Prevalensi Benda Asing Pada Telinga, Hidung, Trakeobronkial, dan Esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik tahun 2010
PREVALENSI BENDA ASING PADA TELINGA, HIDUNG,
TRAKEOBRONKIAL, DAN ESOFAGUS DI DEPARTEMEN
THT FK USU/RSUP H ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2010
Oleh :
PUJA NASTIA
080100153
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
PREVALENSI BENDA ASING PADA TELINGA, HIDUNG,
TRAKEOBRONKIAL, DAN ESOFAGUS DI DEPARTEMEN
THT FK USU/RSUP H ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
PUJA NASTIA
NIM: 080100153
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Prevalensi Benda Asing Pada Telinga,
Hidung, Trakeobronkial, dan Esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik tahun 2010
Nama : PUJA NASTIA
NIM : 080100153
Pembimbing Penguji I
(dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT) (dr. Deske Muhadi, Sp.PD) NIP: 19710622 199703 2 001 NIP: 19711227 200501 100 2
Penguji II
(dr. Mistar Ritonga, Sp.F) (NIP: 19520408 198903 1 001)
Medan, 27 Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001
(4)
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:
Prevalensi Benda Asing Pada Telinga, Hidung,
Trakeobronkial, dan Esofagus di Departemen THT FK USU/ RSUP H Adam Malik tahun 2010
Yang dipersiapkan oleh:
PUJA NASTIA
080100153
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk
dilanjutkan ke Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah
Medan, 16 Desember 2011
Disetujui, Dosen Pembimbing
(dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT)
(5)
ABSTRAK
Latar Belakang: Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal
dari luar tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Kadang kala menjadi suatu problema yang serius. Kebanyakan masyarakat tidak terlalu menghiraukan masalah benda asing yang masuk kedalam organ tubuh mereka, mereka datang ke rumah sakit atau ke dokter setelah benda asing tersebut menunjukkan gejala-gejala yang serius sehingga membuat pasien merasa tidak nyaman atau merasa kesakitan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi benda asing di
telinga, hidung, trakeobronkial, dan esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik tahun 2010.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian case series (retrospektif). Dengan sample yang didapatkan melalui metode total sampling
dimana seluruh pasien yang didiagnosa dengan benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di Departemen THT FK USU dan Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
Hasil: Dari 110 kasus penelitian yang didapat sebagian besar penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 69 orang (62,7%), berdasarkan umur kelompok anak-anak merupakan yang paling banyak adalah sebanyak 61 orang (55,5%), sedangakan kapas merupakan jenis benda asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 29 kasus (26,4%), dan benda asing terbanyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak 79 kasus (71,8%), terakhir menurut lokasi benda asing yang terbanyak berada pada telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%).
Kesimpulan: dari penelitian ini dapat dsarankan pada orang tua untuk mengawasi
anak-anaknya terutama anak laki-laki saat bermain dengan benda yang berpotensial non-organik seperti kapas masuk ke dalam rongga tubuh terutama telinga.
(6)
ABSTRACT
Background: Foreign bodies object in an organ are objects that comes from
outside the body, and under normal circumstances do not exist. Sometimes it becomes a serious problem. Most people have little attention on the problem of foreign bodies that enter organs, patients come to the hospital or to the doctor after the foreign bodies showed serious symptoms that make patients feel uncomfortable or feel pain.
Objective: The purpose of this study is to obtain the characteristics of patients
with foreign body objects in the ear, nose, tracheobronchial, and esophagus in the Department of Otolaryngology Faculty of Medicine USU/RSUP H Adam Malik Medan in 2010.
Methods: This research is a descriptive study with case series (retrospective)
design. The samples are obtained with a total sampling method in which all the patients diagnosed with foreign bodies in ear, nose, trachea, bronchus, and esophagus in the Department of Otolaryngology Faculty of Medicine USU and Medical Records RSUP H Adam Malik Medan in 2010 are included.
Results: From the 110 cases obtained, the majority of patients were male (69
person), and based on the age group, most of the patients are children ( 61 person). Most of the foreign body that was found are categorized non-organic (71,8%) with cotton as the majority foreign body acquired (26,4%). According to the location of obstruction, the ear was the most frequent location that had a foreign body with 47 cases (42,7%).
Conclusion: The conclusion of this study it’s recommended for parents to pay
attention to their children especially boys while playing with the non-organic objects like cottons potensial in entering body carity especially ears cannal.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ridho - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Prevalensi Benda Asing pada Telinga, Hidung,
Trakeobronkial, dan Esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik tahun 2010”. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis
banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu dr. Andrina YM Rambe, Sp. THT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak dr. Deske Muhadi, Sp.PD dan dr. Mistar Ritonga, Sp.F selaku dosen penguji saya dalam karya tulis ilmiah ini.
4. Direktur RSUP H Adam Malik Medan, yang telah memberikan
kesempatan serta sarana untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
5. Bapak, Dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp. KK selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H Adam Malik Medan, yang telah memberikan izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian.
6. Seluruh staf pegawai di Subbagian Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan.
(8)
7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua tercinta dr. Amran Lubis, Sp.JP (K) dan Khadijah Spd, yang telah memberikan dukungan, motivasi, serta mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ilmiah ini.
