Pendekatan sistem intensifikasi yang selama ini diterapkan tidak lagi

2 pada dekade 1981-1990 sebesar 4,35. Angka tersebut kembali turun pada dekade 1991-2000 menjadi sebesar 1,32. Peningkatan produktivitas atau rata- rata produksi padi perhektar secara nasional juga mengalami penurunan. Rata-rata peningkatan produktivitas padi secara nasional tahun 1973-1980 adalah 0,29 tahun 1981-1990 sebesar 3,03, sedangkan pada tahun 1991-2000 mengalami penurunan menjadi 1,15, bahkan pada beberapa tahun bernilai negatif Susanto

2003. Pendekatan sistem intensifikasi yang selama ini diterapkan tidak lagi

mampu meningkatkan produksi dan produktivitas padi secara nyata. Penggunaan input yang makin tinggi untuk mempertahankan produktivitas tetap tinggi, ternyata telah menurunkan efisiensi sistem produksi padi sawah Anonimus 2003. Meskipun terjadi gejala pelandaian produksi dan penurunan produktivitas lahan sawah intensif di daerah sentra produksi padi, namun intensifikasi padi sawah khususnya sawah irigasi tetap menjadi tumpuan utama dalam peningkatan produksi padi nasional Anonimus 2004 c . Penyebab pelandaian produktivitas padi sawah antara lain : ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya kesadaran terhadap upaya pelestarian lahan dan lingkungan, dan eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik tanah Anonimus 2003. Pelandaian produktivitas padi terjadi karena kurangnya ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih relatif rendah. Penerapan teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke tahun tidak berbeda, Universitas Sumatera Utara 3 sehingga banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu diperbaiki Muljady, dkk 2005. Tantangan lain dalam budidaya padi sawah adalah perubahan cuaca di Indonesia mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya ketersediaan air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada padi sawah yang makin terbatas jumlahnya. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya terus menerus dari sejak bibit padi ditanam sampai tanaman mendekati waktu panen, baik pada pertanaman musim hujan maupun musim kemarau. Cara seperti ini menunjukkan bahwa penggunaan air irigasi tidak efisien boros Darwis 2004, sehingga kebutuhan air padi sawah mulai penanaman sampai panen antara 800 sampai 1200 mm, dengan konsumsi 6 sampai 10 mm per hari Kung dan Atthayodhin 1968 dalam De Datta 1981. Untuk memproduksi satu kilogram padi dibutuhkan tiga sampai lima liter air Anonimus 2004 c . Penggenangan air terus menerus pada tanaman padi menyebabkan kekurangan kadar oksigen dalam tanah sehingga terbentuknya senyawa-senyawa beracun dalam tanah seperti : Al, Fe, asam-asam organik, dan H 2 S, yang dapat meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil De Datta 1981; Hardjowigeno dan Rayes 2005. Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan Universitas Sumatera Utara 4 kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi- kondisi hypoxia kekurangan oksigen Anonimus 2006 a dan Uphoff 2004. Pada kondisi penggenangan air terus menerus, tanaman padi menghabiskan banyak energi untuk mengembangkan kantong-kantong udara jaringan Aerenchyma dalam akar-akarnya. Akibatnya 75 persen dari ujung-ujung akar padi mengalami degenerasi menjelang periode berbunga, akibatnya pembentukan anakan berkurang Anonimus 2000 a dan Berkelaar 2001 . Kebiasaan petani belum menggunakan benih berlabel, benih yang ditanam berasal dari hasil panen ke panen berikutnya dan petani jarang sekali melakukan pergiliran varietas pada padi sawah. Varietas tertentu apabila memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap hama khususnya hama wereng seterusnya dipakai oleh petani. Penggunaan varietas secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan ketahanan padi tersebut. Misalnya penggunaan varietas padi IR 64 selama ini diakui tahan terhadap wereng. Tercatat varietas ini selama dua puluh tahun ditanam oleh petani. Akibatnya, IR 64 rentan terhadap Wereng Batang Coklat WBC Anonimus 2005 a . Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang. Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk Hale dan Orcutt 1987. Universitas Sumatera Utara 5 Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem pengaturan jarak tanam. Perumusan Masalah. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun menyebabkan terjadinya pelandaian produktivitas padi sawah. Kebiasaan petani menggunakan teknologi yang statis turut berperan dalam pelandaian produktivitas padi sawah antara lain 1. pengelolaan air yang kurang tepat seperti melakukan penggenangan air pada padi sawah selama siklus hidupnya, 2. Penggunaan varietas padi yang menoton pada setiap musim tanam serta penggunaan benih yang berasal dari hasil panen ke panen berikutnya, menyebabkan menurunnya produktivitas dan ketahanan padi tersebut terhadap hama dan penyakit, dan 3. Penanaman padi menggunakan sistem tegel dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan. Ketiga faktor tersebut di atas sangat signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta efisiensi dalam penggunaan air. Dewasa ini banyak dilepas varietas unggul padi sawah yang belum jelas responnya terhadap teknik budidaya yang konvensional. Dengan demikian perlu ditetapkan suatu metode budidaya yang tepat bagi varietas unggul yang telah dikembangkan. Universitas Sumatera Utara 6 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1 Mendapatkan kondisi genangan air yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, 2 Mendapatkan jarak tanam yang optimal bagi pertumbuhan dan produksi varietas unggul padi sawah, 3 Mendapatkan tingkat genangan air dan jarak tanam yang paling responsif oleh varietas unggul padi sawah. Hipotesis 1. Terdapat tingkat genangan air yang paling sesuai bagi masing-masing varietas unggul padi sawah yang diuji. 