Pengaruh Benang Layangan Terhadap Tegangan Flashover Pada Berbagai Jenis Isolator Distribusi 20 kV Terpolusi

(1)

LAMPIRAN

A

(DATA TEGANGAN FLASHOVER ISOLATOR ) A.1 KONDISI ISOLATOR KERING DAN BERSIH

Tabel A.1 Data Kondisi Isolator Kering dan Bersih P = 751,0 mmHg, T = 28,9 °C

No Jenis Isolator Vfo (kV) Vs (kV)

1 Pin > 100 > 100

2 Post > 100 > 100

3 Pin-post > 100 > 100

A.2 KONDISI ISOLATOR KERING TERPOLUSI (TANPA BENANG)

Tabel A.2 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Ringan P = 753,8 mmHg, T = 27,3 °C

No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5 Vfo

(kV)

1 Pin 36 37,54 38,15 36,8 37,5 37,19

2 Post 40,1 42 42,5 43,7 43,16 42,292

3 Pin-post 38 40 42 41 40 40,2

Tabel A.3 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Sedang P = 752,3 mmHg, T = 29 °C

No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5 Vfo

(kV)

1 Pin 35,2 36,13 36,9 37,5 36 36,346

2 Post 39,5 40,35 41 42 42,9 41,15

3 Pin-post 37,42 39,5 40,95 40,3 38,8 39,394

Tabel A.4 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Berat P = 753,8 mmHg, T = 27,3 °C

No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5 Vfo

(kV)

1 Pin 33,5 33,9 34,85 36,4 35,12 35,0283

2 Post 37 38,3 38,5 39,4 39,8 38,7333


(2)

B

(PENGUKURAN KONDUKTIVITAS DAN SUHU LARUTAN) B.1 PENGUKURAN KONDUKTIVITAS DAN SUHU LARUTAN

Tabel B.1 Data Pengukuran Konduktivitas dan Suhu Larutan

LARUTAN KONDUKTIVITAS

(μS/cm) SUHU LARUTAN (°C)

Air Destilasi (Aquadest) 143,8 29

NO JENIS

ISOLATOR

LARUTAN TERPOLUSI RINGAN KONDUKTIVITAS

(μS/cm) SUHU LARUTAN (°C)

1 Pin 356 29

2 Post 287 29

3 Pin-post 263 29,2

NO JENIS

ISOLATOR

LARUTAN TERPOLUSI SEDANG KONDUKTIVITAS

(μS/cm) SUHU LARUTAN (°C)

1 Pin 545 29,5

2 Post 523 29,2

3 Pin-post 502 29

NO JENIS

ISOLATOR

LARUTAN TERPOLUSI BERAT KONDUKTIVITAS

(μS/cm) SUHU LARUTAN (°C)

1 Pin 1728 29

2 Post 1325 29

3 Pin-post 1289 29,2

NO JENIS

ISOLATOR

LARUTAN TERPOLUSI ASAP KONDUKTIVITAS

(μS/cm) SUHU LARUTAN (°C)

1 Pin 1282 29

2 Post 1266 29


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kesuma Teguh. 2012. Pengaruh Benang Layangan Terhadap Tegangan

Flashover Isolator Hantaran Udara. Skripsi. Medan: Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[2] Tobing Bonggas L. 2012. Peralatan Tegangan Tinggi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

[3] SPLN 10-4A:1994. Isolator Tonggak Pin (Pin Post) Untuk Saluran Udara

Tegangan Menengah 20 kV.

[4] Wilvian. 2012. Pengaruh Kelembaban terhadap Tegangan Flashover AC

Isolator Piring. Skripsi. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[5] Xiao-jun Ye, Li Heng-zhen, Liu Gang. 2013. Effect of Rainfall on

Contaminaion of Porcelain and Glass Insulators: Experimental Investigation

. China: IEEE.

[6] P. J. Lambeth, B.Sc.(Eng.),C.Eng.,M.I.E.E.1971. Effect of Pollution on

High-voltage Outdoor Insulators. PROC. IEE, JEE REVIEWS, Vol. 118, No. 9R

[7] Sinaga Zico. 2014. Pengaruh Pembersihan Oleh Hujan Terhadap Arus Bocor

Isolator Pin-Post 20 kV Terpolusi. Skripsi. Medan: Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[8] Young, H.M. , A. Haddad, A.R. Rowlands, R.T. Waters. 1999. Effect Of

Shape Factors On The Performance Of Polluted Polymeric Insulators. United


(4)

[9] Holtzhausen, J. P , D.A. Swift. 1999. The Pollution Flashover of AC and DC

Energised Cap and Pin Insulators : The Role Of Shortening of The Arc. South

Africa: IEEE.

[10] Jiang Xingliang, Zhijin Zhang, Jihe Yuan, Qin Hu, and Liyun Luo. 2009.

Study of AC Pollution Flashover Performance of Porcelain Insulator at High Altitude Sites of 2800~4500 m . China: IEEE.

[11] Hutauruk Youki. 2015. Pengaruh Asap Hasil Bakar Kayu Terhadap

Tegangan Flashover AC Isolator Piring. Skripsi. Medan: Departemen

Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[12] Tobing Bonggas L. 2012. Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara . Penelitian telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober 2015 hingga Januari 2016.

3.2 Bahan dan Peralatan

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. 1 unit trafo uji seperti Gambar 3.1.


(6)

2. 1 unit autotrafo seperti Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Autotransformer

3. 3 unit isolator 20 kV standar

Spesifikasi luas permukaan : Isolator pin (870,937 cm2), isolator post (2468,5 cm2), isolator pin-post (2247 cm2).

4. 1 unit tahanan peredam seperti Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Tahanan Peredam


(7)

Gambar 3.4 Multimeter Digital

6. 2 unit barometer/humiditymeter/thermometer digital seperti Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter/thermometer digital


(8)

8. 1 unit pompa air dan selang seperti Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Pompa Air

9. 3 unit wadah berupa ember.

10. Benang layangan katun, nilon, dan gelasan. 11. 1 unit termometer alkohol.

Spesifikasi: -10 sampai 110 °C. 12. 1 unit gelas ukur 1000 ml. 13. 1 unit neraca ukur

14. 90 liter air ledeng. 15. 5 kg garam laut. 16. 480 gram kaolin. 17. Air hujan


(9)

19. 1 unit alat pengukur konduktivitas (conductivitymeter) sepert i Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Conductivitymeter

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, telah dilakukan langsung pengambilan data di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara . Penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pengujian, dan pengukuran.

3.4 Variabel yang Diamati

Variabel-variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi : - Besar suhu dan tekanan udara lingkungan sekitar.

- Besar tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang layangan pada saat kondisi hujan dan berasap.


(10)

3.5 Prosedur Penelitian

Berdasarkan diagram alir flowchart, teknik perhitungan dan pengambilan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini :


(11)

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Penelitian Pada Kondisi Hujan

A. Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah membuat isolator terpolusi dengan bobot ringan, sedang dan berat. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Isolator yang akan diuji dibersihkan dahulu dengan air ledeng dan di keringkan selama 24 jam.

2. Sesuai dengan literatur yang telah ada larutan pengotor dibuat dengan cara mencampur garam laut, kaolin dan air ledeng dengan takaran sebagai berikut :

o Untuk bobot polusi ringan, mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 50 gr garam laut.

o Untuk bobot polusi sedang, mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 300 gr garam laut.

o Untuk bobot polusi berat, mencampurkan 6 liter air, 40 gr kaolin, dan 800 gr garam laut.

Garam tersebut diaduk hingga merata ke dalam air.