9. Abang dan adik saya tercinta Puji Syukran dan Khabiril Muhyi yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
10.Sahabat-sahabat saya, Medina Muslim, M.Ihsan, Sammuel, Ayub Basaldi, Faninda Meilisa, Rizky Amalia, Indah Afriani Nst, Arwaini Ulfa Nst,
Azmeilia Lubis, Saddam Emir, Harry Andrean, teman-teman
Amphetamine group , Daniel, Rizka Karlina, Ismail, saya ucapkan terima
kasih atas bantuan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
11.Seluruh teman-teman Stambuk 2008, dan kakak Yenni Sinaga, Sanny Siregar terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, 16 Desember 2011 Penulis,
Puja Nastia 080100153
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Benda Asing ... 5
2.1.1. Definisi ... 5
2.1.2. Jenis-jenis Benda Asing ... 5
2.2. Anatomi ... 6
2.2.1. Telinga ... 6
2.2.2. Rongga Hidung ... 7
2.2.3. Trakea dan Bronkus ... 8
2.2.4. Esofagus ... 8
2.3. Gejala Klinis ... 9
2.3.1. Benda Asing di Telinga ... 9
(10)
2.3.3. Benda Asing di Trakea dan Bronkus ... 10
2.3.4. Benda Asing di Esofagus ... 11
2.4. Penatalaksanaan ... 11
2.4.1. Benda Asing di Telinga ... 11
2.4.2. Benda Asing di Hidung ... 12
2.4.3. Benda Asing di Trakea dan Bronkus ... 12
2.4.4. Benda Asing di Esofagus ... 13
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 14
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 14
3.2. Definisi Operasional ... 14
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16
4.1. Jenis Penelitian ... 16
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 16
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 16
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 17
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 18
5.1. Hasil Penelitian ... 18
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 18
5.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ... 18
5.2.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis kelamin ... 19
5.2.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Umur ... 19
5.2.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Benda Asing ... 20
5.2.4. Distribusi Berdasarkan Lokasi Benda Asing Berdasarkan Umur ... 21
(11)
5.2.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Benda Asing ... 22
5.2.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Lokasi Benda Asing ... 22
5.2.7. Distribusi Berdasarkan Lokasi Benda Asing Berdasarkan Umur ... 23
5.2.8. Distribusi Lokasi Benda Asing Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
5.3. Pembahasan ... 24
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan... 28
6.2. Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor JUDUL Halaman
Tabel 5.2.1.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Jenis Kelamin 19
Tabel 5.2.2.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Umur 19
Tabel 5.2.3.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Jenis Benda Asing 20
Tabel 5.2.4.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Benda
Asing Berdasarkan Umur 21
Tabel 5.2.5.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Benda Asing 22
Tabel 5.2.6.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan
Lokasi Benda Asing 22
Tabel 5.2.7.
Distribusi Lokasi Benda Asing Berdasarkan
Kelompok Umur 23
Tabel 5.2.8.
Distribusi Lokasi Benda Asing Berdasarkan
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Daftar Riwayat Hidup
Ethical Clearance
Surat Izin Penelitian Data Induk
(15)
ABSTRAK
Latar Belakang: Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal
dari luar tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Kadang kala menjadi suatu problema yang serius. Kebanyakan masyarakat tidak terlalu menghiraukan masalah benda asing yang masuk kedalam organ tubuh mereka, mereka datang ke rumah sakit atau ke dokter setelah benda asing tersebut menunjukkan gejala-gejala yang serius sehingga membuat pasien merasa tidak nyaman atau merasa kesakitan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi benda asing di
telinga, hidung, trakeobronkial, dan esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik tahun 2010.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian case series (retrospektif). Dengan sample yang didapatkan melalui metode total sampling
dimana seluruh pasien yang didiagnosa dengan benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di Departemen THT FK USU dan Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
Hasil: Dari 110 kasus penelitian yang didapat sebagian besar penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 69 orang (62,7%), berdasarkan umur kelompok anak-anak merupakan yang paling banyak adalah sebanyak 61 orang (55,5%), sedangakan kapas merupakan jenis benda asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 29 kasus (26,4%), dan benda asing terbanyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak 79 kasus (71,8%), terakhir menurut lokasi benda asing yang terbanyak berada pada telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%).
Kesimpulan: dari penelitian ini dapat dsarankan pada orang tua untuk mengawasi
anak-anaknya terutama anak laki-laki saat bermain dengan benda yang berpotensial non-organik seperti kapas masuk ke dalam rongga tubuh terutama telinga.
(16)
ABSTRACT
Background: Foreign bodies object in an organ are objects that comes from
outside the body, and under normal circumstances do not exist. Sometimes it becomes a serious problem. Most people have little attention on the problem of foreign bodies that enter organs, patients come to the hospital or to the doctor after the foreign bodies showed serious symptoms that make patients feel uncomfortable or feel pain.
Objective: The purpose of this study is to obtain the characteristics of patients
with foreign body objects in the ear, nose, tracheobronchial, and esophagus in the Department of Otolaryngology Faculty of Medicine USU/RSUP H Adam Malik Medan in 2010.
Methods: This research is a descriptive study with case series (retrospective)
design. The samples are obtained with a total sampling method in which all the patients diagnosed with foreign bodies in ear, nose, trachea, bronchus, and esophagus in the Department of Otolaryngology Faculty of Medicine USU and Medical Records RSUP H Adam Malik Medan in 2010 are included.
Results: From the 110 cases obtained, the majority of patients were male (69
person), and based on the age group, most of the patients are children ( 61 person). Most of the foreign body that was found are categorized non-organic (71,8%) with cotton as the majority foreign body acquired (26,4%). According to the location of obstruction, the ear was the most frequent location that had a foreign body with 47 cases (42,7%).
Conclusion: The conclusion of this study it’s recommended for parents to pay
attention to their children especially boys while playing with the non-organic objects like cottons potensial in entering body carity especially ears cannal.
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Kadang kala menjadi suatu problema yang serius. Kebanyakan masyarakat tidak terlalu menghiraukan masalah benda asing yang masuk kedalam organ tubuh mereka, mereka datang ke rumah sakit atau ke dokter setelah benda asing tersebut menunjukkan gejala-gejala yang serius sehingga membuat pasien merasa tidak nyaman atau merasa kesakitan (Junizaf, 2007).
Benda asing di telinga dapat menyebabkan penurunan pendengaran jika berlama-lama di diamkan di dalam telinga. Terkadang benda asing dapat masuk tanpa sengaja ke dalam telinga orang dewasa yang mencoba membersihkan telinganya dengan menggunakan cotton buds, maka kapas bisa tertinggal di dalam telinga. Dan pada anak-anak dengan sengaja memasukkan benda asing tersebut ke dalam telinganya sendiri. Namun, sering orang-orang menganggap enteng masalah tersebut (Ludman, 1996).
Benda asing di hidung pada anak-anak sering luput dari perhatian orang tua karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama. Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis (Junizaf, 2007).
Benda asing yang teraspirasi ke dalam saluran nafas dapat tersangkut di laring, trakea atau bronkus. Tempat dimana tersangkutnya benda asing tergantung pada ukuran dan bentuk benda asing tersebut. Benda asing yang kecil dapat masuk melewati laring ke trakea atau bronkus. Aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa, terbanyak pada usia 3 tahun. Aspirasi sering terjadi akibat anak meletakkan benda di dalam mulut sambil bermain dan tiba-tiba menghirup nafas (Dhirga, 2004).