2. Terdapat jarak tanam yang paling sesuai bagi masing-masing varietas yang diuji. 3. Ada interaksi antara jarak tanam dengan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah. Universitas Sumatera Utara 7 TINJAUAN PUSTAKA Fase Pertumbuhan Padi. Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase De Datta 1981; Anonimus 1988: Saranga 1997 yaitu : 1. Vegetatif awal pertumbuhan sampai pembentukan malai. a. tahap 0 : berkecambah sampai muncul kepermukaan. Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke 2 atau ke 3 setelah benih disebar dipesemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal akar memanjang. b. tahap 1 : pertunasan. Tahap pertunasan mulai benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk, sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan satu daun setiap 3 sampai 4 hari selama tahap awal pertumbuhan. Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18 hari siap untuk di tanam pindah.bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. c. tahap 2 : anakan. Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas Universitas Sumatera Utara 8 aksial axillary pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada 30 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder, anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang. d. tahap 3 : pemanjangan batang. Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap 2 dan 3. anakan terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Anakan maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan malai terjadi nyaris simultan pada varietas umur genjah 105 – 120 hari. Pada varietas umur dalam 150 hari, terdapat yang disebut lagi periode vegetatif dimana anakan maksimum terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang internode, dan akhirnya sampai ke tahap pembentukan malai. Universitas Sumatera Utara 9 2. Reproduksi pembentukan malai sampai pembungaaan. a. tahap 4 : pembentukan malai sampai bunting. Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase reproduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut berbulu putih panjang 1,0 sampai 1,5 mm muncul pada ruas buku utama, kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Dapat terlihat dengan membelah batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu menjadi tua dan mati dan anakan non produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. b. tahap 5 : keluar malai. Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. c. tahap 6 : pembungaan. Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari Universitas Sumatera Utara 10 jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan non produktif. 3. Pematangan pembungaan sampai gabah matang. a. tahap 7 : gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan senescense pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan daun dua daun di bawahnya tetap hijau. b. tahap 8 : gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan senescense dari anakan dan daun dibagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman kelihatan menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering. Universitas Sumatera Utara 11 c. tahap 9 : gabah matang penuh. Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mongering dengan cepat daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau. Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Teknik Pengairan Padi Sawah Teknik pemberian air dipetak sawah beririgasi teknis dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: 1. Penggenangan terus menerus. Menggenangi petak sawah mulai dari tanam sampai menjelang panen. Kelemahan cara ini yaitu memboroskan air irigasi, pertumbuhan anakan tertekan, pertumbuhan vegetatif lama, dan pembusukan batang lebih besar Mac Donald 1987; Anonimus 1999. 2. Pengaliran air terus menerus. Pemberian air secara terus menerus dengan membuka pintu masuk dan pintu keluar. Kelemahan cara ini boros air, pestisida dan pupuk Mac Donald 1987; Anonimus 1999. 3. Pengaliran air terputus putus. Pemberian air pada waktu dengan tinggi tertentu dan dihentikan pada waktu tertentu dan seterusnya. Pemberian air secara terputus putus dengan menggunakan rumus : I = 2 12 : 3 : 2: 2, artinya tinggi air diberikan 2 ½ cm dalam petakan sawah; diberikan selama 3 hari berturut-turut; kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut-turut dan air dihentikan sepenuhnya 2 minggu sebelum panen Mac Donald 1987; Anonimus 1999. Selain itu Universitas Sumatera Utara 12 pemberian air terputus-putus dapat juga dilakukan dengan cara : a. penggenangan air selama 30 hari sebelum tanam, bertujuan membantu proses pelapukan sisa akar, jerami padi atau gulma dan mempermudah dalam proses pengolahan lahan; b. pengeringan lahan selama 3 sampai 5 hari, bertujuan agar butiran Lumpur dapat melengket satu sama lainnya; c. pemberian air selama 2 sampai 3 hari sebelum tanam, bertujuan mempermudah pemberian pupuk dasar dan mempermudah penenaman; d. tinggi genangan pada fase anakan 2,5 cm; e. fase primordia tinggi genangan 7 sampai 10, tujuannya pada fase primordia ini kelembaban suhu tanaman perlu dijaga agar proses pembentukan bakal malai tidak terganggu; f. fase pengisian malai tinggi genangan 5 cm dan g. sawah dikeringkan 2 minggu sebelum panen, bertujuan agar pemasakan malai padi merata Anonimus 2000 b . 