tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan pertusis, campak measles, polio, dan tuberkulosis Notoatmodjo, 2007, hlm.46.
Tujuan imunisasi di Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I Depkes,
2006.
b. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
tetapi juga dirasakan oleh : 1 Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. 2 Untuk keluarga : menghilangkan
kecemasan dan biaya pengobatan yang akan dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas. 3 Untuk
negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa.
3. Jadwal Pemberian Imunisasi Tabel 2.1
Jadwal Pemberian Imunisasi di Indonesia Usia
Vaksin Tempat
Bayi lahir dirumah
0 bulan HB 1
Rumah 1 bulan
BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPTHB Combo 1, Polio 2
Posyandu 3 bulan
DPTHB Combo 2, Polio 3 Posyandu
4 bulan DPTHB Combo 3, Polio 4
Posyandu 9 bulan
Campak Posyandu
Universitas Sumatera Utara
Bayi lahir di RSPraktek Bidan
0 bulan Hep B 0, BCG, Polio 1
RSPraktek Bidan 2 bulan
DPTHB Combo 1, Polio 2 RSPraktek Bidan
3 bulan DPTHB Combo 2, Polio 3
RSPraktek Bidan 4 bulan
DPTHB Combo 3, Polio 4 RSPraktek Bidan
9 bulan Campak
RSPraktek Bidan
4. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PD3I a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Daya tular
penyakit ini tinggi. Gejala awal penyakit adalah : gelisah, aktifitas menurun, radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput
putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi difteri berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian Depkes, 2009, hlm.12.
Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Hyppocrates pada abad ke-5 SM dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Seorang anak dapat terinfeksi
difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan setempat
dan terjadilah suatu selaputmembran yang dapat menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk pada membran tersebut kemudian diabsorbsi ke dalam aliran darah dan dibawa
ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria Tumbelaka, A.R Hadinegoro, S.R,
2008, hlm.143.
Universitas Sumatera Utara
b. Pertusis
Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh Bordetella Pertussis. Penyebaran pertusis
adalah melalui percikan ludah yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi
parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah Pneumania Bacterialis yang dapat menyebabkan kematian Depkes, 2009,
hlm.12. Sebelum ditemukan vaksinnya, pertusis merupakan penyakit tersering yang menyerang anak dan merupakan penyebab kematian diperkirakan sekitar 300.000
kematian terjadi setiap tahun. Pertusis merupakan penyakit yang bersifat toxin- mediated toxin yang dihasilkan melekat pada bulu getar saluran nafas atas akan
melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga menyebabkan gangguan aliran sekret saluran pernafasan, berpotensi menyebabkan sumbatan jalan nafas dan pneumonia Tumbelaka,
A.R Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.144.
c. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium Tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi
melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat, dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan
tubuh menjadi kaku Depkes, 2009, hlm.13. Tetanus dapat ditemukan pada anak-anak, juga dijumpai kasus tetanus neonatal yang bersifat fatal. Komplikasi tetanus yang sering
Universitas Sumatera Utara
terjadi antara lain laringospasme, infeksi nosokomial dan pneumonia ostostatik Tumbelaka, A.R Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.147.
d. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah. Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau
batuk. Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus-menerus, nyeri
dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Komplikasi tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian Depkes, 2009,
hlm.13.
e. Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles. Disebarkan melalui udara percikan ludah sewaktu bersin atau batuk dari penderita.
Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis mata merah selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke
tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga, dan infeksi saluran nafas pneumonia. Prioritas utama untuk penanggulangan
penyakit campak adalah melaksanakan program imunisasi lebih efektif Depkes, 2009, hlm.13.
f. Poliomielitis
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis
penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut acute flaccid paralysis=AFP. Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia
Universitas Sumatera Utara
tinja yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Komplikasi poliomielitis adalah
kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani Depkes, 2009, hlm.13.
Kata polio abu-abu dan myelon sumsum, berasal dari bahasa Latin yang berarti medulla spinalis. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan
pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak antarrumah tangga yang belum diimunisasi derajat serokonversi
lebih dari 90 Suyitno, 2008, hlm.157.
g. Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penularan penyakit secara horizontal yaitu dari darah dan produknya
melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual. Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Gejalanya adalah merasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti flu. Warna urin menjadi kuning, tinja menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun
kulit. Komplikasi hepatitis B adalah bisa menjadi hepatitis kronis dan menimbulkan pengerasan hati Cirrhosis Hepatis, kanker hati Hepato Cellular Carsinoma, dan
menimbulkan kematian Depkes, 2009, hlm.14. Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sedikitnya satu juta kematiantahun. Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis dengan 4
juta kasus barutahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis tetapi 80-95 akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan menjadi sirosis dan atau karsinoma
hepatoseluler. Oleh karena itu, kebijakan utama tata laksana virus hepatitis B adalah memotong jalur transmisi sedini mungkin. Vaksinasi universal bayi baru lahir
Universitas Sumatera Utara
merupakan upaya yang paling efektif dalam menurunkan prevalens virus hepatitis B dan karsinoma hepatoseluler Pujiarto, P.S Hidayat, B, 2008, hlm.135.
