Pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata: Studi Kasus Di Sma Negeri 1 Karanganom, Klaten

PEMBELAJARAN TETRALOGI ANDREA HIRATA: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Karanganom, Klaten SKRIPSI

Oleh: ANJAR ARDYANI K1207002 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PEMBELAJARAN TETRALOGI ANDREA HIRATA: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Karanganom, Klaten

Oleh: ANJAR ARDYANI K1207002

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui di hadapan Tim Penguji, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I,

Drs. Suyitno, M. Pd. NIP 195201221980031001

Pembimbing II,

Sri Hastuti, S.S., M.Pd. NIP 196906282003122001

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi: Nama Terang

Tanda Tangan

Ketua

: Dr. Andayani, M.Pd.

..................... Sekretaris

: Dr. Nugraheni E.W, S.S., M.Hum.

..................... Anggota I

: Drs. Suyitno, M. Pd.

..................... Anggota II

: Sri Hastuti, S.S., M.Pd.

Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 196007271987021001

ABSTRAK

Anjar Ardyani. K1207002. Pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Karanganom. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. September 2011.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan: (1) Bentuk perencanaan pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom, (2) Pelaksanaan pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom, (3) Kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom, (4) Upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah untuk mengatasi kendala pembelajaran Tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah (1) Dokumen, (2) Tempat dan Peristiwa, dan (3) Informan. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Validitas data diuji menggunakan triangulasi sumber (data) dan triangulasi metode. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Bentuk perencanaan pembelajaran tetralogi Andrea Hirata menggunakan perangkat pembelajaran yang dibuat oleh tim MGMP tingkat sekolah, yang berbentuk RPP; (2) Pelaksanaan pembelajaran tetralogi Andrea Hirata hampir memiliki kesesuaian seperti yang ada dalam RPP, yang berbeda adalah dengan penambahan media elektronik dalam pembelajaran sehingga siswa merasa lebih tertarik. Materi pembelajaran novel bersumber dari buku paket bahasa Indonesia dari penerbit Erlangga, Bumi Aksara, Yudhistira, serta beberapa sumber dari internet. Metode yang digunakan guru diantaranya: ceramah, tanya jawab, diskusi, dan inkuiri. Media yang digunakan sudah menarik yaitu menggunakan media elektronik yang berupa LCD proyektor. Sebagai evaluasi, saat akhir pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) Bentuk perencanaan pembelajaran tetralogi Andrea Hirata menggunakan perangkat pembelajaran yang dibuat oleh tim MGMP tingkat sekolah, yang berbentuk RPP; (2) Pelaksanaan pembelajaran tetralogi Andrea Hirata hampir memiliki kesesuaian seperti yang ada dalam RPP, yang berbeda adalah dengan penambahan media elektronik dalam pembelajaran sehingga siswa merasa lebih tertarik. Materi pembelajaran novel bersumber dari buku paket bahasa Indonesia dari penerbit Erlangga, Bumi Aksara, Yudhistira, serta beberapa sumber dari internet. Metode yang digunakan guru diantaranya: ceramah, tanya jawab, diskusi, dan inkuiri. Media yang digunakan sudah menarik yaitu menggunakan media elektronik yang berupa LCD proyektor. Sebagai evaluasi, saat akhir pembelajaran

MOTTO

Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain. (Thomas Hardy)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak Sukiman dan Ibu Rusmiyati atas semangat, dorongan, kasih sayang, dan doa tiada henti.

2. Adikku, Esti Wardani yang menjadi sumber

semangat.

3. Teman spesialku, Ardiyan Pratama yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

4. Sahabat seperjuanganku, Praptami Windy dan

Airy Mindia.

5. Teman-teman BASTIND angkatan 2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini.

2. Drs. Amir Fuady, M. Hum., Selaku pembantu Dekan III FKIP UNS yang telah memberi banyak kemudahan pada peneliti.

3. Dr. Muhammad Rohmadi, S.S., M.Hum., selaku Ketua Jurusan PBS yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini.

4. Dr. Andayani, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

5. Drs. Suyitno, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan dengan sabar sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Sri Hastuti, S.S., M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing penulis selama proses penelitian berlangsung.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Bahasa dan Sastra Indonesia yang secara tulus memberikan ilmunya kepada peneliti.

8. Keluarga besar SMA Negeri 1 Karanganom yang telah memperkenankan penulis melaksanakan penelitian dan membantu penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

9. Kedua orang tua yang tulus ikhlas mendidik dengan sabar, mendoakan, dan

10. Keluarga besar mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007 yang menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Tuhan. Amin.

