HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN STRES PADA PETANI LANSIA DI KELOMPOK TANI TEMBAKAU KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER

(1)

TEMBAKAU KECAMATAN SUKOWONO

KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Oleh

Arum Cahya Intani NIM 092310101003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER


(2)

KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah syarat untuk menyeleaikan Program Studi Ilmu Keperawatan ( S1 )

dan mencapai gelar Sarjana Keperawatan

Oleh

Arum Cahya Intani NIM 092310101003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER


(3)

iii

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN STRES

PADA PETANI LANSIA DI KELOMPOK TANI

TEMBAKAU KECAMATAN SUKOWONO

KABUPATEN JEMBER

oleh

Arum Cahya intani NIM 092310101003

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama : Ns.Tantut Susanto, M.Kep,.Sp.Kep.Kom Dosen Pembimbing Anggota : Ns.Nurfika Asmaningrum, M.Kep


(4)

iv Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Ibunda Timawah, ayahanda Suyatno dan adikku Ayu yang selalu memberikan motivasi, doa, harapan dan dukungan yang tiada henti demi tercapainya cita-citaku dan masa depan yang lebih baik.;

2. Guru-guruku tercinta di TK ABA Sumberasri, SD Muhammadiyah 15 Sumberasri, SMP Negeri I Purwoharjo dan SMA Negeri I Genteng yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi masa depanku kelak;

3. Almamater Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember dan seluruh dosen yang saya sayangi dan banggakan.


(5)

v

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan kita tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kita jatuh.

(Muhammad Ali)

Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

(Al-Baqarah :153)*)

*)

Departemen Agama Republik Indonesia. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahan. Semarang: PT Kumudasmoro Grafindo


(6)

vi Saya yang bertandatangan di bawah ini:

nama : Arum Cahya Intani NIM : 092310101003

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan

Beban Kerja dengan Stres pada Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar

Jember, 6 Oktober 2013 Yang menyatakan,

Arum Cahya Intani NIM 092310101003


(7)

vii

Skripsi berjudul “Hubungan Beban Kerja dengan Stres pada Petani Lansia di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember” telah diuji dan disahkan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember pada:

hari : Jum’at

tanggal : 27 September 2013

tempat : Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Mengesahkan Ketua Program Studi,

dr. Sujono Kardis, Sp. KJ. NIP 19490610 198203 1 001 Anggota I,

Ns. Tantut Susanto, M. Kep., Sp. Kep. Kom NIP 119800105 200604 1 004

Anggota II,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M. Kep. NIP 19800112 20091 2 002 Tim Penguji

Ketua,

Hanny Rasni, S.Kp., M. Kep. NIP 19761219 200212 2 003


(8)

viii

Arum Cahya Intani

Nursing Science Study Program, University of Jember ABSTRACT

Workload is one of important factor that can give effects of stress in tobacco elderly farmers to engange in tobacco farming. Tobacco elderly farmers Workload is related to tobacco farming. High work demands can increase work accidents for elderly farmers and mental stress disorders in elderly tobacco farmers. The goal of this research is an analyzing of relation between workload and stress at elder farmers in Tobacco Farmers Group Sukowono Subdistrict Jember District. The kind of this research is observasional analitic by using cross sectional study. Method of collecting sample is multistage random sampling with 92 repondents in Tobacco Farmers Group Sukowono Subdistrict. Analyzing of data uses simple linier regression and the result of statistical test shows point p= 0.0001. There was significant relation between workload and stress at elderly farmers in Tobacco Farmers Group Sukowono Subdistrict Jember District.Workload score of elderly farmers was on average 44.51,so it caused stress score of elderly farmers was on average 48.12. Workload contributed 27,8 to the occurence of stress on elderly farmer. It shows that the roles of the Occupational Health Nursing in agriculture should be improved by socializing stress management through progressive relaxation and the establishment of health care system at Tobacco Farmers Group Sukowono Subdistrict Jember District.


(9)

ix

Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember: Arum Cahya Intani, 092310101003; 2013: 119 halaman; Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Beban kerja merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi stres pada petani lansia tembakau dalam melakukan usaha tembakau. Beban kerja petani lansia tembakau berhubungan dengan kegiatan dalam usaha tani tembakau yang menuntut ketelitian dan memiliki tuntutan kerja yang terlalu memberatkan petani lansia. Tuntutan kerja yang tinggi dan jam kerja yang panjang dapat meningkatkan kecelakaan kerja bagi petani lansia dan juga gangguan mental stres pada petani lansia tembakau. Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 10 petani lansia di kelompok tani tembakau Kecamatan Sukowono diperoleh bahwa semua petani lansia tembakau yang mengalami gejala-gejala stres kerja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya keluhan-keluhan sulit tidur, merasa khawatir akan pekerjaannya, mudah tersinggung, merasa tertekan, sulit konsentrasi dan mudah lelah. Hal ini dapat terjadi adanya ketimpangan antara usaha yang dilakukan dengan hasil panen yang didapatkan dalam melakukan usaha tani tembakau. Hal ini merupakan gejala-gejala stres.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan hubungan beban kerja dengan stres pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Jenis penelitian observasional analitik dengan menggunakan studi secara cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan

teknik : multistage random sampling dan didapatkan jumlah sampel penelitian sebanyak 92 responden di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono. Alat pengumpul data pada penelitian ini terdiri dari lembar kuesioner untuk beban kerja petani lansia dan stres petani lansia. Analisis data menggunakan regresi linier sederhana.


(10)

x

untuk responden yang memiliki skor < 44.51 dan beban kerja tinggi untuk responden yang memiliki skor ≥ 44.51. Skor stres petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Jember rata-rata sebesar 48.12. Data beban kerja petani lansia diketegorikan berdasarkan cut of point data dilakukan untuk mempermudah interpretasi data menjadi stres ringan untuk responden yang memiliki skor < 48.12 dan stres berat untuk responden yang memiliki skor ≥ 48.12. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p= 0.0001. Ha diterima jika Ho ditolak, dimana Ho ditolak jika nilai p ≤ α, 0,001 ≤ 0,05. Hasil analisis statistik didapatkan bahwa ada hubungan signifikan antara beban kerja dengan stres pada petani lansia di Kelompok Tani Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Nilai koefisien dengan determinasi 0,278 artinya beban kerja dapat berkontribusi 27,8% terhadap besar stres yang dialami oleh petani lansia.

Beban yang terlalu besar yang dimiliki oleh petani lansia tembakau ini dapat mengakibatkan adanya gangguan mental, stres. Stres yang dialami oleh petani lansia yang terlalu tinggi dan berkepanjangan menyebabkan manifestasi/gejala, baik yang bersifat fisik ataupun psikis. Manifestasi/gejala yang muncul pada petani lansia dapat menggambarkan keadaan fisik ataupun psikis lansia. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penyakit akibat kerja adalah dengan meningkatkan fungsi perawat Occupational health Nursing (OHN) bagi petani lansia di tempat kerja. Tindakan tersebut mencakup tiga tindakan utama yang meliputi melakukan pengenalan, evaluasi dan pengendalian lingkungan kerja. Tindakan tersebut dapat menjamin terlaksananya keamanan dan kesehatan pekerja tani, khususnya yang berusia lansia dan derajat kesehatan juga meningkat.


(11)

xi

Puji Syukur Allah SWT atas segala rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Beban Kerja dengan Stres pada Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember”. Skripsi ini disusun sebagai langkah awal untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai gelar sarjana keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember. Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Sujono Kardis, Sp.KJ., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;

2. Ns.Tantut Susanto, M.Kep,.Sp.Kep.Kom, selaku dosen pembimbing utama, Ns.Nurfika Asmaningrum, M.Kep, selaku dosen pembimbing anggota dan Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep. yang telah memberi bumbingan, arahan dan petunjuk demi kesempurnaan skripsi ini;

3. Ns Roymond H. Simamora, M.Kep, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan motivasi selama menempuh studi di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;

4. Seluruh dosen, Staf dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember yang telah memberi dukungan;

5. Kepala Dinas Pertanian Kebupaten Jember, Kepala UPT Pertanian II Sumberjambe, Penyuluh Tani Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe, Ketua Kelompok Tani Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe, Kepala BAKESBANGPOL yang telah membantu dalam proses perijinan uji validitas dan reliabulitas, serta proses penelitian;

6. Ibunda dan ayahanda , serta adikku yang selalu memberikan motivasi dan semangat demi ters elesainya skripsi ini;

7. Seseorang yang selalu setia memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;


(12)

xii

skripsi ini. Penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Jember, Oktober 2013


(13)

xiii

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PEMBIMBINGAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