4. Air macak-macak kondisi tanah lembab, tetapi tidak tergenang atau cara SRI The System of Rice Intensification. Cara SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran dibandingkan dengan teknik budidaya secara tradisional. Dengan SRI, petani hanya menggunakan kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi Zheng, dkk 2004. Kondisi tanah tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak oksigen masuk ke dalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak Uphoff 2004. Dengan SRI, kondisi tidak digenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan sawah Universitas Sumatera Utara 13 digenangi air 1 sampai 3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi mulai 25 hari sebelum panen Nissanka dan Bandara 2004. Pengaruh Penggenangan Pada Tanah dan Padi Sawah. 1. Tanah sawah. Penggenangan dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat kimia, fisiko-kimia elektrokimia, dan biologi tanah yang mempengaruhi penyediaan dan pengambilan hara oleh padi sawah Hardjowigono dan Rayes 2005; Munir 1987. Perubahan sifat kimia tersebut hampir selalu dipengaruhi oleh proses reduksi-oksidasi secara biologis sebagai akibat dari kurangnya oksigen. Dalam proses respirasi mikroorganisme beberapa unsur atau ionnya harus bertindak sebagai penerima elektron Bell 1999 Dalam keadaan tidak tergenang, oksigen bertindak sebagai penerima elektron. Tetapi dalam keadaan tergenang ketika oksigen sangat berkurang, maka senyawa mineral atau unsur-unsur atau keduanya harus bertindak sebagai penerima elektron Bell 1999. Oksigen dalam air genangan yang mencapai tanah dengan cepat digunakan oleh mikroorganisme untuk berbagai reaksi kimia atau sedikit di bawah permukaan tanah. Karena penyediaan oksigen lebih kecil dari permintaan, maka terbentuklah dua lapisan tanah yang berbeda yaitu : a. lapisan oksidatif tipis dipermukaan tanah nisbah suplai O 2 konsumsi O 2 dalam tanah 1. Dalam lapisan ini, yang paling aktif secara mikrobiologi antara lain terjadinya : 1. Dekomposisi bahan organik secara aerobik, 2. Penambatan N secara Universitas Sumatera Utara 14 biologis oleh algae dan bakteri fotosintesis yang tergantung kepada cahaya, 3. Nitrifikasi oleh pengoksidasi ammonium dan nitrat, 4. Oksidasi gas metana Watanabe dan Furasaka 1980. b. Lapisan reduktif di bawahnya suplai O 2 konsumsi O 2 1; tidak terdapat oksigen bebas . Aktivitas utama dalam lapisan reduksi meliputi : 1. Dekomposisi bahan organik secara an organik, 2. Penambatan N 2 secara biologi heterotof kebanyakan berkaitan dengan sisa-sisa organik, 3. Denitrifikasi, 4. Reduksi mangan, besi dan sulfat, 5. Pembentukan gas metana methanogenesis dan 6. Menghasilkan gas H 2 Watanabe dan Furasaka 1980. Pada tanah tergenang mikroorganisme an aerobik fakultatif dan obligasi menggunakan NO 3- , Mn 4+ , Fe 3+ , SO 2- 4, CO 2 dan H + sebagai penerima electron dalam respirasinya sehingga mereduksi NO - 3 menjadi N 2 , Mn 4+ menjadi Mn 2+ , Fe 3+ menjadi Fe 2+ , SO 2- 4 menjadi S 2- , CO 2 menjadi CH 4 , dan H + menjadi H 2 Patrick dan Reddy 1978. Pengaruh penggenangan secara keseluruhan pada tanah masam menyebabkan kenaikan pH, sedangkan pada tanah alkalis menyebabkan penurunan pH. Penggenangan menyebabkan pH semua tanah mendekati 6,5 sampai 7,0, kecuali gambut masam atau tanah dengan kadar Fe aktif Fe 2+ rendah Hardjowigeno dan Rayes 2005. Penyanggaan pH pada tanah masam disebabkan oleh system redoks Fe dan Mn, sedangkan pada tanah alkalis disebabkan oleh penyanggaan asam karbonat. Naiknya pH tanah masam yang digenangi disebabkan oleh reduksi Fe 3+ Universitas Sumatera Utara 15 menjadi Fe 2+ ketika terjadi pembebasan OH - dan konsumsi H + Bahmaniar dan Mirnia 2002. 2. Tanaman padi sawah. Masalah keracunan hara seringkali ditemukan pada tanaman padi sawah sebagai akibat dari penggenangan tanah. Keracunan pada lahan basah dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain : a. salinitas sodisitas tinggi. Tanaman padi tergolong mempunyai toleransi sedang terhadap salinitas, tetapi DHL sebesar 6-10 dSm dapat mengurangi produksi padi hingga 50 persen. Toleransi tanaman padi terhadap garam tergantung dari : stadium pertumbuhan tanaman, varietas dan keadaan cuaca atau iklim lebih peka terhadap garam waktu intensitas penyinaran tinggi. Gejala keracunan garam ditandai dengan tanaman padi tumbuh kerdil, anakan berkurang, ujung daun keputih-putihan dan terjadinya klorosis Bahmaniar dan Mirnia 2002. b. keracunan besi Fe. Keracunan besi ditemukan pada tanah masam dengan pH 5 bila kering. Keracunan besi terlihat bila kadar besi dalam tanah20 – 40 mgl. Gejalanya, bila ditemukan buih FeOH 3 yang kemerahan atau coklat dipermukaan tanah atau sepanjang retakan, atau melayang dipermukaan air genangan. Gejala keracunan besi pada tanaman padi sawah adalah: 1. Daun coklat ungu bronzing atau kekuningan sampai orange, 2. Beberapa varietas