Surakarta, September 2011

Penulis

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran Novel di Kelas XI Semester 2 ................................................................................. 34

2. Jadwal Penelitian ...................................................................................... 37

3. Soal tentang Unsur Intrinsik Novel Tetralogi Andrea Hirata ................... 54

4. Jawaban Siswa tentang Unsur Intrinsik Novel Tetralogi Andrea Hirata .. 55

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................... 36

2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ............................ 42

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Sinopsis Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata ............................. 73

2. Sinopsis Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata ............................... 75

3. Sinopsis Novel Edensor Karya Andrea Hirata ......................................... 77

4. Sinopsis Novel Maryamah Karpov Karya Andrea Hirata ........................ 79

5. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ............................................. 87

6. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen ............................................. 89

7. Catatan Lapangan Hasil Analisis Pengamatan ......................................... 90

8. Catatan Lapangan Hasil Analisis Pengamatan ......................................... 93

9. Catatan Lapangan Hasil Analisis Wawancara .......................................... 96

10. Catatan Lapangan Hasil Analisis Wawancara .......................................... 103

11. Catatan Lapangan Hasil Analisis Wawancara .......................................... 109

12. Denah Gedung Barat ................................................................................ 113

13. Struktur Organisasi secara Operasional .................................................... 114

1. TIU

: Tujuan Instruksional Umum

2. TIK

: Tujuan Instruksional Khusus

3. CLHW

: Catatan Lapangan Hasil Wawancara

4. KTSP

: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

5. MGMP

: Musyawarah Guru Mata Pelajaran

commit to user

ABSTRACT

Anjar Ardyani. K1207002. Tetralogy of Andrea Hirata Learning: A Case Study in SMA Negeri 1 Karanganom. Theses. Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Surakarta. September 2011.

The purpose of this study to describe: (1) The form of planning in learning Tetralogy of Andrea Hirata in SMA N 1 Karanganom, (2) Implementation of tetralogy of Andrea Hirata in SMA N 1 Karanganom, (3) The constraints that arise in the implementation of learning Tetralogy of Andrea Hirata in SMA N 1 Karanganom, (4) The efforts Indonesian teachers and schools to overcome barriers to learning in Tetralogy of Andrea Hirata SMA N 1 Karanganom.

This research uses qualitative descriptive study. Sources of data in this study

are (1) Documents, (2) Places and Events, and (3) Informant. The sampling technique using purposive sampling. Techniques of data collection is done by document analysis, observation, and interviews. The validity was tested by using triangulation of data sources (data) and the triangulation method. Techniques of data analysis in this study using an interactive analysis model.

Based on this research, it can be concluded as follows: (1) The form of tetralogy Andrea Hirata lesson plans to use the learning tool created by a team MGMP school level, in the form of lesson plans, (2) Implementation of tetralogy of Andrea Hirata learn almost have fit like the one in RPP, which is different is the addition of electronic media in learning so that students feel more interested. Novel learning materials sourced from Indonesian from textbook publishers Erlangga, Bumi Aksara, Yudhisthira, as well as some sources from the internet. Methods teachers use are: lecture, question and answer, discussion, and investigation. The medium used interesting is to use electronic media in the form of an LCD projector. As an

commit to user

test. Written test related to the material obtained by the students, (3) Obstacles that arise in learning tetralogy of Andrea Hirata is a lack of student interest towards novel materials and time limited, (4) The efforts the Indonesian teachers and the school to overcome these obstacles are: to overcome the lack of student interest in novel materials, teachers try to instill in students a sense of fun by inviting students to watch the previous films and explains the importance of the novel as a literary work. To overcome the constraints of limited time, the efforts of teachers is: trying to optimize time, by giving homework, and submission of representatives from the discussion.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang tepat tidak hanya dilihat dari segi materi pendidikan serta kelengkapan sarana penunjang proses pembelajaran akan tetapi lebih kepada bagaimana seorang guru membimbing para siswa untuk memahami materi pendidikan tanpa mengabaikan potensi dari siswa tersebut. Guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa mempunyai dimensi kecerdasan yang berbeda- beda.

Dalam berkomunikasi dikenal berbagai ragam bahasa. Ragam bahasa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan merupakan ungkapan pengalaman batin seseorang dalam ujaran atau ucapan, hubungan yang timbul dari penggunaan bahasa ini adalah pembicara dan pendengar. Bahasa tulis merupakan ungkapan pengalaman batin seseorang dalam bentuk tulisan, hubungan yang timbul dari penggunaan bahasa ini adalah penulis dan pembaca. Dalam perkembangannya, ragam bahasa tulis muncul sebagai sarana pengungkapan ide, gagasan, serta pemikiran manusia secara terperinci daripada ragam bahasa lisan. Karya sastra merupakan salah satu dari ragam bahasa tulis yang banyak terdapat dalam pembelajaran bahasa.

