Studi Aktivitas Antibakteri dan Identifikasi Fraksi Teraktif Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss)

FRAKSI TERAKTIF DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss)

Disusun oleh : RISKHA KURNIA MURTI

M0306055

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober, 2011

FRAKSI TERAKTIF DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) RISKHA KURNIA MURTI

Jurusan Kimia, Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap beberapa bakteri patogen dan mengidentifikasi fraksi teraktifnya. Serbuk daun mimba dimaserasi dengan etanol dan difraksinasi dengan kromatografi vakum cair berturut-turut menggunakan eluen heksana, etil asetat, dan etanol. Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, kemudian fraksi teraktif antibakteri ditentukan berdasarkan Diameter Daerah Hambat (DDH). Fraksi teraktif antibakteri ditentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan nilai bandingnya terhadap amoksisilin dan kloramfenikol. Selanjutnya fraksi ini diidentifikasi menggunakan skrining fitokimia dan Kromatografi Gas-Spektrofotometer Massa (GC-MS).

Fraksi daun mimba hasil pemisahan KVC mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, dan Shigella flexneri. Fraksi etil asetat menunjukkan fraksi teraktif antibakteri terhadap semua bakteri uji. Fraksi etil asetat memiliki KHM 0,075% terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, 0,05% terhadap bakteri Bacillus cereus dan Shigella flexneri. Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat dibandingkan dengan amoksisilin adalah 0,01% untuk bakteri S. epidermidis, 0,02% untuk bakteri B. cereus, dan 0,02% untuk bakteri S. flexneri, sedangkan dibandingkan dengan kloramfenikol adalah 0,04% untuk bakteri S. epidermidis, 0,02% untuk bakteri B. cereus, dan 0,06% untuk bakteri S. flexneri. Identifikasi dengan skrining fitokimia menunjukkan

bahwa fraksi etil asetat mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, steroid, tanin (polifenolik), antrakuinon, dan asam lemak. Hasil GC-MS menunjukkan bahwa fraksi etil asetat mengandung senyawa asam palmitat, etil linoleolat, asam stearat, trans-fitol, DOF (di oktil ftalat), dan dimungkinkan 1 senyawa golongan asam lemak serta 5 senyawa golongan triterpenoid.

Kata Kunci : Azadirachta indica A. Juss, fraksi etil asetat, aktivitas antibakteri,

identifikasi fraksi teraktif

MOST ACTIVE FRACTION OF NEEM LEAVES

(Azadirachta indica A. Juss)

RISKHA KURNIA MURTI

Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences

Sebelas Maret University

ABSTRACT

The purpose of this research was to evaluate antibacterial activity of Neem (Azadirachta indica A. Juss) leaves fraction against some pathogenic bacterial and to identificate the most active fraction. Leaves powder of Neem was macerated with ethanol and factionated by vacuum liquid chromatography using hexane, ethyl acetate and ethanol as eluent, respectively. The antibacterial activity of the fraction was evaluated by diffusion method, then the most active fraction of antibacterial was evaluated by zone of inhibition. The most active fraction of antibacterial was evaluated for Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and equivalent value, compared with amoxicillin and chloramphenicol, then identified using phytochemical screening and Gass Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS).

The fraction of Neem leaves fractionated by vacuum liquid chromatography had antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus , and Shigella flexneri. The ethyl acetate fraction showed the most active fraction of antibacterial against all bacterial tested. The ethyl acetate fraction had MIC 0.075% against Staphylococcus epidermidis 0.05% against Bacillus cereus and Shigella flexneri. The antibacterial activity of ethyl acetat fraction compared to amoxicillin was 0.01% for S. epidermidis, 0.02% for B. cereus , and 0.02% for S. flexneri. Then compared to chloramphenicol was 0.04% for S. epidermidis, 0.02% for B. cereus, and 0.06% for S. flexneri. Identification using phytochemical screening showed that the ethyl acetate fraction contained alkaloids, terpenoids, steroids, tannins (polyphenolics), anthraquinones, and fatty acid. The result of GC-MS showed that the ethyl acetate fraction contained palmitic acid, ethyl linoleolate, stearic acid, trans-phytol, DOP (di octyl phthalate), and suggested 1 class of compound fatty acid and 5 classes of compound triterpenoids.

Keywords : Azadirachta incica A. Juss, ethyl acetate fraction, antibacterial

activity, identification the most active fraction

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

urusan yang lain”

“ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Quran dan dirikanah Sholat. Sesungguhnya Sholat itu mencegah perbuaan

keji dan mungkar”

“ Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil”

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk : “Bapak dan Ibu” atas kasih sayang, dukungan,

motivasi, dan doa yang tiada henti…

“Rima”…terimakasih atas supportnya selama ini…

…thanks for everything…keep spirit!!!

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia dan ridho-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Studi Aktivitas Antibakteri dan Identifikasi Fraksi Teraktif Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, khususnya kepada :

1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.,PhD selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS.