(18)
Benda asing yang tersangkut di saluran cerna dapat terjadi pada semua umur tetapi merupakan masalah utama pada anak usia 6 bulan sampai 6 tahun dan benda asing ini dapat tersangkut pada tiap lokasi di esofagus. Biasanya benda asing yang sering di esofagus pada anak yaitu uang logam. (Yunizaf, 2007).
Di bagian THT FK UNPAD/RS Hasan Sadikin Bandung selama tahun
1998 terdapat 10 kasus benda asing di traktus trakeobronkial, 5 diantaranya terdapat di bronkus kanan, 1 di bronkus kiri dan sisanya terdapat di laring dan
trakea ( Kurnaidi, 1999). Di bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun
1999-2002 terdapat 7 kasus benda asing di traktus trakeobronkial dimana 5 kasus terdapat di bronkus dan 2 kasus di trakea. Faktor yang predisposisi terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan), kegagalan mekanisme proteksi yang normal (keadaan tidur, kesadaran menurun), faktor kejiwaan (emosi dan gangguan psikis) dan faktor kecerobohan (makan/minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, meletakkan benda asing di mulut, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap) (Asroel, 2007).
Pernah dilaporkan satu kasus benda asing di hidung pada anak berumur 14 bulan. Suatu studi retrospektif selama 7 tahun di Montreal Childrens Hospital, didapat 29 kasus benda asing di hidung dengan umur antara 1.5 – 17 tahun (Shapiro, 1990).
Dari pasien anak yang datang ke Poliklinik THT dan IGD RSUP H Adam Malik Medan mulai 1 November 2000 sampai dengan 31 Oktober 2001, bahwa dari 682 pasien anak didapati penderita benda asing sebanyak 50 orang (7%), dengan penderita yang terbanyak adalah berusia 2 - ≤ 4 tahun yaitu sebanyak 23 orang (46%) diikuti usia 4 - ≤ 6 tahun sebanyak 18 orang (36%), usia 0 - ≤ 2 tahun 4 orang (8%), 8 - ≤ 10 tahun 3 orang (6%) dan 6 - ≤ 8 tahun sebanyak 2 orang (4%). Pada penelitian tersebut lokasi benda asing terbanyak dijumpai di hidung 36 kasus (72%) diikuti di telinga 10 kasus (20%), esophagus (6%) dan trakea – bronkus 1 kasus (2%) (Syukri, 2002).
(19)
Soekirman dari 1990-1995 di RSU Ulin Banjarmasin mendapatkan 33 kasus benda asing di esofagus. Dari jumlah tersebut, 22 kasus dijumpai pada anak berumur dibawah 10 tahun. Benda asing yang terbanyak adalah uang logam sebanyak 17 kasus (51,5%).
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang dari 1994-1998, Pramono melaporkan 121 kasus benda asing esofagus dengan 52 kasus dijumpai pada anak berumur dibawah 5 tahun dan 29 kasus pada anak berumur 6-14 tahun. Dari 81 kasus tersebut, benda asing terbanyak berupa uang logam sebanayk 78 kasus.
Berdasarkan data-data diatas, penelitian tentang gambaran karakteristik benda asing di telinga, hidung, trakea dan bronkus secara menyeluruh belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menelitinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prevalensi benda asing pada telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi benda asing pada telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di Departemen THT FK USU/RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah kasus benda asing
2. Untuk mengetahui data demografi, yaitu gambaran umur dan jenis
kelamin penderita yang mengalami kejadian benda asing 3 Untuk mengetahui jenis benda asing
(20)
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat, dapat memberikan gambaran tentang kasus benda asing yang nilainya cukup bermakna sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cukup.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan tenaga kesehatan, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi program, dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
3. Untuk mengurangi angka kejadian kasus benda asing di bidang THT. 4. Sebagai informasi kepada kalangan medis tentang benda asing di telinga,
hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di RSUP H Adam Malik.
5. Sebagai masukan bagi praktisi kesehatan untuk melakukan deteksi dini terhadap benda asing yang terdapat di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus.
6. Bagi penelitian lain, diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Benda Asing 2.1.1 Defenisi
Benda asing dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada (Junizaf, 2007).
2.1.2 Jenis-jenis Benda Asing
Benda asing yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair, atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan), tulang (yang berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan Ph 7,4. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, mekonium dapat masuk ke dalam saluran nafas bayi pada saat proses pernafasan (Junizaf, 2007).
Biasanya benda asing di telinga pada anak kecil jenis benda asingnya adalah kacang hijau, karet penghapus dan pada orang dewasa seperti potongan korek api, kadang binatang kecoa, semut, atau nyamuk (Sosialisman, 2007).
Benda asing penyebab sumbatan hidung biasanya sering terjadi pada anak-anak, misalnya seperti manik-manik, kancing, karet penghapus, kelereng, kacang polong, batu, dan kacang tanah (Hilger, 1997).
Aspirasi benda asing juga sering kali ditemukan pada anak, meskipun dapat terjadi pada segala usia. Pada anak usia empat tahun atau kurang tidak dapat mengunyah
(22)
kacang, wortel, biji jagung, mereka cenderung mengulum makanan tersebut, demikian pula dengan mainan, peniti (Siegel, 1997).
2.2. Anatomi 2.2.1. Telinga
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus). Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur. Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga (Liston, 1997). Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam. Ketiga tulang tersebut adalah:
Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga) Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam)
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval. Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil, yaitu Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel), Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval). Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan. Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara (Snell, 2006).
Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah. Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga
(23)
tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan. Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terdiri dari 2 bagian utama, yaitu Koklea (organ pendengaran), Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan). Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut. Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf. Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak (Liston, 1997).
2.2.2. Rongga Hidung
Hidung bagian luar berbentuk pyramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareoral. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago. Tulang nasal membentuk jembatan dan bagiansupeerior kedua sisi hidung. Vomer dan lempeng perpendicular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sphenoid. Konka nasalis superior, tengah , dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka dilapisi membrane mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi terletak, medial, dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka. Empat pasang sinus paranasal (frontal, etmoid, maksilar, dan sphenoid) adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar, dan sphenoid. Sinus ini dilapisi membrane mukosa (Sloane, 2003).