Atar Semi (1993: 8) mendefinisikan sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra adalah suatu alat atau sarana untuk mengarahkan, mengajarkan sesuatu tentang kebaikan yang telah disaksikan, dialami, dirasakan, dan direnungkan secara mendalam oleh manusia tentang kehidupan yang disampaikan secara indah dan menarik. Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahannya menonjol. Akan tetapi, sebagai sebuah karya seni, sastra bukan semata-mata berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan juga dengan unsur-unsur sastra yang lain yang tak kalah Atar Semi (1993: 8) mendefinisikan sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra adalah suatu alat atau sarana untuk mengarahkan, mengajarkan sesuatu tentang kebaikan yang telah disaksikan, dialami, dirasakan, dan direnungkan secara mendalam oleh manusia tentang kehidupan yang disampaikan secara indah dan menarik. Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahannya menonjol. Akan tetapi, sebagai sebuah karya seni, sastra bukan semata-mata berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan juga dengan unsur-unsur sastra yang lain yang tak kalah

Seorang sastrawan dalam menuangkan karyanya bukan hanya sekedar mengambil dari lingkungan sekitarnya semata, namun penyerapan berawal dari bahan mentah yang telah merasuki pikirannya sebagai bekal penghayatan yang dalam benak sastrawan menjadi sebuah rasa yang menggelora, mengkristal menjadi kata-kata yang siap dituangkan, yang pada akhirnya membentuk rangkaian kalimat hingga layak menjadi sebuah karya sastra.

Pengajaran apresiasi sastra dinilai masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Kualitas pengajaran sastra dinilai rendah karena sastra hanya diajarkan dalam definisi-definisi seperti ilmu fisika, dalam rumus-rumus mirip rumus kimia (Taufik Ismail, 2007: 3). Pendapat senada tentang kualitas pengajaran sastra saat ini rendah adalah pendapat yang dikemukakan oleh Atar Semi. Atar Semi (2002: 134) mengatakan bahwa kualitas pengajaran sastra dinilai rendah karena berbagai faktor seperti kurikulum, sarana belajar, dan guru .

Pengajaran sastra pada dasarnya adalah pengajaran tentang kehidupan. Karya sastra menyajikan para tokoh dengan latar belakang tertentu mengalami peristiwa atau konflik. Dalam karya sastra, pengarang menampilkan bagaimana para tokoh cerita menyikapi serta keluar dari konflik tersebut. Karena itu, harga karya sastra terletak pada cara pengarang menyampaikan tindak-tanduk, sikap, penilaian tokoh cerita atas konflik yang dihadapi melalui berbagai tinjauan. Melalui tinjauan tersebut pembaca memperoleh pembandingan atau pelajaran yang berharga untuk menyikapi kehidupan sehari-hari. Karena karya sastra bukanlah petunjuk praktis untuk menghadapi kehidupan sehari-hari, maka para siswa perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana membaca karya sastra. Disinilah pentingnya pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran ini bermanfaat untuk memberikan bekal teoretis kesusastraan dan latihan-latihan praktis membaca karya sastra. Pengajaran sastra bukan hanya bermanfaat dalam menunjang kemampuan berbahasa siswa dan mengembangkan kepekaan pikiran serta perasaan siswa, melainkan juga bermanfaat untuk memperkaya pandangan hidup Pengajaran sastra pada dasarnya adalah pengajaran tentang kehidupan. Karya sastra menyajikan para tokoh dengan latar belakang tertentu mengalami peristiwa atau konflik. Dalam karya sastra, pengarang menampilkan bagaimana para tokoh cerita menyikapi serta keluar dari konflik tersebut. Karena itu, harga karya sastra terletak pada cara pengarang menyampaikan tindak-tanduk, sikap, penilaian tokoh cerita atas konflik yang dihadapi melalui berbagai tinjauan. Melalui tinjauan tersebut pembaca memperoleh pembandingan atau pelajaran yang berharga untuk menyikapi kehidupan sehari-hari. Karena karya sastra bukanlah petunjuk praktis untuk menghadapi kehidupan sehari-hari, maka para siswa perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana membaca karya sastra. Disinilah pentingnya pengajaran apresiasi sastra. Pengajaran ini bermanfaat untuk memberikan bekal teoretis kesusastraan dan latihan-latihan praktis membaca karya sastra. Pengajaran sastra bukan hanya bermanfaat dalam menunjang kemampuan berbahasa siswa dan mengembangkan kepekaan pikiran serta perasaan siswa, melainkan juga bermanfaat untuk memperkaya pandangan hidup