Tahun 1992 Hepatitis B dimasukkan kedalam program imunisasi. Tahun 1995 imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi di negara endemis tinggi. Tahun
1997 imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi disemua negara diseluruh dunia. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi 0-7 hari karena : 3-8 ibu hamil
merupakan pengidap carrier, 45,9 bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap, penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut jadi hepatitis menahun. Pemberian
imunisasi HB sedini mungkin akan melindungi 75 dari yang tertular Depkes, 2006, hlm.14.
5. Jenis-jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi a. Vaksin BCG Bacille Calmette-Guerin
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah vaksin BCG buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin BCG berisi suspensi Mycobacterium
bovis hidup yang sudah dilemahkan Rahajoe, 2008, hlm.132. 1
Vaksin BCG strain Paris no 1173. P2 Vaksin BCG bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup
yang sudah dilemahkan dari strain Paris no. 1173. P2 dengan kemasan ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut NaCl
0,9 = 80 dosis. Setelah dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCL 0,9 mengandung basil BCG hidup 0,75 mg, Natrium Glutamat 1,875 mg dan Natrium Klorida 9 mg. Vaksin
yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam Depkes, 2009, hlm.26.
Universitas Sumatera Utara
2 Vaksin BCG strain Danish 1331
Vaksin BCG SSi adalah vaksin hidup bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis strain Danish 1331 yang sudah dilemahkan. Dengan kemasan vial,
beku kering, 1 box berisi 10 vial vaksin, setiap 1 vial vaksin dengan 1 ml pelarut Saution SSi untuk 20 dosis. Setelah dilarutkan dengan 1 ml pelarut Saution SSi vaksin
mengandung mycobacterium bovis Danish Strain 1331. Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 4 jam Depkes, 2009, hlm.28.
BCG disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas Insertion musculus deltoideus, dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril dan
jarum suntik no.26 G. Indikasi BCG untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa. Kontraindikasi : menderita HIV, menderita gizi buruk, menderita demam
tinggi, menderita infeksi kulit yang luas, pernah sakit tuberkulosis Rahajoe, 2008, hlm.133.
Efek samping imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam 1-2 minggu, kemudian akan timbul indurasi, dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan, dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit, dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan
pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya Depkes, 2009, hlm.27.
b. Vaksin DPT+HB Difteri, Pertusis, Tetanus + Hepatitis B
Vaksin DPT+HB adalah vaksin yang mengandung DPT berupa toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan
sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Universitas Sumatera Utara
Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
Indikasi vaksin DPT+HB adalah untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis batuk rejan, dan hepatitis B. Kemasan 1 box
DPT+HB vial terdiri dari 10 vial 5 dosis, warna vaksin putih keruh. Cara pemberian dengan menyuntikkan secara intra muskuler 0,5 ml. Dosis
pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah reaksi lokal atau sistemik yang bersifat ringan. Kasus yang terjadi adalah
bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan. Menangis lebih dari 3 jam, kadang-kadang terjadi reaksi umum demam seperti demam 38,5
C, muntah. Kontra indikasi DPT+HB adalah hipersensivitas terhadap komponen vaksin,
reaksi berat terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya Depkes, 2009, hlm.29.
c. Vaksin Polio Oral Polio Vaccine = OPV
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspanse virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 strain sabin yang sudah dilemahkan, dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera distabilkan dengan sukrosa. Indikasi vaksin polio adalah untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis. Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT. Biofarma Bandung adalah dengan kemasan 1 box terdiri dari 10 vial, 1 vial berisi 10 dosis, dilengkapi
dengan pipet untuk meneteskan vaksin. Vaksin polio berbentuk cairan dengan komposisi setiap dosis yaitu 2 tetes = 0,1 ml mengandung komposisi tipe 1 : 106,0 CCID50, tipe 2 :
105,0 CCID50 dan tipe 3 : 105,5 CCID50 dan eritromisin tidak lebih dari 2 mcg, serta
Universitas Sumatera Utara
kanamisin tidak lebih dari 10 mcg. Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral Suyitno, 2008, hlm.163.