ABSTRACT... viii

RINGKASAN ... ix

PRAKATA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat ... 9

1.4.1 Manfaat Bagi Pendidikan ... 9

1.4.2 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan ... 9

1.4.3 Manfaat Bagi Keperawatan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di Bidang Pertanian ... 9


(14)

xiv

2.1.1 Definisi Beban Kerja ... 12

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 13

2.1.3 Indikator Pengukuran Beban Kerja ... 14

2.1.4 Dampak Beban Kerja ... 14

2.1.5 Penilaian Beban Kerja ... 16

2.2 Stres Lansia ... 17

2.2.1 Lansia ... 17

2.2.1.1 Definisi Lansia ... 17

2.2.1.2 Batasan Lansia ... 18

2.2.1.3 Tipe-Tipe Lansia ... 18

2.2.1.4 Perubahan Psikososial ... 21

2.2.2 Stres Lansia... 24

2.2.2.1 Definisi Stres Lansia ... 24

2.2.2.2 Tahapan Stres Lansia ... 25

2.2.2.3 Faktor Penyebab Stres Lansia ... 28

2.2.2.4 Gejala Stres Lansia ... 28

2.2.2.5 Indikator Pengukuran Stres Lansia ... 29

2.2.2.6 Dampak Stres lansia ... 30

2.2.2.7 Upaya penanggulangan Stres Lansia ... 34

2.3 Keperawatan Kesehatan Kerja (K3) ... 36

2.3.1 OHN (Occupational Health Nursing) ... 36

2.3.1.1 Definisi OHN (Occupational Health Nursing) ... 36

2.3.1.2 Tujuan OHN (Occupational Health Nursing) ... 37

2.3.1.3 Penyakit Akibat Kerja ... 38

2.3.1.4 Fungsi dan Tugas Perawat dalam OHN (Occupational Health Nursing) ... 39


(15)

xv

2.3.3 Kelompok Tani ... 45

2.3.3.1Definisi Kelompok Tani ... 45

2.3.3.2Kegiatan Kelompok Tani ... 46

2.4 Hubungan Beban Kerja dengan Stres pada Petani Lansia ... 47

2.5 Kerangka Teori ... 49

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL ... 50

3.1 Kerangka Konseptual ... 50

3.3 Hipotesis Penelitian ... 51

BAB 4. METODE PENELITIAN... 52

4.1 Jenis Penelitian ... 52

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

4.2.1 Populasi ... 53

4.2.2 Sampel ... 53

4.2.3 Kriteria sampel ... 56

4.3 Lokasi Penelitian ... 56

4.4 Waktu Penelitian ... 57

4.5 Definisi Operasional ... 57

4.6 Pengumpulan data ... 58

4.6.1 Sumber Data ... 58

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 58

4.6.3 Alat Pengumpulan Data ... 60

4.6.4 Uji Validitas dan realibilitas ... 63

4.7RencanaPengolahan Data ... 66

4.7.1 Editing ... 66

4.7.2 Coding ... 67

4.7.3 Processing/Entry ... 68


(16)

xvi

5.2 Hasil Penelitian ... 78

5.3 Pembahasan ... 89

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 110

5.5 Implikasi Keperawatan ... 110

BAB 6.PENUTUP ... 111

6.1 Kesimpulan ... 111

6.2 Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(17)

xvii

Halaman

4.1 Sampel Penelitian ... 55

4.2 Definisi operasional ... 57

4.3 Ukuran Penilaian untuk Skala Likert ... 60

4.4 Blue Print favorable dan Unfavorable Kuesioner Beban Kerja ... 61

4.5 Blue Print Favorable dan Unfavorable Kuesioner Stres Petani Lansia ... 62

4.6 Kriteria Validitas Instrumen ... 65

5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 78

5.2 Distibusi Menurut Umur di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 79

5.3 Distribusi Responden Menurut Agama di Kelompok Tabi Tembakau Kecamatan sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 79

5.4 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 80

5.5 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 80

5.6 Distribusi Responden Menurut Indikator Beban Kerja dan Tingkatan Beban Kerja pada Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 81

5.7 Distribusi Responden Menurut Stres pada Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 84

5.8 Distibusi Responden Menurut Stres pada Petani Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 84


(18)

xviii

Lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Bulan September 2013 ... 87


(19)

xix

Halaman


(20)

xx

Lampiran A. Lembar Informed Consent ... 120

Lampiran B. Kuesioner Karakteristik Responden ... 122

Lampiran C. Kuesioner Beban Kerja Petani Lansia ... 123

Lampiran D. Kuesioner Stres Petani Lansia ... 126

Lampiran E. Data Mentah ... 129

Lampiran F. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 132

Lampiran G. Hasil Analisis data ... 137

Lampiran H. Dokumentasi ... 144

Lampiran I. Surat Rekomendasi ... 146


(21)

1 1.1Latar Belakang

Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational health nursing) adalah keperawatan yang berfokus pada promosi, perlindungan dan rehabilitasi kesehatan pekerja dalam konteks lingkungan kerja yang kondusif, serta pencegahan penyakit dan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan. Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai ruang lingkup yang meliputi interpretasi dan evaluasi riwayat medis pekerja, memberikan perawatan pasien secara langsung, manajemen kasus dan perawatan primer untuk penyakit akibat kerja dan non-kerja dan cedera, kesehatan penilaian bahaya, analisis dan melakukan pengelolaan penyakit akibat kerja dan cedera. Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja telah dikembangkan dan diterapkan dalam berbagai bidang pertanian (Effendi, 2009).

Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pertanian berfokus pada promosi, pencegahan penyakit akibat pertanian dan rehabilitasi bagi petani untuk mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif bagi petani. Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pertanian mempunyai kegiatan utama yang meliputi identifikasi dan pencegahan penyakit yang berhubungan dengan akibat pertanian. Keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pertanian menggunakan metode surveilans yang berbasis kasus yang menjadi dasar dalam identifikasi faktor risiko kerja dan program yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan derajat kesehatan petani (Oakley, 2008).


(22)

Pertanian merupakan kegiatan manusia yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, mengembangan, dan mempertimbangkan faktor ekonomi. Proses produksi pertanian ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan individu yang digambarkan melalui kebutuhan-kebutuhan individu sebagai petani. Faktor ekonomi perlu dipertimbangkan juga dikarenakan dapat berpengaruh pada pelaksanaan upaya produksi pertanian. Pertanian dipengaruhi oleh empat faktor produksi, yaitu alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Faktor alam dan tenaga kerja sering disebut dengan faktor primer. Faktor modal dan pengelolaan disebut dengan faktor sekunder. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan satu sama lain (Suwandari, 2006).

Tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 41,20 Juta jiwa atau sekitar 43,4% dari jumlah total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,76% atau sebesar 1,9 juta dibandingkan Agustus 2011. Indonesia menempati urutan ke 3 dunia setelah China (66% ) dan India (53,2%). Hal ini menunjukan bahwa rata-rata mata pencaharian masyarakat Indonesia adalah sebagai petani ( Badan Pusat Statistik, 2012).

Petani merupakan masyarakat yang mempunyai peranan penting dalam proses usaha tani untuk membuat keputusan yang otonom dan tepat mengenai proses usaha tani secara eksistensial untuk menghasilkan hasil panen yang diinginkan. Petani memegang dua peranan penting yang berhubungan dengan usaha bertani yang meliputi peran sebagai juru tani (cultivator) dan pengelola.


(23)

Petani sebagai juru tani mempunyai tugas untuk memelihara tanaman untuk mendapatkan hasil panen yang diinginkan dan bermanfaat. Petani sebagai pengelola mempunyai tugas untuk menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan dan sarana produksi, serta merancang biaya modal yang harus dikeluarkan untuk usaha tani. Petani sebagai pengelola harus mempunyai ketrampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan dalam usaha tani (Nasoetion, 2002).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah pembentukan kelompok tani. Kelompok tani merupakan kumpulan petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban. Kelompok tani bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Seluruh anggota kelompok tani memiliki tujuan, minat, dan motif yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kelompok tani masih belum bisa berjalan secara optimal. Hal yang menyebabkan adalah akses yang rendah terhadap informasi pasar dibandingkan dengan pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan harga yang diterima petani tidak menguntungkan. Akses petani terhadap informasi teknologi, penguasaan dan pemanfaatan teknologi sumber daya lainnya masih sangat terbatas, serta mayoritas kelompok tani yang sudah terbentuk kurang memenuhi standart umur yang telah ditentukan dikarenakan masih terdapat anggota kelompok tani yang berusia lebih dari 65 tahun yang sering disebut dengan usia lansia. Hal tersebut mengakibatkan produktifitas, efesiensi dan daya saing usaha petani menjadi rendah (Departemen Pertanian, 2008).


(24)

Kelompok tani tembakau memiliki tujuan dan motif yang sama dalam melakukan suatu kegiatan usaha tani tembakau bersama. Kegiatan kelompok tani tembakau meliputi proses penanaman, pemeliharaan, pengairan, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama, panen, dan pasca panen. Proses penanaman tembakau ini tergantung pada cara budidaya, lokasi tanam, musim atau cuaca, dan cara pengolahan dikarenakan masa tanam tembakau ini 4 bulan dalam setahun. Upaya pemeliharaan tembakau ini dilakukan kegiatan yang meliputi penyiraman, penyulaman, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan, dan pemetikan. Upaya pengairan pada tembakau dilakukan setiap hari, yaitu pagi dan sore hari yang diberikan pada tanaman tembakau secukupnya. Upaya penyulamam dilakukan setelah tanaman tembakau seminggu ditanam. Upaya penyiangan dapat dilakukan setiap 3 minggu. Usaha pemupukan tanaman tembakau menggunakan pupuk yang tepat berupa pupuk organik dan anorganik (N, P dan K) (Departemen Pertanian, 2008).

Permasalahan yang dialami oleh petani lansia dalam kelompok tani tembakau ini, meliputi tidak ada keringanan tuntutan kerja pada petani lansia dalam pertanian tembakau dengan lama kerja 7 jam/hari. Hal ini dapat meningkatkan kecelakaan kerja pada petani lansia dan menyebabkan suatu beban kerja yang besar bagi petani lansia untuk melakukan usaha dalam pertanian tembakau. Resiko penyakit akibat kerja mengancam kesehatan petani lansia yang meliputi penyakit kardiovaskuler, keracunan pestisida, dan gangguan mental stres (Susanto, 2006).