Dalam pembelajaran sastra, siswa dapat melakukan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami serta merespon karya sastra tersebut. Melalui apresiasi sastra diharapkan siswa mampu mengapresiasi dan memberi penghargaan yang tulus terhadap karya sastra tersebut. Dunia sastra berkembang sesuai dengan kehidupan dan perubahan zaman. Ada ciri khas tersendiri pada setiap generasi yang menarik untuk disimak. Sekarang ini novel bertema remaja dan cinta banyak bermunculan di peredaran. Tema yang diambil begitu menjual walaupun kurang mendidik bagi pembacanya. Namun disamping itu, ada beberapa novel yang berusaha memunculkan tema yang bagus sehingga menjadi suatu bacaan yang berkualitas dan berguna.

Dari beberapa novel tersebut, ada novel yang mengangkat tema tentang pendidikan. Selain itu juga memiliki gaya penceritaan yang bagus dan penggunaan sudut pandang serta setting yang terperinci yang membuat sebuah novel menjadi enak dan layak untuk dibaca yaitu novel Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.

Alasan dipilihnya novel Tetralogi Andrea Hirata sebagai materi ajar dalam penelitian ini adalah karena novel ini mengungkapkan masalah perjuangan seorang anak yang gigih dalam berusaha untuk mewujudkan keinginannya yaitu untuk bersekolah setinggi-tingginya walaupun ditengah kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Alasan lain adalah pesan yang disampaikan pengarang novel yaitu agar setiap orang menggantungkan cita-citanya setinggi mungkin, dan berusaha keras serta berdoa untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut.

Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Tetralogi Andrea Hirata tidak

sebuah karya sastra. Permasalahan penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran yang tepat bagi siswa agar mereka bisa mencapai kompetensi yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang paling dekat dengan pengembangan budi pekerti dan kepribadian tidak lain adalah bahasa dan sastra. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran bahasa dan sastra selama ini lebih menitikberatkan kepentingan praktis dan pragmatis, yakni untuk meningkatkan kelancaran komunikasi dan pendalaman keilmuan semata. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dan sastra kurang bisa mengangkat nuansa apresiasi bagi siswa yang nantinya diharapkan dapat membentuk pribadi-pribadi yang berbudi pekerti luhur sebagaimana harapan semua pihak.

Pembelajaran apresiasi sastra yang dilaksanakan selama ini monoton dan kurang menarik. Siswa hanya mengenali sekilas tentang karya-karya sastra, pengetahuan sastra, dan pengarang sastra. Siswa tidak diajak memahami, apalagi memahami karya sastra atau belum pernah berapresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra belum disampaikan atau diajarkan secara maksimal oleh guru bahasa dan sastra Indonesia sehingga membuat daya apresiasi dan minat siswa terhadap pembelajaran apresiasi sastra kurang berkembang. Padahal, mengapresiasi karya sastra merupakan kegiatan yang perlu dilakukan oleh siswa untuk mengapresiasikan pikiran dan perasaan siswa. Pembelajaran apresiasi sastra seharusnya menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan bisa mengajak siswa untuk mengapresiasikan pikiran dan perasaan melalui karya sastra tersebut.

Beberapa indikator rendahnya pembelajaran sastra dapat dilihat dari segi siswa maupun guru. Banyak siswa mengalami kegagalan dalam mengapresiasi satra. Indikator tersebut di antaranya ialah siswa kurang tertarik akan materi sastra yang diberikan oleh guru. Siswa kurang dapat mengapresiasi sastra karena keterbatasan materi ajar yang baik dan keterbatasan informasi tentang unsur-unsur intrinsik sastra khususnya novel yang akan diapresiasi. Siswa cenderung menjadi epigon guru. Siswa hanya mengekor pada pendapat gurunya. Persepsi siswa

