Pembahasan Hasil Analisis Data

E. Pembahasan Hasil Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan prestasi belajar pada penggunaan pembelajaran GI melalui proyek terbimbing dan pembelajaran GI melalui eksperimen materi unsur, senyawa dan campuran.

Kedua metode mencakup kedalaman materi pokok Unsur, Senyawa dan Campuran yang sama. Akan tetapi kedua metode memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pembelajaran proyek meningkatkan kerjasama kelompok

commit to user

informasi secara kolaboratif. Namun pembelajaran proyek dikhawatirkan tidak efektif jika ada siswa yang malas, minder ataupun adanya siswa dengan kemampuan menalar yang rendah. Pembelajaran dengan eksperimen dapat melatih siswa menggunakan metode ilmiah sehingga mereka lebih aktif berpikir dan berbuat. Tetapi kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen dapat menimbulkan kesalahan dalam menyimpulkan.

Sebelum dilakukan pembelajaran materi pokok Unsur, Senyawa dan Campuran terlebih dahulu dilakukan pretest aspek kognitif. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan mengenai pelajaran yang akan mereka ikuti. Kemudian pada akhir pembelajaran dilakukan posttest kognitif dan afektif untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

Hasil analisis menggunakan t matching terhadap PPDB siswa kelas VII A dan VII B SMP Negeri 2 Karangaanyar menunjukkan bahwa kedua kelas sampel

setara. Dari data induk penelitian pada Lampiran 15 dan Lampiran 19 dapat dilihat

bahwa rata-rata nilai pretest siswa kelas eksperimen I pada aspek kognitif adalah 24 sedangkan kelas eksperimen II adalah 27,17. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kedua sampel setara. Hal ini sesuai dengan informasi dari guru yang menyatakan bahwa kondisi sekolah yang diteliti bahwa pembagian siswa dalam setiap kelas adalah setara, tidak ada kelas unggulan. Sedangkan rata- rata nilai postest kelas eksperimen I adalah 67,5 sedangkan untuk kelas eksperimen II yaitu 60. Dari rata- rata nilai pretest – postest diatas maka dapat dilihat rata- rata selisih nilainya, yaitu pada kelas eksperimen I mengalami peningkatan sebesar 43,5 sedangkan pada kelas eksperiman II adalah 32,83. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kemampuan yang setara ternyata dengan perlakuan yang berbeda maka diperoleh hasil yang berbeda pula. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t dua arah, prestasi belajar siswa untuk aspek kognitif pada kelas eksperimen I dan II diperoleh harga t hitung = 2,156 berada diluar daerah kritis dengan harga t tabel = 1,66. Besarnya harga t hitung menunjukkan adanya perbedaan pada prestasi kognitif kedua kelas eksperimen.

commit to user

perbedaan. Perbedaan ini dimungkinkan adanya perbedaan pembentukan pengetahuan siswa. Sesuai dengan teori Bruner, kedua metode ini sama-sama mengharuskan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tetapi terdapat perbedaan cara pengkonstruksian pengetahuan. Pada proyek pengkonstruksian pengetahuan diawali dengan pembentukan konsep, sedangkan pada eksperimen diawali dengan praktik di laboratorium. Menurut Ausebel, pembentukan konsep dapat membentuk pengetahuan yang permanen. Pada pembelajaran proyek, keterlaksanaan proyek bergantung pada pembentukan konsep yang benar. Sedangkan pada eksperimen, pembentukan konsep yang benar bergantung pada keberhasilan praktik laboratorium.

Nilai selisih kognitif proyek lebih tinggi daripada eksperimen. Hasil ini dimungkinkan dipengaruhi oleh adanya perbedaan frekuensi evaluasi konsep. Pada pembelajaran GI melalui proyek terbimbing, kegiatan diawali dengan pencarian konsep yang benar kemudian tiap kelompok membuat perencanaan. Rencana proyek tersebut dipresentasikan agar ada evaluasi dari kelas sehingga ada evaluasi mengenai konsep yang digunakan. Kemudian setelah setiap kelompok melaksanakan proyek, ada presentasi hasil proyek. Sehingga ada dua kali presentasi. Dalam hal ini pembelajaran GI melalui proyek terbimbing mengalami dua kali evaluasi konsep yang mereka paham. Sedangkan pada pembelajaran GI melalui eksperimen hanya terjadi satu kali presentasi setiap kelompok. Hal ini mengakibatkan hanya ada sekali ada evaluasi konsep mereka. Perbedaan dalam frekuensi evaluasi konsep membuat siswa dalam pembelajaran proyek lebih paham dengan materi yang diajarkan sehingga memungkinkan prestasi kognitifnya lebih tinggi.