(25)

Beban kerja petani lansia tembakau lebih mengarah pada kemampuan petani lansia untuk melaksanakan semua kegiatan dalam usaha tani tembakau yang harus dilakukan dengan teliti. Hal ini juga ditunjang dengan permasalahan yang dihadapi petani lansia, yaitu tidak ada keringanan tuntutan kerja bagi petani lansia dengan jam kerja 7 jam/hari dan resiko penyakit akibat kerja yang mengancam kesehatan petani lansia dalam melakukan usaha tani tembakau. Hal tersebut menjadi tuntutan kerja bagi petani lansia tembakau. Tuntutan kerja yang terlalu overload dapat menyebabkan beban kerja dan gangguan mental stres pada petani lansia tembakau (Soekartawi, 2005).

Stres petani lansia tembakau dipengaruhi oleh beban kerja dalam usaha tani tembakau. Beban kerja petani lansia tembakau berhubungan dengan kegiatan dalam usaha tani yang menuntut ketelitian dan tuntutan kerja yang terlalu memberatkan petani lansia. Tuntutan yang berupa pekerjaan yang terlalu berat dan jam kerja yang panjang dapat meningkatkan kecelakaan kerja bagi petani lansia dan juga gangguan mental stres pada petani lansia tembakau (Siswanto, 2007).

Petani lansia yang berusia lebih dari 55 tahun memiliki resiko traumatik dan gangguan mental stres sebesar 54,40%, sedangkan petani yang berusia kurang dari 54 tahun memiliki resiko traumatik dan gangguan mental stres sebesar 36,70%. Hal ini mengindikasikan bahwa petani lansia beresiko tinggi untuk mengalami kejadian traumatik dan gangguan mental stres yang dapat disebabkan oleh tuntutan kerja dalam usaha tani yang dimiliki oleh petani lansia dan resiko penyakit akibat kerja (International Labour Organization, 2012).


(26)

Beban kerja pada petani lansia tembakau tergantung pada tuntutan kerja yang ditunjukan dengan jam kerja 7 jam/hari tanpa ada keringanan dalam melakukan usaha tani tembakau mulai dari proses penanaman, pemeliharaan, pengairan, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama, panen dan pasca panen. Ancaman resiko penyakit akibat kerja yang dapat merugikan petani lansia tembakau, terutama bahaya pestisida. Penyakit akibat kerja dapat berupa penyakit fisik, seperti sakit pinggang dan sakit kepala dan gangguan mental stres (Soekartawi, 2005).

Stres pada petani lansia dipengaruhi oleh peran perawat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di bidang pertanian kurang optimal, permasalahan dalam pertanian dan kebijakan yang keluarkan oleh pemerintah mengenai pertanian. Permasalahan yang kompleks dalam pertanian yang meliputi penetapan distribusi bibit yang tidak merata, kelompok tani yang tidak dapat berjalan dengan optimal, perubahan musim yang ekstrem dan kepemilikan lahan pertanian. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebijakan dari dinas pertanian mengenai penetapan distribusi bibit dan optimalisasi kelompok tani. Permasalahan pertanian tersebut dapat menjadi tekanan yang besar bagi petani lansia dikarenakan dapat menghambat keberhasilan usaha tani yang dilakukan oleh petani lansia. permasalahan peran peran perawat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di bidang pertanian yang kurang berjalan secara optimal juga dapat menjadi beban tambahan bagi petani dikarenakan promosi kesehatan diperlukan untuk dapat menambah pengetahuan petani lansia mengenai membentuk koping yang baik dan cara menjaga kesehatan petani lansia (Winarsunu, 2008).


(27)

Peran perawat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di bidang pertanian perlu untuk ditingkatkan untuk peningkatan derajat kesehatan, baik secara fisik ataupun mental petani lansia tembakau. Peran yang harus dilaksanakan oleh perawat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah promosi kesehatan dan pencegahan. Hal ini mempertimbangkan tuntutan kerja petani lansia tembakau tidak seimbang dengan kapasitas kemampuan dan status kesehatan yang dimiliki oleh petani lansia. keadaan tersebut dapat menyebabkan petani lansia sebagai individu yang rentan terhadap stres dan penyakit akibat kerja (Oakley, 2008).

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Dinas Pertanian Kabupaten Jember didapatkan bahwa desa di Kecamatan Sukowono terdiri dari 12 Desa yang meliputi Desa Sukowono, Desa Sukokerto, Desa Mojogemi, Desa Sumberwringin, Desa Balet Baru, Desa Sumber waru, Desa Sukosari, Desa Sukorejo, Desa Arjasa, Desa Sumberdanti, Desa Dawuhan Mangli, dan Desa Pocangan. Jumlah keseluruhan kelompok tani di Kecamatan Sukowono sebanyak 64 kelompok tani tembakau.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 10 petani lansia di kelompok tani tembakau Kecamatan Sukowono diperoleh bahwa semua petani lansia tembakau yang mengalami gejala-gejala stres kerja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya keluhan-keluhan sulit tidur, merasa khawatir akan pekerjaannya, mudah tersinggung, merasa tertekan, sulit konsentrasi dan mudah lelah. Hal ini dapat terjadi karena adanya ketimpangan antara usaha yang dilakukan dengan hasil panen yang didapatkan dalam melakukan usaha tani tembakau. Hal ini merupakan gejala-gejala stres.


(28)

Berkaitan dengan permasalahan diatas, peneliti perlu mengkaji tentang hubungan antara beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember agar dapat mengidentifikasi tentang stres, dan beban kerja, serta arah hubungan beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember.

1.2Perumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian iniadalah apakah ada hubungan antara beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi beban kerja pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

b. Mengidentifikasi stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember


(29)

c. Menganalisis hubungan antara beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi instituti Pendidikan

Bagi instituti pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan referensi bagi penelitian berikutnya yang berhubungan dengan keperawatan kesehatan kerja, terutama di bidang pertanian.

1.4.2 Bagi Institusi pelayanan kesehatan

Bagi instituti pelayanan kesehatan, khususnya di bidang kesehatan keselamatan kerja dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang ditujukan kepada pekerja perusahaan ataupun pekerja pertanian.

1.4.3 Bagi keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bidang Pertanian

Bagi keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dijadikan bahan rujukan baru untuk melakukan intervensi keperawatan kepada petani lansia mengenai manajemen stres dan mekanisme koping agar dapat menurunkan angka gangguan mental emosional dan angka kesakitan petani lansia pada Kelompok Tani Tembakau di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember.


(30)

1.4.4 Bagi masyarakat

Bagi masyarakat, khususnya pekerja di bidang pertanian dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu tentang cara bertani yang aman, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan baik mental ataupun fisik, dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.4.5 Bagi peneliti

Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman tentang teori dan praktik keperawatan kesehatan kerja di bidang pertanian, sehingga dapat membantu dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, terutama pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember.

1.5Keaslian Penelitian

Penelitian tentang beban kerja dan tingkat stres pada petani telah dilakukan sebelumnya oleh B. Sanne, A.Mykletun ,B.E.Moen,A.A.Dahl and G. S. Tell (2004) dengan judul ” Farmers are at risk for anxiety and depression: the

Hordaland Health Study”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah Untuk

memeriksa perbedaan tingkat kecemasan dan depresi antara petani dan non-petani. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik (non eksperimental)

menggunakan rancangan cross sectional, dengan uji (ANOVA) /Kruskal–Wallis

test, χ2/Fisher’s exact test and regresi logistik. Populasi adalah pekerja usia 40-49 tahun, termasuk petani di Hordaland, Norwegia.


(31)

Alat ukur yang digunakan adalah Hospital Anxiety and Depression Scale

(HADS-A and HADS-D) dengan adalah 17.295 pekerja usia 40-49 tahun, termasuk 917 petani. Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling. Hasil penelitian yang didapat petani memiliki prevalensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi, khususnya petani laki-laki daripada non-petani. Faktor jam kerja lebih lama, pendapatan rendah, beban kerja yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat depresi dan kecemasan pada petani. Umumnya petani memiliki beban kerja fisik yang berat dan tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan non-petani.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh B. Sanne, A.Mykletun, B.E.Moen,A.A.Dahl and G. S. Tell dengan penelitian ini adalah jenis, alat ukur, penelitian Observasional analitik (non eksperimental) menggunakan rancangan

cross sectional. Perbedaan adalah analisis bivariat dengan menggunakan uji regresi linier sederhana dan judul penelitian ini adalah hubungan beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Populasi adalah petani lansia di kelompok tani tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi arah hubungan antara beban kerja dengan stress pada petani lansia di Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Tempat penelitian di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Waktu yang digunakan untuk penelitian adalah bulan Agustus 2013. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan jenis dari teknik cluster sampling yang lebih kompleks, yaitu: multistagerandom sampling.


(32)

12 2.1 Beban Kerja

2.1.1 Definisi Beban Kerja

Beban kerja merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan suatu tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja ini tergantung pada besar tuntutan kerja, kemampuan fisik, dan kognitif yang dimiliki individu. Setiap beban kerja yang diterima oleh individu harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan individu untuk menerima beban tersebut (Winarsunu, 2008).

Beban kerja dapat dibagi menjadi beban kerja fisik dan mental. Beban kerja mental merupakan tingkat/taraf kesulitan dalam melaksanakan tugas yang berhubungan dengan kemampuan pekerja. Beban kerja mental yang tinggi menunjukan bahwa pekerja tidak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dikarenakan melampaui dari kemampuan yang dimiliki oleh pekerja. Beban kerja fisik menggambarkan jumlah pekerjaan yang haris diselesaikan oleh pekerja. Beban kerja fisik yang tinggi berarti pekerja harus menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah yang terlalu banyak (Efendi, 2009).