mengarah pada pencapaian taraf menilai dan berproduksi. Prosedur pembelajaran yang dilakukan adalah guru hanya mengajarkan teori tanpa melibatkan siswa dalam wujud praktik mengapresiasi. Kalaupun menggunakan praktik, guru hanya memberikan sebuah novel untuk dikaji bersama tanpa memperhatikan kebebasan siswa dalam berekspresi. Novel telah disediakan oleh guru sebelumnya secara subjektif atau yang hanya terdapat dalam buku sumber. Kemudian, guru menafsirkan novel tersebut menurut kesepahamannya. Setelah itu, guru menugaskan siswa untuk mengapresiasi kembali novel tersebut. Selanjutnya siswa hanya melakukan akitivitas penikmatan. Dari prosedur ini, tampak bahwa siswa hanya diberi kesempatan menerima dari apa yang disampaikan oleh gurunya. Siswa terkungkung pada satu titik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk berkreasi dengan novel lain. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya minat siswa dan akhirnya menimbulkan rendahnya nilai apresiasi sastra.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti menyadari betapa besar manfaat mengapresiasi novel khususnya novel Tetralogi Andrea Hirata serta ingin mengetahui bagaimana perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, kendala, dan upaya untuk mengatasi kendala tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul PEMBELAJARAN TETRALOGI ANDREA HIRATA: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Karanganom, Klaten.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah bentuk perencanaan pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom?

3. Apa sajakah kendala yang timbul dalam pengajaran tetralogi Andrea Hirata

4. Bagaimana upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah untuk mengatasi kendala pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Bentuk perencanaan pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom.

2. Pelaksanaan pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom.

3. Kendala-kendala yang timbul dalam pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom.

4. Upaya guru dan pihak sekolah untuk mengatasi kendala pengajaran tetralogi Andrea Hirata di SMA Negeri 1 Karanganom.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA, khususnya pembelajaran apresiasi sastra.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain:

a. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah ini bagi dunia pendidikan.

b. Bagi Pembaca pada Umumnya Pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi novel Tetralogi Andrea Hirata dan mengambil mengambil manfaat darinya. Selain itu, b. Bagi Pembaca pada Umumnya Pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi novel Tetralogi Andrea Hirata dan mengambil mengambil manfaat darinya. Selain itu,

c. Bagi Guru Bahasa Indonesia Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi guru bahasa dan sastra Indonesia bahwa novel Tetralogi Andrea Hirata baik digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sastra sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

d. Bagi Siswa Siswa diharapkan dapat memahami dan menganalisis novel untuk meningkatkan daya apresiasi siswa terhadap sebuah novel.

BAB II LANDASAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teoretis

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel muncul karena pengaruh filsafat John Locke yang menekankan pentingnya fakta dan pengalaman serta memandang berfikir terlalu fantastis adalah sesuatu yang ada berbahaya (Herman J. Waluyo, 2002: 36). Pembaca- pembaca dari golongan kaya, menengah, dan terpelajar di Inggris tidak menyukai puisi dan drama yang kurang realistis dan lebih menyukai cerita yang berdasarkan fakta, oleh karena itu novel lebih mudah diterima sebagai cabang kesenian yang baru. Di Indonesia novel pertama kali dipelopori oleh Idrus yang membuat karya berupa kumpulan novel berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dengan novel pertama berjudul Ave Maria dan yang terakhir berjudul Jalan Lain ke Roma . Sejak tahun 1950-an novel di Indonesia mengalami perkembangan pesat.

Batos (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 164) menyatakan bahwa novel merupakan sebuah roman, pelaku-pelaku mulai dengan watak muda, menjadi tua, bergerak dari sebuah adegan yang lain dari satu tempat ke tempat yang lain. Burhan Nurgiyantoro (2005: 15) menyatakan novel merupakan karya yang bersifat realistis dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat berkembang dari sejarah, surat-surat, bentuk-bentuk nonfiksi atau dokumen- dokumen, sedangkan roman (romansa) lebih bersifat puitis dan epik. Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui bahwa novel dan romansa berada dalam kedudukan yang berbeda. Jassin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 16) membatasi novel sebagai cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di sekitar kita, tidak mendalam, tidak banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seorang dan lebih mengenai suatu episode. Penyataannya, novel di Indonesia yang digarap secara mendalam, baik secara penokohan maupun unsur-unsur intrinsik lain.

bahwa novel merupakan prosa rekaan yang terdiri dari serangkaian peristiwa dan latar. Novel tidak sama dengan roman. Sebagai karya sastra yang termasuk ke dalam karya sastra modern, penyajian cerita dirasa lebih baik.

Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup yang kompleks yang dapat melahirkan suatu pertikaian dan konflik. Melalui novel pengarang dapat menceritakan semua aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk tentang berbagai perilaku manusia di dalamnya. Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi permasalahan hidup, novel juga berfungsi untuk mempelajari kehidupan manusia pada zaman tertentu.

Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Suminto A. Sayuti, 1997: 6-7). Masyarakat selalu berkaitan dengan ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam masyarakat berkembang dalam dimensi waktu. Semua itu membutuhkan deskripsi yang mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan. Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya akan membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh mulai masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung keseluruhan detail perkembangan tokoh dan pendeskripsian ruang.