Kontraindikasi OPV adalah pada individu yang menderita immune deficiency, bayi yang mengidap HIV, tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh Depkes, 2009, hlm.32.
d. Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin dibuat PT Biofarma Bandung setiap dosis 0,5 ml mengandung tidak kurang dari 1000 infective
unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
dengan aqua bidest steril. Indikasi vaksin untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas pada usia 9-11 bulan. Diulang pada usia 6-7 tahun. Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan
maksimum 8 jam. Efek samping adalah hingga 15 pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Terjadi encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per
1 juta dosis yang diberikan. Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin
campak walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi, demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, alergi berat
terhadap kanamycin dan erithomycin, mengidap virus HIV Depkes, 2009, hlm.33.
Universitas Sumatera Utara
e. Vaksin Hepatitis B PID Prefil Injection Device
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat noninfecious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
menggunakan tehnologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspense berwarna putih. Indikasi adalah untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B PID dibuat oleh PT Biofarma Bandung dengan kemasan 1 box vaksin terdiri dari 100 HB PID dengan berbentuk
cairan. Komposisi HB PID setiap 0,5 mengandung HbsAg 10 mcg yang teradopsi pada aluminium hidroksida 9,25 mg. Seluruh formulasi mengandung thimerosal 0,01 wv
sebagai pengawet. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID secara intra
muskuler sebaiknya pada anterolateral paha, pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu. Efek
samping yaitu reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari. Kontraindikasi HB PID tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang Depkes, 2009, hlm.34.
Penggunaan uniject HB menggantikan vial telah dibuktikan lebih menguntungkan terutama segi sterilitas, tidak boros, mudah dan cepat penggunaannya
dan dapat menjangkau sasaran bayi usia 0-7 hari pada saat persalinan dan melalui kunjungan neonatus KN Depkes, 2006, hlm.2.
6. Program Pengembangan Imunisasi
Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi PPI atau Expanded Program On Immunisation EPI dilaksanakan di Indonesia sejak
Universitas Sumatera Utara
tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child Immunization pada akhir 1982.
Program UCI secara nasional dicapai pada tahun 1990, yaitu cakupan DPT 3, Polio3 dan campak minimal 80 sebelum usia 1 tahun. Sedangkan cakupan untuk DPT 1, Polio 1,
dan BCG minimal 90 . Imunisasi termasuk dalam PPI adalah BCG, Polio, DPT, Campak dan Hepatitis B Ismael, 2008, hlm.90.
Program imunisasi melalui PPI mempunyai tujuan akhir sesuai dengan komitmen internasional yaitu eradikasi polio ERAPO, eliminasi tetanus maternal dan neonatal,
reduksi campak RECAM, peningkatan mutu pelayanan imunisasi, menetapkan standar pemberian suntikan yang aman dan pengelolaan limbah tajam Ismael, 2008, hlm.90.
7. Cakupan Imunisasi
Target UCI merupakan tujuan antara Intermediate Goal, yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B harus mencapai 80 baik di
tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa Ismael, 2008, hlm.90. Untuk capaian imunisasi dilihat dari waktu, maka pemantauan dapat dilakukan
dengan : a Apakah pelaksanaan memantau sesuai dengan jadwal b Apakah vaksin cukup c Pengecekan lemari es setiap hari dan dicatat temperaturnya d Melihat apakah
suhu lemari es normal e Hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditentukan f Peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril g Adakah
diantara 7 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu. Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan dengan cara cakupan dari
bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing bulan, atau dengan cara kumulatif dan hasil cakupan per triwulan untuk masing-masing
desa. Untuk mengetahui keberhasilan program, dapat dengan melihat garis pencapaian
Universitas Sumatera Utara
dalam per tahun. 75-100 dari target, program sangat berhasil. 50-75 dari target, program cukup berhasil, di bawah 50 dari target, program belum berhasil. Bila di
bawah 25 dari target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan propinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan atau
Dati II. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu memperhitungkan pula memonitoring efisiensi pemakaian vaksin. Notoatmodjo, 2007, hlm.47.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Lengkap 1. Usia Ibu
Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai dengan ulang tahunnya yang terakhir. Usia merupakan konsep yang masih abstrak bahkan
cenderung menimbulkan variasi dalam pengukurannya. Seseorang mungkin menghitung umur dengan tepat tahun dan kelahirannya, sementara yang lain menghitungnya dalam
ukuran tahun saja Zaluchu, 2008, hlm.109. Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung untuk
memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian imunisasi Reza, 2006. Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling aman
seorang ibu untuk melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun Saputra, 2009. Penelitian Wardhana 2001 disebutkan bahwa ibu yang berusia
≥ 30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia 30
tahun cenderung untuk melakukan imunisasi lengkap 2,03 kali dibandingkan dengan usia ibu
≥ 30 tahun. Namun secara statistik hubungan antara usia ibu dan status kelengkapan imunisasi tidak bermakna p-value=0,16. Lienda 2009 dalam
Universitas Sumatera Utara