(33)

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beban kerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:

a) Faktor eksternal

Faktor eksternal yang berasal dari luar tubuh pekerja yang meliputi: 1) Organisasi Kerja

Organisasi kerja meliputi jam kerja, waktu untuk istirahat, sift kerja, dan sistem kerja yang diterapkan di tempat kerja.

2) Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi beban kerja pekerja. Lingkungan kerja dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu lingkungan kerja fisik, kimiawi, dan psikologis.

b) Faktor internal

Faktor internal berasal dari reaksi tubuh yang terjadi terhadap stimulus yang diterima dan berpotensi menjadi stresor. Faktor internal meliputi:

1) Faktor somatis

Faktor somatis ini meliputi jenis kelamin, status kesehatan, kepribadian, dan usia.

2) Faktor psikologi

Faktor psikologis berhubungan dengan kemampuan kognitif, motivasi kerja, persepsi, kepercayaan, kepuasan kerja, dan pengalaman kerja (Tarwaka, 2004).


(34)

2.1.3 Indikator pengukuran Beban Kerja

Indikator pengukuran variabel beban kerja merupakan landasan yang digunakan dalam mengukur beban kerja. Indikator beban kerja, antara lain:

a) Sikap kerja

Indikator lama kerja dapat menunjukan wujud dari sikap yang ditunjukan dalam menyelesaikan pekerjaanya.

b) Waktu kerja dan istirahat

Indikator ini menunjukan pengorganisasian waktu untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaan yang dimiliki. Organisasi waktu yang baik ditunjukan dengan waktu kerja dan waktu istirahat seimbang. Hal ini berdampak baik bagi kesehatan pekerja, terutama petani lansia.

c) Faktor somatis

Indikator ini menunjukan faktor yang menitikberatkan pada fungsi organ tubuh petani lansia. Faktor ini menentukan kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh petani lansia untuk menyelesaikan pekerjaanya (Harrington, 2003).

2.1.4 Dampak Beban Kerja

Dampak dari beban kerja dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan faktor yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, yaitu bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja. Faktor yang tidak berhubungan dengan beban kerja, yaitu pelayanan kesehatan kerja dan perilaku kerja (Efendi, 2009).


(35)

Mayoritas penyebab munculnya dampak beban kerja adalah perilaku dari pekerja yang kurang memperhatikan ergonomi (pengaturan situasi dalam lingkungan kerja). Faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan ergonomi yang berhubungan dengan manusia adalah keterbatasan baik fisik ataupun mental yang dimiliki oleh manusia dan perbedaan keadaan fisik tiap orang berbeda. Jika faktor-faktor tersebut diabaikan dapat berdampak negatif pada kesehatan pekerja yang berupa keluhan-keluhan (symptom) sebagai indikasi keadaan sakit (Nurmianto, 2004).

Keluhan (symptom) merupakan indikasi keadaan sakit dalam diri pekerja yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja. Keluhan ini juga bisa menjadi manifestasi dari stres pada tubuh maupun pikiran pekerja. Manifestasi yang ditimbulkan oleh tiap orang berbeda (Winarsunu, 2008).

Keluhan (symptom) dapat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan fisik dan mental. Keluhan fisik berkaitan dengan keadaan sakit pada bagian tubuh tertentu yang meliputi leher, bahu, siku, tangan, punggung atas, punggung bawah, pinggul, lutut, pergelangan kaki dan kaki. Keluhan mental berkaitan dengan psikis pekerja yang dapat berupa merasa lelah yang berlebihan, tidak bergairah setelah mendapatkan krisis, merasa tertekan, sulit tidur, gelisah, sakit kepala, denyut jantung meningkat dan gangguan pencernaan (Tarwaka, 2004).

Keluhan mental yang diakibatkan karena beban kerja yang berlebihan dan kejenuhan kerja dapat memicu stres pada pekerja. Keadaan stres pada pekerja dapat mengakibatkan beberapa respon fisik dan sosial pada pekerja. Respon tersebut, yaitu keletihan dan penurunan interaksi sosial (Jeyaratnam, 2010).


(36)

Keletihan merupakan salah satu respon fisik yang muncul ketika tubuh mendapatkan beban kerja yang melebihi kapasitas. Keletihan ini dapat mempengaruhi faktor kognitif. Hal ini dapat menyebabkan pekerja tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang dimilikinya. akibat lain adalah dapat menurunkan kemampuan untuk mengambil keputusan (Hariandja, 2003).

2.1.5 Penilaian Beban Kerja

Pengukuran beban kerja mental berhubungan dengan tiga komponen denyut nadi yang berhubungan langsung mekanisme pengendalian dalam tubuh individu. Mekanisme tersebut meliputi mekanisme pengaturan temperatur, tekanan darah dan respirasi. Komponen tersebut akan meningkat bersamaan dengan beban kerja mental yang dirasakan oleh pekerja (Manuaba, 2000).

Pengukuran beban mental dapat diukur dengan cara objektif dan subjektif. Pengukuran secara objektif dapat dilakukan dengan mengukur denyut nadi pekerja. Pengukuran secara subjektif dapat dilakukan dengan cara mengamati dan mengobservasi kondisi psikologis pekerja (Manuaba, 2000).

Pengukuran beban fisik pekerja dapat diukur melalui denyut jantung. Hal ini bisa mengetahui berat ringannya beban kerja fisik yang dirasakan oleh pekerja. Pengukuran ini dapat menilai cardiovaskuler strain. Pembuluh darah yang dipakai untuk pengukuran ini adalah arteri radialis pada pergelangan tangan (Tarwaka, 2004).


(37)

2.2 Stres Lansia 2.2.1 Lansia

2.2.1.1 Definisi Lansia

Lansia merupakan suatu bagian dari tumbuh kembang dari mulai bayi, anak-anak, dewasa, dan tua. lansia mengalami perubahan yang bersifat norrmal baik dari segi fisik, maupun psikis. Perubahan itu meliputi perubahan fisik, kognitif, dan psikososial secara bertahap (Azizah, 2011) .

Perubahan fisik pada lansia berkaitan dengan kemunduran fungsi sistem organ dalam tubuh. Sistem organ yang mengalami penurunan fungsi adalah sistem indra, kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, syaraf, dan reproduksi. Penurunan fungsi sistem organ tersebut menyebabkan lansia mudah terserang penyakit (Maryam, 2008).

Perubahan kognitif pada lansia berkaitan dengan perubahan fungsi organ otak. Perubahan ini meliputi penurunan dalam hal mengingat, kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan dan kinerja dalam melakukan aktivitas. Penurunan fungsi kognitif juga dapat menyebabkan penurunan harapan untuk hidup (Tamher, 2009).

Perubahan psikososial berhubungan dengan perubahan peran sosial dalam masyarakat dan kepribadian. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan fungsi indera, pendengaran dan penglihatan. Penurunan fungsional itu membuat lansia merasa terasingkan dari kehidupan sosialnya (Stanley, 2006).


(38)

2.2.1.2 Batasan Lansia

Lansia dapat digolongkan menjadi empat berdasarkan usia kronologis atau biologis yang meliputi usia pertengahan (middle age) yang berkisar antara umur 45-59 tahun, lanjut usia (erderly) yang berkisar antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yang berkisar antara 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) yang berkisar diatas 90 tahun (WHO, 1999 dalam Azizah, 2011). Batasan lansia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pra lansia (prasenilis) adalah lansia yang berusia antara 45-59 tahun, lansia adalah lansia yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi adalah lansia yang berusia lebih dari 60 tahun dengan masalah kesehatan atau yang berusia lebih dari 70 tahun, lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa dan lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya untuk mencari nafkah dan bergantung pada bantuan orang lain (Departemen Kesehatan, 2005).

2.2.1.3 Tipe-Tipe Lansia

Tipe-tipe lansia tergantung pada kepribadian yang dimiliki. Tipe-tipe lansia berdasarkan kepribadian dapat digolongkan menjadi enam, yaitu:

a) Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)

Lansia yang mempunyai tipe ini cenderung berintegrasi baik, toleransi baik dan fleksibel dalam menjalani hidup. Tipe kepribadian ini biasanya dimulai dari masa muda yang tenang dalam menghadapi masalah. Lansia dapat menerima kenyataan mengenai fakta penuaan dengan bijaksna.


(39)

b) Tipe kepribadian mandiri (independent personality)

Lansia dengan tipe kepribadian ini lebih cenderung mengalami post power sindrom dikarenakan terdapat perubahan dalam peran sosial dalam masyarakat. Lansia pada tipe ini cenderung memiliki masa muda yang bergejolak dan aktif pada kegiatan organisasi ataupun masyarakat.

c) Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)

Lansia dengan tipe kepribadian ini lebih dipengaruhi oleh situasi keluarga dan lingkungan sekitar. Kejadian kehilangan pasangan dapat memicu kesedihan yang mendalam pada lansia. Lansia pada tipe ini lebih senang dengan masa pensiun dan tidak memiliki inisiatif untuk mencari kegiatan lain.

d) Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality )

Lansia dengan tipe kepribadian ini memiliki rasa tidak puas dengan kehidupannya. lansia memiliki banyak keinginan yang tidak diperhitungkan, sehingga dapat menyebabkan penurunan pada status ekonomi keluarga. Lansia selalu menganggap bahwa orang lain yang menyebabkan semua kegagalan dalam hidupnya.

e) Tipe kepribadian defensive

Lansia dengan tipe kepribadian ini lebih cenderung menolak dengan perhatian dan bantuan yang diberikan orang disekitarnya. Lansia juga memiliki emosi yang tidak terkontrol dan bersifat kompulsif aktif. Lansia menjadi takut untuk menjadi tua dan menghadapi masa pensiun.


