b Perubahan aspek kepribadian Perubahan aspek kepribadian pada lansia dipengaruhi oleh penurunan
fungsi kognitif. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi dan pemahaman. Penurunan pada fungsi ini menyebabkan reaksi dan perilaku
lansia menjadi lebih lambat. Perubahan aspek kepribadian pada lansia juga dipengaruhi oleh penurunan
fungsi psikomotor konatif. Fungsi ini berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan dan koordinasi. Penurunan pada
fungsi ini dapat menyebabkan lansia kurang cekatan dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan.
c Perubahan dalam peran sosial di masyarakat Perubahan peran sosial disebabkan oleh penurunan fungsi organ tubuh.
Hal tersebut menyebabkan gangguan fungsional dan kecacatan pada lansia. azizah, 2011.
2.2.2. Stres Lansia
2.2.2.1 Definisi Stres Lansia Stres merupakan suatu reaksi adaptif yang bersifat non-spesifik yang
dimiliki oleh individu terhadap tekanan stimulus atau stresor. Reaksi ini bersifat individual bagi tiap individu, sehingga tanggapanreaksi individu satu dengan
yang lain terhadap suatu stimulus akan berbeda. Tekanan stresor yang bersifat berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan secara fisik ataupun psikis
pada individu Hartono, 2007.
Stres lansia adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi lansia dapat disebabkan oleh keterbatasan kemampuan lansia dan stresor psikososial
yang berhubungan dengan perubahan dalam kehidupan lansia. Hal tersebut mendorong lansia untuk melakukan adaptasi untuk dapat menanggulanginya.
kemampuan beradaptasi lansia yang terbatas dapat memicu stres Azizah, 2011. Stres pada lansia dipengaruhi oleh transisi dan perubahan peran dalam
kehidupan sosial. Perubahan peran ini diukur oleh nilai produktivitas dan identitas lansia. Perubahan dan transisi ini menyebabkan lansia merasa kehilangan gairah
untuk hidup. Lansia juga merasa dirinya tidak berguna untuk orang disekitarnya Tamher, 2009.
Stres pada lansia juga dipengaruhi oleh penurunan dalam kinerja psikomotor. Kinerja psikomotor pada lansia mempengaruhi respon reflek dan
kemampuan dalam menanggulangi stres. Hal tersebut menyebabkan lansia dianggap sebagai individu yang lemah dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan
dan mengurus diri sendiri Bastable, 2002.
2.2.2.2 Tahapan Stres Lansia Teori sindrom adaptasi umum general adaptation syndrom dijelaskan
bahwa tubuh manusia memiliki tingkat resistensi yaitu tingkat resistensi pada saat tubuh dalam kondisi biasa dan tidak mengalami stres. Tingkat resistensi ini dapat
berubah saat tubuh mengalami ketidakseimbangan antara fisik dan psikis stres. Perubahan ini bertujuan agar tubuh mampu beradaptasi terhadap stimulus yang
dihadapinya. Tahapan terjadinya stres dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a Fase alarm Fase alarm sebagai fase awal pada tahapan stres. stres menstimulasi pesan
fisiologis tubuh dari hipotalamus ke kelenjar misal : kelenjar adrenal untuk mengirim adrenalin dan norepinefrin sebagai pembangkit emosi
dan organ untuk mempersiapkan kebutuhan pertahanan potensial. Tubuh akan memberikan reaksi mula-mula ketika terkena stresor. Tubuh
mengalami perubahan-perubahan fisiologis, sehingga individu akan merasakan gejala-gejala seperti detak jantung semakin cepat, napas cepat,
dan keringat dingin. Fase ini merupakan fase peringatan bahwa stres harus segera ditangani. Stresor yang terlalu kuat dan berlebihan pada fase ini
dapat menyebabkan kematian. Hal ini terjadi dikarenakan tingkat resistensi individu menurun.
b Fase resistensi Fase ini merupakan fase lanjutan dari fase alarm dan tanda-tanda
kebutuhan pada tubuh sudah menghilang dikarenakan individu sudah dapat beradaptasi terhadap stresor yang dihadapinya. Stresor pada fase ini
terus meningkat yang menyebabkan stres berlangsung terus-menerus. Hal ini dapat memicu peningkatan resistensi tubuh diatas normal yang
bertujuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap stresor tersebut. Sistem pencernaan akan beradaptasi dengan cara mengurangi kerja dengan
cara mengalirkan darah ke bagian tubuh yang dibutuhkan untuk pertahanan. Organ paru-paru memasukkan lebih banyak udara, dan
jantung bekerja keras dengan lebih berdenyut lebih cepat dan keras.