(24)
2.2.3. Trakea dan Bronkus
Trakea terbentang dari pinggir bawah cartilago cricoidea (berhadapan dengan corpus vertebra servikalis VI) di leher sampai setinggi angulus sterni pada toraks. Trakea terdapat di garis tengah dengan bercabang menjadi bronkus principalis dexter dan sinister. Pada pangkal leher trakea dapat diraba di garis tengah pada incisura jugularis (Snell, 2006).
Trakea bercabang dua setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median, sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri. Bronkus kanan lebih pendek dari bronkus kiri, panjangnya pada orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan. Panjang bronkus kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang rawan sebanyak 9-12 buah. Bronkus kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah, sedangkan bronkus utama kiri membuat sudut 45 dreajat ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus kanan hamper membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri (Maisel, 1997).
2.2.4 Esofagus
Esofagus merupakan saluran otot vertikal antara hipofaring sampai ke lambung. Panjangnya 23 sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari batas bawah tulang rawan krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher, mediastinum superior dan posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan berakhir pada orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui hiatus esofagus diafragma setinggi vertebra Th.X (Ballenger, 1997). Esofagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tak berkeratin yang tebal dan memiliki dua sfingter yaitu sfingter atas dan sfingter bawah. Sfingter esofagus atas merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan, bersendawa dan muntah. Meskipun sfingter esofagus atas bukan merupakan barrier pertama terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah material refluks keluar dari esofagus proksimal menuju ke hipofaring. Sfingter bawah esofagus panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3 cm pada pernafasan normal dan naik sampai 5 cm pada pernafasan dalam,
(25)
merupakan daerah bertekanan tinggi yang berada setinggi diafragma. Sfingter ini berfungsi mempertahankan tonus waktu menelan dan relaksasi saat dilalui makanan yang akan memasuki lambung serta mencegah refluks. Relaksasi juga diperlukan untuk bersendawa. Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa segmen :
1. Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I ) 2. Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V ) 3. Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X ) 4. Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI ) (Snell, 2006).
2.3. Gejala Klinis
2.3.1. Benda Asing di Telinga
Benda asing di telinga dapat menyebabkan penurunan pendengaran jika berlama-lama di diamkan di dalam telinga. Pada anak gejala yang ditemui berupa nyeri atau pendarahan dari telinga, kemungkinan disertai dengan tuli atau vertigo, bila saat benda asing masuk atau usaha untuk mengeluarkannya menimbulkan trauma (Walthy, 1997).
Benda asing di telinga ada dua jenis yaitu, benda hidup dan benda mati. Benda hidup /binatang bisa berupa semut, nyamuk, kecoa atau serangga lainnya. Sedangkan benda lain bisa padi, karet penghapus, biji-bijian, krikil taupun benda lainnya. Jika benda asing tidak diketahui, gejala juga tidak terlihat. Keadaan yang bisa dijumpai adalah nyeri dan sekret dari suatu otitis eksterna dan sering diikuti dengan tuli konduktif. Benda asing akan menyebabkan tuli konduktif bila
(26)
2.3.2. Benda Asing di Hidung
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian) sifat, bentuk dan ukurang benda asing. Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan, yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat ditenggorokkan, bicara gagap dan obstruksi jalan nafas yang terjadi dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatik. Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk-batuk, pneumonia, dan abses paru (Junizaf, 2007).
2.3.3 Benda Asing di Trakea dan Bronkus
Disamping gejala batuk dan dengan tiba-tiba yang berulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, terdapat gejala patognomonik yaitu audible slap, palpaory thud dan asthmatoid wheeze (nafas berbunyi pada saat ekspirasi). Benda asing di trake yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai di karina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring (Ludman, 1996).
Selain itu terdapat juga gejala suara serak, dispne, dan sianosis, tergantung pada besar benda asing serta lokasinya. Benda asing yang tersangkut di karina, yaitu percabangan antara bronkus kanan dan bronkus kiri, dapat menyebabkan atelektasis pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung pada derajat sumbatan yang diakibatkan oleh benda asing tersebut. Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan, karena bronkus kanan hamper merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea.
Pasien dengan benda asing di bronkus yang datang kerumah sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase ini keadaan umum pasien masih baik dan foto roentgen toraks belum memperlihatkan kelainan (Junizaf, 2007).
(27)
2.3.4 Benda Asing di Esofagus
Gejala sumbatan akibat benda asing di esofagus tergantung pada ukuran, bentuk, dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya benda asing, komplikasi yang timbul dan lama benda asing tertelan. Gejala permulaan benda asing di esofagus adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing tersangkut di daerah servikal. Benda asing yang tersangkut di esophagus bagian distal timbul rasa tidak enak atau rasa nyeri di punggung. Gejala lain, rasa nyeri ketika menelan, muntah, terkadang bisa ludah berdarah. (Yunizaf, 2007).
2.4. Penatalaksanaan
2.4.1. Benda Asing di Liang Telinga
Benda asing liang telinga bisa dikeluarkan dengan cara : 1. Menggunakan pengait, bila bendanya licin atau bulat 2. Menggunakan Hartmann’s ‘crocodile’ forcep 3. Menyemprot dengan cairan
4. Menggunakan pengisap (suction)
Masalah utama dalam pengambilan benda asing liang telinga adalah istmus, yang merupakan tempat tersempit dari liang telinga. Usaha untuk mengeluarkan benda asing sering kali malah mendorongnya ke dalam. Edema liang telinga dapat terjadi karena trauma, sehingga akan menyulitkan untuk mengeluarkannya lagi. Benda organik akan menggembung bila didiamkan terperangkap lama. Bila pasien tidak kooperatif dan ada resiko merusak gendang telinga atau struktur liang telinga tengah, maka sebaiknya tindakan dilakukan dengan anestesi umum. Pada kebanyakan kasus tindakan tersebut dapat dilakukan tanpa anestesi umum. Anak harus dipegang sehingga kepalanya tidak dapat bergerak (Ludman, 1996).
Binatang di liang telinga harus dimatikan lebih dahulu sebelum dikeluarkan. Biasanya cukup dengan memasukkan tampon basah ke liang telinga lalu meneteskan cairan, misalnya larutan rivanol lebih kurang 10 menit, kemudian benda asing tersebut diirigasi dengan air bersih untuk megeluarkannya,
(28)
2.4.2. Benda Asing di Hidung
Benda asing di hidung pada kebanyakan anak sering dikeluarkan tanpa membutuhkan anastesi umum. Cara mengeluarkan benda asing yang bulat dan licin di hidung adalah dengan memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung di bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai di belakang benda asing. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa ke luar. Pada benda asing yang gepeng dan kasar seperti kertas, busa atau potongan seng, dapat dikeluarkan dengan forceps (Junizaf, 2007).