3. Ibu Nestri Handayani, M.Si, Apt selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.

4. Bapak M. Widyo Wartono, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Dr. rer.nat Fajar Rakhman Wibowo, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama masa studi.

6. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS dan Bapak Tjahjadi Purwoko, M.Si. selaku Ketua Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat FMIPA UNS.

7. Seluruh Dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS atas ilmu yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.

8. Para Laboran di Laboratorium Kimia FMIPA UNS dan Sub Laboratorium Biologi atas bantuan dan kerjasamanya dengan baik.

9. Bapak, Ibu dan Rima, terimakasih atas motivasi, dukungan, dan doanya selama ini, sehingga terciptalah karya kecil ini.

10. Untuk teman-teman seperjuangan “Anne, Marsih, Idul, Isna, Ester, Eva, Mb Esmy” terimakasih atas kebersamaan dan persabatannya selama ini. Untuk “Ovi, Nurul” terimakasih atas bantuannya.

disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua dukungan dan persahabatannya selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan serta penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Surakarta, Oktober 2011

Riskha Kurnia Murti

............... ........................................................................................ 39

G. Penetapan KHM dan Nilai Banding .................. ............................. 40

1. Penetapan KHM Fraksi Etil Asetat ...................................... ... 40

2. Penetapan KHM Amoksisilin dan Kloramfenikol ................. . 42

3. Penetapan Nilai Bandung Fraksi Etil Asetat dengan Amoksisilin dan Kloramfenikol .................................................................. 45

H. Pengujian Golongan Senyawa Fraksi Teraktif Antibakteri ............ 46

I. Kromatografi Gas-Spektrofotometer Massa (GC-MS) ................... 48 BAB V. PENUTUP .................................................................................. 58

A. Kesimpulan ................................................................................... 58

B. Saran ............................................................................................ 58 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59 LAMPIRAN LAMPIRAN ........................................................................ 66

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia (Uji Tabung) Ekstrak Etanol ........ ...... . 35 Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia (Uji KLT) Ekstrak Etanol ................. .. 36 Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol ................ 37 Tabel 4. Hasil Pemisahan Kromatografi Vakum Cair Ekstrak Etanol Daun

Mimba ....................................................................................... 39 Tabel 5. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Hasil Pemisahan KVC ............................................................................................. 39 Tabel 6. Hasil Uji Penetapan KHM Fraksi Etil Asetat ............................ .. 41 Tabel 7. Hasil Uji Penetapan KHM Amoksisilin .................................... .. 43 Tabel 8. Hasil Uji Penetapan KHM Kloramfenikol ................................ .. 44 Tabel 9. Hasil Penetapan Nilai Banding Fraksi Etil Asetat terhadap

Amoksisilin dan Kloramfenikol ............................................... ... 46 Tabel 10. Hasil Skrining Fitokimia (Uji Tabung) Fraksi Etil Asetat ........... 47 Tabel 11. Hasil Skrining Fitokimia (Uji KLT) Fraksi Etil Asetat .............. . 47 Tabel 12. Fragmentasi Senyawa Puncak 3 Dibandingkan dengan Standar

...................................................................................................... 50 Tabel 13. Fragmentasi Senyawa Puncak 4 Dibandingkan dengan Standar ...................................................................................................... 52 Tabel 14. Fragmentasi Senyawa Puncak 6 Dibandingkan dengan Standar ................................................................................. .................... 53 Tabel 15. Fragmentasi Senyawa Puncak 7 Dibandingkan dengan Standar ................................................................................. .................... 54 Tabel 16. Fragmentasi Senyawa Puncak 9 Dibandingkan dengan Standar ................................................................................. .................... 56

Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian………………………..….. 66 Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Mimba......................................... 69 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol dan Fraksi-Fraksi Hasil

Pemisahan KVC……………………………………………… 70 Lampiran 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mimba....................................................................................... 72 Lampiran 5. Out Put Analisa One way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing-Masing Konsentrasi Ekstrak Etanol…………… 73 Lampiran 6. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Hasil Pemisahan KVC………………………………………………. 76 Lampiran 7. Out Put Analisa One way ANOVA Pengaruh Variasi Fraksi pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi- Fraksi Hasil Pemisahan KVC................................................... 78

Lampiran 8. Hasil Pengujian Penetapan KHM Fraksi Etil Asetat………… 84 Lampiran 9. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada

Masing-Masing Konsentrasi Fraksi terhadap Penentuan KHM Fraksi Etil Asetat…………………………………………….. 85

Lampiran 10. Hasil Pengujian Penetapan KHM Amoksisilin........................ 88 Lampiran 11. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi

Amoksisilin pada Masimg-Masing Bakteri Pada Uji Penetapan KHM Amoksisilin.................................................................... 89

Lampiran 12. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada Masing-Masing Konsentrasi Amoksisilin pada Uji Penetapan KHM Amoksisilin.................................................................... 94