tidak menunjukkan perubahan warna daun, tetapi Universitas Sumatera Utara 16 pertumbuhan anakan terhambat, perakaran jarang, pendek, kasar, dan terselaput warna coklat atau kemerahan Van Mensvoort, dkk 1985. c. keracunan Aluminium Al . Keracunan Al pada tanaman padi sawah mulai terjadi pada pH 4,5 – 5,0 untuk bibit padi dan pada pH 3,4 – 4,0 untuk tanaman yang lebih tua. Gejala keracunan Al dapat terlihat dari adanya warna putih atau kuning klorosis dibagian antar tulang daun tua. Namun demikian, karena keracunan Al menghambat pertumbuhan akar tanaman terkadang gejala- gejala tersebut belum terlihat, padahal tanaman sudah sulit tumbuh Van Mensvoort, dkk 1985. d. keracunan asam organik. Keracunan asam organik terjadi dalam tanah yang tinggi kadar bahan organiknya tanah gambut dan pada tanah yang banyak ditambahkan bahan organik segar jerami atau pupuk hijau. Jenis asam organik yang terbentuk setelah penggenangan yakni asam formiat, asam propionate, asam isobutirat, asam butirat, asam isovalerat dan asam asetat. Konsentrasi yang tinggi dari asam-asam tersebut menghambat perpanjangan akar, respirasi dan serapan hara Hardjowigeno dan Rayes 2005. e. keracunan Hidrogen Sulfida H 2 S. keracunan H 2 S pada tanaman padi sawah pertama kali dilaporkan di Jepang pada tanaman berpasir, drainase baik, kandungan Fe aktif rendah yang disebut penyakit Akiochi penyakit fisiologis. H 2 S dapat mengurangi kekuatan dalam mengoksidasi akar, sehingga meningkatkan Universitas Sumatera Utara 17 keracunan Fe 2+ dipermukaan akar, karena akar tidak mampu lagi mengoksidasi Fe 2+ Hardjowigeno dan Rayes 2005. Varietas Unggul Padi Sawah Kondisi agroekosistem areal pertanaman padi di Indonesia sangat beragam baik faktor fisik, iklim, biologis, maupum sosial ekonominya. Keberhasilan pengembangan suatu varietas ditentukan oleh kesesuaian sifat-sifat varietas dengan kondisi agroekosistemnya. Selain faktor-faktor utama yang mudah diketahui seperti lahan sawah, gogo, rawa, dan daerah endemis hama dan penyakit tertentu, masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi penampilan suatu varietas. Anjuran yang dapat disampaikan dalam pemilihan varietas adalah pilih varietas-varietas yang mungkin sesuai dengan kondisi wilayah yang dimaksud kemudian varietas-varietas tersebut dicoba di lahan petani. Berdasarkan penampilan varietas-varietas tersebut dapat ditentukan varietas-varietas yang paling sesuai, termasuk kesesuaian dengan selera petaninya Anonimus 2005 b . Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi budidaya padi yang mudah diadopsi petani. Varietas unggul berperan penting dalam peningkatan hasil, perbaikan dan diversifikasi mutu, dan penekanan kehilangan hasil karena gangguan hama, penyakit, maupun cekaman lingkungan Anonimus 2005 b . Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan, serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah, karena petani tinggal menanam, murah karena varietas unggul yang tahan hama misalnya, memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka. Varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan Universitas Sumatera Utara 18 lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80 total areal padi di Indonesia Susanto 2003. Padi dikatakan varietas unggul apabila mempunyai salah satu sifat keunggulan terhadap varietas sebelumnya. Keunggulan tersebut dapat tercermin pada sifat genetiknya yang menghasilkan produksi tinggi pada satu satuan luas lahan dan pada satu satuan waktu. Produksi yang tinggi ini dapat terjadi karena perpaduan antara beberapa sifat yang ada pada tanaman Saranga 1997. Sifat- sifat tanaman padi varietas unggul adalah : 1. Produksi tinggi 5 sampai 8 tonha, 2. Tanaman pendek, 3. Daun tegak, 4. Jumlah anakan produktif sedang sampai banyak 14 sampai 20, 5. Tanaman tahan rebah, 6. Respon terhadap pemupukan memerlukan banyak pupuk, 7. Tahan terhadap hama dan penyakit, termasuk virus, 8. Umur tanaman genjah 105 sampai 125 hari setelah sebar, 9. Rasa nasi sedang sampai enak, ada yang beraroma Anonimus 2004 c . Ciri khas varietas padi unggul spesifik lokasi adalah : a. Dapat beradaptasi terhadap iklim dan tipe tanah setempat, b. Citarasanya disenangi dan memiliki harga jual yang tinggi di pasar lokal, c. Daya hasil tinggi, d. Toleran terhadap hama dan penyakit dan e. Tahan rebah Anonimus 2004 c . Dalam pemilihan varietas perlu dipertimbangkan hal–hal sebagai berikut : a. Pergiliran varietas perlu dilakukan pada pola tanam padi–padi–palawija untuk mencegah ledakan hama dan penyakit tertentu. Pergiliran varietas pada padi sawah harus dilaksanakan guna memperpanjang sifat ketahanan suatu varietas atas serangan hama dan penyakit tertentu. Hama dan penyakit utama seperti wereng coklat, virus tungro, bakteri hawar daun atau kresek Xanthomonas Universitas Sumatera Utara 19 capetris sp dan blas Pyricularia oryzae dikendalikan dengan penerapan pergiliran varietas Istuti dan Endah 2000. b. Pada musim hujan MH, pilih varietas yang tahan wereng dan tahan penyakit. Varietas yang cocok pada musim hujan antara lain : memberamo, ciherang, widas, sunggal, wera, angke, konawe, cimelati, singkil, kalimas, bondoyudo, way apo buru, dan conde. c. Pada musim kemarau MK, pilih varietas yang relatif toleran terhadap kekeringan dan kurang disukai hama penggerek batang. Varietas yang cocok pada musim