Suminto A. Sayuti (1997: 7) mengemukakan bahwa novel dikategorikan dalam bentuk karya sastra fiksi yang bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengategorian ini dapat menyadarkan bahwa sebuah fiksi diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengategorian ini berarti novel dianggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang luwes dan dapat dicerna dengan mudah karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu cara tertentu akan mempunyai tujuan yang tertentu pula.

merupakan jenis cerita fiksi yang dibangun atas unsur-unsur intrinsik yang mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus yang berbentuk lebih panjang dan muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi lain seperti roman dan cerpen. Novel sebagai karya fiksi dibangun melalui beberapa unsur intrinsiknya, antara lain tema, alur, amanat, penokohan, serta sudut pandang.

b. Ciri-ciri Novel

Zaidan Hendy (1993: 225) mengemukakan ciri-ciri novel sebagai berikut:

1) Sajian cerita lebih panjang daripada cerita pendek dan lebih pendek dari

roman. Biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.

2) Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi pengarang.

3) Penyajian cerita berlandaskan pada alur pokok atau alur utama yang menjadi batang tubuh cerita dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).

4) Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok dan tema bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.

5) Karakter tokoh-tokoh utama dalam novel berbeda-beda. Demikian juga karakter tokoh lainnya. Dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh

dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap sejak awal hingga akhir. Sedangkan tokoh dinamis adalah tokoh yang mempunyai beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap.

c. Macam-macam Novel

Begitu banyaknya novel yang diterbitkan pada dekade 80-an, para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius yaitu novel yang dipandang bernilai sastra tinggi, sedangkan novel pop yaitu novel yang nilai sastranya diragukan (rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya (Herman J. Waluyo, 2002: 38). Beliau menambahkan ciri-ciri novel serius dalam sastra Indonesia mutakhir adalah tidak Begitu banyaknya novel yang diterbitkan pada dekade 80-an, para pengamat sastra mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius yaitu novel yang dipandang bernilai sastra tinggi, sedangkan novel pop yaitu novel yang nilai sastranya diragukan (rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya (Herman J. Waluyo, 2002: 38). Beliau menambahkan ciri-ciri novel serius dalam sastra Indonesia mutakhir adalah tidak

Adanya pro dan kontra menyebabkan ciri-ciri antara novel serius dengan novel pop sering dipertentangkan. Kadang ciri-ciri novel serius dijumpai dalam novel pop terutama pada ciri yang bersifat umum dan sebaliknya (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 17).

d. Unsur Intrinsik Novel

1) Tema

Stanton dan Kenney (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 67) mendefinisikan bahwa tema adalah makna yang dikandung dalam sebuah cerita. Makna yang dimaksud dapat berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema atau tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi yang diciptakannya. Tema merupakan makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan secara otomatis akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.

Senada dengan pendapat tersebut, Burhan Nurgiyantoro (2005: 68) mengatakan bahwa tema adalah inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita semua berpusat pada tema. Tema disebut juga ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Tema sebagai makna yang dikandung oleh cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang menunjang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan. Tema adalah makna cerita, seperti yang dikemukakan Paul G. Paris (2003), yaitu :

“Theme is not the moral, not the subject, not a hidden meaning, ilustrated by the story, what is it? Theme is meaning but it is a not hidden it is a not ilustrated. Theme is meaning the story realeased; it may be the meaning the story discoverers. By them we mean the neccesary implication of the whole story, not a

separable part of a story”. (tema bukan nasihat, bukan subyek, bukan sebuah makna yang disembunyikan dari cerita. Apakah tema? Tema adalah makna yang tersirat; mungkin makna untuk mengetahui sebuah cerita. Dengan tema, pembaca memaknai implikasi penting dari keseluruhan cerita, bukan sesuatu yang terpisahkan dari bagian cerita).

Pendapat lain, Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985: 142) menyatakan bahwa tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung dalam teks sebagai struktur semantik yang menyangkut berbagai persamaan maupun perbedaan yang ada. Tema-tema tersebut disaring dari berbagai motif yang menentukan hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam sebuah karya sastra yang diambil dari khazanah kehidupan yang ada.