Aktivitas tersebut dapat mengalirkan darah kaya oksigen dan nutrisi ke otot untuk mempertahankan tubuh memalui perilaku fight, flight, atau
freeze. Apabila individu dapat beradaptasi terhadap stres, maka tubuh akan berespons dengan rileks dn kelenjar, organ, serta respons sistemik
menurun. Individu dapat beradaptasi dengan baik pada fase ini dan merasa normal kembali meskipun stres masih dirasakan oleh individu. Jumlah
energi yang dikeluarkan oleh individu rata-rata lebih besar dari biasanya, sehingga tubuh harus lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. c Fase kelelahan
Fase ini merupakan fase lanjutan dari fase resistensi dan tubuh mulai mengalami penurunan tingkat resistensi sampai dibawah normal. Individu
mulai berespons negatif terhadap stres. Stres terus meningkat, sehingga tubuh melakukan adaptasi terhadap stresor secara terus-menerus. Hal ini
dapat menyebabkan energi yang digunakan oleh tubuh untuk beradaptasi akan mulai habis. Fase alarm tanda-tanda kebutuhan akan muncul
kembali pada fase ini, tetapi energi yang digunakan untuk beradaptasi terhadap stresor sudah habis. hal ini menyebabkan tubuh tidak dapat
melakukan adaptasi. Individu akan mengalami ketidakseimbangan antara kebutuhan fisik dan psikologis. Stres yang berlangsung terus menerus
dapat menyebabkan gangguan yang lebih parah pada individu dan mengalami kematianSiswanto, 2007.
2.2.2.3 Faktor Penyebab Stres Lansia Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres pada lansia, antara lain:
1 Faktor genetik Faktor ini dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui
riwayat keluarga dan keturunan. Lansia yang mengalami stres akibat faktor genetik, maka lansia memiliki salah satu anggota keluarga lansia yang
mengalami stres. 2 Beban kerja yang berlebihan
Beban kerja yang berlebihan pada lansia yang ditunjukan dengan tanggung jawab dan tuntutan kerja yang terlalu besar pada lansia terutama dalam hal
pekerjaan. Hal tersebut dapat memicu stres pada lansia dikarenakan penurunan secara fisik dan mental yang dialami oleh lansia secara normal.
3 Model perilaku Model ini berkembang dari kerangka teori belajar sosial. Faktor ini
menyebabkan perubahan perilaku pada lansia yang ditunjukan dengan penurunan adaptasi perilaku terhadap stresor.
2.2.2.4 Gejala Stres lansia Gejala-gejala yang diakibatkan stres lansia dapat digolongkan menjadi
lima kategori, yaitu: a Akibat subjektif
Akibat yang dirasakan secara pribadi yang meliputi kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan dan kehilangan kesabaran.
b Akibat perilaku Akibat yang mudah dilihat dikarenakan berbentuk dalam bentuk perilaku
tertentu yang meliputi emosi tidak terkontrol, perilaku impulsif dan tertawa gelisah.
c Akibat kognitif Akibat
ini mempengaruhi proses pikir
lansia, yang
meliputi ketidakmampuan lansia dalam mengambil keputusan yang baik dan tidak
bisa berkonsentrasi dengan maksimal. d Akibat fisiologis
Hal ini berhubungan dengan fungsi organ-organ tubuh yang meliputi peningkatan gula darah, denyut nadi dan tekanan darah meningkat, mulut
menjadi kering dan pupil membesar Gibson 1990, dalam Siswanto, 2007.