2.4.3. Benda Asing di Trakea dan Bronkus
Prinsip umum penatalaksanaan aspirasi benda asing adalah mengeluarkan benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang minimal. Benda asing di trakea dan bronkus dikeluarkan secara bronkoskopi dengan anestesi umum. Kadang-kadang benda asing pada bronkus dikeluarkan melalui torakotomi atau servikotomi dan juga jika pada kasus benda asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi bila dengan bronkoskopi tidak berhasil (Maisel, 1997).
Pada waktu bronkoskopi, benda asing dipegang dengan cunam yang sesuai dengan benda asing itu, dan ketika dikeluarkan melalui laring diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea, jadi pada sumbu vertikal,
untuk memudahkan pengeluaran benda asing itu melalui rima glotis (Junizaf, 2007). Benda asing di traktus trakeobronkial dikeluarkan secara brokoskopi, menggunakan bronkoskop kaku atau serat optic. Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan, apalagi bila benda asing bersifat organik karena benda asing organik seperti kacang-kacangan mempunyai sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air serta menyebabkan serta iritasi pada mukosa. Benda asing yang tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut ke dalam lumen bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop (Junizaf, 2007).
(29)
2.4.4 Benda Asing di Esofagus
Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut. Bila benda asing telah berhasil dikeluarkan harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk menilai adanya kelainan-kelainan esofagus yang telah ada sebelumnya. Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi atau esofagotomi, tergantung lokasi benda asingnya. (Yunizaf, 2007).
(30)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. : Skema kerangka konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional
1. Benda asing: benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang ditinjau pada penelitian ini bila terdapat pada telinga, hidung, trakeobronkial, dan esofagus.
2. Umur: merupakan lama waktu hidup atau keberadaan seseorang dari mulai lahir hingga ulang tahun terakhir. Kategori umur menurut WHO (2008) yaitu,
• 0-14 tahun : anak-anak
• 15-49 tahun : dewasa muda dan dewasa
• ≥50 tahun : orang tua
Umur Jenis Kelamin Jenis benda asing Lokasi benda asing
Benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus,
(31)
Untuk mempelajari penyakit anak : • 0-4 bulan • 5-10 bulan • 11-23 bulan • 2-4 tahun • 5-9 tahun • 10-14 tahun
3. Jenis Kelamin: merupakan sifat jasmani yang dibedakan menjadi wanita dan pria. Penilaian karakteristik jenis kelamin berdasarkan skala nominal.
4. Jenis benda asing: merupakan suatu sifat fisik dan ciri khas dari masing-masing benda asing tersebut. Dimana benda asing dibagi menjadin benda asing eksogen dan endogen. Benda asing eksogen dibagi menjadi, benda asing organik adalah benda asing yang berasal dari benda hidup seperti, tulang, biji-bijian, duri ikan, serangga dan benda asing anorganik adalah benda yang berasal dari benda mati seperti paku, jarum, peniti, kapas, kertas, dan lain-lain.
5. Lokasi benda asing: merupakan tempat secara anatomis letak benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus.
3.3. Cara Ukur
Meneliti dan menganalisa data rekam medis dari RSUP H. Adam Malik Medan.
3.4. Alat Ukur
(32)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian case
series (retrospektif) yang akan menilai gambaran karakteristik benda asing di
telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan pada bulan Febuari - November 2011. 4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Departemen THT FK USU dan Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang didiagnosa dengan benda asing di telinga, hidung, trakea-bronkus, dan esofagus di Departemen THT FK USU dan Rekam Medis RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010. 4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi dengan metode total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel.
• Kriteria Eksklusi : data rekam medis yang hilang, tidak terbaca, dan tidak lengkap.
• Kriteria Inklusi : Seluruh pasien yang di diagnosa benda asing.
4.4. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2010.
(33)
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah yaitu: (1) editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding, data yang telah terkumpul kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data.
Data yang telah dikumpulkan akan diolah menggunakan program komputer yaitu Statistical Product and Service Solutions (SPSS) kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel distribusi dan dilakukan pembahasan data yang diperoleh sesuai dengan pustaka yang ada.
(34)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengambilan data ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai bulan September hingga November 2011.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Dalam penelitian ini didapatkan sampel sebanyak jumlah populasi penderita masuknya benda asing di telinga, hidung, trakeobronkial, dan esofagus di Departemen THT FK USU/ RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2010 yaitu 110 orang. Dari keseluruhan sampel tersebut, karakteristik sampel yang diamati adalah jenis kelamin, kelompok usia, jenis benda asing, dan lokasi benda asing.
(35)
Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat karakteristik sampel penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.2.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 69 62.7
Perempuan 41 37.3
Total 110 100,0
Berdasarkan tabel 5.2.1. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan jenis kelamin laki-laki merupakan sampel terbanyak yaitu sebanyak 69 orang (62,7%) dan sampel perempuan hanya sebanyak 41 orang (37,3%).
Tabel 5.2.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Umur
Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
Anak-Anak 61
55.5
Dewasa 35
31.8
Orang Tua 14
12.7
Total 110 100,0
Berdasarkan tabel 5.2.2. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan kelompok anak-anak merupakan yang paling banyak adalah sebanyak 61 orang (55,5%), kelompok dewasa adalah sebanyak 35 orang (31,8%), kelompok orang tua merupakan yang paling sedikit adalah sebanyak 14 orang (12,7%)
(36)
Tabel 5.2.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Benda Asing
Jenis Benda Asing Frekuensi (n)
Persentase (%)
Duri Ikan 9 8.2
tulang ayam 2 1.8
Kacang 5 4.5
Serangga 6 5.5
Padi 5 4.5
biji jagung 2 1.8
Tomat 1 0.9
Daging 1 0.9
potongan biji durian 1 0.9
Kapas 29 26.4
Pluit 6 5.5
mainan plastik 4 3.6
baterai jam 1 0.9
peluru mainan 5 4.5
jarum pentul 8 7.3
potongan anak pensil 1 0.9
gigi palsu 4 3.6
Cincin 1 0.9
busa kursi 2 1.8
kertas tissue 1 0.9
uang logam 4 3.6
serbuk besi 2 1.8
potongan kayu 3 2.7
anting-anting 1 0.9
manik-manik 2 1.8
potongan kertas 1 0.9
tutup pulpen 1 0.9
Peniti 1 0.9
potongan aluminium 1 0.9
Total 110 100
Berdasarkan tabel 5.2.3. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan jenis-jenis benda asing yang di dapati yaitu, kapas merupakan jenis benda asing yang paling banyak ditemukan sebanyak 29 kasus (26,4%). Sedangkan
(37)
benda asing yang paling sedikit ditemukan adalah biji jagung, tomat, daging, potongan biji durian, baterai jam, potongan anak pensil, cincin, tissue, anting-anting, potongan kertas, tutup pulpen, peniti, potongan aluminium yaitu masing-masing sebanyak 1 kasus (0.9%).