2) Penokohan/perwatakan

Burhan Nurgiyantoro (2005: 165) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambar yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Djibran (2008: 58), penokohan mencakup pembentukan identitas, watak, kebiasaan, dan karakter tokoh yang diceritakan. Penokohan merupakan hal yang penting dalam sebuah cerita karena tanpa tokoh yang diceritakan sebuah cerita tidak akan berjalan.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 176) mengatakan bahwa dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda. Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu 1). Tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling sering diceritakan, dan 2). Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita. Tokoh cerita dapat dibedakan antara tokoh sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang dalam penampilannya hanya Burhan Nurgiyantoro (2005: 176) mengatakan bahwa dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda. Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu 1). Tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling sering diceritakan, dan 2). Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita. Tokoh cerita dapat dibedakan antara tokoh sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana adalah tokoh yang dalam penampilannya hanya

3) Latar

Atar Semi (1993: 46) berpendapat bahwa latar atau setting merupakan lingkungan terjadinya peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu dalam cerita. Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu terjadinya peristiwa. Menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 216) latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

W. H Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002 a : 198) menambahkan

bahwa latar atau setting adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan pandangan hidup tokoh. Latar tidak hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu tetapi juga ada hal lainnya. Latar meliputi penggambaran lokasi geografis termasuk topografi pemandangan sampai pada rincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan, atau kesibukan sehari-hari tokoh-tokoh, waktu terjadinya peristiwa, lingkungan agama, moral, emosional para tokoh, dan sejarah tentang peristiwa dalam sebuah cerita (Muhammad Pujiono: 2008).

Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori yakni, latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu yang berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pendapat Suminto A. Sayuti didukung dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok.

a) Latar Tempat Latar tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang digunakan yaitu nama tempat yang nyata, misalnya nama kota, instansi atau tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.

b) Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul tertentu.

c) Latar Sosial Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa latar atau setting adalah lingkungan atau tempat terjadinya suatu peristiwa dalam cerita yang meliputi tempat, waktu, maupun sosial yang menentukan watak atau karakter dari tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.

4) Alur atau plot

Menurut Boulton (dalam Herman J. Waluyo, 2002 a : 145) menyatakan

bahwa alur merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam rangkaian waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan datang. Plot tidak hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan konsekuensi serta hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Pendapat lain, Luxemburg (dalam Zainuddin Fananie, 2002: 93) menyatakan bahwa alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca bahwa alur merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam rangkaian waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan datang. Plot tidak hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan konsekuensi serta hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya. Pendapat lain, Luxemburg (dalam Zainuddin Fananie, 2002: 93) menyatakan bahwa alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca

1. Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu Urutan waktu di sini adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dalam fiksi tersebut secara teoritis. Urutan waktu dibagi menjadi dua golongan:

a) Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah dengan jalur yang lurus maju atau lebih dikenal dengan alur progresif.

b) Tidak kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah menggunakan alur mundur, sorot balik, flash back atau lebih dikenal dengan alur regresif.

2. Berdasarkan Kriteria Jumlah Berdasarkan jumlah adalah banyaknya jalur alur dalam karya fiksi. Ada kemungkinan karya fiksi hanya terdiri atas:

a) Satu jalur saja (alur tunggal). Hanya menampilkan kisah tentang seorang tokoh saja yang dikembangkan hanya hal-hal yang berkaitan dengan sang tokoh.

b) Lebih dari satu alur (sub-sub alur). Pada kriteria ini sub-sub plot memiliki alur cerita lebih dari satu. Terdiri dari alur utama dan alur pendukung (sub-sub alur).

3. Berdasarkan Kriteria Kepadatan Kriteria kepadatan yang dimaksud adalah:

a) Alur padat, yaitu alur yang dipaparkan secara tepat, peristiwa fungsional itu terjadi susul menyusul dengan rapat sehingga pembaca seolah-olah diharuskan untuk terus menerus mengikuti jalan cerita dan ketika salah satu bagian cerita tersebut dihilangkan maka cerita tersebut tidak akan menjadi utuh.

b) Alur longgar, yaitu cerita fiksi yang memiliki alur longgar. Pergeseran b) Alur longgar, yaitu cerita fiksi yang memiliki alur longgar. Pergeseran

5) Amanat

Amanat menurut Panuti Sudjiman (1988: 57) adalah suatu pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Wujud amanat dapat berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai petunjuk untuk memberikan nasehat dari tindakan tokoh cerita.

Amanat secara umum dapat dikatakan dalam bentuk penyampaian nilai dalam fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tak langsung (Burhan Nurgiyantoro, 2008). Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara serta merta, tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Pembaca dapat merenungkan dan menghayatinya secara intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah bagian dari dialog dan tindakan para tokoh dalam menghadapi suatu masalah yang mungkin berbeda antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat mulai terlihat, bagaimana amanat tersebut sampai di hati pembaca melalui kepandaian khusus pengarang dalam menceritakannya. Pembaca dapat saja menyadari atau menolak tindakan-tindakan tokoh dalam cerita tersebut demi terwujudnya amanat.

Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985: 10) mengatakan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat karyanya cerpen atau novel kepada pembaca atau pendengar. Sedangkan (Zulfahnur, 2008) dalam pengenalan budaya nusantara amanat diartikan sebagai pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita. Amanat adalah renungan yang disajikan kembali kepada pembaca (Muhammad Pujiono: 2008).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang disampaikan secara tersirat dan penafsirannya bersifat subjektif.

Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya sastra. Berkenaan dengan sudut pandang yang ada yang mengartikan sudut pandang dari pengarang ada juga yang mengartikan dari pencerita, bahkan ada pula yang menyamakan antara keduanya. Menurut Djibran (2008: 60) sudut pandang atau point of view dalam karya sastra terbagi menjadi tiga, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua dan sudut pandang orang ketiga.

Herman J. Waluyo (2002 a : 184) menyatakan bahwa point of view adalah

sudut pandang darimana pengarang bercerita, apakah sebagai pencerita yang tahu segala-galanya ataukah sebagai orang terbatas. Lebih lanjut Herman J. Waluyo

(2002 a : 184-185) membagi point of view menjadi tiga, yaitu:

1) Teknik akuan yaitu pengarang sebagai orang pertama dan menyebut pelakunya sebagai “aku”.

2) Teknik diaan yaitu pengarang sebagai orang ketiga dan menyebut pelaku utamanya sebagai “dia”.

3) Pengarang serba tahu atau omniscient naratif, yaitu pengarang menceritakan segalanya dan memasuki berbagai peran bebas.

Pendapat senada dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro (2005: 256- 271) membagi sudut pandang cerita secara garis besar yaitu:

1) Sudut pandang persona pertama “aku” Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang “aku”, berarti pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan peristiwa yang dialami, dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Sudut pandang orang pertama dibedakan menjadi dua golongan. Berdasarkan peran dan kedudukan “aku” dalam cerita yaitu “aku” yang menduduki peran utama dan “aku” yang menduduki

peran tambahan/berlaku sebagai saksi.

a) “Aku” tokoh utama

Sudut pandang “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan Sudut pandang “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan

b) “Aku” tokoh tambahan

Tokoh “aku” yang muncul bukan sebagai tokoh utama, akan tetapi sebagai tokoh tambahan. Tokoh “aku” tampil sebagai saksi.

2) Sudut pandang persona ketiga “dia” Narator dalam sudut pandang ini adalah orang diluar cerita yang

menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama. Kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh utama terus menerus disebut dan sebagai variasinya dipergunakan kata ganti. Penggunaan kata ganti tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembaca mengenali siapa tokoh yang diceritakan.

3) Sudut pandang campuran Jika dalam suatu cerita digunakan model “aku” dan “dia”, maka cerita tersebut menggunakan sudut pandang campuran. Hal tersebut tergantung dari kreativitas pengarang bagaimana memanfaatkan berbagai teknik yang ada untuk mencapai efektifitas yang ideal (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 266).

2. Hakikat Tetralogi

Tetralogi adalah gabungan suatu karya yang terdiri dari 4 karya berbeda. Awalan tetra- berarti 4 dalam bahasa Yunani. Selain kata tetralogi, quadrilogi juga dipakai untuk menunjukkan gabungan dari 4 karya berbeda. Awalan quadri- diambil

berarti empat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tetralogi). Tetralogi merupakan kumpulan buku yang ceritanya saling berkelanjutan dan terdiri dari empat seri. Contohnya adalah tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang terdiri dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi yang keduanya sudah difilmkan, lalu Edensor , dan terakhir Maryamah Karpov . (http://ririsalien.blogspot.com/2010/05/apa-itu-dwilogi-trilogi-dan-tetralogi.html).

merupakan seri karya sastra yang terdiri atas empat satuan yang saling berhubungan dan mengembangkan satu tema.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tetralogi adalah karya sastra yang terdiri dati empat satuan yang berbeda, yang saling berhubungan, dan mempunyai satu tema.

3. Tetralogi Andrea Hirata

Empat buah buku fenomenal buah karya dari salah seorang penulis muda berbakat Indonesia, Andrea Hirata, merupakan bacaan ilmiah bergaya sastra yang sangat jarang ditemukan di ranah kesusatraan Indonesia. Karena keunikan dan kualitasnya tersebut maka tidak mengherankan apabila tetralogi Laskar Pelangi juga sering dijadikan salah satu referensi kajian-kajian ilmiah, baik di Indonesia maupun di dunia.