Lampiran 13. Perhitungan Nilai Banding Fraksi Etil Asetat terhadap Amoksisilin.............................................................................. 97 Lampiran 14. Hasil Pengujian Penentuan KHM Kloramfenikol.................... 102

Kloramfenikol pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Penetapan KHM Kloramfenikol ........................................................... 103

Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing-Masing Konsentrasi Kloramfenikol terhadap Penentuan KHM Kloramfenikol ........................................................... 108

Lampiran 17. Perhitungan Nilai Banding Fraksi Etil Asetat Terhadap Kloramfenikol ..................................................................... 111 Lampiran 18. Hasil Uji KLT Ekstrak Etanol dan Fraksi Etil Asetat……….. 115 Lampiran 19. Analisis GC-MS Ekstrak Etil Asetat Daun Mimba………..... 116

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit semakin diminati seiring dengan semakin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap gerakan “kembali ke alam” (back to nature), tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan efek samping dari tanaman obat jauh lebih aman dibandingkan obat-obat kimia (Djauharia dan Hernani, 2004). Namun supaya obat tradisional dapat diterima dalam pengobatan modern, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, terutama adalah kandungan zat aktifnya. Sehingga khasiat dan tingkat keamanannya dapat diketahui dengan mudah (Atamini, 2001).

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tanaman yang banyak ditemukan di Negara Tropis, salah satunya adalah Indonesia. Di Indonesia tanaman mimba tumbuh di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali dan Nusa Tenggara (Herawati, 2004). Tanaman ini memiliki manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan manusia. Daun mimba dimanfaatkan untuk penambah nafsu makan, disentri, borok, malaria dan antibakteri (Sudarsono dkk., 2002). Selain itu daun mimba juga dapat digunakan untuk menurunkan gula darah (Csurhes, 2008), menurunkan total kolesterol dalam darah, LDL- dan VLDL-kolesterol, trigliserid dan total lipid dalam serum (Chattopadhyay dkk., 2005). Khasiat daun mimba dipengaruhi oleh kandungan metabolit sekundernya. Daun mimba diketahui mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin (Biu dkk., 2009), asam lemak (Khan dkk., 2010), steroid dan triterpenoid (Aslam dkk.,

2009). Ekstrak etanol dari biji mimba dilaporkan mengandung asam palmitat, asam stearat, asam oleat, etil oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat dan ester dioktil heksadioat (Suirta dkk., 2007). Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak air daun mimba mengandung senyawa azadirachtin A, B, D, H, I, desacetylnimbin , azadiradione, nimbin, salanin, azadirone, nimbolin, nimbinen, dan nimbolide (Sadeghian, 2007).

terhadap bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa pada konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dengan DDH rata-rata 0,580; 0,670; 0,818; 0,972; 1,013 cm (Nugraheni, 2007). Selain itu Pritima dan Pandian (2008) juga menyebutkan bawa ekstrak daun mimba mampu menghambat Bacillus cereus, Enterococcus faecalis, Eschericihia coli, Kleibsiella pneumoniae, Neisseria gonohorreae, Proteus mirabilis, dan Staphylococcus aureus. Menurut El- Mahmood (2010) ekstrak heksan biji mimba memiliki KHM 6,25 mg/ml terhadap bakteri E. coli, 50 mg/ml terhadap P. aeruginosa, 12,5 mg/ml terhadap S. pyogenes , dan 12,5 mg/ml terhadap S. aureus. Sedangkan aktivitas antibakteri fraksi daun mimba terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, dan Shigella flexneri belum pernah dilakukan penelitian secara ilmiah.

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif yang menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz dkk., 2005). Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul, jerawat dan luka. Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif yang dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan. Bakteri ini kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjugtivis atau gastroenteritis akut. Shigella flexneri merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit disentri basiler, yaitu suatu penyakit yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Plezar dkk., 1986). Selain itu juga dapat menyebabkan demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang.

Penyakit infeksi sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia. Pengobatan terhadap penyakit infeksi biasanya digunakan antibiotik sintetis dan telah banyak dikembangkan. Namun penggunaan antibiotik sintetis ini kadang-kadang memberikan efek samping terhadap tubuh yang tidak diinginkan (Aliero dkk., 2008). Situasi ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian untuk mengembangkan obat antibakteri baru yang berasal dari tanaman.

mimba terhadap Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, dan Shigella flexneri dan mengidentifikasi komponen kimia fraksi teraktifnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bukti ilmiah untuk mengembangkan antibiotik baru dari bahan alam khususnya daun mimba.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Tanaman mimba merupakan tanaman obat tradisional Indonesia yang tumbuh di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali dan Nusa Tenggara. Tanaman ini mempunyai kandungan kimia yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Biji mimba dilaporkan mengandung senyawa golongan asam lemak, sedangkan daun mimba mengandung senyawa golongan terpenoid. Penelitian uji aktivitas antibakteri tanaman mimba menunjukkan bahwa pada setiap bagiannya mempunyai aktivitas antibakteri yang berbeda-beda.