3. Isolator dicelupkan ke dalam larutan pengotor hingga merata ke seluruh permukaan isolator seperti Gambar 3.9.


(12)

Gambar 3.9 Isolator Dicelupkan Larutan Polutan

4. Setelah larutan polutan membasahi permukaan isolator secara merata, keringkan isolator ± 24 jam secara alami.

B. Tahap Pengujian

Pada tahap pengujian ini dilakukan pengujian lewat denyar isolator terpolusi pada berbagai kondisi diterpa hujan dengan langkah berikut :

1. Isolator dimasukkan kedalam peralatan simulasi hujan seperti Gambar 3.10 .


(13)

Gambar 3.10 Rangkaian Pengujian Kondisi Hujan

2. Kemudian ikat benang layangan pada konduktor tembaga, hingga benang terurai ke bawah disepanjang permukaan isolator seperti Gambar 3.11.

Benang Layangan Konduktor Gambar 3.11 Benang Layangan Dipermukaan Isolator


(14)

3. Ukur suhu dan tekanan udara didalam ruang penghujanan. 4. Masukkan air hujan yang sudah disiapkan ke dalam wadah

ember dan nyalakan pompa air.

5. Saklar utama S1 ditutup dan atur autotrafo hingga tegangan keluarannya nol.

6. Kemudian tutup saklar S2.

7. Tunggu hingga air hujan dipompa naik ke wadah penampungan . Setelah wadah terisi dan hujan buatan mulai turun membasahi isolator, tegangan autotrafo dinaikkan secara bertahap sampai terjadi flashover pada isolator.

8. Pada saat bersamaan, catat tegangan yang terbaca pada V2. 9. Sakelar S1 dan S2 dibuka , lalu matikan pompa air.

10.Lakukan ulang tahap persiapan hingga tahap pengujian langkah 1-9 untuk mengukur nilai tegangan flashover pada isolator dan jenis benang yang berbeda.

11.Isolator dikeluarkan dari ruang penghujanan.

12.Percobaan selesai dan pastikan seluruh peralatan dalam posisi OFF.

3.6.2 Penelitian Pada Kondisi Berasap

Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian kondisi berasap adalah [11] :

1. Isolator yang akan diuji dibersihkan dahulu dengan air ledeng dan di keringkan selama 24 jam secara alami.


(15)

2. Ikat benang pada konduktor tembaga hingga terurai kebawah sepanjang permukaan isolator.

3. Isolator dimasukkan kedalam ruang tabung kaca pengujian seperti pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Rangkaian Pengujian Kondisi Berasap

4. Bakar ranting kayu dalam tungku pembakaran yang telah disediakan seperti Gambar 3.13.


(16)

Gambar 3.13 Proses Pembakaran Ranting Kayu

5. Tunggu sampai proses pembakaran menghasilkan banyak asap dan minimalisasi api pembakaran.

6. Masukkan tungku pembakaran pada jalur masuk asap dan tunggu sampai asap memenuhi tabung kaca sepenuhnya seperti Gambar 3.14. Kemudian catat waktu pengasapan.

Gambar 3.14 Proses Pemasukan Asap

7. Keluarkan tungku pembakaran dan kemudian tutup tempat pemasukan asap dengan pintu kaca yang telah disediakan seperti Gambar 3.15 dibawah ini.


(17)

Gambar 3.15 Asap Ditahan dalam Ruang Kaca

8. Ukur suhu dan tekanan udara di dalam ruang kaca pengasapan. 9. Tutup sakelar utama S1 dan atur autotrafo hingga tegangan

keluarannya nol.

10. Kemudian tutup sakelar S2.

11. Naikkan tegangan autotrafo secara perlahan sampai terjadi

flashover pada isolator.

12. Pada saat bersamaan catat tegangan yang terbaca pada V2. Lalu buka sakelar S1 dan S2.

13. Lakukan langkah 7-11 untuk durasi pengasapan dalam rentang pengasapan 10 menit.

14. Pada menit ke 20 buka pintu kaca sehingga asap keluar dari ruang pengasapan dan lakukan kembali langkah 7-11.

15. Lakukan ulang langkah 1-13 untuk mengukur tegangan flashover isolator dan benang layangan yang berbeda jenis.

16. Keluarkan isolator dari ruang pengasapan.


(18)

3.6.3 Pengukuran ESDD

Setelah dilakukan pengujian lewat denyar isolator pada kedua kondisi diatas, maka dilakukan pengukuran bobot polusi isolator dengan metode ESDD (Equivalent Salt Deposit Density). Hal ini dilakukan sebagai verifikasi terhadap bobot polutan yang menempel di isolator. Berikut langkah-langkah yang dilakukan :

1. Sediakan air destilasi (aquadest) sebanyak 1000 ml untuk melarutkan polutan yang menempel dipermukaan isolator.

2. Ukur temperatur dan konduktivitas air destilasi dengan termometer dan conductivitymeter.

3. Hitung nilai konduktivitas air destilasi pada suhu 20 0C dengan menggunakan Persamaan 2.5.

4. Lalu hitung salinitas air destilasi dengan Persamaan 2.6 sehingga diperoleh nilai D1.

5. Polutan yang menempel dipermukaan isolator dilarutkan ke dalam larutan pencuci (air destilasi) dan masukkan larutan polutan kedalam botol seperti Gambar 3.16.


(19)

Gambar 3.16 Larutan Polutan

6. Ukur suhu dan konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan termometer dan conductivitymeter seperti Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Pengukuran Suhu dan Konduktivitas Larutan Polutan

7. Hitung nilai konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 0C dengan menggunakan Persamaan 2.5

8. Lalu hitung salinitas setiap larutan polutan dengan Persamaan 2.6 sehingga diperoleh nilai D2.

9. Setelah diperoleh nilai D1 dan D2 , hitung ESDD masing-masing


(20)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Dipengaruhi

Benang Layangan Pada Kondisi Hujan

Pada penelitian kondisi isolator terpolusi yang diterpa hujan ini, terbagi menjadi 3 pengujian, yaitu:

a. Pengujian Isolator Terpolusi Ringan Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi ringan yang dipengaruhi benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan dan dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

No Jenis Isolator

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan Vfo

(kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

1 Pin 10,98 11,04 8,57 8,61 11,09 11,15

2 Post 15,12 15,21 12,5 12,55 15,7 15,78

3 Pin-post 12,26 12,33 9,46 9,5 13,28 13,35

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas Vs adalah nilai tegangan flashover basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis Benang yang ditunjukan pada Gambar 4.1 berikut ini.


(21)

Gambar 4.1 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis Benang

Pada Gambar 4.1 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang layangan di permukaan isolator yang terpolusi ringan pada saat diterpa hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling tinggi ketika isolator terpolusi ringan yang dipengaruhi benang layangan di terpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.1 dapat juga dilihat apabila berbeda jenis benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka berbeda pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik , jenis benang

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan

Te gan gan F las h ov e r k e ad aan s tan d ar (k V ) Jenis Benang pin post pin-post


(22)

katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator terpolusi ringan diterpa hujan karena daya serapnya terhadap air lebih tinggi sehingga lebih mudah menempel di permukaan isolator saat basah.

b. Pengujian Isolator Terpolusi Sedang Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi sedang yang dipengaruhi benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang dan dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

No Jenis Isolator

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan Vfo

(kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

1 Pin 10,03 10,1 7,59 7,62 10,79 10,84

2 Post 14,55 14,65 11,41 11,46 14,2 14,27

3 Pin-post 11,2 11,28 8,19 8,22 12,78 12,85

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas Vs adalah nilai tegangan flashover basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis Benang yang ditunjukan pada Gambar 4.2 berikut ini.