Tabel 5.2.4. Distribusi Jenis Benda Asing Berdasarkan Umur Kategori Umur
Jenis Benda Asing Anak-Anak Dewasa Orang Tua Total
Duri Ikan 4 3 1 8
tulang 0 1 1 2
kacang 5 0 0 5
serangga 3 3 0 6
padi 3 3 0 6
biji jagung 1 0 0 1
tomat 1 0 0 1
daging 1 0 0 1
biji durian 1 0 0 1
kapas 16 11 1 28
pluit 4 1 2 7
mainan 2 0 0 2
baterai jam 1 0 0 1
peluru 1 2 2 5
jarum 0 1 2 3
anak pensil 0 1 0 1
gigi palsu 1 1 2 4
jarum pentul 2 3 0 5
cincin 1 0 0 1
busa 2 0 0 2
tissue 1 0 0 1
uang logam 2 1 1 4
serbuk besi 1 0 0 1
cotton bud 0 1 0 1
kayu 2 1 0 3
anting-anting 1 0 0 1
plastik 1 1 1 3
manik-manik 2 0 0 2
potongan kertas 1 0 0 1
tutup pulpen 0 1 0 1
peniti 0 0 1 1
potongan aluminium 1 0 0 1
(38)
Tabel 5.2.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Benda Asing
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Benda Asing Organik 31 28.2
Benda Asing Non-Organik
79 71.8
Total 110 100,0
Berdasarkan tabel 5.2.4. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan kategori benda asing merupakan adalah benda asing organik sebanyak 31 kasus (28,2%), dan yang paling banyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak 79 kasus (71,8%).
Tabel 5.2.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Lokasi Benda Asing
Lokasi Frekuensi (n) Persentase (%)
Telinga 47 42.7
Hidung Trakeobronkial
Esofagus
20 19 24
18.2 17.3 21.8
Total 110 100.0
Berdasarkan tabel 5.2.5. didapati bahwa lokasi benda asing yang terbanyak berada pada telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%), sementara 20 kasus (18,2%) pada hidung, 19 kasus (17,3%) pada trakeobronkial, dan 24 kasus (21,8%) pada esofagus.
(39)
Tabel 5.2.7. Distribusi Lokasi Benda Asing Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur
Total
Anak-Anak Dewasa
Orang Tua LOKASI BENDA
ASING
Telinga 21 20 6 47
Hidung 18 2 0 20
trakeobronkial 13 3 3 19
esofagus 9 10 5 24
Total 61 35 14 110
Berdasarkan tabel 5.2.6. didapati bahwa pada lokasi benda asing paling banyak di dapati pada anak-anak sebanyak 61 orang. Sedangkan lokasi benda asing paling sedikit ditemukan pada orang tua sebanyak 14 orang.
Tabel 5.2.8. Distribusi Lokasi Benda Asing Berdasarkan Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN
Total Laki-laki Perempuan
LOKASI BENDA ASING
telinga 34 13 47
hidung 10 10 20
trakeobronkial 12 7 19
esofagus 13 11 24
Total 69 41 110
Dari tabel 5.2.7. dapat dilihat lokasi benda asing menurut jenis kelamin paling banyak pada laki-laki sebanyak 69 orang.
(40)
5.3. Pembahasan
5.3.1. Karakteristik Penderita Masuknya Benda Asing Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.2.1. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan jenis kelamin laki-laki merupakan sampel terbanyak yaitu sebanyak 69 orang (62,7%) dan sampel perempuan hanya sebanyak 41 orang (37,3%).
Hal ini sesuai dengan penelitian Syukri (2002) di medan, didapati dari 682 pasien anak dijumpai sebanyak 368 orang laki-laki (54%) dan 314 orang perempuan (46%). Kejadian paling banyak terjadi pada anak usia 3 tahun, anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan dengan perbandingan yang hampir sama (Evans, 1997)
5.3.2. Karakteristik Penderita Masuknya Benda Asing Berdasarkan Umur
Berdasarkan karakteristik kelompok umur pada tabel 5.2.2. diketahui bahwa kelompok anak-anak merupakan yang paling banyak yaitu sebanyak 61 orang (55,5%), dewasa adalah sebanyak 35 orang (31,8%), dan orang tua merupakan yang paling sedikit adalah sebanyak 14 orang (12,7%).
Menurut Freud, tahap oral (mulut) ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari.
Perkembangan kognitif pada anak usia 6-12 bulan, pada tahap awal semuanya masuk ke dalam mulut. Terkadang, benda-benda baru diambil, diperiksa, dipindahkan dari tangan ke tangan, dibanting, dijatuhkan, dan kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Pada usia 12-18 bulan dimana anak-anak sudah mulai berjalan dan mengenali benda-benda yang dilihatnya. Pada anak-anak, yang mempunyai resiko tinggi adalah yang berumur 18 bulan pada saat fase oral dan 6 bulan ketika gigi molar tumbuh. Pada anak-anak yang akan tumbuh gigi mulai akan memasukkan barang yang bisa dicapainya ke mulut. Pada saat menangis, tertawa, ataupun pada saat makan tersedak, bisa menyebabkan benda asing yang di dalam mulut masuk ke dalam tubuh. (Needlman RD, 2000)
(41)
Maka dari itu banyak kasus ditemukan masuknya benda asing ke dalam tubuh sering terjadi pada anak-anak. Menurut Syukri (2002) benda asing banyak ditemukan pada anak usia 2-4 tahun,sekitar 23 orang dari 50 sampel yang ada.
