BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi,
yang semula berasal dari zaman Romawi. Istilah Fidusia dalam bahasa Belanda secara lengkap disebut dengan
“Fiduciaire Eigendoms Overdracht” FEO, dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Fiduciary Transfer of Ownership”.
1
Dalam hukum Romawi lembaga fidusia ini dikenal dengan nama fiducia cum contracta artinya janji
kepercayaan yang dibuat kreditor. Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan kreditornya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda
sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditor akan mengalihkan kembali
kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas.
2
Fidusia ini berasal dari kata fidusiair atau fides, yang artinya kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan
agunan bagi pelunasan piutang kreditor.
3
1
Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008, hal. 42
2
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 151
3
IbId, hal. 151
Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan antara pemberi fidusia debitor dan penerima fidusia kreditor
merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusa percaya bahwa penerima fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah
diserahkan setelah dilunasi hutangnya. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada
dalam kekuasaannya.
1
Menurut Tan Kamelo,
2
Dari pengertian-pengertian diatas Fidusia mengandung unsur-unsur pokok sebagai berikut:
Fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda dengan hak
kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Sedangkan pengertian jaminan fidusia adalah “Hak jaminan atas benda bergerak baik
berwujud maupun tidak berwujud dan bangunanrumah diatas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya”. A. Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan bahwa fidusia adalah
“suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya debitur, berdasarkan adanya perjanjian pokok kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja
secara yuridiselevering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja sebagai jaminan utang debitur, sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur.
1
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 119
2
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni Bandung, 2006, hal.31
1. Adanya pengalihanpengoperan
2. Pengalihan dari pemiliknya kepada kreditur
3. Adanya perjanjian pokok
4. Penyerahan berdasarkan kepercayaan.
1
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang Jaminan Fidusia telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”.
Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar
fiduciair dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya tersebut diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan
pemilik benda pemberi fidusia. Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan dari pemiliknya kepada kreditor adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang
dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan secara yuridis atas benda yang dijaminkan beralih kepada kreditor. Sementara itu hak kepemilikan secara
ekonomis atas benda yang dijaminkan tersebut tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya.
2
Sedangkan pengertian Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 1 butir 2 adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud
1
Supianto, Op Cit, hal. 35
2
Rachmadi Usman, Op Cit, hal. 152
dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya”.
Dengan demikian, bahwa dari pengertian diatas ada beberapa prinsip utama dari jaminan Fidusia menurut Munir Fuady, antara lain
1
1. Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai pemegang
jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya. :
2. Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika
ada wanprestasi dari pihak debitur. 3.
Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek Jaminan Fidusia harus dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia.
4. Jika hasil penjualan eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutangnya,
maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia. Sehingga berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, hak jaminan yang
dapat dibebani secara Fidusia adalah benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia.
1
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 4
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh para ahli diatas adalah karena ketentuan undang-undang yang
telah mengatur tentang lembaga gadai mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat memenuhi perkembangan
masyarakat. Hambatan itu meliputi:
1
1. Adanya asas inbezitstelling
Asas ini mensyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya harus pindahberada pada pemegang gadai, sebagaimana yang diatur dalam
pasal 1152 KUH Perdata. Ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda-benda bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak
dapat menggunakan benda-benda tersebut untuk keperluannya. Terlebih jika benda tanggungan tersebut kebetulan merupakan alat
yang penting untuk mata pencaharian sehari-hari, misalnya bus atau truk-truk bagi perusahaan angkutan, alat-alat rumah makan, sepeda
bagi pemilik rekening dan lain-lain. Mereka itu disamping memerlukan kredit juga masih membutuhkan tetap dapat memakai
bendanya yang dijaminkan untuk bekerja. 2.
Gadai atas surat-surat piutang Kelemahan gadai atas surat-surat piutang ini karena:
a. Tidak adanya ketentuan tentang carapenarikan dari piutang-
piutang oleh si pemegang gadai; b.
Tidak adanya ketentuan menganai bentuk tertentu bagaimana gadai itu harus dilaksanakan, misalnya mengenai cara
1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.57
pemberitahuan tentang adanya gadai piutang-piutang tersebut kepada si debitur surat hutang, maka keadaan demikian tidak
memuaskan bagi pemegang gadai. Dalam keadaan demikian, berarti finansial si pemberi gadai menyerahkan diri sepenuhnya
kepada debitur surat piutang tersebut, hal mana dianggap tidak baik dalam dunia perdagangan.
3. Gadai kurang memuaskan, karena ketiadaan kepastian berkedudukan
sebagai kreditur terkuat, sebagaimana tampak dalam hal membagi hasil eksekusi, kreditur lain, yaitu pemegang hak privilege dapat
berkedudukan lebih tinggi dari pemegang gadai.
B. Asas-asas Umum Hukum Jaminan Fidusia