(23)

Gambar 4.2 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis Benang

Pada Gambar 4.2 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang layangan di permukaan isolator yang terpolusi sedang pada saat di terpa hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling tinggi ketika isolator terpolusi sedang yang dipengaruhi benang layangan di terpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.2 dapat juga dilihat jika berbeda jenis benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka berbeda pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik di atas, jenis benang

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan

Te gan gan F las h ov e r k e ad aan s tan d ar (k V ) Jenis Benang pin post pin-post


(24)

katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator

terpolusi sedang diterpa hujan sehingga nilai tegangan flashover nya yang paling rendah karena daya serapnya terhadap air lebih tinggi

sehingga lebih mudah menempel di permukaan isolator saat basah. c. Pengujian Isolator Terpolusi Berat Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi berat yang dipengaruhi benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat dan dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

No Jenis Isolator

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan Vfo

(kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

Vfo (kV)

Vs (kV)

1 Pin 7,28 7,32 6,48 6,52 8,26 8,29

2 Post 10,83 10,89 10,62 10,69 12,27 12,33

3 Pin-post 8,46 8,51 8,02 8,07 9,64 9,68

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas Vs adalah nilai tegangan flashover basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis Benang yang ditunjukan pada Gambar 4.3 berikut ini.


(25)

Gambar 4.3 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis Benang

Pada Gambar 4.3 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang layangan di permukaan isolator yang terpolusi berat pada saat di terpa hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling tinggi ketika isolator terpolusi berat yang dipengaruhi benang layangan diterpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.3 dapat juga dilihat jika berbeda jenis benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka berbeda pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik di atas, jenis benang katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator

0 2 4 6 8 10 12 14

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan

Te gan gan F las h ov e r k e ad aan s tan d ar (k V ) Jenis Benang pin post pin-post


(26)

terpolusi berat diterpa hujan sehingga nilai tegangan flashovernya yang paling rendah karena daya serapnya terhadap air lebih tinggi sehingga lebih mudah menempel di permukaan isolator saat basah.

Berdasarkan data dan grafik dari tiga pengujian kondisi hujan diatas dapat diperoleh hubungan antara tegangan flashover isolator dengan tingkat bobot polusi yang menempel pada permukaan isolator yang berbanding terbalik. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi bobot polutan yang menempel dipermukaan isolator maka kandungan garam yang menempel juga akan semakin tinggi, yang dapat nyatakan dengan nilai ESDD seperti Tabel 2.2. Lapisan garam yang menempel pada permukaan isolator ini besifat konduktif . Sehingga semakin tinggi kandungan garam yang menempel dipermukaan isolator maka akan membuat isolator lebih mudah mengalami peristiwa flashover (lewat denyar).

4.2 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi

Benang Layangan Pada Kondisi Berasap

Pada subbab ini dibahas mengenai hasil pengujian tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang layangan pada saat kondisi berasap. a. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada

Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis


(27)

Tabel 4.4 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 32,13 34,79 42,3 754,2 86,2

10 36,4 38,79 37,3 754,3 85,3

Kotak kaca terbuka 20 41,43 42,96 28,7 753,8 84,4

Tabel 4.5 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 38,43 41,77 43,5 754,4 86,1

10 43,37 45,68 33,6 754,1 85,3

Kotak kaca terbuka 20 49,27 51,01 28,2 753,7 84,3

Tabel 4.6 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 33,9 37,09 45,7 754,5 86,3

10 38,37 40,45 33,9 754,1 86


(28)

Berdasarkan Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6 diatas dapat dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik jika dipengaruhi benang layangan jenis nilon dibanding dengan isolator pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel diatas dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover isolator terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

Gambar 4.4 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Nilon)

34,79; 42,3 38,79; 37,3

42,96; 28,7

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 10 20 30 40 50

S

u

h

u

A

sa

p

(

°C

)


(29)

Gambar 4.5 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Nilon)

Gambar 4.6 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Nilon)

Gambar 4.7 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Nilon)

34,79; 86,2 38,79; 85,3 42,96; 84,4 84 84,5 85 85,5 86 86,5

0 10 20 30 40 50

K e le m b a b a n ( % RH )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

41,77; 43,5 45,68; 33,6 51,01; 28,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

41,77; 86,1 45,68; 85,3 51,01; 84,3 84,2 84,4 84,6 84,8 85 85,2 85,4 85,6 85,8 86 86,2

0 10 20 30 40 50 60

K e le m b a b a n ( % R H )


(30)

Gambar 4.8 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Nilon)

Gambar 4.9 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Nilon)

Pada Gambar 4.4, 4.6, dan 4.8 yaitu grafik tegangan flashover isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang nilon akan semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini membuktikan hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada Persamaan 2.1

37,09; 45,7 40,45; 33,9 44,68; 30,1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

37,09; 86,3 40,45; 86 44,68; 84,1 83,5 84 84,5 85 85,5 86 86,5

0 10 20 30 40 50

K e le m b a b a n ( % R H )


(31)

yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban semakin tinggi kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin tinggi sehingga tegangan flashover isolator akan semakin menurun , seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5, 4.7, dan 4.9 yang membuktikan hubungan antara tegangan flashover isolator dengan kelembaban udara pada Persamaan 2.2 berbanding terbalik. Selain kehadiran benang di permukaan isolator, suhu dan kelembaban udara yang berasap juga sangat mempengaruhi tegangan flashover isolator.

b. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Katun

Pada Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis

katun pada saat kondisi berasap.

Tabel 4.7 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit)

Vfo (kV)

Vs (kV)

T (°C)

P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 30,7 33,37 43,5 754,3 86,4

10 34,07 35,83 33,1 754,1 86


(32)

Tabel 4.8 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 36,3 39,6 44,7 754,4 86,2

10 40,53 42,71 33,8 754,2 85,4

Kotak kaca terbuka 20 46,13 47,78 28,4 753,8 84,1

Tabel 4.9 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi (menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 30,9 33,77 45,4 754,7 86,5

10 36,4 38,45 34,6 754,4 86,3

Kotak kaca terbuka 20 38,9 40,28 28,4 753,9 84,3

Berdasarkan Tabel 4.7, Tabel 4.8, dan Tabel 4.9 diatas dapat dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik jika dipengaruhi benang layangan jenis katun dibanding dengan isolator pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel diatas


(33)

dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover isolator terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

Gambar 4.10 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Katun)

Gambar 4.11 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Katun)

33,37; 43,5 35,83; 33,1 39,58; 29,1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

33 34 35 36 37 38 39 40

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

33,37; 86,4 35,83; 86 39,58; 84,3 84 84,5 85 85,5 86 86,5 87

33 34 35 36 37 38 39 40

K e le m b a b a n ( % R H )


(34)

Gambar 4.12 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Katun)

Gambar 4.13 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Katun)

39,6; 44,7 42,71; 33,8 47,78; 28,4 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

39,6; 86,2 42,71; 85,4 47,78; 84,1 83,5 84 84,5 85 85,5 86 86,5

0 10 20 30 40 50 60

K e le m b a b a n ( % R H )


(35)

Gambar 4.14 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Katun)

Gambar 4.15 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Katun)

Pada Gambar 4.10, 4.12, dan 4.14 yaitu grafik tegangan flashover isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang katun akan semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini membuktikan hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada Persamaan 2.1 yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban semakin tinggi

33,77; 45,4 38,45; 34,6 40,28; 28,4 0 10 20 30 40 50

33 34 35 36 37 38 39 40 41

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

33,77; 86,5 38,45; 86,3 40,28; 84,3 84 84,5 85 85,5 86 86,5 87 87,5

33 34 35 36 37 38 39 40 41

K e le m b a b a n ( % R H )


(36)

kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin tinggi sehingga tegangan flashover isolator akan semakin menurun , seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11, 4.13, dan 4.15 yang membuktikan hubungan antara tegangan flashover isolator dengan kelembaban udara pada Persamaan 2.2 berbanding terbalik. Selain kehadiran benang di permukaan isolator , suhu dan kelembaban udara yang berasap juga sangat mempengaruhi tegangan flashover isolator.

c. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Gelasan

Pada Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis

katun pada saat kondisi berasap.