2.2.2.5 Indikator Pengukuran Stres Lansia Stres dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk respon, baik yang
bersifat fisik ataupun psikologis. Respon tersebut merupakan indikator pengukuran stres pada lansia. Indikator pengukuran stres lansia, antara lain:
a Respon kognitif Respon kognitif ini berhubungan dengan reaksi neuron dalam otak
terhadap stresor. Respon ini dapat berupa gangguan proses pikir dan penurunan konsentrasi lansia.
b Respon emosi Respon emosi ini merupakan suasana hati dan perasaan yang dirasakan
oleh lansia ketika menerima stimulus stresor. Respon emosi ini dapat berupa perasaan cemas, malu dan marah.
c Respon tingkah laku Respon tingkah laku merupakan respon yang dimanifestasikan dalam
bentuk perilaku terhadap stresor yang dihadapi. Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: fight dan flight. Fight merupakan respon
tingkah laku yang melawan dan berani menghadapi situasi yang dihadapi. Flight merupakan respon tingkah laku yang menghindari situasi yang
menekan yang dihadapi Sunaryo, 2004.
2.2.2.6 Dampak Stres Lansia Stres dapat menyebabkan dampak yang besar pada lansia. Dampak
tersebut lebih bersifat merugikan bagi lansia. Hal tersebut behubungan langsung dengan kenunduran keadaan fisik dan psikis akibat penuaan yang dialami oleh
lansia. Dampak tersebut juga berhubungan tidak langsung dengan akumulatif stresor yang dihadapi oleh lansia. Dampak ini dapat menimbulkan manifestasi
secara fisik dan psikologis Stanley, 2006. Manifestasi dampak stres secara fisik lebih berorientasi pada keadaan
fisik lansia. Lansia akan mengalami manifestasi yang bertugas sebagai respon dari sistem tubuh yang dapat menyebabkan kemunduran fisik. Manifestasi
dampak stres secara fisik, antara lain:
a Kadar gula meningkat hiperglikemia dan diabetes melitus Hiperglikemia merupakan respons metabolik yang paling utama setelah
terjadi stres atau trauma. Hiperglikemia terjadi dikarenakan terdapat cadangan glikogen hati. Hiperglikemia ini menetap karena terjadi
peningkatan produksi glukosa tanpa diimbangi pembersihan glukosa. Hal ini juga terjadi dikarenakan terjadi pembentukan glukosa dari asam amino,
laktat, gliserol dan piruvat. Asam amino berasal dari pemecahan protein otot, laktat dan piruvat berasal dari glikogenolisis dan glikolisis di otot
sedangkan gliserol berasal dari metabolisme trigliserida. Insulin juga mengalami peningkatan tetapi terjadi resistensi di perifer sehingga kadar
glukosa tetap tinggi. Selain itu, sekresi hormon kontra insulin, yaitu hormon glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormon yang lebih
tinggi daripada sekresi insulin. Sekresi hormon kontra insulin yang lebih tinggi menyebabkan hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan
produksi keton, yaitu asetoasetat, β-hidroksibutirat dan aseton yang
merupakan asam kuat dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, maka mekanisme hiperglikemia yang terjadi pada saat stres adalah produksi
kadar gula yang meningkat disertai timbulnya resistensi insulin. Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan komplikasi
penyakit kencing manis diabetes mellitus Sylvia, 2006.
Peningkatan kadar gula darah disebabkan karena adanya respon stres yang berlangsung. Respon stres yang terjadi memicu sekresi hormon kortisol
dari korteks adrenal dan merupakan hormon paling dominan yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Efek keseluruhan dari
kortisol adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan cara mengorbankan simpanan protein dan lemak Purnama, 2013.
b Gangguan pada sistem kardiovaskuler Situasi stres dapat mengaktivasi hipotalamus yang mengendalikan sistem
neuroendokrin. Salah satu sistem yang teraktivasi adalah Sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari
hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya.
Stimulasi sistem saraf simpatik dapat meningkatkan kecepatan denyut jantung, sehingga jantung berdebar-
debar. Pembuluh darah juga mengalami dilatasi atau konstriksi, sehingga
muka tampak merah atau pucat Elizabeth, 2009.