Isolasi senyawa daun mimba dapat dilakukan dengan metode maserasi, shokletasi, dan perkolasi. Penggunaan pelarut yang berbeda pada waktu isolasi akan menghasilkan senyawa yang berbeda, sehingga akan mempengaruhi aktivitas antibakteri yang dihasilkan. Dari hal tersebut perlu diperhatikan cara isolasi senyawa daun mimba dengan pelarut yang tepat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun mimba mempunyai aktivitas antibakteri, sehingga perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui potensi ekstrak tersebut terhadap beberapa bakteri patogen. Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri sangat beragam antara lain Salmonella typhimurium, Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis untuk bakteri gram negatif. Sedangkan untuk bakteri gram positif antara lain Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, Streptococcus pyogenes, Bacillus subtilis dan Enterococcus faecalis.

Uji potensi suatu zat antibakteri bertujuan untuk mengetahui potensi zat tersebut apabila dibandingkan dengan suatu zat pembanding yaitu antibiotik sintetik. Beberapa antibiotik sintetik yang sering digunakan adalah antibiotik Uji potensi suatu zat antibakteri bertujuan untuk mengetahui potensi zat tersebut apabila dibandingkan dengan suatu zat pembanding yaitu antibiotik sintetik. Beberapa antibiotik sintetik yang sering digunakan adalah antibiotik

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada :

1. Penelitian ini menggunakan daun tanaman mimba yang berasal dari daerah Klaten, Jawa Tengah.

2. Isolasi senyawa pada daun mimba dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol, kemudian dilanjutkan pemisahan dengan Kromatografi Vakum Cair (KVC) menggunakan pelarut heksana, etil asetat, dan etanol secara berurutan.

3. Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri fraksi daun mimba adalah Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, dan Shigella flexneri serta dilakukan penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) terhadap fraksi teraktif antibakterinya.

4. Uji potensi fraksi teraktif antibakteri daun mimba dilakukan dengan mencari nilai banding antara fraksi tersebut terhadap amoksisilin dan kloramfenikol.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah fraksi daun mimba hasil pemisahan KVC mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus, dan Shigella flexneri dan fraksi mana yang teraktif antibakteri dilihat dari parameter DDH (Diameter Daerah Hambat)?

2. Bagaimana potensi antibakteri fraksi teraktif antibakteri daun mimba dibandingkan dengan amoksisilin dan kloramfenikol?

3. Komponen kimia apa sajakah yang terkandung dalam fraksi teraktif antibakteri daun mimba?

1. Mengetahui aktivitas antibakteri fraksi daun mimba hasil pemisahan KVC dan mengetahui fraksi teraktif daun mimba terhadap Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus , dan Shigella flexneri.

2. Mengetahui potensi antibakteri fraksi teraktif daun mimba dibandingkan dengan amoksisilin dan kloramfenikol.

3. Mengetahui komponen kimia fraksi teraktif daun mimba.

D. Manfaat Penelitian

1. Segi praktis, dapat memberikan informasi ilmiah untuk pengembangan obat tradisional terutama tentang khasiat daun mimba sebagai antibakteri.

2. Segi teoritis, diharapkan dapat bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, yaitu memberikan informasi tentang analisis kulitatif tentang aktivitas antibakteri fraksi teraktif daun mimba terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus , dan Shigella flexneri dan komponen kimia fraksi teraktifnya.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Mimba (Azadirachta Indica A. Juss)

Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) adalah tanaman asli dari India yang saat ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tanaman ini memiliki banyak manfaat bagi manusia (Kardinan dan Agus, 2003). Mimba tumbuh di daerah panas, di ketinggian 1-700 meter dari permukaan laut dan tahan tekanan air (Kardinan, 2000). Tanaman mimba dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Mimba

a. Klasifikasi tanaman Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae Kelas

: Azadirachta indica A. Juss (sinonim : Melia azadirachta)

(Rukmana dan Oesman, 2002)

Mimba merupakan pohon dengan ketinggian 10-15 m. Batang tegak, berkayu, berbentuk bulat, permukaan kasar, percabangan simpoidal dan berwarna cokelat. Daun majemuk, letak berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, ujing lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, tangkai daun panjangnya 8-20 cm dan berwarna hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, letak di ujung cabang, tangkai silindris, panjang 8-

15 cm. Kelopak berwarna hijau. Mahkota halus dan berwarna putih. Benang sari silindris dan berwarna putih kekuningan. Putik lonjong dan berwarna cokelat muda. Buah bulat telur dan berwarna hijau. Biji bulat, diameter sekitar

1 cm, dan berwarna putih. Akar tunggang. Mimba tumbuh baik didaerah panas, di ketinggian 1-700 m, dan tahan cekaman ait. Di daerah yang banyak hujan bagian vegetatif sangat subur, tapi sulit untuk menghasilkan biji (generatif). Perbanyakan melalui biji (Kardinan, 2000).