(40)

f) Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

Lansia dengan tipe ini cenderung tampak sengsara dan tidak mau menerima bantuan dari orang disekitarnya. Lansia akan merasakan kesulitan dalam menjalani hidupnya. Lansia cenderung tidak memiliki ambisi yang berlebihan, selalu menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai korban dari keadaan yang dialaminya (Kuntjoro, 2002).

Tipe lansia juga tergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan keadaan ekonomi. Tipe-tipe tersebut dapat digolongkan menjadi enam, yaitu:

a) Tipe arif bijaksana

Lansia dengan tipe ini mudah dalam beradaptasi dengan perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana dan menjadi panutan.

b) Tipe mandiri

Lansia dengan tipe ini berusaha untuk mencari kegiatan-kegiatan baru untuk menggantikan kegiatan yang tidak bisa dilakukan lagi. Lansia juga aktif dalam berinteraksi sosial dengan teman sebaya.

c) Tipe tidak puas

Lansia pada tipe ini tidak dapat menerima proses ketuaan. Lansia beranggapan bahwa proses ketuaan dapat menyebabkan kecantikan, daya tarik, kekuasaan, status dan teman sebaya menghilang. Lansia juga mudah marah, tidak sabar, menuntut, sulit dilayani, dan suka mengkritik.


(41)

d) Tipe pasrah

Lansia dengan tipe ini lebih bersikap menerima dan menunggu nasib baik. Lansia juga bersedia untuk melakukan pekerjaan apapun tanpa harus memilih.

e) Tipe bingung

Lansia dengan tipe ini bersikap kaget dengan semua perubahan yang durasakan. Manifestasi yang dimunculkan oleh lansia adalah merasa minder, menyesal, pasif dan kurang bisa berinteraksi sosial (Nugroho, 2000 dalam Maryam, 2008).

2.2.1.4Perubahan Psikososial Lansia

Perubahan psikososial lansia berhubungan dengan pencapaian integritas diri yang utuh. Pencapaian integritas diri yang baik pada lansia akan dapat menimbulkan pemahaman yang menyeluruh mengenai perspektif masa depan dan cara mengatasi permasalahan dengan baik. Lansia yang tidak dapat mencapai integritas diri yang baik, maka lansia tidak memiliki gambaran masa depan dalam hidupnya. (Azizah, 2011).

Pencapaian integritas diri lansia berhubungan dengan teori perkembangan psikososial Erickson. Teori ini menggambarkan tantangan atau kebutuhan yang harus dipenuhi pada setiap tahap dari delapan tahap pengelompokan usia dan kekuatan ego yang dicapai. Tahap dengan tugas-tugas perkembangan yang tidak tercapai dapat menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan (Stanley, 2006).


(42)

Tahap dalam teori perkembangan psikososial Erickson yang berkaitan dengan lansia adalah integritas versus rasa putus asa. Integritas sebagai sikap penerimaan terhadap siklus hidup yang harus dijalani. Rasa putus asa sebagai perasaan yang terjadi ketika terjadi kekecewaan terhadap hidup yang dijalani. Kegagalan dalam pencapaian integritas diri sebagai bentuk rasa takut pada kematian dan sikap tidak menghargai diri sendiri dan orang lain. Lansia yang gagal dalam pencapaian integritas diri, maka akan menimbulkan perasaan putus asa dan terjadi perubahan dalam psikososial dikarenakan lansia merasa tidak memiliki harapan untuk masa depannya (Potter dan Perry, 2005).

Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia dapat timbul pada saat keadaan tertentu. Keadaan yang dapat memicu timbulnya perubahan psikososial, antara lain:

a) Pensiun

Pensiun pada lansia merupakan tahap kehidupan pada lansia yang disebabkan oleh transisi, perubahan kontak sosial dan perubahan peran. Perubahan peran pada lansia berhubungan erat dengan produktivitas dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan. Lansia dinilai mempunyai produktivitas yang rendah dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan. Hal ini dapat menyebabkan stres psikososial dan rasa kehilangan pada lansia. Rasa kehilangan yang dirasakan oleh lansia akibat pensiun dapat dibagi menjadi empat, antara lain:


(43)

1) Kehilangan finansial

Kehilangan finansial pada lansia terjadi akibat perubahan peran, terutama dalam hal pekerjaan. Lansia dianggap tidak mempunyai produktivitas yang baik, sehingga lansia tidak melakukan aktivitas, termasuk aktivitas pekerjaan. Hal ini mempengaruhi pemasukan uang untuk lansia dan keluarganya.

2) Kehilangan status

Keadaan kehilangan status ini berhubungan dengan perubahan peran dalam pekerjaan. Lansia yang mempunyai jabatan yang tinggi dalam pekerjaannya pada masa muda, maka mudah mengalami stres pada masa tua. Hal ini disebabkan karena kemampuan adaptasi terhadap perubahan situasi pada masa tua yang rendah.

3) Kehilangan teman

Keadaan kehilangan teman terjadi seiring dengan pensiun pada lansia. Hal ini terjadi karena lansia mengalami kehilangan kontak dengan teman sejawat yang menyebabkan penurunan interaksi sosial dengan teman sejawat.

4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

Kehilangan pekerjaan atau kegiatan terjadi dikerenakan terdapat anggapan bahwa lansia mengalami penurunan produktivitas dalam melakukan pekerjaan/kegiatan.


(44)

b) Perubahan aspek kepribadian

Perubahan aspek kepribadian pada lansia dipengaruhi oleh penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi dan pemahaman. Penurunan pada fungsi ini menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi lebih lambat.

Perubahan aspek kepribadian pada lansia juga dipengaruhi oleh penurunan fungsi psikomotor (konatif). Fungsi ini berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan dan koordinasi. Penurunan pada fungsi ini dapat menyebabkan lansia kurang cekatan dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan.

c) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Perubahan peran sosial disebabkan oleh penurunan fungsi organ tubuh. Hal tersebut menyebabkan gangguan fungsional dan kecacatan pada lansia. (azizah, 2011).

2.2.2. Stres Lansia

2.2.2.1 Definisi Stres Lansia

Stres merupakan suatu reaksi adaptif yang bersifat non-spesifik yang dimiliki oleh individu terhadap tekanan stimulus atau stresor. Reaksi ini bersifat individual bagi tiap individu, sehingga tanggapan/reaksi individu satu dengan yang lain terhadap suatu stimulus akan berbeda. Tekanan stresor yang bersifat berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan secara fisik ataupun psikis pada individu (Hartono, 2007).


(45)

Stres lansia adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi lansia dapat disebabkan oleh keterbatasan kemampuan lansia dan stresor psikososial yang berhubungan dengan perubahan dalam kehidupan lansia. Hal tersebut mendorong lansia untuk melakukan adaptasi untuk dapat menanggulanginya. kemampuan beradaptasi lansia yang terbatas dapat memicu stres (Azizah, 2011).

Stres pada lansia dipengaruhi oleh transisi dan perubahan peran dalam kehidupan sosial. Perubahan peran ini diukur oleh nilai produktivitas dan identitas lansia. Perubahan dan transisi ini menyebabkan lansia merasa kehilangan gairah untuk hidup. Lansia juga merasa dirinya tidak berguna untuk orang disekitarnya (Tamher, 2009).

Stres pada lansia juga dipengaruhi oleh penurunan dalam kinerja psikomotor. Kinerja psikomotor pada lansia mempengaruhi respon reflek dan kemampuan dalam menanggulangi stres. Hal tersebut menyebabkan lansia dianggap sebagai individu yang lemah dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan dan mengurus diri sendiri (Bastable, 2002).

2.2.2.2 Tahapan Stres Lansia

Teori sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrom) dijelaskan bahwa tubuh manusia memiliki tingkat resistensi yaitu tingkat resistensi pada saat tubuh dalam kondisi biasa dan tidak mengalami stres. Tingkat resistensi ini dapat berubah saat tubuh mengalami ketidakseimbangan antara fisik dan psikis (stres). Perubahan ini bertujuan agar tubuh mampu beradaptasi terhadap stimulus yang dihadapinya. Tahapan terjadinya stres dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:


(46)

a) Fase alarm

Fase alarm sebagai fase awal pada tahapan stres. stres menstimulasi pesan fisiologis tubuh dari hipotalamus ke kelenjar (misal : kelenjar adrenal untuk mengirim adrenalin dan norepinefrin sebagai pembangkit emosi) dan organ untuk mempersiapkan kebutuhan pertahanan potensial. Tubuh akan memberikan reaksi mula-mula ketika terkena stresor. Tubuh mengalami perubahan-perubahan fisiologis, sehingga individu akan merasakan gejala-gejala seperti detak jantung semakin cepat, napas cepat, dan keringat dingin. Fase ini merupakan fase peringatan bahwa stres harus segera ditangani. Stresor yang terlalu kuat dan berlebihan pada fase ini dapat menyebabkan kematian. Hal ini terjadi dikarenakan tingkat resistensi individu menurun.

b) Fase resistensi

Fase ini merupakan fase lanjutan dari fase alarm dan tanda-tanda kebutuhan pada tubuh sudah menghilang dikarenakan individu sudah dapat beradaptasi terhadap stresor yang dihadapinya. Stresor pada fase ini terus meningkat yang menyebabkan stres berlangsung terus-menerus. Hal ini dapat memicu peningkatan resistensi tubuh diatas normal yang bertujuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap stresor tersebut. Sistem pencernaan akan beradaptasi dengan cara mengurangi kerja dengan cara mengalirkan darah ke bagian tubuh yang dibutuhkan untuk pertahanan. Organ paru-paru memasukkan lebih banyak udara, dan jantung bekerja keras dengan lebih berdenyut lebih cepat dan keras.


(47)

Aktivitas tersebut dapat mengalirkan darah kaya oksigen dan nutrisi ke otot untuk mempertahankan tubuh memalui perilaku fight, flight, atau

freeze. Apabila individu dapat beradaptasi terhadap stres, maka tubuh akan berespons dengan rileks dn kelenjar, organ, serta respons sistemik menurun. Individu dapat beradaptasi dengan baik pada fase ini dan merasa normal kembali meskipun stres masih dirasakan oleh individu. Jumlah energi yang dikeluarkan oleh individu rata-rata lebih besar dari biasanya, sehingga tubuh harus lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

c) Fase kelelahan

Fase ini merupakan fase lanjutan dari fase resistensi dan tubuh mulai mengalami penurunan tingkat resistensi sampai dibawah normal. Individu mulai berespons negatif terhadap stres. Stres terus meningkat, sehingga tubuh melakukan adaptasi terhadap stresor secara terus-menerus. Hal ini dapat menyebabkan energi yang digunakan oleh tubuh untuk beradaptasi akan mulai habis. Fase alarm (tanda-tanda kebutuhan) akan muncul kembali pada fase ini, tetapi energi yang digunakan untuk beradaptasi terhadap stresor sudah habis. hal ini menyebabkan tubuh tidak dapat melakukan adaptasi. Individu akan mengalami ketidakseimbangan antara kebutuhan fisik dan psikologis. Stres yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gangguan yang lebih parah pada individu dan mengalami kematian(Siswanto, 2007).


(48)

2.2.2.3 Faktor Penyebab Stres Lansia

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres pada lansia, antara lain: 1) Faktor genetik

Faktor ini dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga dan keturunan. Lansia yang mengalami stres akibat faktor genetik, maka lansia memiliki salah satu anggota keluarga lansia yang mengalami stres.

2) Beban kerja yang berlebihan

Beban kerja yang berlebihan pada lansia yang ditunjukan dengan tanggung jawab dan tuntutan kerja yang terlalu besar pada lansia terutama dalam hal pekerjaan. Hal tersebut dapat memicu stres pada lansia dikarenakan penurunan secara fisik dan mental yang dialami oleh lansia secara normal. 3) Model perilaku

Model ini berkembang dari kerangka teori belajar sosial. Faktor ini menyebabkan perubahan perilaku pada lansia yang ditunjukan dengan penurunan adaptasi perilaku terhadap stresor.

2.2.2.4 Gejala Stres lansia

Gejala-gejala yang diakibatkan stres lansia dapat digolongkan menjadi lima kategori, yaitu:

a) Akibat subjektif

Akibat yang dirasakan secara pribadi yang meliputi kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan dan kehilangan kesabaran.


(49)

b) Akibat perilaku

Akibat yang mudah dilihat dikarenakan berbentuk dalam bentuk perilaku tertentu yang meliputi emosi tidak terkontrol, perilaku impulsif dan tertawa gelisah.

c) Akibat kognitif

Akibat ini mempengaruhi proses pikir lansia, yang meliputi ketidakmampuan lansia dalam mengambil keputusan yang baik dan tidak bisa berkonsentrasi dengan maksimal.

d) Akibat fisiologis

Hal ini berhubungan dengan fungsi organ-organ tubuh yang meliputi peningkatan gula darah, denyut nadi dan tekanan darah meningkat, mulut menjadi kering dan pupil membesar (Gibson 1990, dalam Siswanto, 2007).

2.2.2.5 Indikator Pengukuran Stres Lansia

Stres dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk respon, baik yang bersifat fisik ataupun psikologis. Respon tersebut merupakan indikator pengukuran stres pada lansia. Indikator pengukuran stres lansia, antara lain:

a) Respon kognitif

Respon kognitif ini berhubungan dengan reaksi neuron dalam otak terhadap stresor. Respon ini dapat berupa gangguan proses pikir dan penurunan konsentrasi lansia.


(50)

b) Respon emosi

Respon emosi ini merupakan suasana hati dan perasaan yang dirasakan oleh lansia ketika menerima stimulus stresor. Respon emosi ini dapat berupa perasaan cemas, malu dan marah.

c) Respon tingkah laku

Respon tingkah laku merupakan respon yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku terhadap stresor yang dihadapi. Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: fight dan flight. Fight merupakan respon tingkah laku yang melawan dan berani menghadapi situasi yang dihadapi. Flight merupakan respon tingkah laku yang menghindari situasi yang menekan yang dihadapi (Sunaryo, 2004).

2.2.2.6 Dampak Stres Lansia

Stres dapat menyebabkan dampak yang besar pada lansia. Dampak tersebut lebih bersifat merugikan bagi lansia. Hal tersebut behubungan langsung dengan kenunduran keadaan fisik dan psikis akibat penuaan yang dialami oleh lansia. Dampak tersebut juga berhubungan tidak langsung dengan akumulatif stresor yang dihadapi oleh lansia. Dampak ini dapat menimbulkan manifestasi secara fisik dan psikologis (Stanley, 2006).

Manifestasi dampak stres secara fisik lebih berorientasi pada keadaan fisik lansia. Lansia akan mengalami manifestasi yang bertugas sebagai respon dari sistem tubuh yang dapat menyebabkan kemunduran fisik. Manifestasi dampak stres secara fisik, antara lain:


(51)

a) Kadar gula meningkat (hiperglikemia) dan diabetes melitus

Hiperglikemia merupakan respons metabolik yang paling utama setelah terjadi stres atau trauma. Hiperglikemia terjadi dikarenakan terdapat cadangan glikogen hati. Hiperglikemia ini menetap karena terjadi peningkatan produksi glukosa tanpa diimbangi pembersihan glukosa. Hal ini juga terjadi dikarenakan terjadi pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, gliserol dan piruvat. Asam amino berasal dari pemecahan protein otot, laktat dan piruvat berasal dari glikogenolisis dan glikolisis di otot sedangkan gliserol berasal dari metabolisme trigliserida. Insulin juga mengalami peningkatan tetapi terjadi resistensi di perifer sehingga kadar glukosa tetap tinggi. Selain itu, sekresi hormon kontra insulin, yaitu hormon glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormon yang lebih tinggi daripada sekresi insulin. Sekresi hormon kontra insulin yang lebih tinggi menyebabkan hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan produksi keton, yaitu asetoasetat, β-hidroksibutirat dan aseton yang merupakan asam kuat dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, maka mekanisme hiperglikemia yang terjadi pada saat stres adalah produksi kadar gula yang meningkat disertai timbulnya resistensi insulin. Hiperglikemia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan komplikasi penyakit kencing manis (diabetes mellitus) (Sylvia, 2006).


(52)

Peningkatan kadar gula darah disebabkan karena adanya respon stres yang berlangsung. Respon stres yang terjadi memicu sekresi hormon kortisol dari korteks adrenal dan merupakan hormon paling dominan yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Efek keseluruhan dari kortisol adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan cara mengorbankan simpanan protein dan lemak (Purnama, 2013).

b) Gangguan pada sistem kardiovaskuler

Situasi stres dapat mengaktivasi hipotalamus yang mengendalikan sistem neuroendokrin. Salah satu sistem yang teraktivasi adalah Sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya. Stimulasi sistem saraf simpatik dapat meningkatkan kecepatan denyut jantung, sehingga jantung berdebar-debar. Pembuluh darah juga mengalami dilatasi atau konstriksi, sehingga muka tampak merah atau pucat (Elizabeth, 2009).

Individu yang mengalami prehipertansi hanya mengalami stres kurang dari 1 minggu (0%), yang mengalami hipertensi grade I (14,70 %) dan yang mengalami hipertensi grade II (11,76 %) . Hal ini menunjukan bahwa stres dapat meningkatkan tekanan darah (Herke, 2006).


(53)

c) Sesak nafas dan astma

Sesak nafas dapat terjadi pada saat stres dikarenakan terjadi penyempitan padasaluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis, sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Spasme otot-otot pada saluran nafas paru-paru dapat menimbulkan penyakit asma (asthma bronchiale) (William. 2008).

Individu yang mengalami stres mengalami gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan karena adanya stimulasi dari sistem syaraf simpatis yang meningkatkan rangsangan dan memacu kerja sistem pernafasan. hal tersebut juga menimbulkan Respirate Rate (RR) meningkat (Puguh, 2012). Manifestasi secara psikologis yang dialami oleh lansia berhubungan dengan keadaan kognitif lansia. Lansia mengalami penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kreativitas dan minat pada hobi. Lansia merasa tidak berdaya untuk berinteraksi dengan orang lain dan menarik diri dari lingkungannya. Lansia juga mengalami kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan (Brooker, 2008).


(54)

2.2.2.7 Upaya Penanggulangan Stres lansia

Dalam menanggulangi stres lansia memerlukan pendekatan yang holistik. Pendekatan ini tidak hanya mengutamakan pendekatan secara fisik dan psikologis, tetapi juga mengutamakan secara psikososial, spiritual dan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia secara utuh dan menyeluruh. Upaya pendekatan secara holostik pada lansia, antara lain:

a) Pendekatan psikodinamik

Pendekatan ini berfokus pada penanganan terhadap konflik-konflik yang berhubungan dengan rasa kehilangan dan stres. Upaya yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi stresor dan mengembangkan cara-cara untuk memulihkan rasa percaya diri pada lansia.

b) Pendekatan perilaku belajar

Pendekatan ini berfokus pada reward dan punishment. pendekatan ini lebih mengutamakan sikap menghargai diri sendiri.Penghargaan diri yang kurang merupakan akibat dari kurangnya reward dan terlalu banyak

punishment yang diterima.

