Rumusan Masalah Hipotesis Kerangka Konsep Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Definisi Operasional

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang TB dengan pemberian imunisasi BCG pada anak di Puskesmas Ciputat Timur sebagai langkah pencegahan penyakit tuberkulosis.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak di tahun 2012?

1.3. Hipotesis

Tingkat pengetahuan ibu mengenai tuberkulosis TB mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi BCG pada anak. Semakin tinggi pengetahuan ibu, semakin tinggi angka imunisasi BCG yang diberikan kepada anak.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak di tahun 2012.

1.4.2. Tujuan Khusus

Untuk mengelompokan data tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur terhadap penyakit tuberkulosis sesuai kategori ada atau tidaknya pemberian imunisasi BCG pada anak mereka.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Responden

Memberi pendidikan tentang manfaat imunisasi BCG terhadap pencegahan penyakit tuberkulosis. Selain itu, peneliti dapat memberi pendidikan tentang penyakit TB secara umum kepada responden.

1.5.2. Bagi Puskesmas Ciputat Timur

Memberikan gambaran pengetahuan ibu-ibu di Puskesmas Ciputat Timur mengenai manfaat imunisasi BCG terhadap pencegahan penyakit TB.

1.5.3. Bagi Peneliti

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur mengenai tuberkulosis TB terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak mereka sebagai tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis TB.

1.5.4. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai informasi dan database sehingga dapat menjadi rujukan untuk melakukan riset selanjutnya yang berhubungan dengan riset ini. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis TB adalah penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa perkijuan pada jaringan-jaringan. Spesies Mycobacterium penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Manifestasi tuberkulosis bervariasi dan mempunyai kecenderungan besar menjadi kronis. Penyakit ini menular melalui udara sehingga bakteri ini sebagian besar menyerang paru, tetapi juga dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Paru adalah pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya. Bakteri yang diidentifikasi tahun 1882 oleh Robert Koch ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam BTA. Kuman ini cepat mati jika terkena sinar matahari langsung, tetapi mampu bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Bakteri ini jika berada di dalam jaringan tubuh manusia, maka kuman ini dapat dorman selama bertahun-tahun. 6-8

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis TB menjangkiti sebagian besar orang dewasa muda di tahun-tahun mereka yang paling produktif. Sekitar 95 kematian akibat TB berada di negara berkembang. Jumlah orang yang sakit TB turun menjadi 8,8 juta pada tahun 2010, termasuk 1,1 juta kasus TB-HIV. Jumlah tersebut menurun sejak tahun 2005. 1,2 Tingkat kejadian secara global diperkirakan turun menjadi 128 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2010, setelah mencapai puncaknya pada tahun 2002 pada 141 kasus per 100.000. Jumlah orang yang meninggal akibat TB turun menjadi 1,4 juta pada tahun 2010, termasuk 350.000 orang dengan HIV, sama dengan sekitar 3.800 kematian per hari. 1,2 TB termasuk di dalam tiga penyebab terbesar kematian pada wanita berusia 15-44 tahun, sejumlah 320.000 perempuan meninggal karena TB pada tahun 2010. Angka kematian akibat TB telah menurun 40 sejak tahun 1990, dan jumlah kematian juga menurun. Secara global, persentase penderita TB yang berhasil diobati mencapai level tertinggi pada 87 pada tahun 2009. Sejak tahun 1995, sekitar 46 juta orang telah berhasil diobati dan 6,8 juta jiwa diselamatkan melalui DOTS dan strategi Stop TB. 1,2 Di antara 22 negara dengan angka TB tertinggi, Brazil dan China menunjukkan penurunan berkelanjutan dalam kasus TB selama 20 tahun terakhir. China telah membuat kemajuan dramatis melalui investasi domestik dan kerjasama internasional atas penyakit TB. Antara tahun 1990 dan 2010, angka kematian TB turun hampir 80, dengan kematian menurun dari 216.000 orang menjadi 55.000 orang. 1,2 2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis 2.1.3.1. Tuberkulosis Primer Tuberkulosis primer terjadi ketika seseorang mendapatkan infeksi atau terpapar pertama kali dengan kuman TB. Kuman TB yang keluar saat batuk atau bersin berupa droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Ukuran droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga mampu melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran pa rtikel ≤5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil untuk pertama kali, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag dan keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya. 7,8 Mycobacterium tuberculosis dapat menetap di jaringan paru dan berkembangbiak di dalam sitoplasma makrofag. Mycobacterium tuberculosis dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau focus Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Efusi pleura dapat terjadi jika kuman ini menjalar sampai ke pleura. Kuman dapat juga masuk ke saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru dan menjadi TB primer. 7,8 Dari focus Ghon akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus limfangitis lokal. Selain terjadi peradangan di sana, kelenjar getah bening hilus juga akan membesar limfadenitis regional. Jika ada sarang primer, limfangitis lokal, dan limfadenitis regional, maka ini disebut kompleks primer Ranke. Keseluruhan proses ini memerlukan waktu tiga sampai delapan minggu. Kompleks primer Ranke ini selanjutnya dapat menjadi: 7 1. Sembuh total tanpa meninggalkan cacat. Hal ini yang banyak terjadi. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya 5 mm dan ± 10 diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman. 3. Terjadi komplikasi dan menyebar secara: a perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya, d secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2.1.3.2. Tuberkulosis Pasca Primer Post Primary TB

