Faktor yang mempengaruhi Penyakit ini terutama berkembang setelah tanaman membentuk benang
sari. Banyak infeksi terjadi pada suhu 16-20 °C. Penyakit lebih banyak terjadi di pegunungan pada musim hujan Semangun, 1993.
Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis appresoria yang mampu berpenetrasi ke jaringan tanaman. Sporakonidia yang terbawa angin
dapat menginfeksi ke tongkol. Biji yang terinfeksi bila ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang Wakman dan Burhanuddin, 2007.
Pengendalian Menurut Anonimus
b
2010, pengeloloaan penyakit ini adalah: 1. Teknik bercocok tanam
- Menanam varietas unggul
- Pergiliran tanaman
- Mengatur jarak tanam
- Seed dressing
2.Aplikasi Fungisida
7. Penyakit Virus Kerdil Khlorotik Jagung Maize Chlorotic Dwarf Virus Disease Virus = MCDV
Gejala Serangan
Gejala awal ditandai oleh warna khlorose pada daun muda di pucuk tanaman. Klorotik garis diantara tulang daun sering tampak. Daun menguning
Universitas Sumatera Utara
atau kemerahan dan pemendekan ruas batang umum terjadi Wakman dan Burhanuddin, 2007 Gambar 13.
Gambar 13. Gejala Serangan MCDV Sumber.http:balitsereal.litbang.deptan.go.idbjagungsatutujuh.pdf
Penularan Virus ditularkan oleh serangga vektor, wereng daun jagung Granminella
nigrifrons Forbes dan G. Sonora Ball secara semipersisten. Wereng mesih infektif sampai 8 jam setelah mengisap cairan tanaman yang terinfeksi
Wakman dan Burhanuddin, 2007.
Pengendalian
Penyakit virus kerdil klorotik jagung dapat dikendalikan dengan pemberantasan rumput inang dengan herbisida dan pemberantasan serangga
vektor dengan insektisida Wakman dan Burhanuddin, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Peranan Lingkungan Dalam Proses Epidemiologi
Konsep segitiga penyakit merupakan hubungan antara tiga faktor, yaitu inang, patogen dan lingkungan. Inang dalam keadaan rentan, patogen bersifat
virulen daya infeksi tinggi dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung. Lingkungan berupa komponen lingkungan fisik suhu, kelembaban,
cahaya maupun biotik musuh alami, organisme kompetitor. Dari konsep tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh
terhadap intensitas penyakit yang muncul Wiyono, 2007. Penyakit sporadis merupakan penyakit epifitotik yang tidak selalu terjadi
setiap musim dan dengan interval yang tidak teratur. Adapun penyakit ”endemik” menggambarkan suatu penyakit yang terbatas pada wilayah geografis tertentu,
atau penyakit yang selalu terdapat di daerah tertentu dengan menimbulkan kerusakan ringan sampai berat Wiyono, 2007.
Secara ideal, wilayah pertanaman dapat dibagi menjadi sejumlah daerah agroklimat yang seragam tanggapannya seperti sifat tanah dan cuaca
Petersen, 1994. Masing – masing agroklimat dibutuhkan oleh patogen – patogen tertentu dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga menjadi penyebab
penyakit pada tanaman jagung. Beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah bulai, bercak daun, hawar daun, karat daun, busuk batang
bakteri Wakman dan Burhanuddin, 2007, bercak abu – abu, busuk tongkol Diplodia dan busuk tongkol Gibberella CIMMYT, 2004.
Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan, pertumbuhan, dan kerentanan genetik inang. Faktor lingkungan yang sangat penting yang
mempengarui perkembangan epidemi penyakit tumbuhan adalah kelembapan,
Universitas Sumatera Utara
suhu, curah hujan, lama penyinaran matahari, angin. Kelembapan akan meningkatkan sporulasi jamur, pelepasan spora, perbanyakan bakteri. Begitu juga
dengan suhu, pengaruh yang paling umum suhu terhadap epidemi yaitu pengaruhnya terhadap patogen selama stadia patogenitas yang berbeda, seperti
pada perkecambahan spora, penetrasi inang, pertumbuhan dan reproduksi patogen, invasi inang dan sporulasi Abadi, 2003.
Ketiga golongan lingkungan makro, meso dan mikro berubah-ubah setiap saat. Dalam skala mikro pengaruh perubahan iklim terhadap proses
epidemiologi diukur dalam detik. Dalam lingkungan meso ukuran proses epidemi lebih panjang, mungkin dalam jam atau mungkin hari. Sedangkan skala makro
diukur dalam hari, minggu, musim atau malah bulan dan tahun Oka, 2003. Hampir sebagian besar penyebab penyakit tanaman, terutama golongan
jamur akan berkembang dengan pesat pada kelembapan yang tinggi. Begitu juga halnya dengan curah hujan. Tumbukan air hujan ke permukaan tanah akan
menimbulkan cipratan-cipratan. Patogen yang ada pada tanah ikut terlempar, lalu menempel pada bagian tanaman yang lunak, terutama tanaman muda atau
tanaman semusim kemudian memarasit tanaman tersebut. Tanah yang mempunyai pH rendah juga disukai oleh sebagian besar jamur. Pada tanah masam, jamur
berkembang pesat dan banyak menimbulkan kerugian Wiyono, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilakukan di Desa Purwobinangun dan Desa Namoukur, Kab. Langkat ± 118 mdpl dan Desa Guru Kinayan Kabupaten Karo dengan ketinggian
± 1004 mdpl. Penelitian dimulai pada bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 21 varietas jagung, masing – masing 12 varietas berasal dari Pioneer brand, yaitu varietas 30A97, 30A55, 30Y87, 3014,
30B80, P5027, P4199, P3326, P3482, P3645, X4B184, X7B458; dan 9 varietas berasal dari produsen benih lainnya yang ada di pasar, yaitu: varietas NKNK48,
NKNK6204, NKNK8840, EDBISI 16, EDBISI-816, AHSASIA 3, PACPAC 105, DKPDK979 dan DKPDK818; pupuk N, P
2
O
5,
K
2
O, fungisida Metalaxyl, Lactophenol cotton blue, Potato Dextrose Agar PDA.