Upaya yang dapat dilakukan dalam pendekatan ini dengan mengidentifikasi aspek-aspek lingkungan sebagai sumber reward dan

punishment. Upaya ini merupakan langkah awal dalam pendekatan perilaku belajar. Tujuan dari upaya ini adalah sebagai dasar untuk menentukan tindakan dan strategi baru dalam mengatasi stres.


(55)

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan untuk menentukan tindakan dan strategi baru dalam mengatasi stres meliputi pengajaran ketrampilan dan strategi baru. Upaya tersebut merupakan langkah selanjutnya dalam pendekatan perilaku yang bertujuan untuk mengurangi pengalaman yang bersifat punishment. Ketrampilan dan strategi yang diajarkan meliputi latihan keterampilan sosial, latihan relaksasi dan latihan manajemen waktu.

c) Pendekatan kognitif

Pendekatan ini befokus pada kemampuan berpikir lansia. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pola pandangan dan pola pikir lansia tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang. Dasar dari pendekatan ini adalah kepercayaan (belief) lansia yang terbentuk dari rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap pengalaman yang dialami yang dapat menentukan emosi dan tingkah laku lansia.

Cara-cara yang dapat dilakukan dalam pendekatan ini adalah mengidentifikasi pikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku. Langkah ini sebagai upaya awal dalam penentuan tindakan selanjutnya. Hasil akhir dari langkah ini adalah lansia dapat mengetahui pikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati lansia.


(56)

Langkah selanjutnya adalah menguji kebenaran pemikiran yang akan menggantikan pemikiran negatif. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menanamkan pemikiran positif kepada lansia. Hasil yang diharapkan adalah lansia dapat menjalani kehidupan yang bahagia dengan pikiran positif (Azizah, 2011)

2.3 Keperawatan Kesehatan Kerja 2.3.1 Occupational Health Nursing (OHN)

2.3.1.1 Definisi Occupational Health Nursing (OHN)

Occupational Health Nursing (Keperawatan Kesehatan kerja) merupakan salah satu cabang ilmu dari keperawatan kesehatan masyarakat yang berfokus pada pencegahan penyakit pada populasi pekerja. Bidang ilmu ini mempertimbangkan hubungan antara pekerjaan dengan kesehatan pekerja. Hal ini juga berhubungan dengan lingkungan kerja yang dapat berefek langsung pada status kesehatan pekerja (Oakley, 2008).

Upaya kesehatan kerja merupakan suatu usaha untuk menyelaraskan antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar pekerja dapat bekerja dengan aman dan sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri ataupun masyarakat. Upaya ini berfokus pada tindakan mengidentikasi permasalahan, mengevaluasi dan melakukan pengendalian permasalahan. Sasaran dalam upaya kesehatan kerja ini adalah pekerja sebagai aspek manusia dan aspek kesehatan pekerja itu sendiri (Chandra, 2006).


(57)

Kapasitas, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen penting dalam keselamatan kerja. Semua komponen tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling beriteraksi. Kapasitas kerja yang baik, seperti status kesehatan pekerja, serta kemampuan fisik yang baik dapat menjamin bahwa pekerja dapat melaksanakan pekerjaanya dengan baik. Hal ini juga dapat meminimalkan adanya beban kerja yang berlebihan pada pekerja (Winarsunu, 2008).

2.3.1.2Tujuan Occupational Health Nursing (OHN)

Tujuan penerapan Occupational Health Nursing (OHN) yang dilaksanakan melalui penyelarasan antara aspek pekerja yang meliputi beban kerja dan kapasitas pekerja dengan aspek lingkungan kerja. Tujuan penerapan keperawatan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja, baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosial, mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan dan kondisi lingkungan kerja dan memberikan pekerjaan, perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari ancaman bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat membahayakan kesehatan dan memelihara dan menempatkan pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. (Hariandja, 2003).


(58)

2.3.1.3 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat kerja merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini berhubungan dengan tiga komponen dalam upaya kesehatan kerja yang meliputi kapasitas, beban, dan lingkungan kerja. Status kesehatan pekerja juga mempengaruhi terjadinya penyakit akibat kerja (Brooker, 2008).

Penyakit akibat kerja memiliki beberapa ciri. Ciri-ciri tersebut meliputi dipengaruhi oleh populasi pekerja dan disebabkan oleh penyebab yang spesifik. Penyakit akibat kerja juga ditentukan berdasarkan sumber pemajanan yang didapatkan oleh pekerja (Wunarsunu, 2008).

Semua jenis penyakit akibat kerja tergantung pada faktor lingkungan dan sumber pemajanan. Faktor lingkungan merupakan faktor utama yang menyebabkan penyakit akibat kerja. Jenis penyakit akibat kerja berdasarkan sumber pemajanannya meliputi pneumikonisis disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut, penyakit paru dan saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu logam keras dan asma akibat kerja yang disebabkan karena sensitisasi dan zat perangsang selama proses kerja (Harrington, 2003).


(59)

2.3.1.4 Fungsi dan Tugas Perawat dalam Occupational Health Nursing (OHN) Fungsi dan tugas perawat dalam Occupational Health Nursing (OHN) mengacu pada tujuan dari Occupational Health Nursing (OHN). Tujuan dari

Occupational Health Nursing (OHN) adalah meningkatkan derajat kesehatan pekerja di lingkungan tempat kerja dan meningkatkan produktivitas pekerja. Selain itu, peningkatan kesehatan lingkungan kerja juga menjadi tujuan yang ingin dicapai (Effendi, 2009).

Fungsi perawat Occupational Health Nursing (OHN) tergantung pada kebijakan yang diterapkan dalam hal ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah yang dipekerjakan di tempat kerja. Upaya yang harus dilaksanakan dalam perawat sesuai dengan fungsi perawat Occupational Health Nursing (OHN) adalah membuat program layanan kesehatan untuk pekerja dengan persetujuan pimpinan di tempat kerja. Program layanan kesehatan yang sesuai dengan kebijakan tempat kerja akan dapat menguntungkan pekerja (George, 2009).

Fungsi perawat Occupational Health Nursing (OHN) berfokus pada penerapan asuhan keperawatan pada pekerja dan lingkungan sekitar pekerja. Fungsi perawat, meliputi melakukan pengkajian masalah kesehatan yang didasarkan oleh respon pekerja, menyusun rencana keperawatan pekerja, melakukan intervensi berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun dan melakukan evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Semua fungsi perawat tersebut harus dilakukan secara runtut (Brooker, 2008).


(60)

Tugas perawat Occupational Health Nursing (OHN) merupakan hal yang harus dilakukan oleh perawat yang terkait dengan perawatan, pengobatan, administrasi, dan tugas pendidikan. Tugas perawat Occupational Health Nursing

(OHN) lebih bersifat kolaboratif dengan tenaga kesehatan lainnya. Tugas perawat

Occupational Health Nursing (OHN), meliputi mengawasi lingkungan pekerja, memelihara fasilitas kerja yang berada di tempat kerja, membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja, membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja, merencanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang memiliki masalah kesehatan dan ikut berperan dalam memberika pendidikan keselamatan kesehatan kerja kepada pekerja (Bastable, 2002).

2.3.1.5. Penanggulangan Penyakit Akibat Kerja

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyakit akibat kerja adalah dengan melakukan tiga langkah utama. Langkah awal adalah pengenalan atau identifikasi bahaya yang dapat timbul di lingkungan tempat kerja. Hal ini dilakukan dengan cara observasi sekitar lingkungan tempat kerja dan permasalahan yang dirasakan oleh pekerja. Langkah ini merupakan langkah dasar untuk menentukan langkah selanjutnya (Jeyaratnam, 2010).


(61)

Tahap evaluasi lingkungan kerja merupakan tahap lanjutan dari tahap identifikasi masalah yang mincul di lingkungan tempat kerja. Tahap ini merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi bahaya yang mungkin timbul. Hasil akhir dari tahap ini adalah dapat menetukan priorotas dalam mengatasi permasalahan (Chandra, 2006).

Tahap akhir yang dilakukan adalah pengendalian terhadap keadaan di lingkungan kerja. Tujuan akhir dari tahap ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya di lingkungan kerja. Hasil Akhir dari tahap ini, yaitu dapat mengontrol semua pemajanan zat atau bahan yang dapat membahayakan pekerja (Harrington, 2003)

2.3.2 Pertanian

2.3.2.1 Definisi pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat dan menjadi sektor pendukung bagi sektor lainnya. Sektor ini berhubungan dengan penyediaan pangan bagi masyarakat. Sektor ini juga mendukung sektor lain, seperti industri pangan, sektor dan kesehatan (Susanto, 2006).


(62)

Bidang pertanian ini sangat tergantung pada faktor-faktor tertentu. Faktor tersebut meliputi faktor sumber daya masyarakat, iklim, teknologi dan ketersediaan lahan pertanian. Faktor sumber daya manusia merupakan faktor yang berpengaruh dalam kemajuan sektor pertanian dikarenakan dengan menggunakan keahlian yang baik dalam mengolah lahan dapat menghasilkan panen yang baik. (Karwan, 2003).

2.3.2.2 Karakteristik Pertanian

Pertanian sebagai salah satu sektor yang memegang peranan penting di kehidupan masyarakat Indonesia memiliki dua karakteristik sistem pertanian. Sistem pertanian di suatu daerah tergantung pada keadaan geografis. Karakteristik sistem pertanian yang dianut dibagi menjadi dua, yaitu sistem pertanian tradisional dan modern (Suratiyah, 2008).

