B. Akhlak dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Akhlak
Kata ”akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu dan jamaknya
ا ق
yang artinya secara etimologi adalah tingkah laku, perangai, tabi’at, watak, moral dan budi pekerti. Sedangkan Lamis Ma’luf dalam al-
Munjid fi-al-lughah wal A’lam mengatakan bahwa ”akhlak” secara etimologi adalah perangai, kelakuan, tabi’at, kebiasaan dan peradaban
yang baik.
14
Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku
perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan
silaturrahmi.
15
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akhlak diartikan sebagai ”budi pekerti” atau ”kelakuan”. Menurut Quraish Shihab kata-kata akhlak
dalam bentuk jamak tidak terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur’an, kecuali hanya dalam bentuk tunggalnya yaitu kata khuluq. Seperti yang terdapat
dalam Surat al-Qalam ayat 4 :
Artinya : ”Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Q.S. al-Qalam: 4
16
Sedangkan menurut
terminologi, Abudin Nata mengutip pendapat Ibnu Miskawaih, yang mengatakan bahwa akhlak adalah :
14
Lamis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wal A’lam, Beirut : Darul Masyriq, 1998, Cet. Ke-28, h. 194
15
K.H. Abdullah Salim, Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat, Jakarta: Media Dakwah, 1994, cet. Ke-4, h. 5
16
Drs. Supriadi, dkk., Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV Grafika Karya Utama, 2001, cet. Ke-2, h. 95
ﻦﻣﺎﻬﻟﺎ ا ﻰﻟا ﺎﻬﻟ ﺔﻴ اد ﻨ ﻟ لﺎﺣ ﻟا
ﺔ وروﺮﻜ ﺮﻴﻏ
Artinya : ”Akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan- perbuatan dengan mudah dan spontan, tanpa dipikir dan
direnungkan lagi”.
17
Jadi, akhlak
adalah sifat-sifat
yang dibawa oleh manusia sejak lahir dan tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir
berupa perbuatan baik atau buruk sesuai dengan pembinaannya.
18
Apabila akhlak dan tingkah laku perbuatan yang baik di dalam kehidupan seseorang itu, maka dia akan memperoleh hasil yang baik pula.
Semua persoalan dan segala urusan yang dicita-citakannya akan mudah, masyarakat disekitarnya menghormatinya dan membantu apa yang dicita-
citakannya. Dia berwibawa, sehingga semua yang diucapkan dan disampaikannya akan diterima dan diikuti oleh jama’ahnya. Dia akan
memperoleh bantuan di dalam setiap pekerjaannya, dan dia pun akan terhindar dari segala fitnah dan gunjingan yang buruk.
Kuat atau lemahnya iman seseorang dapat diukur dan diketahui dari prilaku akhlaknya. Karena iman yang kuat mewujudkan akhlak yang
baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk laku, mudah terkilir pada perbuatan keji yang akan merugikan
dirinya sendiri dan orang lain. Muhammad Al Ghazali dalam bukunya tentang Ahlak Seorang
Muslim menjelaskan bahwa dalam jiwa manusia terdapat dua fitrah, yang baik dan yang buruk.
17
Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, cet. Ke-1, h. 3
18
Asmaran, AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta : CV Rajawali, 1992, Cet. Ke-1, h. 1
Pertama: Fitrah yang baik mendorong kepada kebaikan yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia dalam perkembangan jiwanya yang baik, sehingga jiwa merasa gembira dapat menemukan dan melaksanakan
kebaikan, karena jiwa mengetahui bahwa kebenaran itu adalah berkembangnya fitrah yang baik dalam garis hidup yang benar.
Kedua: Disamping fitrah yang baik didalam jiwa ada kecondongan yang
buruk, sehingga jiwa merasa kecewa dengan kejahatannya dan merasa sedih dengan melakukannya. Karena kecenderungan yang buruk itu
menyeret jiwa keluar dari jalur jalan yang benar, sehingga mewujudkan perbuatan yang membawa bencana bagi manusia dan menjerumuskannya
kejurang kehinaan.
19
2. Tujuan Akhlak
Barmawie Umary dalam bukunya Materia Akhlak menyebutkan bahwa tujuan berakhlak adalah ”Supaya hubungan kita umat Islam
dengan Allah SWT dan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis”.
20
Sedangkan tujuan akhlak dalam Islam adalah ”agar setiap orang berbudi pekerti berakhlak, bertingkah laku tabi’at,
berperangai atau beradat istiadat yang baik, yang sesuai dengan ajaran Islam.
21
Dengan akhlak yang mulia diharapkan seseorang akan terbiasa melakukan segala hal yang baik dan terpuji seperti sopan santun,
bijaksana, ikhlas, jujur, baik tingkah lakunya, manis tutur katanya, dapat menghindari perbuatan yang tercela seperti angkuh, sombong, iri hati,
hasud, menggunjing orang lain, dan lain-lain. Namun sebaliknya, apabila seseorang telah memilki akhlak yang mulia, maka ia akan memperhatikan
hubungan yang baik dengan Khaliqnya, dengan sesamanya, dan dengan
19
Muhammad Al Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Adi Grafika, 1993, cet. Ke-4, h. 40
20
Barmawie Umary, Materia Akhlak, Solo : CV Ramadhani, 1993, Cet. Ke-11, h. 2
21
M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, h. 9
alam lingkungan sekitarnya, sebagaimana Allah SWT telah berbuat baik kepada seluruh makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat al-Qashash ayat 77 :
☺ ⌧
☺
Artinya: ”Dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
22
Sementara itu,
Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa ”Perbuatan
akhlak itu mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh ialah memperoleh keridhaan Allah SWT, melalui perbuatan
amal shoeh dan jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat”. Sedangkan Anwar Masy’ari mengatakan bahwa tujuan akhlak adalah ”hendak
menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakan dari makhluk-makhluk yang lainnya.
Akhlak pada akhirnya adalah untuk membentuk kepribadian muslim yang sempurna jasmani dan rohani. Yang hendak dikendalikan
oleh akhlak adalah tindakan lahir, akan tetapi oleh karena tindakan lahir itu tidak dapat terjadi bila tidak didahului oleh gerak batin atau tindakan
hati, maka tindakan lahir dan gerak-gerik hati termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak.
3. Pembagian Akhlak
Secara garis besar akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a.
Akhlak yang terpuji al-Akhlak al-Karimahal-Mahmudah, yaitu akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol Ilahiyah yang dapat
membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat,
22
Depag RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, h. 623
seperti sabar, jujur, ikhlas, bersyukur, tawadhu’ rendah hati, husnudzhan berprasangka baik, optimis, suka menolong orang lain,
suka bekerja keras dan lain-lain. b.
Akhlak yang tercela al-Akhlak al-Madzmumah yaitu akhlak yang tidak dalam kontrol Ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu yang berada
dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta destruktif bagi kepentingan umat manusia, seperti takabbur sombong,
su’udzhan berprasangka buruk, tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas dan lain-lain.
23
Disamping istilah tersebut Drs. H.A. Mustofa mengutip perkataan Imam Al-Ghazali yang menggunakan istilah ”munjiat” untuk akhlak yang
mahmudah dan ”muhlihat” untuk akhlak yang madzmumah.
24
Sementara itu, menurut obyek atau sasarannya, akhlak dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
a. Akhlak kepada Allah khalik, antara lain beribadah kepada Allah,
berdzikir kepada Allah, berdo’a kepada Allah, tawakal kepada Allah, tawadhu’ kepada Allah. Titik tolak akhlak terhadap Allah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun
tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.
25
b. Akhlak pada makhluk dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1 Akhlak terhadap manusia, yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. Akhlak kepada Rasulullah
b. Akhlak kepada orang tua
c. Akhlak kepada diri sendiri
d. Akhlak kepada keluarga, karib kerabat
e. Akhlak kepada tetangga
23
Aminuddin, dkk., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, h. 153
24
Drs. H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2005, cet. Ke-3, h. 147
25
Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai AkhlakBudi Pekerti dalam Ibadat, Jakarta: CV Karya Mulia, 2001, h.43
f. Akhlak kepada masyarakat
2 Akhlak kepada bukan manusia lingkungan hidup, seperti sadar dan
memlihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati, untuk kepentingan manusia dan
makhluk lainnya, sayang pada sesama makhluk dan menggali alam seoptimal mungkin demi kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya.
26
Muhammad Abdullah dalam bukunya Dustur al-Akhlaq fi al-Islam membagi akhlak kepada lima bagian :
1. Akhlak Pribadi al-akhlaq al-fardiyah. Terdiri dari: a yang diperintahkan al-awamir, b yang dilarang an-nawahi, c yang
dibolehkan al-mubahat dan d akhlak dalam keadaan darurat al- mukhalafah bi al-idhthirar
. 2. Akhlak Berkeluarga al-akhlaq al-usariyah. Terdiri dari: a kewajiban
timbal balik orang tua dan anak wajibat nahwa al-ushul wa al-furu’, b kewajiban suami isteri wajibat baina al-azwaj dan c kewajiban
terhadap karib kerabat wajibat nahwa al-aqarib. 3. Akhlak Bermasyarakat al-akhlaq al-ijtima’iyyah. Terdiri dari: a yang
dilarang al-mahzhurat, b yang diperintahkan al-awamir dan c keadaan-keadaan adab qawa’id al-adab.
4. Akhlak Bernegara akhlaq ad-daulah. Terdiri dari: a hubungan antara pemimpin dan rakyat al-alaqah baina ar-rais wa as-sya’b dan b
hubungan luar negeri al-alaqat al-kharijiyyah. 5. Akhlak Beragama al-akhlaq ad-diniyyah. Yaitu kewajiban terhadap
Allah Swt wajibat nahwa Allah.
27
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Manusia
26
Aminudin, dkk., Pendidikan ....., h. 153-155
27
Drs. H. Yunahar Ilyas Lc., Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999, cet. Ke-1, h. 5-6
1. Faktor Pembawaan Naluriah Garizah atau Instink Sebagai makhluk biologis, ada faktor bawaan sejak lahir yang
menjadi pendorong perbuatan setiap manusia. Faktor itu disebut dengan naluri atau tabiat menurut J.J. Rosseau. Lalu mansur Ali Rajab
menamakannya dengan fitrah kemanusiaan al-fitrah al-insaniyah. Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal atau tuntunan
agama, sehingga manusia dapat mempertimbangkan kecenderungannya, apakah itu baik atau buruk. Garizah atau naluri tidak pernah berubah sejak
manusia itu lahir, tetapi pengaruh negatifnya yang bisa dikendalikan oleh faktor pendidikan atau latihan.
2. Faktor Sifat-sifat Keturunan Al-Warasah Warisan sifat-sifat orang tua kepada keturunannya, ada yang sifatnya
langsung mubasyarah dari kedua orang tua kepada anaknya. Dan ada juga yang tidak langsung gairu mubasyarah, misalnya sifat-sifat itu tidak
langsung turun kepada anaknya, tetapi bisa menurun kepada cucunya atau anak cucunya. Sifat-sifat ini juga kadang dari ayah atau dari ibu. Dan
kadang anak mewarisi kecerdasan sifat al-aqliyah dari ayahnya, lalu mewarisi sifat baik sifat al-khuluqiyah dari ibunya, atau sebaliknya.
3. Faktor Lingkungan dan Adat Kebiasaan Pembentukan
akhlak manusia,
sangat ditentukan oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial faktor adat kebiasaan. Yang dalam ilmu
pendidikan disebut dengan faktor empiris pengalaman hidup manusia. Yang mana faktor dari luar inilah yang ada kalanya berpengaruh baik dan
ada kalanya berpengaruh buruk. Ketika manusia lahir di lingkungan yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaknya juga baik. Dan
ketika ia lahir di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruhnya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah pendidikan dan bimbingan akhlak
sangat diperlukan untuk membentuk dan mengembangkan akhlak manusia.
4. Faktor Agama Kepercayaan
Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ia harus berfungsi dalam dirinya untuk menuntun segala
aspek kehidupannya, misalnya berfungsi sebagai suatu sistem kepercayaan, sistem ibadah dan sistem kemasyarakatan yang terkait
dengan nilai akhlak. Dalam pergaulan kemasyarakayan, selalu diikat dengan suatu
norma; baik norma akhlak maupun norma kemasyarakatan. Norma akhlak sangat universal sifatnya, sedangkan norma kemasyarakatan bersifat lokal
dan kondisional, karena bersumber dari adat kebiasaan masyarakat setempat. Tentu saja, norma kemasyarakatan harus tunduk kepada norma
akhlak, tetapi sifatnyaharus menjabarkan, menerangkan dan menentukan nilai baik yang bersifat universal dari nilai akhlak.
28
5. Perbedaan Akhlak, Moral dan Etika
Istilah dari perkataan akhlak pada masa atau zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang ini , sering juga disebut dengan kata
moral dan etika, bahkan ada juga yang menyelaraskan dengan kata kesusilaan atau sopan santun. Istilah-istilah tersebut terasa sudah sangat
akrab dan mendunia bahkan berakar di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya dan di kalangan kaum muslimin pada khususnya.
Penggunaan atau penggantian kata-kata istilah tersebut sah-sah saja dilakukan, yang terpenting adalah mengetahui dan memahami
perbedaan arti dari kata-kata istilah tersebut. Yang dimaksud dengan akhlak adalah ”kelakuan baik-baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa
yang benar terhadap khaliqnya dan terhadap manusia”.
29
Sedangkan perkataan moral berasal dari bahasa latin ”moras”, jamak dari kata ”mos” yang berarti adat kebiasaan. Soegarda
Poerbakawatja dalam Ensiklopedi Pendidikan menyebutkan sesuai dengan
28
Drs. Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an dan Petunjuk Penerapannya dalam Hadits,
Jakarta: Kalam Mulia, 2000, cet. Ke-1, h. 25-30
29
Soeganda Poerbakawatja A. H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta : PT Gunung Agung, 1981, Cet. Ke-11, h. 12
makna aslinya dalam bahasa latin mos, adat-istiadatlah yang menjadi dasar apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Sementara itu, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa moral artinya ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, budi pekerti, atau akhlak.
30
Di dalam Dictionary of Education dijelaskan bahwa moral adalah a term used to delimit those characters, traits, intentions, judgments or acts
which can appropriately be designated as right, wrong, good, bad. Yang
artinya suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakn benar, salah, baik, buruk. Di dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English
dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut : a.
Concerning principles of right and wrong; b.
Good and virtuous; c.
Able to understand the difference between right and wrong; d.
Teaching or illustrating good behaviour. Artinya:
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah;
2. Baik dan buruk;
3. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah;
4. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Dengan keterangan di atas, moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
nilaihukum baik atau buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari- hari dikatakan bahwa orang yang mempunyai tingkah laku yang baik
disebut orang yang bernormal.
31
30
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982, h. 654
31
Drs. Asmaran As., M.A., Pengantar..., h. 8
Sementara itu istilah perkataan etika berasal dari bahasa Yunani ”ethos”
yang berarti kebiasaan, yang dimaksud dalam hal ini, adalah kebiasaan baik atau buruk. Pada umumnya, dalam kepustakaan dikatakan
etika diartikan sebagai ilmu. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam
ensiklopedi pendidikan, bahwa etika adalah filsafat tentang tata nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Etika juga dapat dimaksudkan sebagai
cabang filsafat yang mengkaji tentang tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik dan buruk, serta akal pikiranlah yang
digunakan sebagai alat ukurnya. Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari
tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran.
Atau dengan kata lain, dengan akallah orang dapat menentukan baik buruknya perbuatan manusia. Baik karena akal menentukannya baik atau
buruk karena akal memutuskannya buruk. Dalam hubungan ini Dr. H. Hamzah Ya’qub menyimpulkan dan
merumuskan bahwa etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
32
Kalau dalam pembicaraan moral, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk dengan tolak ukur norma-norma yang
hidup di masyarakat, sedangkan dalam pembahasan etika tolak ukurnya adalah akal pikiran.
Begitupun istilah etika yang sering disamakan dengan pengertian ilmu akhlak, namun jika diteliti secara seksama, maka sebenarnya antara
keduanya mempunyai segi-segi perbedaan di samping juga ada persamaannya. Persamaannya antara lain terletak pada obyeknya, yaitu
keduanya sama-sama membahas buruk-baik tingkah laku manusia. Sedang perbedaannya, etika menentukan buruk-baik perbuatan manusia dengan
32
Hamzah Ya’kub, Etika Islam, Bandung: CV Diponegoro, 1983, h. 13
tolak ukur akal pikiran, ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama al-Qur’an dan al-Hadits.
C. Pembentukan Akhlak Generasi Muda