Individu yang mengalami prehipertansi hanya mengalami stres kurang dari 1 minggu 0, yang mengalami hipertensi grade I 14,70 dan yang
mengalami hipertensi grade II 11,76 . Hal ini menunjukan bahwa stres dapat meningkatkan tekanan darah Herke, 2006.
c Sesak nafas dan astma Sesak nafas dapat terjadi pada saat stres dikarenakan terjadi penyempitan
padasaluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga
dada otot-otot antar tulang iga mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis, sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas.
Spasme otot-otot pada saluran nafas paru-paru dapat menimbulkan penyakit asma asthma bronchiale William. 2008.
Individu yang mengalami stres mengalami gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan karena adanya stimulasi dari sistem syaraf simpatis yang
meningkatkan rangsangan dan memacu kerja sistem pernafasan. hal tersebut juga menimbulkan Respirate Rate RR meningkat Puguh, 2012.
Manifestasi secara psikologis yang dialami oleh lansia berhubungan dengan keadaan kognitif lansia. Lansia mengalami penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah dan kreativitas dan minat pada hobi. Lansia merasa tidak berdaya untuk berinteraksi dengan orang lain dan menarik diri dari
lingkungannya. Lansia juga mengalami kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan Brooker, 2008.
2.2.2.7 Upaya Penanggulangan Stres lansia Dalam menanggulangi stres lansia memerlukan pendekatan yang holistik.
Pendekatan ini tidak hanya mengutamakan pendekatan secara fisik dan psikologis, tetapi juga mengutamakan secara psikososial, spiritual dan lingkungan.
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia secara utuh dan menyeluruh. Upaya pendekatan secara holostik pada lansia, antara lain:
a Pendekatan psikodinamik Pendekatan ini berfokus pada penanganan terhadap konflik-konflik yang
berhubungan dengan rasa kehilangan dan stres. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi stresor dan mengembangkan cara-cara
untuk memulihkan rasa percaya diri pada lansia. b Pendekatan perilaku belajar
Pendekatan ini berfokus pada reward dan punishment. pendekatan ini lebih mengutamakan sikap menghargai diri sendiri.Penghargaan diri yang
kurang merupakan akibat dari kurangnya reward dan terlalu banyak punishment yang diterima.
Upaya yang
dapat dilakukan
dalam pendekatan
ini dengan
mengidentifikasi aspek-aspek lingkungan sebagai sumber reward dan punishment. Upaya ini merupakan langkah awal dalam pendekatan
perilaku belajar. Tujuan dari upaya ini adalah sebagai dasar untuk menentukan tindakan dan strategi baru dalam mengatasi stres.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan untuk menentukan tindakan dan strategi baru dalam mengatasi stres meliputi pengajaran
ketrampilan dan strategi baru. Upaya tersebut merupakan langkah selanjutnya dalam pendekatan perilaku yang bertujuan untuk mengurangi
pengalaman yang bersifat punishment. Ketrampilan dan strategi yang diajarkan meliputi latihan keterampilan sosial, latihan relaksasi dan latihan
manajemen waktu. c Pendekatan kognitif
Pendekatan ini befokus pada kemampuan berpikir lansia. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pola pandangan dan pola pikir lansia tentang
keberhasilan masa lalu dan sekarang. Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaan belief lansia yang terbentuk dari rangkaian verbalisasi diri
self-talk terhadap pengalaman yang dialami yang dapat menentukan emosi dan tingkah laku lansia.
Cara-cara yang dapat dilakukan dalam pendekatan ini adalah mengidentifikasi pikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati dan
tingkah laku. Langkah ini sebagai upaya awal dalam penentuan tindakan selanjutnya. Hasil akhir dari langkah ini adalah lansia dapat mengetahui
pikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati lansia.
Langkah selanjutnya adalah menguji kebenaran pemikiran yang akan menggantikan pemikiran negatif. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
menanamkan pemikiran positif kepada lansia. Hasil yang diharapkan adalah lansia dapat menjalani kehidupan yang bahagia dengan pikiran
positif Azizah, 2011
2.3 Keperawatan Kesehatan Kerja