Alat yang digunakan adalah pelubang tanam, meteran, cangkul, ajir bambu, kotak tray, kapas, gelas objek, mikroskop, cawan petri, aluminium foil
dan lain- lain.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode survei dengan cara mengamati langsung tanaman jagung yang terserang penyakit baik pada fase vegetatif dan
generatif di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Penelitian Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan bertujuan untuk menentukan desa yang mewakili daerah sentra produksi yaitu desa Purwobinangun dan desa Namoukur di
Kabupaten Langkat serta desa Guru Kinayan Kabupaten Karo.
Pengambilan Sampel
Luas area penelitian adalah 800 m
2
dengan jumlah populasi jagung sebanyak 22.875. Sampel diambil dengan melihat tanaman yang terserang
penyakit saja dan dimasukkan kedalam kotak tray yang dilapisi kapas basah dan diberi label tanggal dan lokasi pengambilan. Selanjutnya sampel dibawa ke
laboratorium untuk dibiakkan. Isolasi Jamur
Isolasi dilakukan dengan mengambil sampel bagian tanaman jagung yang terinfeksi dan sedikit bagian yang sehat kemudian dibersihkan dengan
menggunakan aquadest steril, dipotong dengan ukuran 1x1 cm. Sampel disterilisasi dengan klorox 0,1 selama ± 5 menit, dibilas dengan aquadest steril
dan dikeringanginkan di atas tissue. Sampel dibiakkan dalam media PDA dengan metode three point dan diinkubasi pada temperatur ruang. Jamur yang tumbuh
diisolasi kembali sampai diperoleh biakan murni.
Identifikasi Jamur
Identifikasi jamur dilakukan dengan membuat preparat dari biakan murni. Satu tetes lactophenol cotton blue diletakkan di atas preparat, kemudian diambil
jamur dengan menggunakan jarum ose. Pengamatan dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan mikroskop Compaund Olympus tipe BH-12. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku identifikasi Alexopolus, 1987.
Peubah Amatan
1. Jenis Penyakit
Pengamatan jenis penyakit dilakukan pada fase vegetatif dan pada fase generatif. Khusus untuk penyakit bulai, karena tidak dapat dibiakkan
pada media biakan, pengamatan dilakukan pada pagi hari dengan mengambil langsung spora yang terdapat di balik daun menggunakan
selotip dan diletakkan di atas preparat. 2.
Persentase Serangan Persentase serangan dari setiap gejala penyakit yang di dapat di
lapangan pada fase vegetatif maupun generatif. Persentase serangan dihitung dengan rumus :
P = a X 100 b
P = Persentase Serangan a = Jumlah tanaman yang terserang
b = Jumlah seluruh tanaman Cara menghitung sampel:
1. Bulai
a = 285 tanaman b = 22.875 tanaman
maka P = 28522.875 x 100 = 1,24
Universitas Sumatera Utara
2. Bercak Daun
a = 335 tanaman b = 22.875 tanaman
maka P = 33522.875 x 100 = 1,46 3.
Busuk Tongkol Diplodia a = 85 tanaman
b = 22.875 tanaman maka P = 8522.875 x 100 = 0,37
4. Hawar Daun
a = 583 tanaman b = 22.875 tanaman
maka P = 58322.875 x 100 = 2,54 5.
Karat Daun P.polysora Karat Daun P.sorghi
a = 235 tanaman a = 445 tanaman
b = 22.875 tanaman b = 22.875 tanaman
maka P = 23522.875 x 100 = 1,02 maka P = 44522.875 x 100
= = 1,94 6.
Busuk Tongkol Gibberella a = 68 tanaman
b = 22.875 tanaman maka P = 6822.875 x 100 = 0,29
Busuk Tongkol Fusarium a = 136 tanaman
b = 22.875 tanaman maka P = 13622.875 x 100 = 0,59
Universitas Sumatera Utara
Data Pendukung : 1.
Curah Hujan Data curah hujan diperoleh dari Balai Penyuluhan Pertanian yang ada di
masing-masing tempat penelitian. Data ini berguna untuk mengetahui berapa besar curah hujan dan jumlah hari hujan yang terjadi pada saat penelitian
berlangsung. 2.
Kelembaban Data kelembaban ini diperlukan untuk mengetahui berapa besar tingkat
kelembaban yang terjadi di masing-masing tempat penelitian yang dapat mempengaruhi berkembang atau tidaknya beberapa penyakit tertentu di
ketinggian tempat yang berbeda. Data ini juga diperoleh dari Balai Penyuluhan Pertanian yang ada di masing-masing tempat penelitian.
3. pH Tanah
pH tanah diukur dengan menggunakan Soil pH Moisture Tester. Data ini diperlukan untuk mengetahui kondisi pH tanah dan kelembaban dalam tanah
yang mempengaruhi terjadinya kejadian penyakit di masing-masing tempat penelitian.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengamatan Jenis Penyakit