Tuberkulosis TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer. Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi penyakit tuberculosis yang terlihat secara klinis. Tuberculosis post primer disebut juga TB pasca primer atau dengan nama lain TB sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru bagian apical-posterior lobus superior atau inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. 7 Sarang ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3- 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans sel besar dengan banyak inti yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua elderly tuberculosis. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi: 7 1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar, maka terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik kronik. Terjadinya nekrosis perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dan TNF. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Meskipun lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: a meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma; c bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang- kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped. 7

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi tuberkulosis yang banyak dipakai di Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikro biologis: 7 1. Tuberkulosis paru. 2. Bekas tuberkulosis paru. 3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Sputum BTA tidak ditemukan negatif, tetapi tanda-tanda lain positif. b Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA negatif dan tanda-tanda yang lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan: 7 1 status bakteriologi, 2 mikroskopik sputum BTA langsung, 3 biakan sputum BTA, 4 status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru, dan 5 status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis. WHO pada tahun 1991 mengkategorikan penyakit tuberkulosis berdasarkan terapi ke dalam 4 kategori, yaitu: 7 1. Kategori I, ditujukan terhadap: a. Kasus baru dengan sputum positif b. Kasus baru dengan bentuk TB berat 2. Kategori II, ditujukan terhadap: a. Kasus kambuh b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3. Kategori I, ditujukan terhadap: a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas b. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut di dalam kategori I 4. Kategori I, ditujukan terhadap TB kronik

2.1.5. Gejala Klinis Tuberkulosis

Gejala yang dirasakan pasien oleh tuberkulosis dapat bermacam-macam. Bahkan banyak pasien TB yang ditemukan tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala yang paling sering muncul adalah: 7,10 1. Demam Demam yang muncul biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun, kadang-kadang demam dapat mencapai suhu 40-41 o C. Demam untuk pertama kali dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat muncul kembali. Demam influenza ini hilang timbul, sehingga pasien tidak pernah merasa terbebas dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang menyerang pasien. 7 2. BatukBatuk Darah Batuk adalah gejala yang timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien tuberkulosis. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Batuk ini umumnya terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini berfungsi untuk mengeluarkan produk-produk radang. Sifat batuk bermula dari batuk kering atau batuk non-produktif tanpa sputum, kemudian setelah timbul peradangan berlanjut menjadi batuk produktif atau batuk yang menghasilkan sputum. Sputum atau dahak pada awalnya bersifat mukoid dan jumlahnya masih sedikit, kemudian akan berubah menjadi kuningpurulen atau kuning hijau. Apabila telah terjadi perlunakan maka sputum akan berubah menjadi kental. Jika batuk terus dibiarkan maka batuk akan berlanjut menjadi batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Mayoritas batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 7 3. Sesak Napas Sesak napas tidak akan dirasakan pada penyakit tuberkulosis ringan atau yang baru tumbuh. Gejala ini akan ditemukan jika penyakit telah kronis yang infiltrasinya telah meliputi setengah bagian paru. 7 4. Nyeri dada Nyeri dada pada pasien tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada muncul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Nyeri muncul saat terjadi gesekan antara kedua pleura saat pasien menarik dan menghembuskan napas. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula, atau di tempat-tempat lain. 7 5. Malaise Tuberkulosis memiliki sifat radang yang menahun. Gejala ini sering ditemukan berupa kehilangan nafsu makan atau anoreksia, penurunan berat badan, meriang, nyeri otot, sakit kepala, keringat malam hari meskipun tanpa aktivitas, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin berat seiring waktu dan dapat hilang timbul secara tidak menentu. 7