c. Manfaat Tanaman

Tanaman mimba mempunyai beberapa kegunaan antara lain digunakan untuk pembangkit selera makan, obat disentri, borok, malaria. Minyaknya digunakan untuk mengobati eksema, kepala kotor, kudis, dan kulitnya untuk mengatasi gangguan lambung (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso, 1985). Sudarsono dkk. (2002) mengatakan bahwa daun mimba digunakan untuk penambah nafsu makan, menanggulangi disentri, borok, malaria dan antibakteri. Beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa daun mimba dapat menurunkan gula darah, menyembuhkan penyakit kulit (Csurhes, 2008), memiliki efek gastro protektif pada mukosa lambung terhadap ulkus peptikum (Ofusori dkk., 2008), menurunkan total kolesterol dalam darah, LDL dan VLDL-kolesterol, trigliserid dan total lipid dalam serum (Chattopadhyay dkk., 2005).

d. Kandungan Kimia Tanaman

Dari beberapa penelitian daun mimba diketahui mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin (Biu dkk., 2009), asam lemak (Khan dkk., 2010), steroid dan triterpenoid (Aslam dkk., 2009).

Terpenoid berasal dari molekul isoprene (CH 2 =C(CH 3 )-CH=CH 2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C 5 ini. Terpenoid ini dibagi menjadi beberapa macam, yaitu monoterpena dan siskuiterpena (C 10 dan C 15 ) yang mudah menguap dan biasanya menjadi komponen utama penyusun minyak atsiri, triterpenoid dan steroid (C 30 ) yang tidak mudah menguap, dan pigmen karotenoid (C 40 ). Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri tidak begitu jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan pengrusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 2000).

Senyawa terpenoid yang berhasil diisolasi dari bagian daun tanaman mimba antara lain azadirachtin A, B, D, H, I, desacetylnimbin, azadiradione , nimbin, salanin, azadirone, nimbolin, nimbinene, dan nimbolide (Shadeghian, 2007). Senyawa-senyawa tersebut masuk dalam golongan triterpenoid. Senyawa triterpenoid lain yang berhasil diisolasi dari biji mimba dan kulit batang mimba yaitu nimonol, epoxyazadirodione, azadirechterpinol

A, azaditerpinol B (Moslem dan El-Kholie, 2009; Trag

dkk., 2005).

Minyak atsiri bunga mimba juga diketahui mengandung sejumlah -candinen, copaen, -cububen, dan fitol (Aromdee dan Sriubolmas, 2005). Senyawa steroid yang pernah diisolasi dari kulit batang mimba adalah stigmas-5,7- dien- -ol- -D-glukosida (Trag dkk., 2005), selain itu Govind (2011) juga

-sitosterol. Terpenoid dapat menghambat aktivitas enzim autolisin dengan cara membentuk interaksi yang kuat dengan sisi aktif dari residu enzim autolisin (Daisy dkk., 2008).

2. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa yang digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6, yang artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzene tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Sesuai dengan struktur kimianya yang termasuk Flavonoid merupakan golongan senyawa yang digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6, yang artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzene tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Sesuai dengan struktur kimianya yang termasuk

yang tersebar menurut pola yang berlainan pada rantai C 3. (Robinson,

Bunga tanaman mimba dilaporkan mengandung senyawa flavanon terprenilasi antara lain 5,4 -dihydroxy-7-metoxy-8-prenylflavanone, 5,7,4 - trihydroxy-3,8 -diprenylflavanone ,

5,7,4 -trihydroxy-8-prenylflavanone , 5,7,4 -trihydroxy-3 -5 -diprenylflavanone (Nakahara dkk., 2003). Tanaman mimba juga disebutkan mengandung flavonoid rutin dan quersetin yang mempunyai aktivitas antiborok dan antiinflamatori (Dorababu dkk., 2006). Aktivitas antibakteri flavonoid dimungkinkan karena kemampuan flavonoid membentuk kompleks dengan ekstraseluler, protein terlarut dan dinding sel bakteri dan semakin lipofilik suatu flavonoid, berarti semakin merusak membran mikroba (Cowan, 2000).

3. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang mengandung atom nitrogen yang sering kali terdapat dalam cincin heterosiklik. Penggolongan alkaloid didasarkan pada sistem cincinnya, misalnya piridina, piperidina, indol, isokuinolina, dan tropana. Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai senyawa organik dan sering diisolasi dalam bentuk garamnya dengan asam hidrokloroda dan asam sulfat (Robinson, 1995).

Di dalam penelitian Muhtadi (2008) tanaman mimba dilaporkan mengandung senyawa alkaloid jenis -karbolin, antara lain 4-metoksi-1- vinil-karbolin dan 4,8-dimetoksi-1-vinil karbolin. Mekanisme alkaloid menjadi senyawa antibakteri berhubungan dengan tingginya senyawa aromatik quarterner dari alkaloid.

Saponin merupakan glikosida terpenoid dan sterol (Robinson, 1995), terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.