Tabel 4.10 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi

(menit)

Vfo (kV)

Vs (kV)

T (°C)

P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 32,96 35,75 42,8 754,2 86,1

10 37,73 39,87 34,6 754,1 85,9


(37)

Tabel 4.11 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi

(menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 39,37 42,82 43,7 754,4 86,4

10 46,47 48,87 33,1 754,1 86,2

Kotak kaca terbuka 20 50,43 52,16 27,9 753,7 84,3

Tabel 4.12 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap

Kondisi Durasi

(menit) Vfo (kV) Vs (kV) T (°C) P

(mmHg) %RH

Kotak kaca tertutup rapat

0 35,46 38,69 44,7 754,3 86,3

10 39,9 41,97 33,2 754,2 86,2

Kotak kaca terbuka 20 43,9 45,49 28,5 753,7 84,4

Berdasarkan Tabel 4.10, Tabel 4.11, dan Tabel 4.12 diatas dapat dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik jika dipengaruhi benang layangan jenis gelasan dibanding dengan


(38)

isolator pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel diatas dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover isolator terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

Gambar 4.16 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Gelasan)

Gambar 4.17 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Gelasan)

35,75; 42,8 39,87; 34,6 44,09; 28,2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 10 20 30 40 50

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

35,75; 86,1 39,87; 85,9 44,09; 84,3 84 84,5 85 85,5 86 86,5

0 10 20 30 40 50

K e le m b a b a n ( % R H )


(39)

Gambar 4.18 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Gelasan)

Gambar 4.19 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Gelasan)

Gambar 4.20 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap (Dipengaruhi Benang Gelasan)

42,82; 43,7 48,87; 33,1 52,16; 27,9 0 10 20 30 40 50

0 10 20 30 40 50 60

S u h u As a p ( °C )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

42,82; 86,4 48,87; 86,2 52,16; 84,3 84 84,5 85 85,5 86 86,5 87

0 10 20 30 40 50 60

K e le m b a b a n ( % R H )

Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

38,69; 44,7 41,97; 33,2 45,49; 28,5 0 10 20 30 40 50

38 39 40 41 42 43 44 45 46

S u h u As a p ( °C )


(40)

Gambar 4.21 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Gelasan)

Pada Gambar 4.16, 4.18, dan 4.20 yaitu grafik tegangan flashover isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang gelasan akan semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini membuktikan hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada Persamaan 2.1 yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban semakin tinggi kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin tinggi sehingga tegangan flashover isolator akan semakin menurun , seperti ditunjukkan pada Gambar 4.17, 4.19, dan 4.21 yang membuktikan hubungan antara tegangan flashover isolator dengan kelembaban udara pada Persamaan 2.2 berbanding terbalik. Selain kehadiran benang di permukaan isolator , suhu dan kelembaban udara yang berasap juga sangat mempengaruhi tegangan flashover isolator.

38,69; 86,3 41,97; 86,2

45,49; 84,4 84 84,5 85 85,5 86 86,5 87

38 39 40 41 42 43 44 45 46

K e le m b a b a n ( % R H )


(41)

4.3 Hasil Perhitungan Tingkat Bobot Polusi Berdasarkan Metode ESDD

(Equivalent Salt Depoosit Density)

Sesuai dengan prosedur kerja pengukuran ESDD , pertama ukur nilai konduktivitas dan suhu larutan menggunakan conductivitymeter dan termometer. Setelah konduktivitas (Ѳ) dan suhu larutan diukur seperti pada Lampiran , maka hitung kandungan garam/salinitas larutan menggunakan Persamaan 2.6 . Kemudian hitung nilai ESDD larutan menggunakan Persamaan 2.7. Perhitungan salinitas/ kandungan garam dan nilai ESDD larutan dapat diperhatikan seperti berikut ini.

a. Perhitungan Konsentrasi Garam pada Larutan Destilasi (Aquadest)

Ѳ = 143,8 μS/cm = 0,01438 S/m pada t = 29 °C Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:


(42)

Konsentrasi garam dalam larutan destilasi aquadest pada temperatur 20°C adalah :

b. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Ringan

Isolator Pin

Ѳ = 356 μS/cm = 0,0356 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:


(43)

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin termasuk dalam kriteria polutan ringan.

Isolator Post

Ѳ = 287 μS/cm = 0,0287 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :


(44)

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :


(45)

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post termasuk dalam kriteria polutan ringan.

Isolator Pin-post

Ѳ = 263 μS/cm = 0,0263 S/m pada t = 29,2 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur 20°C adalah :


(46)

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post termasuk dalam kriteria polutan ringan.

c. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Sedang

Isolator Pin

Ѳ = 545 μS/cm = 0,0545 S/m pada t = 29,5 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:


(47)

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin termasuk dalam kriteria polutan sedang.

Isolator Post


(48)

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :


(49)

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post termasuk dalam kriteria polutan sedang.

Isolator Pin-post

Ѳ = 502 μS/cm = 0,0502 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur 20°C adalah :


(50)

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post termasuk dalam kriteria polutan sedang.

d. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Berat

Isolator Pin

Ѳ = 1728 μS/cm = 0,1728 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:


(51)

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin termasuk dalam kriteria polutan berat.


(52)

Isolator Post

Ѳ = 1325 μS/cm = 0,1325 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C adalah :


(53)

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post termasuk dalam kriteria polutan berat.

Isolator Pin-post

Ѳ = 1289 μS/cm = 0,1289 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:


(54)

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post termasuk dalam kriteria polutan berat.

e. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Asap

Isolator Pin

Ѳ = 1282 μS/cm = 0,1282 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :


(55)

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :


(56)

Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan isolator pin termasuk kedalam kriteria polutan berat.

Isolator Post

Ѳ = 1266 μS/cm = 0,1266 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C adalah :


(57)

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan isolator post termasuk kedalam kriteria polutan berat.

Isolator Pin-post

Ѳ = 1253 μS/cm = 0,1253 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:


(58)

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan isolator pin-post termasuk kedalam kriteria polutan berat.


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada saat kondisi diterpa hujan, semakin tinggi tingkat bobot polutan yang menempel di permukaan isolator maka akan mengakibatkan semakin rendah nilai tegangan flashover isolator yang dipengaruhi oleh benang layangan tersebut.

2. Benang layangan yang menempel di permukaan isolator membuat tegangan flashover isolator akan sangat menurun terutama pada saat kondisi basah diterpa oleh hujan.

3. Pada saat kondisi diterpa hujan isolator post memiliki tegangan

flashover yang paling tinggi karena konstruksi isolator post yang

memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar. Saat terpolusi ringan 15,21 kV (benang nilon) , 12,55 kV (benang katun), dan 15,78 kV (benang gelasan). Saat terpolusi sedang 14,65 kV (benang nilon) , 11,46 kV (benang katun), dan 14,27 kV (benang gelasan). Saat terpolusi berat 10,89 kV (benang nilon), 10,69 kV (benang katun), dan 12,33 kV (benang gelasan).

