Pengobatan TB Landasan Teori 1. Definisi Tuberkulosis

meriang, nyeri otot, sakit kepala, keringat malam hari meskipun tanpa aktivitas, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin berat seiring waktu dan dapat hilang timbul secara tidak menentu. 7

2.1.6. Pengobatan TB

Pengobatan tuberkulosis TB adalah salah satu dari empat misi untuk mencapai visi TB partnership, yaitu dunia bebas TB. Pengobatan TB secara umum bertujuan: 9,10 1. Mengobati pasien dengan meminimalisir gangguan aktivitas hariannya. 2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya. 3. Mencegah kekambuhan. 4. Mencegah munculnya resistensi obat. 5. Mencegah lingkungannya dari penularan. Obat Anti Tuberkulosis OAT dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis regimen, yaitu regimen obat lini pertama dan lini kedua. Kedua lini obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lini pertama terdiri dari isoniazid INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat-obatan lini kedua mencakup rifabutin, etionamid, sikloserin, PAS para amino salicylic acid, klofazimin, aminoglikosid di luar streptomisin dan quinolon. 9,10 Isoniazid INH mempunyai kemampuan bakterisidal TB yang terkuat. Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell wall biosynthesis pathway. INH dianggap sejenis obat yang aman. Efek samping utama dari isoniazid antara lain hepatitis dan neuropati perifer karena interferensi fungsi biologi vitamin B6 atau piridoksin. Untuk menekan efek samping tersebut, pasien TB dapat diberikan vitamin B6. 9,10 Selain isoniazid, rifampisin juga merupakan obat anti TB yang ampuh. Rifampisin bekerja dengan cara menghambat polymerase DNA dependent ribonucleic acid RNA Mycobacterium tuberculosis. Efek samping yang sering muncul akibar rifampisin antara lain hepatitis, flu- like syndrome’s, dan trombositopenia. Jika pasien TB sedang menggunakan kontrasepsi oral, maka dosis kontrasepsi oral harus ditingkatkan karena rifampisin meningkatkan metabolisme hepatik kontrasepsi oral. 9,10 Pirazinamid adalah obat bakterisidal untuk organisme intraseluler dan agen anti tuberkulos ketiga yang juga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama pengobatan. Efek samping yang sering diakibatkan oleh pirazinamid adalah hepatotoksisitas dan hiperurisemia. 9,10 Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatik, tetapi bila dikombinasikan dengan isoniazid dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resistensi obat. Etambutol memiliki efek samping yang mungkin muncul antara lain neutitis optika, nefrotoksik, dan skin rash atau dermatitis. 9,10 Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis pertama yang ditemukan. Streptomisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraseluler. Kekurangan obat ini adalah efek samping toksik pada saraf kranial VIII yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan atau hilangnya pendengaran. 9,10 Obat Anti Tuberkulosis OAT yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Obat lapisan kedua dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus resisten multi obat. 9,10 Pengobatan pasien TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhan. WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut. Keempat kategori tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 9 Tabel 2. 1 Regimen Pengobatan Tuberkulosis 9 Kategori Pasien TB Regimen Pengobatan Fase Awal Fase Lanjutan 1 TB paru sputum BTA positif baru, TB paru berat, TB ekstra paru berat, TB paru BTA-negatif 2 SHRZ EHRZ 2 SHRZ EHRZ 2 SHRZ EHRZ 6 HE 4 HR 4 H 3 R 3 2 Relaps Kegagalan pengobatan 2 SHZE 1 HRZE 2 SHZE 1 HRZE 5 H 3 R 3 E 3 5 HRE 3 TB paru sputum BTA-negatif TB ekstra-paru menengah-berat 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 6 HE 2 HR4H 2 H 3 R 3 4H 4 Kasus kronis masih BTA-positif setelah pengobatan ulang yang disupervisi Tidak dapat diaplikasikan mempertimbangkan menggunakan obat- obatan lini kedua Singkatan: TB = TB; S = Streptomisin; H = Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol Membaca regimen, misalnya: 2 SHRZ EHRZ 4 H3R3 menunjukkan sebuah regimen untuk 2 bulan di antara obat-obatan etambutol, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari, diikuti 4 bulan pemberian isoniazid dan rifampisin Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2243 Tabel 2.2 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia 9 Nama Obat Dosis Harian Dosis Berkala 3 x seminggu BB 50 kg BB 50 kg Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg Pirazinamid 1.000 mg 2.000 mg 2-3 g Streptomisin 750 mg 1.000 mg 1.000 mg Etambutol 750 mg 1.000 mg 1 – 1,5 g Etionamid 500 mg 750 mg PAS 99 10 g Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2244 Tabel 2.3 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis 9 Nama Obat Efek Samping Obat Isoniazid Neuropati perifer dapat dicegah dengan pemberian B6, hepatotoksik Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rashdermatitis Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan Cycloserin Seizure kejang, depresi, psikosis Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2245

2.1.7. Preventif Tuberkulosis

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI PUSKESMAS PANDIAN KABUPATEN SUMENEP

1 51 21

Gambaran Karakteristik, Status Gizi, dan Imunisasi Pada Pasien Tuberkulosis Anak di Puskesmas Wilayah Kota Tangerang Selatan

0 7 59

Gambaran karakteristik, status gizi, dan imunisasi pada pasien Tuberkulosis anak di puskesmas wilayah kota Tangerang Selatan

1 26 59

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN PERILAKU PASCA IMUNISASI POLIO PADA BAYI DI PUSKESMAS SUKOHARJO

0 5 48

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEPATUHAN JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BALITA DI PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Campak dengan Kepatuhan Jadw

0 1 14

HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO

0 0 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA 2012

1 1 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI HEPATITIS Bo DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS Bo DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis Bo dengan Waktu Pemberian Imunisasi

1 1 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS J

0 1 12