am puan yang tersedia. 16
Sutarno ,NS, Manajemen Perpustakaan:Suatu Pendekatan Praktik , (Jakarta: CV Agung Seto,2006) hlm 62.
Hingga terbetiklah suatu pengalam an dari seorang penjaga perpustakaan museum radyapustaka, Sogi Sukidjo. Seorang yang ditugaskan unt uk menjaga
perpustakaan, melakukan pembinaan dan pengembangan di bidang perpustakaan. Sejak Oktober 1986 tugas baru itu m ulai dijalaninya. Beliau adalah karyawan
Akadem i Seni Karawitan Indonesia di Surakarta. Begitu masuk di museum Radyapustaka, Sogi terlebih dahulu membersihkan ruangan berukuran 6 x 10 meter. Kemudian sepert i biasanya setelah beres sem ua, beliau memanfaatkan wakt unya untuk mem baca dan membenahi perpustakaan sehingga hafal dan
memahami segala yang berhubungan dengan perpustakaan. 17 Di museum ini tersimpan 3000 judul buku. Buku-buku ini masih ada yang berupa tulisan tangan
berhurufkan Jawa sekitar 400 judul. Kem udian berhuruf Jawa cetakan 1300 buah, buku yang berbahasa asing 600 buah serta yang berbahasa Jawa dan Indonesia ada 900 buah.
Perpustakaan juga memberikan sumbangan kepada City Library lagi dengan jum lah 53 buah. Sogi Sukidjo juga m enjadi saksi cara K.R.T Hardjonegoro melancarkan “kegiatannya” di dalam museum yang m em buat kerugian sangat besar bagi m usum . Dari sebuah alamat Jl Som pok Lama No 12 Sem arang, rum ah almarhum R.Ng Haryomijoyo telah m engarang sebuah buku mengenai hitungan candra sengkala yang dicetak dengan huruf Jawa serta diberi nam a “Wasito Darmo”. Keluarga dari almarhum m asih m em iliki sisa buku yang belum terjual. Maka dari hal tersebut, atas saran B.R.M Hapsoro Wresniwiro untuk menyerahkan dan m em anfaatkan 5 buah buku Wasito Darm o, juga
W awancara dengan Sogi Sukidjo, mantan penjaga museum radyapustaka, Yogyakarta 19 November 2009 W awancara dengan Sogi Sukidjo, mantan penjaga museum radyapustaka, Yogyakarta 19 November 2009