2.1.6. Pengobatan TB

Pengobatan tuberkulosis TB adalah salah satu dari empat misi untuk mencapai visi TB partnership, yaitu dunia bebas TB. Pengobatan TB secara umum bertujuan: 9,10 1. Mengobati pasien dengan meminimalisir gangguan aktivitas hariannya. 2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya. 3. Mencegah kekambuhan. 4. Mencegah munculnya resistensi obat. 5. Mencegah lingkungannya dari penularan. Obat Anti Tuberkulosis OAT dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis regimen, yaitu regimen obat lini pertama dan lini kedua. Kedua lini obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lini pertama terdiri dari isoniazid INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat-obatan lini kedua mencakup rifabutin, etionamid, sikloserin, PAS para amino salicylic acid, klofazimin, aminoglikosid di luar streptomisin dan quinolon. 9,10 Isoniazid INH mempunyai kemampuan bakterisidal TB yang terkuat. Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell wall biosynthesis pathway. INH dianggap sejenis obat yang aman. Efek samping utama dari isoniazid antara lain hepatitis dan neuropati perifer karena interferensi fungsi biologi vitamin B6 atau piridoksin. Untuk menekan efek samping tersebut, pasien TB dapat diberikan vitamin B6. 9,10 Selain isoniazid, rifampisin juga merupakan obat anti TB yang ampuh. Rifampisin bekerja dengan cara menghambat polymerase DNA dependent ribonucleic acid RNA Mycobacterium tuberculosis. Efek samping yang sering muncul akibar rifampisin antara lain hepatitis, flu- like syndrome’s, dan trombositopenia. Jika pasien TB sedang menggunakan kontrasepsi oral, maka dosis kontrasepsi oral harus ditingkatkan karena rifampisin meningkatkan metabolisme hepatik kontrasepsi oral. 9,10 Pirazinamid adalah obat bakterisidal untuk organisme intraseluler dan agen anti tuberkulos ketiga yang juga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama pengobatan. Efek samping yang sering diakibatkan oleh pirazinamid adalah hepatotoksisitas dan hiperurisemia. 9,10 Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatik, tetapi bila dikombinasikan dengan isoniazid dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resistensi obat. Etambutol memiliki efek samping yang mungkin muncul antara lain neutitis optika, nefrotoksik, dan skin rash atau dermatitis. 9,10 Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis pertama yang ditemukan. Streptomisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraseluler. Kekurangan obat ini adalah efek samping toksik pada saraf kranial VIII yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan atau hilangnya pendengaran. 9,10 Obat Anti Tuberkulosis OAT yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Obat lapisan kedua dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus resisten multi obat. 9,10 Pengobatan pasien TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhan. WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut. Keempat kategori tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 9 Tabel 2. 1 Regimen Pengobatan Tuberkulosis 9 Kategori Pasien TB Regimen Pengobatan Fase Awal Fase Lanjutan 1 TB paru sputum BTA positif baru, TB paru berat, TB ekstra paru berat, TB paru BTA-negatif 2 SHRZ EHRZ 2 SHRZ EHRZ 2 SHRZ EHRZ 6 HE 4 HR 4 H 3 R 3 2 Relaps Kegagalan pengobatan 2 SHZE 1 HRZE 2 SHZE 1 HRZE 5 H 3 R 3 E 3 5 HRE 3 TB paru sputum BTA-negatif TB ekstra-paru menengah-berat 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 2 HRZ Atau 2 H 3 R 3 Z 3 6 HE 2 HR4H 2 H 3 R 3 4H 4 Kasus kronis masih BTA-positif setelah pengobatan ulang yang disupervisi Tidak dapat diaplikasikan mempertimbangkan menggunakan obat- obatan lini kedua Singkatan: TB = TB; S = Streptomisin; H = Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol Membaca regimen, misalnya: 2 SHRZ EHRZ 4 H3R3 menunjukkan sebuah regimen untuk 2 bulan di antara obat-obatan etambutol, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari, diikuti 4 bulan pemberian isoniazid dan rifampisin Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2243 Tabel 2.2 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia 9 Nama Obat Dosis Harian Dosis Berkala 3 x seminggu BB 50 kg BB 50 kg Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg Pirazinamid 1.000 mg 2.000 mg 2-3 g Streptomisin 750 mg 1.000 mg 1.000 mg Etambutol 750 mg 1.000 mg 1 – 1,5 g Etionamid 500 mg 750 mg PAS 99 10 g Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2244 Tabel 2.3 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis 9 Nama Obat Efek Samping Obat Isoniazid Neuropati perifer dapat dicegah dengan pemberian B6, hepatotoksik Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rashdermatitis Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan Cycloserin Seizure kejang, depresi, psikosis Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2245