4. Pada kondisi terpolusi asap, semakin tinggi suhu asap mengakibatkan semakin menurun tegangan flashover isolator , seperti isolator pin dipengaruhi benang nilon saat suhu asap turun dari 42,30C menjadi 28,70C maka tegangan flashover nya semakin naik dari 34,79 kV menjadi 42,96 kV.


(60)

5. Pada kondisi terpolusi asap semakin tinggi kelembaban akan mengakibatkan semakin tinggi kandungan uap air didalam ruang pengasapan sehingga semakin menurun tegangan flashover isolator , seperti isolator pin dipengaruhi benang nilon saat kelembaban (%RH) 86,2 maka tegangan flashovernya 34,79 kV, sedangkan saat kelembaban menjadi 84,4 maka tegangan flashover akan naik menjadi 42,96 kV (keadaan udara standar).

6. Isolator post memiliki tegangan flashover paling tinggi dari ketiga jenis isolator saat kondisi terpolusi asap dan dipengaruhi oleh benang layangan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar. Saat dipengaruhi benang nilon tegangan flashover nya 41,77 kV (43,50C) , benang katun, tegangan flashover nya 39,6 kV (44,70C), dan benang gelasan, tegangan flashover nya 42,82 kV (43,70C).

5.2 Saran

1. Pada pengujian ini penulis meneliti pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover isolator distribsi 20 kV. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh benang layangan terhadap arus bocor yang terjadi pada isolator distribusi 20 kV.

2. Untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan metode ESDD, pengukuran konduktivitas larutan polutan dapat dilakukan langsung di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan dengan menggunakan alat conductivitymeter.


(61)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator

Pada instalasi tenaga listrik dan peralatan listrik dijumpai konduktor-konduktor yang berbeda potensialnya, sehingga dibutuhkan isolator untuk mengisolir konduktor dengan konduktor, maupun mengisolir konduktor dengan bagian peralatan yang terhubung secara fisik dengan tanah.

Pada transmisi hantaran udara suatu konduktor dengan konduktor lain diisolir dengan udara, sedangkan konduktor dengan menara atau tiang pendukung diisolir oleh bahan isolasi padat yang disebut isolator. Jadi, isolator berfungsi sebagai pendukung konduktor dan sekaligus memisahkan konduktor bertegangan dengan konduktor bertegangan nol. Selain itu isolator juga digunakan dalam jaringan distribusi hantaran udara, dimana isolator berfungsi sebagai penggantung atau penopang konduktor [2].

Dalam sub-bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis isolator hantaran udara, bahan dielektrik isolator, dan juga karakteristik elektrik dari isolator tersebut.

2.1.1 Jenis Isolator Hantaran Udara

Jika dilihat dari lokasi pemasangan, isolator terdiri dari : 1. Isolator pasangan dalam (indoor)


(62)

Dilihat dari fungsinya isolator terdiri dari isolator pendukung dan isolator gantung (suspension).

Isolator pendukung terbagi atas tiga jenis, yaitu : 1. Isolator pin

Digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada palang tiang tanpa beban tekuk. Isolator ini dapat juga digunakan untuk tiang yang mengalami beban tekuk, dalam hal ini isolator dipasang ganda pada palang ganda. Bentuk isolator pin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Isolator pin

2. Isolator post

Digunakan untuk pasangan dalam, antara lain sebagai penyangga rel daya pada panel tegangan menengah. Isolator jenis post tidak bersirip karena umumnya dirancang untuk pasangan dalam, seperti pada Gambar 2.2.


(63)

3. Isolator pin-post

Digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang ada tiang yang mengalami gaya tekuk. Bentuk isolator pin-post dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Komponen isolasi dari isolator pin-post terbuat dari keramik. Bagian logam isolator pin-post terbuat dari besi tuang, besi tempa, atau baja yang digalvanis cukup panas. Isolator pin-post memiliki karakteristik elektrik, karakteristik mekanik, dan karakteristik dimensi. Karakteristik isolator pin-post berdasarkan SPLN 10-4A:1994 dapat dilihat pada tabel di bawah ini [3] :

Gambar 2.2 Isolator Post


(64)

Tabel 2.1 Karakteristik isolator pin-post Penandaan isolator pin-post Tegangan ketahanan impuls petir (kV) Tegangan ketahanan frekuensi kerja basah (kV) Jarak rambat nominal minimum (mm) Beban gagal tekuk minimum (kN) Tinggi total nominal *) H (mm) Diameter nominal minimum fiting logam bawah d (mm) Ulir lubang tengah fiting logam bawah Diameter nominal maksimum badan isolasi D (mm)

P 8 ET 125 N 125 50 480 8 280 80 M16 160

P 12,5 ET 125 N 155 50 480 12,5 280 80 M16 160

P 12,5 ET 150 L 150 65 534 12,5 336 80 M16 170

P 12,5 ET 170 L 170 70 700 12,5 381 80 M16 170

P 12,5 ET 200 L 200 80 900 12,5 432 80 M16 190

*) Toleransi yang diizinkan : ± 8% dari tinggi total minimal

Dimana arti dari kode penandaan isolator : P = Isolator pin-post

8/12,5 = Beban gagal tekuk minimum

E = Penyangga bagian logam eksternal

T = Jenis ikat atas

125/150/170/200 = Tegangan ketahanan impuls petir


(65)

Isolator gantung dilihat dari bentuknya terdiri dari 2 jenis, yaitu isolator piring (Gambar 2.4a) dan isolator batang tonggak (Gambar 2.4b).

(a)Isolator piring (b) Isolator batang

2.1.2 Bahan Dielektrik Isolator

Pada umumnya sekarang ini ada tiga jenis bahan dielektrik yang digunakan untuk isolator, yaitu porselen (keramik), gelas/kaca, dan bahan komposit. Berikut akan dijelaskan mengenai ketiga jenis bahan dielektrik tersebut.

1. Porselen

Bahan porselen atau keramik terbuat dari tanah liat china (china clay) yang mengandung aluminium silikat. Aluminium silikat ini dicampur dengan plastik kaolin, feldspar dan kuarsa. Campuran ini dipanaskan pada tempat pembakaran dengan suhu yang dapat diatur. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazur agar bahan isolator tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan glazur ini permukaan isolator menjadi licin dan mengkilat, sehingga tidak dapat menghisap air [1]. Kekuatan dielektrik


(66)

porselen untuk sampel uji yang tebalnya 1,5 mm adalah 22-28 kVrms /mm. Kekuatan mekanisporselen standar berdiameter 2-3 cm

adalah 45.000 kg/cm2 untuk beban tekan; 700 kg/cm2 untuk beban tekuk; dan 300 kg/cm2 untuk beban tarik. Pada Gambar 2.5 diperlihatkan isolator dari bahan porselen.