Sistem pertanian tradisional merupakan suatu sistem pertanian yang mempertimbangkan keseimbangan ekosistem lingkungan. Pertanian tradisional mempunyai karakteristik meliputi memanfaatkan sumberdaya lokal tanpa menggunakan pupuk buatan dengan atau tanpa pupuk organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman, pupuk hijau), tanpa pengggunaan pestisida, pengolahan tanah dengan menggunakan ternak (kerbau, sapi dan kuda), Produktivitas rendah, pendapatan dan kesejateraan petani rendah, lebih berwawasan lingkungan dan teknologi sangat sederhana (Sutanto, 2002).


(63)

Sistem pertanian modern adalah sistem pertanian yang bertumpu pada pupuk dan pestisida dan tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem lingkungan. Karakteristik pertanian modern meliputi memanfaatkan sumber daya lokal dengan menggunakan pupuk buatan dan peralatan berat untuk mengolah tanah, mmenuhi skala ekonomi untuk bersaing, baik di tingkat nasional maupun internasional, memiliki organisasinya yang mempunyai solidaritas tinggi dan berjenjang dari tingkat desa ke tingkat nasional dan mempunyai kemampuan maanajemen modern dan profesional(Napitupulu, 2003).

2.3.2.3 Dampak Akibat Pertanian

Bidang pertanian merupakan salah satu sektor menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan risiko bahaya kesehatan. Resiko bahaya kesehatan tergantung pada status kesehatan petani dan pertisida yang digunakan. Bahaya kesehatan yang muncul di bidang pertanian berhubungan dengan peralatan dan pupuk atau pestisida yang digunakan, baik untuk membasmi hama ataupun menyuburkan tanaman (Susanto, 2002).

Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau bahaya bagi tubuh. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida tergantung dengan toksisitas absolut dan pemakaian yang berlebihan. Pemakaian pestisida yang berlebihan dapat meningkatkan pemaparan baik yang bersifat langsung ataupun tidak langsung (Djojosumarto, 2008).


(64)

Pemaparan pestisida yang bersifat langsung dapat mengakibatkan keracunan, baik yang bersifat akut maupun kronis. Keracunan diakibatkan karena adanya residual pestisida yang mengendap dan menjadi racun bagi tubuh. Keracunan akut menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual dan muntah (Suwahyono, 2010).

Pemaparan secara tidak langsung pestisida lebih berdampak pada lingkungan. Hal ini terjadi dikarenakan residu-residu pestisida dapat mencemari lingkungan dan dapat membuat tanah menjadi tidak subur dikarenakan mengandung banyak zat kimia berbahaya. Hal ini juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Suwandari, 2006).

Mesin dan peralatan berat yang digunakan untuk pertanian merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Hal ini terjadi dikarenakan ketidakpahaman petani dalam mengggunakan mesin dan peralatan berat dengan benar. Hal tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan yang dapat menyebabakan cidera pada tubuh (Suratiyah, 2008)


(65)

2.3.3.Kelompok Tani Tembakau

2.3.3.1 Definisi Kelompok Tani Tembakau

Kelompok tani tembakau merupakan kumpulan petani yang terhimpun dalam suatu kelompok dengan memiliki kesamaan minat, tujuan, dan motif yang sama, yaitu membudidayakan tanaman tembakau. Kelompok tani diusahakan mempunyai minat dan tujuan yang sama, sehingga dapat memudahkan dalam perencanaan kegiatan kelompok tani. Kelompok tani juga diusahakan untuk dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam beberapa yang terdiri dari memahami kekuatan dan kelemahan kelompok, memperhitungkan peluang dan tantangan yang dihadapi dan memilih alternatif untuk mengatasi masalah (Suratiyah, 2008).

Tujuan dari pembentukan kelompok tani tembakau sebagai kumpulan dari petani yang mempunyai tujuan dan motif yang sama, yaitu membudidayakan tanaman tembakau dengan menggunakan sumber daya yang ada, menjadi alat pembangunan, membangun kesadaran anggota petani untuk menjalankan pekerjaan dalam kelompok tani. Kelompok tani dijadikan sebagai tempat pusat koordinasi dalam menjalankan suatu program pertanian tembakau, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Susanto, 2006).


(66)

2.3.3.2 Kegiatan Kelompok Tani Tembakau

Setiap kegiatan kelompok tani tembakau diperlukan kerja sama dari tiga kelembagaan utama, yaitu kelompok tani sebagai pemegang peran penting, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan jasa alsintan. Kerjasama dari ketiga kelembagaan tersebut dapat membantu dalam pelaksanaan kegiatan kelompok tani. Hal tersebut menentukan keberhasilan anggota kelompok tani untuk menghasilkan hasil panen yang optimal (Susanto 2006).

Kegiatan kelompok tani tembakau meliputi proses penanaman, pemeliharaan, pengairan, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama, panen, dan pasca panen. Proses penanaman tembakau ini tergantung pada cara budidaya, lokasi tanam, musim atau cuaca, dan cara pengolahan dikarenakan masa tanam tembakau ini 4 bulan dalam setahun. Upaya pemeliharaan tembakau ini dilakukan kegiatan yang meliputi penyiraman, penyulaman, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan, dan pemetikan. Upaya pengairan pada tembakau dilakukan setiap hari, yaitu pagi dan sore hari yang diberikan pada tanaman tembakau secukupnya. Upaya penyulamam dilakukan setelah tanaman tembakau seminggu ditanam. Upaya penyiangan dapat dilakukan setiap 3 minggu. Usaha pemupukan tanaman tembakau menggunakan pupuk yang tepat berupa pupuk organik dan anorganik (Departemen Pertanian, 2008).


(67)

2.4 Hubungan Beban Kerja dengan Stres pada Petani Lansia

Beban kerja merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dimiliki. Beban kerja yang dimiliki oleh petani lansia tembakau berhubungan besar tuntutan kerja untuk melaksanakan semua kegiatan dalam pembudidayaan tanaman tembakau. Kegiatan dalam pembudidayaan tembakau meliputi proses penanaman, pemeliharaan, pengairan, penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama, panen, dan pasca panen. Proses penanaman tembakau ini tergantung pada cara budidaya, lokasi tanam, musim atau cuaca, dan cara pengolahan dikarenakan masa tanam tembakau ini 4 bulan dalam setahun. Upaya pemeliharaan tembakau ini dilakukan kegiatan yang meliputi penyiraman, penyulaman, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan, dan pemetikan. Upaya pengairan pada tembakau dilakukan setiap hari, yaitu pagi dan sore hari yang diberikan pada tanaman tembakau secukupnya. Upaya penyulamam dilakukan setelah tanaman tembakau seminggu ditanam. Upaya penyiangan dapat dilakukan setiap 3 minggu. (Departemen Pertanian, 2008).

Beban kerja petani lansia dalam melakukan pembudidayaan tembakau ini berhubungan dengan produktivitas yang tetap harus dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan terdapat kendala. Kemampuan untuk menentukan keputusan dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menemukan solusi dalam setiap permasalahan. Kendala tersebut dapat menjadi beban bagi petani, perutama petani lansia yang telah mengalami kemunduran produktivitas, namun masih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas sebagai petani tembakau (Suratiyah, 2008).


(68)

Beban yang terlalu besar yang dimiliki oleh petani lansia tembakau ini dapat mengakibatkan adanya gangguan mental, stres. Stres yang dialami oleh petani lansia yang terlalu tinggi dan berkepanjangan menyebabkan gejala, baik yang bersifat fisik ataupun psikis. Gejala yang muncul pada petani lansia dapat menggambarkan keadaan fisik ataupun psikis lansia (Sunaryo, 2004).

Gejala fisik dan psikis yang dirasakan oleh petani lansia bervariasi dan tergantung pada status kesehatan. Gejala yang sering dirasakan adalah otot sekitar pinggang kaku, sakit kepala, merasa tidak bergairah dan denyut jantung cepat. Gejala yang berkepanjangan dan intens tanpa penanganan menimbulkan penyakit akibat kerja (Siswanto, 2007).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penyakit akibat kerja adalah dengan meningkatkan tindakan kesehatan kerja bagi petani lansia di tempat kerja. Tindakan tersebut mencakup tiga tindakan utama yang meliputi melakukan pengenalan, evaluasi dan pengendalian lingkungan kerja. Tindakan tersebut dapat menjamin terlaksananya keamanan dan kesehatan pekerja tani, khususnya yang berusia lansia dan derajat kesehatan juga meningkat (Oklay, 2008).


(1)

144

LAMPIRAN H. DOKUMENTASI

Gambar 1. Kegiatan penjelasan inform consent kepada Tn. F dan pengisisan kuesioner oleh Tn.F pada tanggal 17 September 2013 di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

oleh Arum Cahya Intani Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Gambar 2. Kegiatan penjelasan inform consent kepada Tn. F dan pengisisan kuesioner oleh Tn.Z pada tanggal 18 September 2013 di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

oleh Arum Cahya Intani Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember


(2)

Gambar 3. Kegiatan penjelasan inform consent kepada Tn. F dan pengisisan kuesioner oleh Tn.G pada tanggal 19 September 2013 di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

oleh Arum Cahya Intani Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Gambar 4. Kegiatan penjelasan inform consent kepada Tn. F dan pengisisan kuesioner oleh Tn.L pada tanggal 20 September 2013 di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember

oleh Arum Cahya Intani Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember


(3)

146


(4)

(5)

(6)