2.1.7. Preventif Tuberkulosis

1. BCG Untuk mencegah meluasnya TB, maka pada anak berusia 0-2 bulandiberikan imunisasi Bacille Calmette-Guérin BCG. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan lebih dari 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin mantoux terlebih dahulu. Insiden TBC anak yang mendapat TB berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. BCG efektif terutama untuk mencegah TBC milier, meningitis, dan spondilitis TBC pada anak sedikitnya 75. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektifitas perlindungannya hanya 40, sekitar 70 TBC berat mempunyai parut BCG. BCG relatif aman, jarang ada efek samping serius, yang sering diketemukan ulserasi lokal dan limfadenitis dengan insidensi 0,1-1. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG yaitu defisiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar. 11,12 2. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TBC pada anak, diberikan isoniazid INH dengan dosis 5-10 mgkg BBhari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TBC menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi, serta anak yang belum pernah diimunisasi BCG uji tuberkulin negatif. Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak terinfeksi sesudah uji tuberkulin ulangan. 11,12 Kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit, diberikan pada anak telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama sitotastik dan kortikosteroid, usia remaja, dan infeksi TBC paru, konversi uji tuberkulin dalam jangka waktu kurang dari 2 bulan. 11,12

2.2. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Pengetahuan TBC Pemberian Imunisasi BCG Karakteristik Ibu  Umur  Jumlah Anak  Pendidikan  Pekerjaan  Pendidikan Suami  Pendapatan Keluarga BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan rancangan cross sectional melalui kueisioner untuk menilai hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang TB berkaitan dengan pemberian imunisasi BCG pada anak.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2012. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti 1. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan. 2. Populasi terjangkau adalah ibu yang mendatangi puskesmas dan posyandu. 3. Sampel adalah ibu yang mempunyai anak di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur.

3.3.2. Jumlah Sampel

Berdasarkan jenis penelitian, penghitungan jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini diambil menggunakan rumus berikut: Keterangan : α = 0,05 ; jadi Zα = 1,96 p = 50 L = 10 q = 1- p Estimasi jumlah sampel minimal adalah 96 orang. Dengan perkiraan sampel drop out 10, maka sampel yang dibutuhkan adalah 96 + 1096 = 106 orang.

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan consecutive sampling. Semua ibu yang memiliki anak di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur serta memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel hingga jumlah sampel terpenuhi. 3.3.4. Kriteria Sampel 3.3.4.1. Kriteria Inklusi 1. Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur yang memiliki anak kandung. 2. Ibu yang bersedia menjadi responden penelitian.

3.3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur yang menderita gangguan kejiwaan yang mengganggu fungsi nalar. 2. Ibu yang memiliki anak dengan infeksi HIV. 3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1. Pemilihan Subyek Penelitian Sampel diambil dari ibu di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini.

3.4.2. Teknis Pelaksanaan

1. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan sesuai dengan jumlah sampel. 2. Peneliti mendatangi responden, yang merupakan ibu-ibu di wilayah di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan. 3. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian ini, kemudian meminta kesediaan responden untuk ikut dalam penelitian ini. 4. Peneliti memberikan lembar persetujuan ikut dalam penelitian kepada responden untuk diisi. 5. Setelah selesai menandatangani persetujuan penelitian, peneliti melakukan wawancara terpimpin guidance interview terhadap kuesioner. 3.5. Manajemen Data 3.5.1. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi dari penelitian sebelumnya oleh Sari 2011 dan Lisana 2011 dan telah divalidasi. 13,14 Data dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan cara melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat Timur. 3.5.2. Pengumpulan Data Penelitian dilaksanakan jika responden telah mendapatkan informed consent dan menyetujui untuk menjadi objek penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari pengisian kuesioner dengan cara wawancara langsung dengan responden.

3.5.3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: a Menyunting data data editing Editing dilakukan setiap kali responden selesai mengisi kuisioner. Bila ada kesalahan atau data tidak lengkap peneliti kembali menemui responden untuk klarifikasi. Editing ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian setiap jawaban kuisioner. b Mengkode data data coding Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan. Pemberian kode ini ditujukan untuk memudahkan dalam memasukkan data. c Memasukkan data data entry Memasukkan data yang telah diberikan kode dalam program statistik. Program komputer yang digunakan adalah software computer SPSS 16 for windows. d Membersihkan data data cleaning Setelah data dimasukkan dilakukan pengecekan kembali. Tujuan pengecekan ulang adalah untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis. e Memberikan nilai data data scoring Penilaian data dilakukan dengan pemberian skor terhadap jawaban yang menyangkut variabel dependen dan independen. Skor diberikan sesuai dengan definisi operasional.