(a) Isolator piring (b) Isolator pin 2. Gelas

Selain porselen, bahan gelas juga banyak digunakan sebagai bahan dielektrik isolator. Isolator gelas lebih murah daripada porselen, tetapi lebih mudah pecah di bandingkan porselen. Didalam gelas terdapat kandungan alkali yang akan menambah sifat higroskopis permukaan isolator sehingga konduktivitas permukaan isolator semakin besar. Kekuatan dielektrik gelas alkali tinggi adalah 17,9 kVrms /mm dan gelas alkali rendah adalah 48

kVrms /mm, yakni dua kali lebih tinggi daripada kekuatan dielektrik

porselen. Dilihat dari proses pembuatannya isolator gelas terdiri dari dua jenis, yaitu gelas yang dikuatkan (annealead glass) dan gelas yang dikeraskan (hardened glass). Dari kedua jenis isolator gelas tersebut, isolator gelas yang dikeraskan lebih baik daripada


(67)

isolator gelas yang dikuatkan. Berikut dapat dilihat isolator dari bahan gelas pada Gambar 2.6.

(a) Isolator piring (b) Isolator pin

3. Bahan Komposit

Isolator porselen dan gelas memiliki karakteristik elektrik yang baik, tetapi memiliki kelemahan, yaitu : massanya berat, mudah pecah dan kemampuannya menahan tegangan berkrang karena polutan yang mudah menempel pada permukaannya. Untuk mengatasi kelemahan tersebut di kembangkan jenis isolator komposit. Bahan komposit tertua untuk isolator adalah kertas. Tetapi akhir-akhir ini yang paling diminati dan terus dikembangkan adalah karet silikon. (silicon rubber). Struktur dari isolator komposit terdiri dari inti berbentuk tabung (rod) yang terbuat dari bahan komposit, sarung yang terbuat dari bahan komposit, fitting yang terbuat dari bahan logam dan bahan antar-muka (interface). Berikut dapat dilihat bentuk dan struktur isolator komposit pada Gambar 2.7.


(68)

Gambar 2.7 Isolator Komposit

2.1.3 Karakteristik Elektrik Isolator

Ditinjau dari segi kelistrikan, isolator dan udara membentuk suatu sistem isolasi yang berfungsi untuk mengisolir suatu konduktor bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir dari konduktor tersebut ke tanah.

Ada dua hal yang dapat menyebabkan sistem isolasi ini gagal melaksanakan fungsinya, yaitu terjadi tembus listrik pada udara di sekitar permukaan isolator yang disebut peristiwa lewat-denyar (flashover) dan tembus listrik pada isolator yang menyebabkan isolator pecah. Kegagalan suattu isolator dapat terjadi karena bahan dielektrik isolator tembus listrik (breakdown) atau karena terjadinya lewat denyar udara pada permukaan isolator.

Semua isolator dirancang sedemikian rupa hingga tegangan tembusnya jauh lebih tinggi daripada tegangan lewat denyarnya. Dengan demikian, dasar pemilihan kekuatan dieklektrik suatu isolator adalah tegangan lewat denyarnya. Kekuatan dielaktrik suatu isolator dan nilai tegangan tertinggi isolator yang tidak menimbulkan lewat


(69)

denyar, dapat diperkirakan dari tiga karakteristik dasar isolator, yaitu [2] :

a) Tegangan lewat denyar bolak-balik keadaan kering

Tegangan lewat denyar bolak-balik kering merupakan karaktersitik utama dari isolator yang dipasang pada ruangan tertutup. Tegangan lewat denyar ditentukan pada keadaan permukaan isolator kering dan bersih. Tegangan lewat-denyar dinyatakan pada keadaan standar, yaitu pada saat suhu udara 20 ºC dan tekanannya 760 mmHg. Tegangan lewat denyar kering pada sembarang suhu dan tekanan udara dapat ditentukan dengan Persamaan 2.1 ini [2] :

2.1

Dimana :

V = Tegangan lewat denyar isolator pada sembarang keadaan udara Vs= Tegangan lewat denyar isolator pada keadaan standar

= Faktor koreksi udara

P = Tekanan udara T = Temperatur udara

Persamaan 2.1 di atas merupakan persamaan umum dalam perhitungan faktor koreksi udara untuk menghitung tegangan lewat denyar standar ataupun tegangan lewat denyar pada suhu dan tekanan sembarang.


(70)

Tegangan lewat denyar bolak-balik isolator juga dipengaruhi oleh kondisi kelembaban udara. Jika Vs adalah tegangan lewat denyar isolator pada keadaan udara standar dan kelembaban 11 gr/m3, tegangan lewat denyar isolator pada sembarang suhu, tekanan dan kelembaban udara adalah [2] :

2.2

Dimana Kh adalah faktor koreksi yang tergantung pada

kelembaban udara.

b) Tegangan lewat denyar bolak-balik keadaan basah

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator merupakan gambaran kekuatan dielektrik isolator tersebut pada saat basah karena air hujan. Sifat air hujan yang membasahi suatu isolator dicirikan atas tiga hal, yaitu intensitas, arah dan konduktivitas air yang membasahi isolator tersebut. Oleh karena itu dalam pengujian tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator, air yang membasahi isolator perlu distandarisasi. Menurut IEC, ciri air yang membasahi isolator saat pengujian adalah sebagai berikut: intensitas penyiraman 3 mm/menit, resistivitas air (r) = 10.000 ohm-cm dan arah penyiraman air membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak isolator.

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator juga tegantung pada kondisi udara. Jika lewat denyar terjadi pada suatu isolator basah, maka peluahan melintasi permukaan isolator yang


(71)

basah dan celah udara. Oleh karena itu, kenaikan tegangan lewat denyar bolak-balik basah akibat kenaikan tekanan udara terhadap tegangan lewat denyar basah semakin besar. Umumnya setengah dari lintasan peluahan merupakan celah udara. Dengan anggapan ini, tegangan lewat denyar basah pada sembarang tekanan udara dapat ditentukan Persamaan 2.3 berikut [2] :

2.3 Dimana Vs = tegangan lewat denyar basah pada tekanan udara

standar

c) Karakteristik tegangan-waktu

Karakteristik tegangan-waktu digunakan untuk memperkirakan kekuatan dielektrik isolator jika memikul tegangan lebih surja akibat sambaran petir pada jaringan. Karakteristik tegangan-waktu ditentukan hanya pada keadaan isolator kering dan permukaannya bersih, karena penurunan kekuatan dielektrik isolator akibat air dapat diabaikan, hanya sekitar 2 - 3%. Karakteristik tegangan-waktu diperoleh melalui pengujian isolator dengan tegangan impuls standar baik polaritas positif maupun polaritas negatif. Tegangan lewat denyar impuls pada sembarang suhu dan tekanan udara dihitung dengan Persamaan 2.1.

2.2 Isolator Terpolusi Dan Pengukuran Tingkat Bobot Polusi

Isolator baik yang terpasang di ruang terbuka maupun tertutup, akan dilapisi oleh polutan yang terkandung di udara. Polutan ini dapat


(72)

mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi. Beberapa jenis polutan yang sangat berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator adalah [4]:

 Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.

 Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin, SOx, dan NOx dari pabrik kimia dan sebagainya.

 Kotoran burung.

 Pasir di daerah gurun.

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini. Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan deras dapat membersihkan atau mengurangi polutan terutama di bagian atas permukaan isolator yang sangat berhubungan dengan kemampuan elektrik dari isolator pasangan luar , karena hujan dapat memperkecil resiko flashover pada isolator terpolusi. Pengaruh sudut jatuhnya air hujan pada pembersihan polutan di permukaan isolator terpolusi lebih penting daripada pengaruh tingkat intensitas dan lamanya waktu penghujanan [5]. Sedangkan gerimis, kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan polutan menjadi basah.

Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator, dilakukan beberapa usaha sebagai berikut :

 Pembersihan

Pembersihan yang dimaksud adalah pembersihan secara alami oleh hujan atau pembersihan (pencucian) rutin [6]. Pencucian dapat dilakukan


(73)

secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan helikopter. Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat yang harus diperhatikan yaitu:

1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral dan memiliki tahanan jenis lebih besar dari 50.000 Ω cm.