Saponin mempunyai sifat polar, jadi saponin dapat larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin dapat berfungsi sebagai antibakteri karena adanya gugus monosakarida dan turunannya (Cheeke, 2000).

5. Tanin

Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol, artinya mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tanin bisa dijumpai dalam jumlah banyak pada tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu (Harborne, 1984).

Secara kimia senyawa tanin dibagi menjadi 2 golongan utama yaitu tanin terkondensasi yang biasanya terdapat dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, khususnya pada tumbuhan berkayu. Jenis tanin yang kedua adalah tanin terhidrolisis yang biasa ditemukan pada tumbuhan berkeping dua. Tanin bersifat antibakteri melalui aktivitas molekulnya yaitu membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hydrogen dan ikatan hidrofobik (Cowan, 2000).

6. Asam lemak

Asam lemak yang ditemukan di alam, biasanya merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan mempunyai jumlah atom karbon genap (Winarno, 2002). Asam lemak terdapat dua golongan yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh sederhana dengan

panjang rantai C 16 atau C 18 (Harborne, 1984). Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, serta dalam bentuk molekul keseluruhannya dengan asam lemak jenuh (Winarno, 2002).

Biji mimba dilaporkan mengandung senyawa-senyawa asam lemak antara lain asam palmitat, asam stearat, asam oleat, etil oleat, asam

2007). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa kulit buah mimba mengandung senyawa etil palmitat, etil oleat, metil 14-metil pentadekanoat (Siddiqui dkk., 2003). Kemampuan asam lemak sebagai antibakteri dikarenakan asam lemak bersifat hidrofobik, sehingga dapat menyebabkan kerusakan struktur membran sel bakteri dan membran menjadi permeabel, kemudian akan menyebabkan kerusakan membran sitoplasma, sehingga terjadi koagulasi pada nukleoid (Nalina dan Rahim, 2007; Hornitzky, 2003).

2. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji

Bakteri merupakan protista tingkat rendah dan banyak tersebar di udara, air, tanah, kulit, dan lain-lain. Suatu sifat taksonomi utama bakteri adalah reaksi pewarnaan gram. Bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif adalah bakteri yang tahan terhadap alkohol tetapi dapat mengikat warna pertama pertama (kristal violet) sehingga berwarna ungu. Sedangkan bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak tahan terhadap alkohol sehingga warna pertama yang diberikan luntur dan akan mengikat warna kedua sehingga bakteri berwarna merah (Bonang dkk., 1982).

Dalam bekerja, bakteri meningkatkan kemampuannya untuk bertahan dan meningkatkan kemungkinan penyebaran. Bagian di dalam tubuh, dimana bakteri harus menempel atau melekat pada sel inang biasanya adalah sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau lewat sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi sementara atau menetap (Jawetz dkk., 2005).

a. Sthapylococcus epidermidis Klasifikasi

Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Firmicutes

Class

: Bacilli

: Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961)

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bola atau kokus berkelompok yang tidak teratur dan bersifat fakultatif aerobik. Bakteri ini mempunyai diameter 0,8- membentuk spora,tidak bergerak dan koloni berwarna putih.

Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selapu lendir, bisul, jerawat, dan luka. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz dkk., 2005). Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah, seperti penderita AIDS, paseien yang kritis, pengguna obat- obat terlarang, bayi yang baru lahir, dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama. Gambar bakteri Staphylococcus epidermidis ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Staphylococcus epidermidis

b. Bacillus cereus Klasifikasi

Kingdom : Bacteria Phylum

: Firmicutes

Class

: Bacilli

Order

: Bacillales

: Bacillus cereus (Salle, 1961) Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang besar, tergolong dalam gram positif, dan bersifat fakultatif aerob. Kebanyakan anggota spesies ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara, dan tumbuh-tumbuhan. Bakteri ini menggunakan sumber nitrogen dan karbon sederhana untuk energi dan pertumbuhannya.

Bacillus cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan. Keberadaan B. Cereus dalam jumlah besar (lebih dari 10 6 organisme/g) dalam makanan merupakan indikasi adanya pertumbuhan dan pembelahan sel bakteri secara aktif dan berpotensi membahayakan kesehatan. Organisme ini kadang-kadang dapat menimbulkan penyakit pada orang dengan fungsi imun yang terganggu (misalnya meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivis, atau gastroenteritis akut).

Gejala keracunan bahan makanan yang tercemar oleh bakteri Bacillus cereus dibedakan menjadi dua yaitu mual disertai muntah dan kejang perut yang hebat disertai diare. Spora bakteri ini resisten terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap panas kering dan desinfektan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dan dapat bertahan selama bertahun-tahun pada tanah yang kering (Jawetz dkk., 2005). Gambar bakteri Bacillus cereus ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 3. Bacillus cereus

Klasifikasi

Kingdom : Bacteria Phylum

: Proteobacteria

Class

: Gamma Proteobacteria

: Shigella flexneri (Salle, 1961) Shigella flexneri merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dan bersifat fakultatif aerobik. Genus Shigella dapat tumbuh pada suhu 37°C dan sensitif terhadap panas dan tahan terhadap konsentrasi garam 5-6%. Koloni shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam (Jawetz dkk., 2005). Habitat bakteri ini adalah terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan shigellosis atau sering disebut disentri basiler. Disentri basiler merupakan salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Plezcar dkk., 1986).

Shigella flexneri dapat membentuk enterotoksin yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Genus Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya. Antigen somatik O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Gambar bakteri Shigella flexneri ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Shigella flexneri

3. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri (Dorland, 2002). Zat antibakteri dapat diperoleh dari hasil fermentasi, sintetik dan dapat diperoleh dari hasil isolasi tanaman. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang biasa dilakukan adalah metode difusi agar, dilusi dan turbidimetri. Metode difusi agar dibagi menjadi dua bagian yaitu metode perforasi (lubang) dan metode gores silang.

a. Metode lubang (perforasi)

Bakteri uji yang umurnya 18-24 jam disuspensikan ke dalam media agar pada suhu sekitar 45°C. Suspensi bakteri dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setelah agar memadat, dibuat lubang-lubang dengan diameter 6-8 mm. Kedalam lubang tersebut dimasukkan larutan zat yang akan diuji aktivitasnya

udian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubang perforasi.

b. Metode gores silang

Zat yang akan diuji diserapkan kedalam kertas saring dengan cara meneteskan pada cakram kertas kosong larutan antibakteri sejumlah volume tertentu dengan kadar tertentu juga. Kertas saring diletakkan diatas permukaan agar padat, kemudian digores dengan suspensi bakteri 90% pada agar mengenai/melalui kertas saringnya, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening yang tidak ditumbuhi bakteri di dekat kertas saring.

Beberapa infeksi disebabkan oleh bakteri yang secara umum dianggap patogen tidak menampakkan gejala (asimptomatik). Suatu penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi imunologi yang ditimbulkannya menyebabkan suatu bahaya bagi seseorang. Maka untuk menghambat daya infeksi agar tidak berkelanjutan lebih tinggi, bahkan kematian, perlu adanya antibakteri atau antibiotik sebagai obatnya (Jawetz dkk., 2005).

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik dapat dibuat dengan cara fermentasi, semi sintetis dan sintesis. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan penyakit infeksi.

Amo

-laktam dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran nafas, saluran empedu dan saluran seni, gonorhoe, gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena Salmonella

sp., seperti demam tipoid (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena

lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Amoksisilin dapat juga menyebabkan gangguan-gangguan usus dan kulit tetapi lebih jarang dibandingkan ampisilin (Tjay dan Rahardja, 2002). Struktur amoksisilin ditunjukkan pada gambar 5.

COOH Gambar 5. Struktur kimia amoksisilin COOH Gambar 5. Struktur kimia amoksisilin

Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Steptomyces venezuelae (Perlman, 1970). Antibiotik ini mempunyai spektrum kerja seperti tetrasiklin namun sekarang sudah jarang dipakai. Indikasi kloramfenikol untuk mengobati tifus, paratifus dan menginitis (Mutschler, 1991). Kloramfenikol termasuk antibiotik spesifik untuk bakteri gram negatif dan juga masih sensitif terhadap golongan anaerob. Golongan bakteri yang sensitif terhadap kloramfenikol adalah Streptococcus, Proteus, Klebsiella, Neiseria.

Gambar 6. Struktur kimia kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein yang kuat pada mikroorganisme. Obat ini menghalangi pelekatan asam amino pada rantai peptide yang baru timbul pada unit 50S pada ribosom, dengan mengganggu daya kerja peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik, spektrum, dosis serta kadarnya dalam darah mirip dengan tetrasiklin. Resistensi kloramfenikol merupakan akibat dari perusakan obat oleh suatu enzim yang dikendalikan oleh plasmid (Jawetz dkk., 2005).

Kloramfenikol kadang menyebabkan gangguan saluran pencernaan, mual, muntah. Efek toksin lain yang jarang terjadi adalah terjadi reaksi hipersensitivitas dan penglihatan yang kabur. Pada pemberian pada jangka waktu yang lama, kloramfenikol menekan perkembangan sel sumsum tulang dan dapat menyebabkan anemia aplastik yang bersifat ireversibel dan biasanya fatal.

mekanisme normal detoksifikasi belum terbentuk (Jawetz dkk., 2005)

Antibakteri obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, dikenal aktivitas bakteriostatik. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal dengan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkatkan kemampuan bakterisida. Aktivitas antibakteri dibagi dalam lima kelompok :

a. Antibakteri yang menghambat metabolisme sel bakteri

Pada mekanisme ini diperoleh efek bakteriostatik. Antibakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide, trimetoprim, asam p- aminosalisilat dan sulfon. Kerja antibakteri ini adalah menghambat pembentukan asam folat, bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya dan bakteri memperoleh asam folat dengan mensintesis sendiri dari asam para amino benzoat (PABA). Sulfonamid dan sulfon bekerja bersaing dengan PABA dalam pembentukan asam folat. Sedang trimetoprim bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase (Setiabudy dan Gan, 1995).

b. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan, sintesis peptidoglikan akan dihalangi oleh adanya antibiotik seperti penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin. Sikloserin akan menghambat reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel sedang yang lainnya menghambat di akhir sintesis peptidoglikan, sehingga mengakibatkan dinding sel menjadi tidak sempurna dan tidak mempertahankan pertumbuhan sel secara normal, sehingga tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada tekanan di luar sel maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka (Setiabudy dan Gan, 1995).

