Penetapan KHM dan Nilai Banding

G. Penetapan KHM dan Nilai Banding

1. Penetapan KHM Fraksi Etil Asetat

Fraksi etil asetat daun mimba diketahui memiliki aktivitas antibakteri tertinggi, sehingga dilakukan penetapan KHM terhadap ketiga bakteri uji. KHM merupakan konsentrasi terkecil zat antibakteri yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji. Penetapan KHM dilakukan dengan memvariasi konsentrasi etil asetat secara menurun. Konsentrasi dimulai dari 0,75% sampai dengan 0,025%. Hasil penetapan KHM fraksi etil asetat dapat dilihat pada Tabel

6, sedangkan hasil pengujian selengkapnya terdapat pada Lampiran 8.

Konsentrasi

(g/mL)

Diameter Daerah Hambat Rata-Rata (mm) S. epidermidis

B. cereus

S. Flexneri

6,00±0,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm

Hasil uji penetapan KHM menunjukkan bahwa KHM fraksi etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis adalah 0,075% dengan diameter hambat rata-rata 6,32±0,24 mm, sedangkan untuk bakteri Bacillus cereus adalah 0,05% dengan diameter hambat rata-rata 6,44±0,21 mm dan Shigella flexneri adalah 0,05% dengan diameter hambat rata-rata 6,83±0,20 mm. Dari data dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat mempunyai nilai KHM paling kecil untuk bakteri B. cereus dan S. flexneri. Ini artinya bahwa fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih besar terhadap bakteri B. cereus dan S. flexneri dibandingkan dengan bakteri S. epidermidis. Sedangkan potensi fraksi etil asetat terhadap bakteri S. flexneri> B. cereus> S. epidermidis.

Adanya perbedaan aktivitas antibakteri tersebut di atas kemungkinan karena adanya perbedaan komponen penyusun dinding sel antara bakteri gram positif dan negatif. Menurut Pelczar dkk. (1986), dinding sel bakteri gram positif relatif lebih sederhana, sehingga senyawa antibakteri lebih mudah masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk merusak struktur dinding sel. Sedangkan struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida, dan lapisan dalam yang berupa peptidoglikan. Lapisan luar yang terdapat dalam bakteri gram negatif berfungsi sebagai lapisan pelindung bakteri terhadap zat-zat yang bersifat racun termasuk zat antibakteri yang dapat menghambat sintesis peptidoglikan. Hal ini menyebabkan bakteri gram negatif lebih resistan terhadap zat antibakeri dibandingkan bakteri gram positif. Selain hal

ekstrak, spesies tanaman, dan spesies bakteri itu sendiri (Durmas dkk., 2006). Dari hasil diatas di atas kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan secara pasti antara konsentrasi fraksi dengan bakteri uji. Metode analisa yang digunakan adalah analisa One Way ANOVA, hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 9. Hasil uji ANOVA disimpulkan bahwa 0,75% dan 0,5% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Analisis lebih lanjut menggunakan LSD diketahui bahwa secara umum terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi satu dengan yang lain. Namun ada beberapa yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu antara konsentrasi 0,25% dengan 0,1% dan konsentrasi 0,05% dengan 0,025% terhadap bakteri S. epidermidis. Konsentrasi 0,25% dengan 0,1% juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bakteri B. cereus. Sedangkan terhadap bakteri S. flexneri konsentrasi 0,25% dengan 0,1% juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

2. Penetapan KHM Amoksisilin dan Kloramfenikol Zat pembanding yang digunakan dalam penelitian aktivitas antibakteri daun mimba adalah amoksisilin dan kloramfenikol. Pemilihan amoksisilin sebagai zat pembanding dikarenakan amoksisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan biasa digunakan untuk mengobati untuk pengobatan infeksi pada saluran nafas, saluran empedu dan saluran seni, gonorhoe, gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Selain itu Mutschler (1991) menyebutkan bahwa amoksisilin mampu meghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif seperti Staphylococcus aureus , Bacillus cereus, Psudomonas aeruginosa, dan Eschericia coli. Hasil uji penetapan KHM amoksisilin ditunjukkan pada Tabel 7, hasil selengkapnya terdapat pada Lampiran 10.

Amoksisilin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Dinding sel bakteri yang terhambat adalah komponen peptidoglikan, Amoksisilin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Dinding sel bakteri yang terhambat adalah komponen peptidoglikan,

Tabel 7. Hasil Uji Penetapan KHM Amoksisilin Konsentrasi

Diameter Daerah Hambat Rata-Rata (mm)

ppm

(g/mL)

S. epidermidis

B. cereus

S. flexneri

Keterangan : Diameter lubang = 6 mm

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa KHM amoksisilin untuk bakteri Staphylococcus epidermidis adalah 5,0.10 -5 % dengan diameter hambat rata-rata 6,85±0,05 mm, terhadap Bacillus cereus adalah 1,0.10 -4 % dengan diameter hambat rata-rata 7,11±0,04 mm, dan terhadap Shigella flexneri adalah 7,5.10 -5 % dengan diameter hambat rata-rata 7,15±0,16 mm.