2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk mencegah terkumpulnya polutan.

Pelapisan (greasing/coating)

Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak [6]. Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.

Perpanjangan sirip (extender shed)

Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada sirip isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah udara di antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan menyebabkan peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak


(74)

polimer dan isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan sirip ini memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau embun untuk mengalir dari permukaan isolator [4].

Tambahan polimer

Sirip porselen

Pengukuran Tingkat Polusi

Berdasarkan standar IEC 815, bobot polusi isolator ditetapkan 4

tingkat, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Ada banyak metode untuk menentukan bobot polusi isolator. Metode yang umum digunakan adalah metode ESDD (equivalent salt deposit density) dan tinjauan lapangan. Metode ESDD dilakukan dengan mengukur konduktivitas polutan kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan tersebut.

Penentuan tingkat bobot polusi isolator berdasarkan analisis kualitatif dan metode ESDD ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut:


(75)

Tabel 2.2 Tingkat polusi dilihat dari kondisi lingkungan [2]

No Tingkat Bobot Polusi

Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisis Kualitatif ESDD (mg/cm2) 1 Ringan - Kawasan tanpa industri dan permukiman yang dilengkapi

sarana pembakaran dengan kepadatan rumah rendah - Kawasan dengan kepadatan industri rendah atau

pemukiman, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan - Kawasan pertanian

- Kawasan pegunungan

Semua kawasan ini harus terletak paling sedikit 10-20 km dari laut dan bukan kawasan terbuka bagi hembusan angin langsung dari laut.

0,06

2 Sedang -Kawasan industri, khususnya yang tidak menghasilkan asap polusi dan/atau pemukiman yang dilengkapi sarana pembakaran dengan kepadatan rumah sedang.

-Kawasan dengan kepadatan rumah tinggi dan/atau kawasan industri kepadatan tinggi, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan.

-Kawasan terbuka bagi angin laut tetapi tidak terlalu dekat dengan pantai (paling sedikit berjarak beberapa kilometer dari pantai).


(76)

3 Berat - Kawasan dengan kepadatan industri tinggi dan pinggiran kota besar dengan kepadatan sarana pembakaran yang tinggi dan menghasilkan polusi.

- Kawasan dekat laut atau kawasan yang senantiasa terbuka bagi hembusan angin laut yang relatif kencang.

0,6

4 Sangat Berat -Kawasan yang umumnya cukup luas, terkena debu konduktif dan asap industri yang khususnya menghasilkan endapan konduktif tebal.

-Kawasan yang umumnya cukup luas sangat dekat dengan pantai dan terbuka bagi semburan air laut atau hembusan angin laut yang sangat kencang dan mengandung polutan. -Kawasan padang pasir yang ditandai dengan tidak adanya hujan untuk jangka waktu lama, terbuka bagi angin kencang yang membawa pasir dan garam, serta kondensasi yang tetap.

> 0,6

Berikut ini akan dijelaskan prosedur pengukuran ESDD. Untuk melarutkan polutan isolator, diambil air destilasi sebanyak 500 ml. Air pelarut ini ditempatkan dalam ruangan pendingin hingga temperatur air mencapai 200C. Air diaduk agar temperaturnya merata. Ketika temperatur air mencapai 200C, konduktivitas air diukur dengan alat pengukur konduktivitas (conductivitymeter). Dengan menggunakan Persamaan 2.4 dan 2.5 [1] :


(77)

2.5 Dimana :

t = suhu larutan (0C)

= konduktivitas larutan pada suhu Ѳ (S/m)

20 = konduktivitas larutan saat suhu 200C (S/m)

i = arus listrik rata-rata (Ampere) v = tegangan batere rata-rata (volt) l = panjang tabung ( meter )

A = luas penampang tabung (m2)

b = faktor koreksi pada suhu t yang dapat di lihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Faktor Koreksi Suhu[7]

(°C) B

5 10 20 30

0.03156 0.02817 0.02277 0.01905 Catatan : Untuk suhu yang lain nilai b dapat


(78)

Kemudian hitung konsetrasi garam dalam suatu larutan pada temperatur 200C, dapat di hitung dengan Persamaan 2.6 dibawah [2] :

2.6

Dimana :

D = konsentrasi garam (kg/m3)

Ѳ

20 = konduktivitas larutan pada temperatur 200C (S/m)

Kemudian setelah konsentrasi garam dalam larutan dan luas permukaan isolator diketahui, maka ESDD dihitung dengan Persamaan 2.7 di bawah [2]:

2.7 Dimana :

K = ESDD (mg/cm2)

G = volume air destilasi dalam gelas ukur (cm3) A = luas permukaan isolator (cm2)

2.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi

Karakteristik suatu isolator hantaran udara yang terpenting adalah tegangan ketahanan (withstand voltage) dan tegangan lewat denyar pada kondisi isolator terpolusi. Dalam keadaan bersih nilai tahanan permukaan sangat besar sehingga arus bocor sangat kecil. Tetapi apabila dalam kondisi cuaca hujan ataupun keadaan udara yang lembab, tahanan permukaan semakin rendah sehingga arus bocor semakin besar.


(79)

Salah satu yang menyebabkan kegagalan isolator dalam melaksanakan fungsinya adalah karena adanya polutan pada permukaan isolator. Polutan yang terkandung di udara dapat menempel pada permukaan isolator dan berangsur- angsur membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan isolator. Polutan dapat berupa debu, asap kendaraan, garam, kotoran burung, benang layangan yang menempel pada permukaan isolator, dan lain lain. Unsur polutan yang paling berpengaruh terhadap unjuk kerja isolator adalah garam yang terbawa oleh angin. Lapisan garam ini bersifat konduktif terutama pada keadaan cuaca lembab, berkabut atau pada saat hujan gerimis. Jika cuaca seperti itu terjadi maka akan mengalir arus bocor dari kawat fasa jaringan ke tanah melalui lapisan konduktif yang menempel di permukaan isolator dan tiang penyangga.

Pada Gambar 2.9 ditunjukkan suatu isolator pendukung yang permukaannya dilapisi polutan konduktif dan rangkaian ekivalennya.


(80)

Lapisan polutan konduktif tersebut dapat dianggap sebagai suatu tahanan yang menghubungkan kedua jepitan logam isolator. Tahanan lapisan polutan jauh lebih rendah daripada tahanan dielektrik padat isolator. Jika jepitan (a) bertegangan dan jepitan (d) dibumikan, maka arus bocor (Ib) akan mengalir melalui lapisan konduktif dari jepitan (a)

ke (d), sedang arus yang melalui dielektrik padat diabaikan.

Arus bocor ini akan menimbulkan panas yang besarnya sama dengan kuadrat arus bocor dikali dengan tahanan permukaan dari (a) ke (d). Panas yang terjadi akan mengeringkan lapisan polutan dan pengeringan awal terjadi pada kawasan permukaan isolator yang berdekatan dengan jepitan logam isolator karena dikawasan ini dijumpai konsentrasi arus lebih tinggi. Pengeringan tersebut akan membuat tahanan lapisan polutan di kawasan jepitan isolator semakin besar. Misalkan lapisan polutan yang sudah kering adalah sepanjang a-b dan tahanannya adalah Rab. Akibatnya

beda tegangan pada lapisan polutan yang kering (Vab) semakin besar

dan menimbulkan kuat medan elektrik di sekitarnya naik. Jika kuat medan elektrik ini melebihi kekuatan dielektrik udara di sekitar isolator, maka akan terjadi peluahan dari titik (a) ke titik (b). Busur api akibat peluahan ini membuat lapisan polutan yang kering (a-b) terhubung singkat, akibatnya arus bocor semakin besar. Arus bocor ini akan memanaskan lapisan polutan yang masih basah dan proses seperti di atas terulang lagi sehingga terjadi peluahan dari titik (b) ke titik (c). Akibatnya panjang busur api akibat peluahan semakin bertambah, yaitu dari (a) ke (c). Demikian seterusnya secara berangsur-angsur busur api semakin panjang dan saat


(81)

busur api telah menghubungkan kedua jepitan logam isolator (a-d), maka terjadilah peristiwa lewat denyar pada isolator [1].