kemarau antara lain : widas, ciherang, sunggal, dan selugonggo. d. Memperhatikan lingkungan setempat, antara lain : curah hujan, jenis tanah, Suhu udara pada waktu siang dan malam hari, ketinggian tempat dan permintaan pasar bentuk gabah, beras, dan cita rasa Anonimus 2004 b . Sistem Tanam Legowo Cara tanam padi sistem legowo merupakan modifikasi teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi, di antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan.Jarak antarkelompok barisan lorong bisa mencapai 50 cm, 60 cm atau 70 cm bergantung pada kesuburan tanah Suriapermana, dkk 1990. Variasi jarak tanam legowo dapat dikembangkan oleh petani, tergantung dari pengalaman yang paling menguntungkan. Pada tanah yang subur, jarak tanam legowo lebih renggang dari tanah yang tidak subur. Untuk varietas Universitas Sumatera Utara 20 padi yang daunnya terkulai gunakan jarak tanam legowo yang lebih renggang dari padi yang daunnya tegak. Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh barisan pinggir tanaman padi border effect yang lebih banyak Anonimus 1995. Dengan sistem legowo, tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan bulir gabah yang lebih bernas Pahruddin, dkk 2004. Keuntungan lain dengan menggunakan sistem legowo adalah : a. Penanaman dengan sistem legowo biasanya diterapkan pada daerah yang banyak serangan hama dan penyakit. b. Pengendalian hama terutama wereng coklat, ulat grayak, lembing batu dan hama lain yang berada di pangkal batang lebih efektif. c. Menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi. d. Pengendalian hama dan gulma lebih mudah. e. Memfasilitasi ruang kosong untuk drainase, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi. f. Penggunaan pupuk lebih efektif. g. Umur padi lebih genjah 5-10 hari dibandingkan dengan umur padi dengan tanam cara tegel Suriapermana, dkk 2000 Kemungkinan dampak negatif sistem legowo : a. Penggunaan benih padi lebih tinggi 10-25, b. Upah buruh tanam meningkat dan c. Harus dibuat caplak khusus. Universitas Sumatera Utara 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di persawahan irigasi Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.. Penelitian I dilaksanakan pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006 dan penelitian ke II dilaksanakan bulan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007. Tahapan Penelitian. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu : 1. Respon Pertumbuhan Vegetatif Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam. 2. Respon Produksi Varietas Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam. Bahan dan metode penelitian tersebut diuraikan secara terperinci pada masing-masing penelitian. Alur penelitian yang menunjukkan keterkaitan antar penelitian disajikan pada Gambar 1. Universitas Sumatera Utara 22 PENERAPAN TEKNOLOGI SECARA KONVENSIONAL PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PENELITIAN TAHAP I Respon Pertumbuhan Vegetatif Padi Sawah Terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam TAHAP II Respon Produksi Varietas Padi Sawah terhadap Tingkat Genangan Air dan Jarak Tanam Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Tahap I dan Tahap II Varietas Tidak Berlabel dan Monoton tiap musim tanam ditandai dengan : ƒ Penggunaan varietas turunan ƒ Tidak ada pergiliran varietas PELANDAIAN PRODUKSI PADI SAWAH Sistim Pengelolaan Air Tidak Baik ditandai dengan : ƒ Penggenangan lahan 5 cm, terus-menerus ƒ Boros penggunaan Air Jarak tanam tidak optimal, ditandai dengan : ƒ Jarak tanam rapat dan tidak beraturan Universitas Sumatera Utara 23 PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN PRODUKSI EMPAT VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP TINGKAT GENANGAN AIR DAN JARAK TANAM. PENDAHULUAN Pengelolaan tanaman yang tidak baik dengan menggunakan teknologi secara turun temurun, menyebabkan tingkat produktivitas padi cenderung melandai. Pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman seperti pembentukan anakan tidak optimal, ini disebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat sehingga sangat mempengaruhi produksi padi. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya secara terus menerus terutama pada fase vegetatif menyebabkan tanaman kurang dapat mengambil unsur hara yang dibutuhkan, menghambat pertumbuhan anakan tunas, menghambat perkembangan akar, merangsang pertumbuhan memanjang tanaman, menghasilkan lebih banyak jerami, dan penggenangan yang terlalu dalam dan lama dapat merubah sifat-sifat kimia tanah sawah, antara lain: kandungan oksigen yang sedikit, kandungan karbon dioksida yang berlebihan, terjadi akumulasi H2S yang dapat meracuni tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil De Datta 1981 dan Vergara 1990. Sedangkan Pada kondisi tanah tidak tergenang, akar akan tumbuh dengan subur dan besar, sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak, serta mendorong tumbuhnya tunas yang optimal Anonimus 2000 a . Pengelolaan air pada padi sawah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pertumbuhan akar yang akan mendorong jumlah anakan perumpun yang dihasilkan. Kebutuhan air untuk setiap varietas padi sawah berbeda-beda satu sama lainnya. Untuk itu, penanaman varietas untuk setiap musim tanam harus disesuaikan dengan cuaca musim. Berdasarkan hal Universitas Sumatera Utara 24 tersebut di atas varietas padi sawah dibagi dalam tiga golongan berdasarkan cuaca musim yaitu: a. varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan, varietas ini tahan rebah terhadap genangan air yang dalam, b. varietas yang cocok ditanam pada musim kemarau dan c. varietas yang cocok ditanam pada musim penghujan dan kemarau. Petani masih menggunakan benih yang berasal dari hasil panen sebelumnya secara terus menerus dan penggunaan benih tidak variatif tidak ada pergiliran varietas untuk setiap musim tanam menyebabkan tingkat produktivitas dan ketahanan suatu varietas terhadap hama dan penyakit menurun Istuti dan Endah 2000; Darwis 2004; Anonimus 2005 a . Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil padi per satuan luas dapat ditempuh dengan menanam varietas unggul padi sawah yang berpotensi hasil tinggi yang didukung karakteristik low input, tahan terhadap tekanan biotik maupun abiotik dan berkualitas baik. Keberhasilan upaya tersebut sangat tergantung pada variabilitas genetik karakter-karakter yang dapat diwariskan Ferh 1987 dan kemampuan untuk memilih genotif unggul dalam tahapan-tahapan seleksi. Usaha untuk meningkatkan hasil, umur genjah, dan disukai konsumen adalah dengan melakukan pengujian dan seleksi yang tujuannya untuk mendapatkan varietas padi unggul yang spesifik lokasi. Penanaman bibit padi yang dilakukan petani cenderung rapat, tidak beraturan dan penanaman bibit banyak lebih dari 5 bibit perlubang tanam menyebabkan perawatanpemeliharaan tanaman tidak optimal sehingga pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif tidak seragam untuk setiap petakan sawahnya dan ini berengaruh terhadap produksi. Ini disebabkan petani sulit Universitas Sumatera Utara 25 melakukan penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan antar sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk Hale dan Orcutt 1987. Universitas Sumatera Utara 26 BAHAN DAN METODA Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di persawahan irigasi teknis di Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pengamatan jaringan Aerenchym dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan, sedangkan pengamatan tekanan turgor dan prolin di laksanakan laboratorium Fisiologi Balai Penelitian Karet Sei Putih. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : benih varietas padi : Ciherang, Cilosari , Cimelati, dan Diah Suci. Empat varietas ini berasal dari instalasi Pusat Penelitian Teknologi Pertanian Pasar Miring Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang. Pupuk yang digunakan Urea, KCL, SP36; garam dapur; plastik chamber; Nitrogen cair, dan pestisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : traktor, meteran ,kayu patok, hand sprayer, ember, mikroskop, Microvolmeter, dewpoint Microvolmeter, thermometer, hygrometer, pisau silet, dan alat tulis, dll. Metoda Penelitian Penelitian dilakukan dengan rancangan petak terpisah dengan tiga faktor yaitu : 1. Petak Utama yaitu : tingkat genangan air dengan simbol G terdiri dari 3 taraf yaitu a G 1 = genangan air 0 cm air macak-macak. b G 2 = genangan air 5 cm dari permukaan tanah. c. G 3 = genangan air 10 cm dari permukaan tanah. Universitas Sumatera Utara 27 2. Anak petak yaitu : jarak tanam dengan simbol J terdiri dari 3 taraf yaitu : a. J 1 = Jarak tanam 15 x 15 cm. b. J 2 = Jarak tanam 20 x 20 cm c. J 3 = Jarak tanam 25 x 25 cm. 3. Anak-anak petak yaitu : varietas padi dengan simbol V terdiri dari 4 taraf yaitu: a. V 1 = Ciherang b .V 2 = Cilosari c. V 3 = Cimelati d. V 4 = Diah Suci Jumlah ulangan = 3 ulangan Jumlah sampel = 10 tanaman Pelaksanaan Penelitian . Tanah dibajak sebanyak dua kali olah I dan II. Setelah pembajakan I, sawah digenangi selama 7 hari, kemudian dilakukan pembajakan ke II, diikuti penggaruan tanah untuk meratakan dan pelumpuran.. Selanjutnya dibuat plot penelitian dengan ukuran 3 x 3 m, sebanyak 36 plot plot penelitian dengan 3 ulangan.jarak antar petak utama 0,5 m sedangkan jarak antar ulangan satu meter. Persemaian dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah pertama. Lahan persemaian dibuat bedengan dengan ukuran 60 x 400 cm. lahan persemaian dipupuk dengan Urea sebanyak 10 persen dari total Urea yang digunakan untuk pertanaman. Lahan persemaian perlu diberi sekam sebanyak 2 kgm 2 untuk mempermudah pencabutan bibit, terutama untuk penggunaan bibit muda. Sebelum dilakukan penaburan benih, benih terlebih dahulu direndam dalam air garam dengan konsentrasi 3 persen selama 10 menit. Benih yang Universitas Sumatera Utara 28 terapung dibuang, dan benih yang tenggelam digunakan Sembiring, dkk 2002. Sebelum benih ditabur harus direndam dalam air selama 24 jam lalu diperam selama 24 jam supaya berkecambah. Selanjutnya benih disebar ditempat pesemaian. Bibit yang dipindahkan ke lapangan berumur 10 hari setelah sebar. Jarak tanam sesuai perlakuan. Penanaman dilakukan satu bibit perlubang tanam. Penyisipan dilakukan apabila tanaman tidak sehat atau mati. Penyisipan dilakukan paling lambat bibit berumur 15 hari setelah sebar. Penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali selama musim tanam yaitu pada umur 15 hari, 35 hari dan 55 hari. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma dengan tangan . gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah. Pada saat melakukan penyiangan juga dilakukan penggemburan tanah. Pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan kandungan klorofil daun yang diukur menggunakan skala warna daun leaf color chart, LCC. Pupuk N pertama diberikan pada umur 10 hari untuk sistem Tapin, dengan takaran 100 kg Ureaha. Pemberian pupuk N susulan ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran status klorofil dan stadia tumbuh tanaman. Semakin hijau warna daun saat pengukuran, semakin kecil takaran pupuk urea susulan. Pembacaan status klorofil daun dilakukan tiap minggu mulai tanaman berumur 14 HST hingga keluar bunga. Batas ambang baca klorofil meter adalah 35. Bila angka baca kurang dari 35 sudah saatnya tanaman diberi pupuk, dengan takaran 30 kg Nhaaplikasi Anonimus 2004 c ; dan Zaini, dkk 2004. Sedangkan pupuk SP36 diberikan pada saat tanam dengan dosis 75 kgha, pupuk KCL diberikan pada saat tanam dengan dosis 50 kgha sesuai analisa tanah. Universitas Sumatera Utara 29 Tindakan pengendalian hama dan penyakit padi sawah dilakukan dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu PHT yaitu pengendalian dilakukan apabila tanaman sudah terserang hama dan penyakit. Perlakuan Penggenangan. Perlakuan penggenangan air dilakukan dua minggu setelah tanam sampai menjelang panen. Penggenangan dihentikan lima hari sebelum panen. Sedangkan perlakuan macak-macak dilakukan pada saat tanam sampai panen. Peubah yang Diukur. Tinggi Tanaman . Pengamatan pertama dilakukan pada umur 20 hari setelah sebar.Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah leher akar sampai pada daun yang tertinggi. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali. Pengamatan dihentikan sampai pembentukan anakan maksimum padi telah mengeluarkan malai. Phyllocron. Pengamatan dilakukan pada umur 20 hari setelah sebar sampai terbentuknya anakan maksimal. Phyllocron yang diamati adalah : jumlah phyllocron yang terbentuk pada tanaman. Pengamatan dilakukan seminggu sekali. Jaringan aerenchyma. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman telah mengeluarkan malai. Pengamatan jaringan ini menggunakan mikroskop di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan. Pengamatan jaringan aerenchyma sepanjang akar dengan mengiris akar secara melintang. Bobot akar. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman telah mengeluarkan malai. Sebelum diamati akar tanaman padi dibersihkan dari tanah. Untuk bobot kering akar, akar dikeringkan dalam oven dengan suhu 80 C sampai beratnya konstan, baru ditimbang. Universitas Sumatera Utara 30 Tekanan turgor. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman telah mengeluarkan malai. Untuk mendapatkan tekanan turgor, kita harus mencari potensial air daun Y MPa dan potensial osmotik Ψ MPa. Prosedur potensial air daun adalah : potensial air daun diukur dengan cara mengambil daun pada bagian tengah dengan ukuran 1,2 x 3,4 cm. setelah itu, potongan daun diletakkan pada Wescor chamber C-30 dan ditutup rapat-rapat, kemudian dibungkus dengan plastic Chamber yang berisi contoh daun tadi direndam dalam water bath pada suhu konstan 25 C selama 2 jam. Kemudian Chamber dihubungkan Microvoltmeter, selanjutnya Microvoltmeter dihidupkan, dan Thermocouple output dibaca dengan Dewpoint Microvoltmeter HR 33 T Karyudi dan Flettcher 2003. Prosedur potensial osmotik adalah : tekanan osmotik diukur pada sampel daun dan teknik yang sama dengan pengukuran potensial daun setelah contoh daun direndam terlebih dahulu di dalam Nitrogen cair selama beberapa menit. Selanjutnya dapat dihitung tekanan turgor P MPa. Tekanan turgor dihitung dengan rumus : P = Y – Ψ P = Tekanan Turgor Y = Potensial Air Daun Ψ = Potensial osmotik Analisa kandungan prolin. Analisa kandungan prolin dari jaringan daun tanaman dilakukan dengan menggunakan metoda Bates, dkk 1973. Reagen ninhidrin disiapkan dengan menghangatkan 25 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat glacial dan 20 ml 6 M asam fosfat, kemudian diaduk secara perlahan sampai tercampur merata. Campuran diekstraksi dengan 4 ml toluene, kemudian diaduk dengan vorteks selama 15 sampai 20 detik. Kromofor yang mengandung tuluen dikeluarkan dari fase cair. Kromofor dibiarkan beberapa saat pada suhu Universitas Sumatera Utara 31 kamar, selanjutnya absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm, sedang sebagai blangko digunakan larutan toluene. Konsentrasi prolin dalam jaringan daun ditetapkan dengan menggunakan kurva standar prolin yang dibuat dengan berbagai tingkat konsentrasi prolin. Berdasarkan pengukuran nilai absorbansi kemudian dibuat kurva regresi hubungan antara konsentrasi dan nilai absorbansinya. Produksi Gabah per plot. Setiap plot penelitian, Padi dipanen dengan ukuran luas 3 x 3 m. Gabah yang dipanen dijemur selama 3 hari, kemudian ditimbang. Universitas Sumatera Utara 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai tingkat genangan air memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 20 hss hari setelah sebar sampai umur 48 hss, sebaliknya varietas unggul memberikan pengaruh sangat nyata pada umur 20 hss sampai umur 48 hss, sedangkan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 27 hss sampai 48 hss. Pengaruh interaksi dua dan tiga faktor untuk semua umur tanaman menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Pada Tabel 1 disajikan respon tinggi tanaman padi pada umur 20 hss sampai dengan 48 hss pada berbagai tingkat genangan air, varietas unggul padi dan jarak tanam. Tabel 1. Respon Tinggi Tanaman Umur 20 sampai dengan. 