Dari data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis data statistik menggunakan metode One Way ANOVA. Hasil uji yang terdapat pada Lampiran

12 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata untuk semua konsentrasi terhadap ketiga bakteri uji. Analisis lebih lanjut menggunakan LSD diketahui bahwa secara umum terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi satu dengan yang lain. Beberapa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu antara konsentrasi 5,0.10 -5 % dengan 2,5.10 -5 % terhadap bakteri S. flexneri. Konsentrasi 7,5.10 -5 % dengan 5,0.10 -5 % dan 7,5.10 -5 % dengan 2,5.10 -5 % juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bakteri B. cereus.

kloramfenikol. Kloramfenikol dipilih sebagai zat pembanding dikarenakan kloramfenikol mempunyai spektrum kerja antibakteri terhadap bakteri S. pyogenes , S. viridians, Neisseria, Bacillus spp., dan kebanyakan bakteri anaerob lainnya. Selain itu kloramfenikol juga mempunyai spektrum kerja seperti tetrasilkin. Menurut Tjay dan Rahardja (2002), tetrasiklin adalah obat yang digunakan untuk mengobati disentri basiler. Hasil uji penetapan KHM kloramfenikol dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Antibiotik ini terikat pada ribosom sub unit 50S dan menghambat enzim peptida transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein bakteri (Gunawan dkk., 2007).

Penetapan KHM kloramfenikol dilakukan dengan variasi konsentrasi mulai dari konsentrasi 2,0.10 -3 % sampai dengan konsentrasi 7,5.10 -5 %. Pelarut yang digunakan adalah DMSO. Hal ini dikarenakan DMSO mampu melarutkan kloramfenikol dengan sempurna, selain itu DMSO juga tidak menunjukkan penghambatan terhadap ketiga bakteri uji.

Tabel 8. Hasil Uji Penetapan KHM Kloramfenikol Konsentrasi

Diameter Daerah Hambat Rata-Rata (mm)

ppm

(g/mL)

S. epidermidis

B. cereus

S. Flexneri

Keterangan : Diameter lubang = 6 mm

Konsentrasi hambat minimum kloramfenikol terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis adalah 1,25.10 -4 % dengan diameter hambat rata-rata 6,79±0,03 mm, terhadap Bacillus cereus adalah 1,0.10 -4 % dengan diameter Konsentrasi hambat minimum kloramfenikol terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis adalah 1,25.10 -4 % dengan diameter hambat rata-rata 6,79±0,03 mm, terhadap Bacillus cereus adalah 1,0.10 -4 % dengan diameter

4 % dengan 7,5.10 -5 % tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bakteri S. epidermidis . Selain itu antara konsentrasi 1,25.10 -4 % dengan 1,0.10 -4 %, 1,25.10 -

4 % dengan 7,5.10 -5 % dan 1,0.10 -4 % dengan 7,5.10 -5 % juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bakteri S. flexneri.

3. Penetapan Nilai Banding Fraksi Etil Asetat terhadap Amoksisilin dan

Kloramfenikol

Penetapan nilai banding dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri fraksi etil asetat apabila dibandingkan dengan antibiotik sintetis. Antibiotik sitnetis yang digunakan dalam penelitian ini adalah amoksisilin dan kloramfenikol. Perhitungan nilai banding dilakukan dengan cara membuat grafik antara konsentrasi antibiotik vs rata-rata diameter daerah hambat antibiotik untuk masing-masing bakteri uji. Dari grafik didapatkan persamaan garis linier. Kemudian salah satu diameter daerah hambat fraksi etil asetat hasil pengujian aktivitas antibakteri diplotkan pada persamaan garis linier yang diperoleh. Konsentrasi fraksi etil asetat yang digunakan adalah 0,75%. Diameter daerah hambat fraksi etil asetat konsentrasi 0,75% disubstitusikan sebagai nilai y pada persamaan garis linier, sehingga diperoleh nilai x. Nilai x merupakan konsentrasi fraksi etil asetat yang setara dengan antibiotik. Konsentrasi fraksi etil asetat yang setara dengan antibiotik kemudian dibagi dengan konsentrasi fraksi etil asetat yang diplotkan dan dikalikan dengan faktor 100%, sehingga diperoleh nilai banding fraksi etil asetat terhadap antibiotik yaitu amoksisilin dan kloramfenikol.

Tabel 9. Hasil uji penetapan nilai banding faksi etil asetat terhadap amokisilin selengkapnya terdapat pada Lampiran 13, sedangkan terhadap kloramfenikol selengkapnya terdapat pada Lampiran 17.

Tabel 9. Hasil Penetapan Nilai Banding Fraksi Etil Asetat terhadap

Amoksisilin dan Kloramfenikol Antibiotik

Nilai banding fraksi etil asetat terhadap antibiotik S. epidermidis

B. cereus

S. flexneri

Berdasarkan hasil uji penetapan nilai banding diatas disimpukan bahwa nilai banding fraksi etil asetat terhadap amoksisilin untuk bakteri S. epidermidis adalah 0,01%, B. cereus adalah 0,02%, dan untuk S. flexneri adalah 0,02%. Sedangkan nilai banding fraksi etil asetat terhadap kloramfenikol untuk bakteri S. epidermidis adalah 0,04%, B. cereus adalah 0,02%, dan S. flexneri adalah 0,06%.

Nilai banding fraksi etil asetat terhadap amoksisilin secara umum lebih kecil dibanding kloramfenikol untuk bakteri semua bakteri uji. Hal ini dikarenakan setiap bakteri mempunyai sifat dan ketahanan yang yang berbeda- beda terhadap suatu antibiotik. Berdasarkan hasil penetapan uji banding disimpulkan bahwa fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih rendah dibandingkan amoksisilin dan kloramfenikol, namun masih bisa digunakan sebagai alternatif antibakteri baru.