Sitoplasma dibatasi oleh membran sitoplasma yang merupakan penghalang dengan permeabilitas

yang selektif. Membran

sitoplasma akan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahanbahan lain. Jika terjadi kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel (Pelczar dkk., 1986).

d. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Kehidupan sel bakteri tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiah. Jika kondisi atau substansi yang dapat mengakibatkan terdenaturasinya protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) yang bersifat irreversible terhadap komponen-komponen seluler yang vital ini (Pelczar dkk.,1986).

e. Antibakteri yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri Protein, DNA, dan RNA berperan penting dalam proses kehidupan normal sel bakteri. Apabila terjadi gangguan pada pembentukan atau pada fungsi zat- zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pelczar dkk.,1986).

5. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Uji Banding Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang masih dapat menghambat partumbuhan mikroba. KHM merupakan petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan juga memberikan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan dalam pengobatan penyakit. Umumnya batas keamanan penggunaan antibiotik untuk pengobatan penyakit adalah sepuluh kali dosis KHM (Lay, 1994).

Nilai banding merupakan kesetaraan aktivitas antibakteri ekstrak yang diuji dengan antibakteri sintetik. Uji banding bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya aktivitas antibakteri sampel bila dibandingkan dengan suatu zat Nilai banding merupakan kesetaraan aktivitas antibakteri ekstrak yang diuji dengan antibakteri sintetik. Uji banding bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya aktivitas antibakteri sampel bila dibandingkan dengan suatu zat

100 x 100

sampel i Konsentras i

dari sampel i Konsentras i

uji Nilai uji

6. Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan untuk mengisolasi komponen senyawa kimia yang terdapat dalam suatu tumbuhan. Suirta dkk. (2007) melakukan ekstraksi dengan metode maserasi serbuk biji mimba menggunakan pelarut etanol teknis sampai semua komponen habis terekstraksi. Selanjutnya ekstrak etanol yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental etanol.

Sokletasi terhadap daun mimba pernah dilakukan Biu dkk. (2009) menggunakan air suling pada suhu 60ºC selama 8 jam. Ekstrak kemudian diletakkan pada nampan aluminium dan disimpan pada suhu kamar (27ºC).

7. Skrining Fitokimia

Tujuan penapisan fitokimia sendiri adalah untuk mengetahui kandungan senyawa suatu tumbuhan yang berguna untuk pengobatan (Fransworth, 1966). Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik, oleh karena itu penapisan fitokimia biasanya dilakukan terhadap alkaloid, flavonoid, antrakuinon, terpenoid, kumarin, saponin, tanin (polifenolat), dan sebagainya.

Skrining fitokimia uji tabung telah dilakukan oleh Biu dkk. (2009) terhadap golongan senyawa terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin. Senyawa alkaloid dideteksi dengan menggunakan pereaksi Dragendorrf, terpenoid dengan pereaksi Liberman-Buchard, flavonoid dengan uji Pew, saponin dengan Skrining fitokimia uji tabung telah dilakukan oleh Biu dkk. (2009) terhadap golongan senyawa terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, tanin. Senyawa alkaloid dideteksi dengan menggunakan pereaksi Dragendorrf, terpenoid dengan pereaksi Liberman-Buchard, flavonoid dengan uji Pew, saponin dengan

8. Kromatografi Vakum Cair (KVC)

Teknik pemisahan dengan KVC sering digunakan untuk memisahkan fraksi bersasarkan tingkat kepolarannya. Pemisahan ini biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan, misalnya pemisahan terhadap ekstrak mentah yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi.

Contoh penggunaan metode pemisahan KVC adalah pemisahan ekstrak metanol kulit kayu mimba menggunakan fase diam silika gel GF 254 . Caranya adalah ekstrak metanol kulit kayu mimba dilarutkan dalam aseton secukupnya dan

diimpregnasi ke dalam siliki G 60 (30 mesh-70 mesh). Kemudian sampel yang telah diimpregnasi dimasukkan ke dalam kolom KVC dan dielusi dimulai dengan pelarut heksana-etil asetat dengan perbandingan 1:1, 4:6, 2:8, etil asetat 100%, dan metanol-etil asetat 8-2. Masing-masing fraksi ditampung sebanyak 150 mL, dan setelah dipekatkan, dilakukan analisa KLT menggunakan plat KLT silika