5.3.3. Karakteristik Penderita Berdasarkan Jenis Benda Asing
Berdasarkan tabel 5.2.3. didapati bahwa penderita masuknya benda asing dengan jenis-jenis benda asing yang di dapati yaitu paling banyak ditemukan adalah kapas sebanyak 29 kasus (26,4%) dari 110 sampel. Kapas merupakan salah satu jenis benda anorganik. Kebanyakan kapas dapat tertinggal di telinga, karena seringnya pasien/penderita membersihkan telinga dengan menggunakan cotton
bud dan secara tidak sengaja tertinggal di dalam telinga. Terkadang pasien
mencoba mengeluarkan sendiri/meminta tolong pada keluarga untuk mengeluarkannya, sehingga benda asing semakin masuk ke lebih dalam, terkadang pasien membiarkannya saja dalam telinga karena beranggapan dapat hilang/hancur dengan sendirinya. Pasien datang ke dokter setelah mengalami gejala-gejala seperti rasa sakit (Ludman, 1996).
Soekirman dari 1990-1995 di RSU Ulin Banjarmasin mendapatkan 33 kasus benda asing di esofagus. Dari jumlah tersebut, 22 kasus dijumpai pada anak berumur dibawah 10 tahun. Benda asing yang terbanyak adalah uang logam sebanyak 17 kasus (51,5%).
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang dari 1994-1998, Pramono melaporkan 121 kasus benda asing esofagus dengan 52 kasus dijumpai pada anak berumur dibawah 5 tahun dan 29 kasus pada anak berumur 6-14 tahun. Dari 81 kasus tersebut, benda asing terbanyak berupa uang logam sebanayk 78 kasus.
5.3.4. Karakteristik Penderita Berdasarkan Benda Asing
Berdasarkan tabel 5.2.4. didapati bahwa yang paling banyak adalah benda asing non organik yaitu sebanyak 79 kasus (71,8%).
Benda asing, yang seharusnya tidak ditemukan didalam tubuh yang normal yaitu, berupa benda asing organik maupun anorganik bisa berbahaya jika dibiarkan berlama-lama di dalam tubuh. Misalnya benda asing yang ada ditelinga
(42)
bisa menyebabkan rasa nyeri, pada hidung bisa membuat hidung tersumbat, dan bisa juga berdarah. Sedangkan di trakeobronkial bisa menyebabkan rasa tercekik atau rasa tersumbat di tenggorokkan, bahkan kematian akibat sumbatan jalan nafas, pada esofagus bisa menyebabkan rasa nyeri dan tidak bisa menelan.
Syukri (2002) menemukan 68% benda asing yang umumnya adalah benda asing anorganik.
5.3.5. Karakteristik Penderita Berdasarkan Lokasi Benda Asing
Berdasarkan tabel 5.2.5. didapati bahwa lokasi benda asing yang terbanyak berada pada telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan memang kejadian masuknya benda asing banyak terdapat pada telinga karena masalah yang sering terjadi di masyarakat seperti pasien seringnya membersihkan telinga dengan menggunakan
cutton bud dan secara tidak sengaja tertinggal di dalam telinga. Dan pasien
membiarkannya saja dalam telinga karena beranggapan dapat hilang/hancur dengan sendirinya. Pasien datang ke dokter setelah mengalami gejala-gejala seperti rasa sakit (Ludman, 1996).
Terbanyak kedua ada pada esofagus, tahap oral (mulut) ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama, karena seringnya anak-anak pada umur 6 bulan mulai memasukkan barang-barang yang bisa dicapainya/dipegang dalam tangan masuk kedalam mulut. Dan benda asing yang ditemukan berupa uang logam, jarum, potongan biji durian, gigi palsu, jarum pentul, cincin, dan lain-lain.
Pada hidung banyak dijumpai benda asing organik seperti kacang-kacangan, dan pada kasus seperti ini sering dijumpai gejala-gejala seperti hidung tersumbat, rasa nyeri bahkan bisa berdarah. Kebanyakan benda asing dapat langsung dikeluarkan, jika pasien langsung datang ke dokter.
Trakeobronkial yaitu trakea dan bronkus. Pada trakea benda asing yang ditemukan sebanyak 9 kasus, dan pada bronkus banyak ditemukan pada bronkus kanan yaitu sebanyak 4 kasus, sedang sisanya tidak disebut di bronkus bagian mana. Bronkus kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah,
(43)
sedangkan bronkus utama kiri membuat sudut 45 derajat ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri . Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama kanan adalah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu kearah kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri (Maisel, 1997).
Pada penelitian Syukri (2002) di medan, lokasi benda asing terbanyak dijumpai di hidung 36 kasus (72%) diikuti di telinga 10 kasus (20%), esophagus (6%) dan trakea – bronkus 1 kasus (2%).
Di bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 1999-2002 terdapat 7 kasus benda asing di traktus trakeobronkial dimana 5 kasus terdapat di bronkus dan 2 kasus di trakea.
(44)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah pasien masuknya benda asing di Departemen THT FK USU/
RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2010 adalah sebanyak 110 orang. 2. Jenis kelamin terbanyak yang mengalami masuknya benda asing adalah
laki-laki, yaitu sebanyak 69 orang (62,7%) dan perempuan sebanyak 41 orang (37,3%).
3. Usia terbanyak dijumpai adalah kelompok anak-anak yaitu sebanyak 61 orang (55,5%), dewasa 35 orang (31,8%), dan orang tua 14 orang (12,7%).
4. Benda asing yang paling banyak ditemukan adalah benda asing anorganik yaitu sebanyak 79 kasus (71,8%) dan benda asing organik sebanyak 31 kasus (28,2%).
5. Jenis benda asing yang paling banyak ditemukan adalah kapas yaitu sebanyak 29 kasus (26,4%).
6. Lokasi benda asing paling banyak di temukan adalah pada telinga yaitu sebanyak 47 kasus (42,7%), hidung 20 kasus (18,2%), trakeobronkial 19 kasus (17,3%), dan esofagus 24 kasus (21,8%).
(45)
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:
1. Diharapkan bagi tenaga kesehatan di RSUP Haji Adam Malik untuk melengkapi data pasien di berkas rekam medis, sehingga pada penelitian selanjutnya tidak terdapat data yang tidak diketahui.