48 hss Pada Berbagai Variasi Genangan Air, Varietas Unggul dan Jarak Tanam. Tinggi Tanaman cm Perlakuan 20 HSS 27 HSS 34 HSS 41 HSS 48 HSS Faktor Tunggal Tingkat genangan G1 macak-macak 27,08 45,75 52,09 59,89 68,23 G2 5 cm 31,27 48,43 57,26 64,66 80,34 G3 10 cm 31,18 48,58 59,09 65,87 81,40 Varietas V1 Ciherang 30,29 aA 46,16 aA 55,67 aA 62,24 aA 85,64 aA V2 Cilosari 24,74 bB 36,04 bB 45,64 bB 54,88 bB 73,59 bB V3 Cimelati 32,10 aA 47,36 aA 57,91 aA 67,81 aA 87,22 aA V4 Diah Suci 33,25 aA 49,43 aA 59,37 aA 71,33 aA 89,50 aA Jarak Tanam J1 15x15 cm 31,09 48,32 a 54,77 aA 68,74 a 86,62 aA J2 20x20 cm 30,92 37,44 b 46,25 bB 54,74 b 75,60 bB J3 25 x 25 cm 30,53 37,00 b 44,43 bB 53,94 b 72,74 bB Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 huruf kecil dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 huruf besar berdasarkan uji Duncan Universitas Sumatera Utara 33 Tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan tinggi genangan air memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tinggi tanaman. Semakin tinggi tingkat genangan air, pertumbuhan tinggi tanaman semakin cepat. Pada umur 48 hari setelah sebar tanaman yang tertinggi diperoleh pada perlakuan G 3 tingkat genangan 10 cm yaitu 81,40 cm, sedangkan yang terendah perlakuan G 1 macak- macak yaitu 68,23 cm. Tingginya tingkat genangan air berkolerasi positif dengan pertambahan tinggi tanaman. Kecenderungan ini secara langsung dihubungkan dengan meningkatnya panjang ruas batang internode pada cekaman air dalam. Penemuan yang serupa dilaporkan oleh Quayyum, dkk 1981; Purba 1993, Nour, dkk 1994; 1996, Sugai, dkk 1998, dan Gun 1999, dan ditekankan bahwa peningkatan dari panjangnya ruas batang internode adalah secara positif berhubungan dengan genangan air. Sehubungan dengan ini De Datta 1981 menyatakan bahwa tinggi tanaman padi terkait langsung dengan genangan air sawah; tinggi tanaman umumnya meningkat dengan meningkatnya genangan air. Akibat penggenangan terus menerus, kekuatan batang tanaman padi menurun seiring dengan meningkatnya tinggi tanaman. Dengan demikian, kekuatan batang berkurang jika batang memanjang seiring dengan meningkatnya genangan air. Quayyum, dkk 1981 dan Khakwani, dkk 2005 menyatakan bahwa pada kondisi tergenang, bibit padi pada umur 10 sampai 40 hari, akan meningkatkan panjang ruas batang padi . Semakin tinggi tingkat penggenangan pada padi sawah, semakin panjang ruas batang internode yang terbentuk. Pertambahan panjang ruas batang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Menurut Ku, dkk 1970; Musgrave, dkk 1972; Musgrave dan Walters 1973, panjangnya ruas batang internode pada beberapa Universitas Sumatera Utara 34 species tanah basah seperti padi, Ranunculus, aceleratus, Callitriche platycarpa dirangsang oleh etilen, terutama pada keadaan oksigen rendah dan karbon dioksida tinggi, yang secara normal berlawanan antagonistik dengan kerja etilen. Bilamana suatu pucuk muda dari salah satu species-species tersebut dicelupkan ke dalam air, etilen yang secara alamiah diproduksi oleh jaringan dan normalnya dilepaskan melalui difusi gas, akan cenderung berakumulasi di dalam apoplast. Bila ambang untuk promosi pengembangan sel 0,01nlml jaringan R. aceleratus telah terlampaui, batang dan petiola akan menyebar sehingga daun dapat kembali ke lingkungan udara dimana laju fotosintesis yang normal dan disisipi etilen dapat dimulai. Etilen eksogen dari tanah juga mempelopori pengaruh tersebut. Sebaliknya, menurut Zheng, dkk 2004; Nissanka dan Bandara 2003, jika keadaan lahan padi dalam keadaan macak-macak dengan jarak tanam lebar pertumbuhan batang padi lebih kokoh karena mendapat penyinaran yang cukup dan penetrasi akar di dalam tanah berkembang lebih baik, karena akar mendapat oksigen lebih banyak dibandingkan pada tanah dalam keadaan tergenang. Perakaran yang banyak menunjang batang padi lebih kokoh. Kondisi tanah yang tergenang dicirikan oleh hypoxia dan anoxia, akibat penipisan oksigen parsial dan total. Konsumsi biologis cepat akan oksigen yang larut di dalam air tergenang tidak diimbangi oleh difusi gas yaitu 10.000 kali lebih rendah di dalam air dari pada di udara, tidak ada kompensasi untuk konsumsi perkembangan biologis dengan cepat yang dihancurkan oksigen Ponnamperuma 1972; Gambrell, dkk 1991; Van der Weele, dkk 1996; Visser, dkk 2000; Visser, dkk 2003. Agar tanaman tidak kekurangan oksigen, tanaman beradaptasi dengan cara melakukan pemanjangan internodal dengan cepat Universitas Sumatera Utara 35 Jackson 1985; Voesenek, dkk 1992. Sebagai contoh pemanjangan coleoptil pada semaian padi yang sedang berkecambah terjadi pada anoxia dan dirangsang oleh hypoxia Ranson dan Parija 1964; Ohwaki 1967; Opik 1973; Turner, dkk 1981; Ishizawa, dkk 1999. Pemanjangan pucuk pada tanah tergenang yang mengalami penipisan oksigen ini dianggap memperlancar perolehan oksigen secara langsung dari atmosfir atau melalui fotosintesa. Untuk perkembangan dan reproduksi yang berkelanjutan, jaringan diseluruh bagian tanaman harus mendapatkan oksigen untuk respirasi aerobik, cara utama bagi produksi energi Vartapetian dan Jackson

1997. Kurangnya oksigen dalam zona akar mengarah kepada pengasaman tanah