3.5.4. Analisis dan Penyajian Data

Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, akan digunakan analisis univariat, sedangkan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel dependen dan independen digunakan analisis bivariat. Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan uji Chi- Square X 2 , untuk melakukan hubungan antara variabel kategorik dengan kategorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel, sehingga diketahui ada atau tidaknya suatu hubungan yang bermakna secara statistik. Jika tidak memenuhi syaratuji Chi-Square maka akan dilakukan penggabungan sel. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95 dengan α 5, sehingga jika nilai p p value 0,05 berarti terdapat hubungan bermakna signifikan antara variabel yang diteliti. Jika nilai p 0,05 berarti tidak ada hubungan bermakna antara variabel yang diteliti. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.6. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Umur Masa hidup responden yang dihitung dalam tahun sejak lahir sampai saat penelitian berlangsung. Kuesioner Wawancara 1. Muda, jika umur ibu ≤ 30 tahun 2. Tua, jika umur 30 tahun 14 Nominal 2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ibu. Kuesioner Wawancara 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD 4. SMP 5. SMA 6. Akademi Perguruan Tinggi 14 Ordinal Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian lanjutan 3. Pekerjaan Kegiatan responden yang dilakukan secara rutin dengan maksud mendapatkan penghasilan. Kuesioner Wawancara 1. Bekerja, jika ibu memiliki kegiatan rutin untuk menghasilkan uang 2. Tidak bekerja, jika ibu tidak memiliki kegiatan rutin untuk menghasilkan uang 14 Ordinal 4. Jumlah Anak Banyak anak kandung yang dimiliki oleh responden. Kuesioner Wawancara 1. Jumlah anak ≤ 2 orang 2. Jumlah anak 2 orang 14 Ordinal 5. Pendidikan Suami Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh suami responden. Kuesioner Wawancara 1. Tidak Sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD 4. SMP 5. SMA 6. Akademi Perguruan Tinggi 14 Ordinal 6. Pekerjaan Suami Kegiatan suami responden yang dilakukan secara rutin dengan maksud mendapatkan penghasilan. Kuesioner Wawancara 1 Pegawai Negeri 2 Pegawai Swasta 3 Buruh 4 Wiraswasta 5 Lain-lain 14 Nominal 7. Pendapatan keluarga Penghasilan uang yang diperoleh ayah dan atau ibu selama 1 bulan. Kuesioner Wawancara 1. Pendapatan keluarga Rp 1.529.150 2. Pendapatan keluarga Rp 1.529.150 3. Pendapatan keluarga Rp 1.529.150 15 Ordinal Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian lanjutan 8. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui responden mengenai TBC dan imunisasi BCG Kuesioner Wawancara 1. Rendah, jika 0-5 dari skor maksimal 17 2. Sedang, jika 6- 11dari skor maksimal 17 3. Tinggi, jika 12-17 dari skor maksimal 17 Ordinal 9. Pemberian imunisasi BCG Pemberian vaksin BCG pada anak. Kuesioner Wawancara 1. Tidak diberikan 2. Diberikan Ordinal BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diambil dari 106 sampel yang telah didapat dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengunjungi Puskesmas Ciputat Timur, posyandu-posyandu, serta rumah ibu-ibu yang mempunyai anak yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur pada bulan Agustus-September 2012. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang TBC dengan pemberian imunisasi BCG pada anak di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, melalui kuesioner yang diisi dengan wawancara terpimpin. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sudah dilakukan uji validitas sebelumnya, dengan wawancara terpimpin terhadap 10 responden dan didapatkan hasil baik. 4.1. Analisis Univariat 4.1.1. Data Karakteristik Responden

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI PUSKESMAS PANDIAN KABUPATEN SUMENEP

1 51 21

Gambaran Karakteristik, Status Gizi, dan Imunisasi Pada Pasien Tuberkulosis Anak di Puskesmas Wilayah Kota Tangerang Selatan

0 7 59

Gambaran karakteristik, status gizi, dan imunisasi pada pasien Tuberkulosis anak di puskesmas wilayah kota Tangerang Selatan

1 26 59

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN PERILAKU PASCA IMUNISASI POLIO PADA BAYI DI PUSKESMAS SUKOHARJO

0 5 48

Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Selesai Kabupaten Langkat

0 0 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEPATUHAN JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BALITA DI PUSKESMAS DANUREJAN I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Campak dengan Kepatuhan Jadw

0 1 14

HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO I YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PARITAS DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI PUSKESMAS UMBULHARJO

0 0 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS NGAMPILAN YOGYAKARTA 2012

1 1 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI HEPATITIS Bo DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS Bo DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis Bo dengan Waktu Pemberian Imunisasi

1 1 12

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI POLIO DENGAN WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI POLIO DI PUSKESMAS J

0 1 12