Tegangan flashover atau lewat denyar pada isolator terpolusi akan dipengaruhi oleh kondisi udara di sekitarnya, terutama tekanan dan temperatur udara. Selain itu jarak rambat isolator juga akan mempengaruhi besar tegangan flashover isolator. Jarak rambat merupakan kriteria standar yang digunakan untuk memprediksi kemampuan isolator saat tepolusi [8]. Lewat denyar atau flashover akan terjadi setelah busur api menjangakau daripada keseluruhan jarak rambat isolator (L) pada Gambar 2.10 [8,9].

Gambar 2. 10 Jarak Rambat Isolator

Hubungan tegangan flashover dengan jarak rambat isolator dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.8 [10]:

2.8

Dimana :

Vf = Tegangan flashover/lewat denyar isolator (kV)

L = Jarak rambat isolator (cm)

s = Konduktivitas permukaan isolator ( μS/cm)


(82)

Dari Persamaan 2.8 dapat dilihat hubungan antara tegangan

flashover dengan jarak rambat isolator berbanding lurus ketika

konduktivitas permukaan isolator dan konstanta busur api konstan. 2.4 Benang Layangan Pada Isolator Terpolusi

Dalam prakteknya isolator jaringan hantaran udara biasanya sudah terpolusi. Isolator terpolusi dibagi menjadi empat tingkatan berdasarkan IEC yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Adakalanya suatu benang layangan menempel pada isolator terpolusi tersebut. Benang yang menempel pada isolator kemungkinan dalam kondisi kering dan basah. Berikut akan dijelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi [1]:

a) Isolator kering dan benang layangan kering

Pada kondisi ini, benang layangan yang menempel pada isolator tidak konduktif sehingga arus bocor yang mengalir pada permukaan isolator sangat kecil (Gambar 2.11 b).

b) Isolator kering dan benang layangan basah

Pada kondisi ini, benang layangan basah sedangkan permukaan isolator lebih kering. Hal ini dapat terjadi setelah isolator basah karena hujan sehingga polutan dan benang layangan sama-sama basah, tetapi karena permukaan isolator lebih besar dibandingkan dengan permukaan benang, maka pengeringan lebih cepat terjadi pada permukaan isolator, maka terjadilah kondisi tersebut di atas. Benang layangan akan menjadi konduktif sehingga arus bocor pada permukaan isolator akan semakin besar (Gambar 2.11 c).


(1)

vi

3.5 Prosedur Penelitian ... 32

3.6 Prosedur Kerja ... 33

3.6.1 Penelitian Pada Kondisi Hujan ... 33

3.6.2 Penelitian Pada Kondisi Berasap ... 36

3.6.3 Pengukuran ESDD ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi Benang Layangan Pada Kondisi Hujan ... 42

4.2 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi Benang Layangan Pada Kondisi Berasap ... 48

4.3 Hasil Perhitungan Tingkat Bobot Polusi Berdasarkan Metode ESDD (Equivalent Salt Depoosit Density) ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(2)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik isolator pin-post ... 7

Tabel 2.2 Tingkat polusi dilihat dari kondisi lingkungan ... 18

Tabel 2.3 Faktor Koreksi Suhu ... 20

Tabel 4.1 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan dan di Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ... 42

Tabel 4.2 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang dan di Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ... 44

Tabel 4.3 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat dan di Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ... 46

Tabel 4.4 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap ... 49

Tabel 4.5 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap ... 49

Tabel 4.6 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada Kondisi Berasap ... 49

Tabel 4.7 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap ... 53

Tabel 4.8 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap ... 54

Tabel 4.9 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap ... 54

Tabel 4.10 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap ... 58

Tabel 4.11 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap ... 59

Tabel 4.12 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap ... 59

Tabel A.1 Data Kondisi Isolator Kering dan Bersih ... 85

Tabel A.2 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Ringan ... 85


(3)

viii

Tabel A. 4 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Berat ... 85 Tabel B.1 Data Pengukuran Konduktivitas dan Suhu Larutan... 86


(4)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Isolator pin ... 5

Gambar 2.2 Isolator Post ... 6

Gambar 2.3 Isolator Pin-post ... 6

Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Isolator Gantung ... 8

Gambar 2.5 Isolator dari Bahan Porselen... 9

Gambar 2.6 Isolator dari Bahan Gelas ... 10

Gambar 2.7 Isolator Komposit ... 11

Gambar 2.8 Perpanjangan sirip yang terpasang pada isolator porselen ... 17

Gambar 2.9 Isolator Terpolusi dan Rangkaian Ekivalennya ... 22

Gambar 2.10 Jarak Rambat Isolator ... 24

Gambar 2.11 Benang Layangan pada Isolator Terpolusi ... 26

Gambar 3.1 Trafo Uji ... 27

Gambar 3.2 Autotransformer ... 28

Gambar 3.3 Tahanan Peredam ... 28

Gambar 3.4 Multimeter Digital ... 29

Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter/thermometer digital ... 29

Gambar 3.6 Pompa Air... 30

Gambar 3.7 Conductivitymeter ... 31

Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian ... 32

Gambar 3.9 Isolator Dicelupkan Larutan Polutan ... 34

Gambar 3.10 Rangkaian Pengujian Kondisi Hujan ... 35

Gambar 3.11 Benang Layangan Dipermukaan Isolator ... 35

Gambar 3.12 Rangkaian Pengujian Kondisi Berasap ... 37

Gambar 3.13 Proses Pembakaran Ranting Kayu ... 38

Gambar 3.14 Proses Pemasukan Asap ... 38

Gambar 3.15 Asap Ditahan dalam Ruang Kaca ... 39

Gambar 3.16 Larutan Polutan ... 41


(5)

x

Gambar 4.1 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis Benang ... 43 Gambar 4.2 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis

Benang ... 45 Gambar 4.3 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis

Benang ... 47 Gambar 4.4 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap (Dipengaruhi

Benang Nilon) ... 50 Gambar 4.5 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Nilon) ... 51 Gambar 4.6 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Nilon) ... 51 Gambar 4.7 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Nilon) ... 51 Gambar 4.8 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Nilon) ... 52 Gambar 4.9 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Nilon) ... 52 Gambar 4.10 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 55 Gambar 4.11 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 55 Gambar 4.12 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 56 Gambar 4.13 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 56 Gambar 4.14 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 57 Gambar 4.15 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Katun) ... 57 Gambar 4.16 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Suhu Asap


(6)

xi

Gambar 4.17 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Kelembaban (Dipengaruhi Benang Gelasan) ... 60 Gambar 4.18 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Gelasan) ... 61 Gambar 4.19 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Kelembaban

(Dipengaruhi Benang Gelasan) ... 61 Gambar 4.20 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap

(Dipengaruhi Benang Gelasan) ... 61 Gambar 4.21 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban