Epidemiologi Tuberkulosis Klasifikasi Tuberkulosis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa perkijuan pada jaringan-jaringan. Spesies Mycobacterium penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Manifestasi tuberkulosis bervariasi dan mempunyai kecenderungan besar menjadi kronis. Penyakit ini menular melalui udara sehingga bakteri ini sebagian besar menyerang paru, tetapi juga dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Paru adalah pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya. Bakteri yang diidentifikasi tahun 1882 oleh Robert Koch ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam BTA. Kuman ini cepat mati jika terkena sinar matahari langsung, tetapi mampu bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Bakteri ini jika berada di dalam jaringan tubuh manusia, maka kuman ini dapat dorman selama bertahun-tahun. 6-8

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis TB menjangkiti sebagian besar orang dewasa muda di tahun-tahun mereka yang paling produktif. Sekitar 95 kematian akibat TB berada di negara berkembang. Jumlah orang yang sakit TB turun menjadi 8,8 juta pada tahun 2010, termasuk 1,1 juta kasus TB-HIV. Jumlah tersebut menurun sejak tahun 2005. 1,2 Tingkat kejadian secara global diperkirakan turun menjadi 128 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2010, setelah mencapai puncaknya pada tahun 2002 pada 141 kasus per 100.000. Jumlah orang yang meninggal akibat TB turun menjadi 1,4 juta pada tahun 2010, termasuk 350.000 orang dengan HIV, sama dengan sekitar 3.800 kematian per hari. 1,2 TB termasuk di dalam tiga penyebab terbesar kematian pada wanita berusia 15-44 tahun, sejumlah 320.000 perempuan meninggal karena TB pada tahun 2010. Angka kematian akibat TB telah menurun 40 sejak tahun 1990, dan jumlah kematian juga menurun. Secara global, persentase penderita TB yang berhasil diobati mencapai level tertinggi pada 87 pada tahun 2009. Sejak tahun 1995, sekitar 46 juta orang telah berhasil diobati dan 6,8 juta jiwa diselamatkan melalui DOTS dan strategi Stop TB. 1,2 Di antara 22 negara dengan angka TB tertinggi, Brazil dan China menunjukkan penurunan berkelanjutan dalam kasus TB selama 20 tahun terakhir. China telah membuat kemajuan dramatis melalui investasi domestik dan kerjasama internasional atas penyakit TB. Antara tahun 1990 dan 2010, angka kematian TB turun hampir 80, dengan kematian menurun dari 216.000 orang menjadi 55.000 orang. 1,2 2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis 2.1.3.1. Tuberkulosis Primer Tuberkulosis primer terjadi ketika seseorang mendapatkan infeksi atau terpapar pertama kali dengan kuman TB. Kuman TB yang keluar saat batuk atau bersin berupa droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Ukuran droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga mampu melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran pa rtikel ≤5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil untuk pertama kali, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag dan keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya. 7,8 Mycobacterium tuberculosis dapat menetap di jaringan paru dan berkembangbiak di dalam sitoplasma makrofag. Mycobacterium tuberculosis dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau focus Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Efusi pleura dapat terjadi jika kuman ini menjalar sampai ke pleura. Kuman dapat juga masuk ke saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru dan menjadi TB primer. 7,8 Dari focus Ghon akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus limfangitis lokal. Selain terjadi peradangan di sana, kelenjar getah bening hilus juga akan membesar limfadenitis regional. Jika ada sarang primer, limfangitis lokal, dan limfadenitis regional, maka ini disebut kompleks primer Ranke. Keseluruhan proses ini memerlukan waktu tiga sampai delapan minggu. Kompleks primer Ranke ini selanjutnya dapat menjadi: 7 1. Sembuh total tanpa meninggalkan cacat. Hal ini yang banyak terjadi. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya 5 mm dan ± 10 diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman. 3. Terjadi komplikasi dan menyebar secara: a perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2.1.3.2. Tuberkulosis Pasca Primer Post Primary TB

Tuberkulosis TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer. Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi penyakit tuberculosis yang terlihat secara klinis. Tuberculosis post primer disebut juga TB pasca primer atau dengan nama lain TB sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru bagian apical-posterior lobus superior atau inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. 7 Sarang ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3- 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans sel besar dengan banyak inti yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua elderly tuberculosis. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi: 7 1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar, maka terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik kronik. Terjadinya nekrosis perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dan TNF. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Meskipun lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: a meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma; c bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang- kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. 7

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi tuberkulosis yang banyak dipakai di Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikro biologis: 7 1. Tuberkulosis paru. 2. Bekas tuberkulosis paru. 3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Sputum BTA tidak ditemukan negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. b Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA negatif dan tanda-tanda yang lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan: 7 1 status bakteriologi, 2 mikroskopik sputum BTA langsung, 3 biakan sputum BTA, 4 status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru, dan 5 status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis. WHO pada tahun 1991 mengkategorikan penyakit tuberkulosis berdasarkan terapi ke dalam 4 kategori, yaitu: 7 1. Kategori I, ditujukan terhadap: a. Kasus baru dengan sputum positif b. Kasus baru dengan bentuk TB berat 2. Kategori II, ditujukan terhadap: a. Kasus kambuh b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3. Kategori I, ditujukan terhadap: a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas b. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut di dalam kategori I 4. Kategori I, ditujukan terhadap TB kronik

2.1.5. Gejala Klinis Tuberkulosis

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI PUSKESMAS PANDIAN KABUPATEN SUMENEP

1 51 21

Gambaran Karakteristik, Status Gizi, dan Imunisasi Pada Pasien Tuberkulosis Anak di Puskesmas Wilayah Kota Tangerang Selatan

0 7 59

Gambaran karakteristik, status gizi, dan imunisasi pada pasien Tuberkulosis anak di puskesmas wilayah kota Tangerang Selatan

1 26 59

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN PERILAKU PASCA IMUNISASI POLIO PADA BAYI DI PUSKESMAS SUKOHARJO

0 5 48

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEPATUHAN JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BALITA DI PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Campak dengan Kepatuhan Jadw

0 1 14

HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO

0 0 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA 2012

1 1 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI HEPATITIS Bo DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS Bo DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis Bo dengan Waktu Pemberian Imunisasi

1 1 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS J

0 1 12