Pada pembelajaran eksperimen, siswa diminta melakukan eksperimen sesuai dengan cara kerja yang sudah ada. Pembelajaran ini kurang mengembangkan kreatifitas dari siswa. Hal ini terlihat bahwa seakan mereka ragu-ragu dalam melakukan eksperimen. Mereka cenderung melihat eksperimen pada kelompok lain daripada menyelesaikan eksperimen kelompok sendiri, sehingga membuat kelompok sendiri seolah terabaikan. Dari angket kerjasama, kelas GI melalui proyek terbimbing memiliki nilai rata-rata kerjasama sebesar 70,6 sedangkan kelas GI melalui sebesar

commit to user

pada pembelajaran proyek, interaksi antar individu dalam kelompok lebih tinggi sehingga kerjasama yang dibangun lebih erat. Rendahnya kerjasama siswa membuat siswa kurang paham dengan apa yang dilakukan, sehingga berpengaruh pada saat mereka presentasi dan pemahaman materi. Pemahaman materi yang kurang membuat prestasi kognitif tidak setinggi kelas GI melalui proyek.

Pembelajaran GI melalui proyek memiliki prestasi belajar lebih tinggi didukung penelitian dari Selo (2007:129) yang juga menyatakan bahwa pembelajaran proyek lebih efektif daripada pembelajan inkuiri karena siswa lebih dibebaskan untuk belajar sesuai dengan keinginan mereka. Berdasarkan teori, proyek memiliki potensi besar untuk membuat pengalaman belajar lebih menarik dan bermakna untuk siswa (Made Wena, 2009:145). Siswa lebih berinisiatif dan aktif, sedangkan guru memberikan kebebasan pada siswa dan mengevaluasi proyek mereka agar tidak keluar dari tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini guru harus bisa memahami pikiran siswa, sehingga proyek yang dihasilkan sesuai dengan tingkat pemahaman dan apa yang diinginkan siswa (Kyle, 2009:152).

Perbedaan prestasi belajar tidak hanya terjadi pada aspek kognitif saja. Dari data induk penelitian dapat dilihat bahwa pada kelas eksperimen I rata- rata nilai untuk aspek afektif adalah 126,9 (A) sedangkan pada kelas eksperimen II adalah 120,8 (A). Dari rata- rata nilai tersebut maka dapat dilihat rata- rata selisih nilainya adalah 6,1. Dengan kemampuan yang setara ternyata dengan perlakuan berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda .

Dari hasil analisis uji t-dua pihak, prestasi belajar siswa untuk aspek afektif pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II diperoleh harga t hitung = 1,73 lebih besar dari harga t tabel = 1,66 sehingga dapat disimpulkan prestasi belajar untuk aspek afektif siswa pada kelas eksperimen II (pembelajaran model GI melalui proyek terbimbing) berbeda dari pada kelas eksperimen II (pembelajaran model GI melalui eksperimen).

Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Seorang siswa akan sulit mencapai keberhasilan studi yang optimal apabila siswa tersebut tidak memiliki minat pada pelajaran tersebut. Dari sini dapat

commit to user

keberhasilan pada aspek pembelajaran yang lain, yaitu kognitif. Bila siswa memiliki minat belajar yang tinggi maka prestasi belajar siswa juga akan meningkat. Pada prakteknya, minat belajar siswa ditunjukkan dengan antusiasme dalam pembelajaran seperti usaha mereka mencari informasi mengenai materi yang diajarkan.

Pada penelitian ini siswa GI melalui proyek terbimbing terlihat jauh lebih antusias dalam melaksanakan pembelajaran. Antusiasisme ini terlihat dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan aplikatif dan munculnya berbagai ide pada awal perencanaan. Menurut Sumita (2009:14), pada pembelajaran proyek siswa akan beradu argumen sehingga menciptakan antusiasme dan minat pada subyek pelajaran tersebut. Siswa terlihat lebih menghargai pendapat teman sekelompok. Pada pelaksanaan, siswa terlihat mandiri dalam pengerjaan rencana. Adanya kerjasama, membuat masing-masing individu paham dengan proyek mereka.

Pembelajaran proyek memungkinkan siswa untuk menggali berbagai informasi dari berbagai sumber guna mengerjakan proyek mereka dengan sungguh- sungguh. Sehingga siswa lebih mengembangkan kemampuan interpersonal (Carlo,2009) dan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab (Achuonge, 2010). Sedangkan pada pembelajaran eksperimen kedalaman materi yang digali hanya sesuai dengan eksperimen mereka. Hal ini membuat minat dan motivasi mereka tak setinggi pembelajaran proyek. Selain itu kerjasama kelas GI melalui proyek terbimbing yang lebih tinggi daripada kelas GI melalui eksperimen juga menunjukan bahwa sikap dan konsep diri kedua kelas berbeda. Sehingga prestasi belajar afektif pada kelas eksperimen I (pembelajaran GI melalui proyek terbimbing) berbeda dengan kelas eksperimen II (Pembelajaran GI melalui eksperimen)

commit to user