2. Jumlah sampel yang sedikit dapat mempengaruhi ketepatan hasil
penelitian, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan agar jumlah sampel diperbanyak dengan cara memperlebar interval tahun penelitian.
3. Diharapkan tenaga-tenaga medis seperti dokter, dan paramedis, terutama yang bekerja di Puskesmas dapat memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang bahayanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh, khususnya pada orang tua yang mememiliki anak kecil diberikan informasi bahwa sangat bahaya membiarkan anak-anak bermain/memegang benda-benda kecil yang dapat di masukkan ke mulutnya tanpa sepengetahuan orang tua. Serta berharap para orang tua lebih mengawasi anak-anaknya ketika bermain, pada saat makan, dan lain-lain.
(46)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 234-235.
Asroel, H.A., 2007. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus (Laporan
Kasus). Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik, Medan : Majalah Kedokteran Nusantara vol.40, 156-159.
Dhingra, P.L., 2004. Foreign Bodies of Air Passages. In : Diseases of Ear,
Nose and Throat. 3 rd ed. New Delhi: Elsevier, 387–90.
Evans, J., 1997. Foreign Bodies In The Larynx and Trachea. In : Scott-Brown’s
Otolaryngology. 6 th ed. Vol.6. Oxford : Butterworth – Heinemann.
6/25/1-10.
Hilger, P.A., 1997. Penyakit Hidung. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta : EGC, 238.
Junizaf, MH., 2007. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta :
FK UI, 259-265.
Liston, S.L. & Duvall, A.J., 1997. Anatomi Telinga. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed.
Jakarta : EGC, 27-34.
Ludman, H., 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit Telinga Hidung
(47)
Kurniadi, W.G., Purwanto, T.B., 1999. Benda Asing pada Bronkus. Dalam :
Kumpulan Naskah Ilmiah KONAS PERHATI XII. Semarang. 28-30
Oktober, 426-23.
Maisel, R.H., 1997. Trakeostomi. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta : EGC, 475-476.
Needlman, R.D., 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan. Dalam : Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Vol 1. Jakarta : EGC, 53;55.
Notoatmojo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Pramono., 2001. Deskripsi Benda Asing dalam Esofagus di THT RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 1994-1998 dan Resume Singkat 2 Kasus dengan Komplikasi. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII
PERHATI. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Oktober,
445-53.
Siegel, L.G., 1997.Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed.
Jakarta : EGC, 467.
Soekirman., 1996. Pengambilan Benda Asing di Esofagus dengan menggunakan Laringoskop dan Bronkoskop. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah PIT
Perhati. Batu-Malang. Oktober, 607-15.
Sosialisman, Helmi., 2007. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta :
(48)
Shapiro, R.S., 1990. Foreign Bodies of the Nose. In : Pediatric Otolaryngology. Vol.1.2 nd ed. Philadelphia : WB Saunders Comp, 752-9.
Sloane, E., 2003. Anatomi Hidung. Dalam : Widyasturi, P. (ed). Anatomi dan
Fisiolgi untuk Pemula. Jakarta : ECG, 66-269.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik. 6 th ed. Jakarta : EGC. 782;803.
Syukri, A., 2002. Hubungan Antara Benda Asing pada Anak di bidang THT
dengan Ibu Wanita Karir. Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik, Medan : 33.
Walthy, A.P., 1997. Foreign Bodies in The Ear or Nose. In : Kerr, A.G., (ed).
Scott-Brown’s Otolaryngology. 6 th ed. Vol .6. Oxford : Butterworth –
Heinemann. 6/14/1-6.
Yunizaf, M., 2007. Benda Asing di Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta : FK UI,
(49)
JENIS KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 69 62.7 62.7 62.7
Perempuan 41 37.3 37.3 100.0
Total 110 100.0 100.0
Kategori Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Anak-Anak 61 55.5 55.5 55.5
Dewasa 35 31.8 31.8 87.3
Orang Tua 14 12.7 12.7 100.0
Total 110 100.0 100.0
Kategori Benda Asing
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Benda Asing Organik 31 28.2 28.2 28.2
Benda Asing Non-Organik 79 71.8 71.8 100.0
Total 110 100.0 100.0
LOKASI BENDA ASING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid telinga 47 42.7 42.7 42.7
hidung 20 18.2 18.2 60.9
trakeobronkial 19 17.3 17.3 78.2
esophagus 24 21.8 21.8 100.0
(50)
BENDA ASING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Duri Ikan 9 8.2 8.2 8.2
tulang ayam 2 1.8 1.8 10.0
kacang 5 4.5 4.5 14.5
serangga 6 5.5 5.5 20.0
padi 5 4.5 4.5 24.5
biji jagung 2 1.8 1.8 26.4
tomat 1 .9 .9 27.3
daging 1 .9 .9 28.2
potongan biji durian 1 .9 .9 29.1
kapas 29 26.4 26.4 55.5
pluit 6 5.5 5.5 60.9
mainan plastik 4 3.6 3.6 64.5
baterai jam 1 .9 .9 65.5
peluru mainan 5 4.5 4.5 70.0 jarum pentul 8 7.3 7.3 77.3 potongan anak pensil 1 .9 .9 78.2 gigi palsu 4 3.6 3.6 81.8
cincin 1 .9 .9 82.7
busa kursi 2 1.8 1.8 84.5 kertas tissue 1 .9 .9 85.5 uang logam 4 3.6 3.6 89.1 serbuk besi 2 1.8 1.8 90.9 potongan kayu 3 2.7 2.7 93.6 anting-anting 1 .9 .9 94.5 manik-manik 2 1.8 1.8 96.4 potongan kertas 1 .9 .9 97.3 tutup pulpen 1 .9 .9 98.2
peniti 1 .9 .9 99.1
potongan aluminium 1 .9 .9 100.0 Total 110 100.0 100.0
(51)
LOKASI BENDA ASING * Kategori Usia Crosstabulation
Count
Kategori Usia
Total
Anak-Anak Dewasa Orang Tua
LOKASI BENDA ASING telinga 21 20 6 47
hidung 18 2 0 20
trakeobronkial 13 3 3 19
esophagus 9 10 5 24
Total 61 35 14 110
LOKASI BENDA ASING * JENIS KELAMIN Crosstabulation
Count
JENIS KELAMIN
Total Laki-laki Perempuan
LOKASI BENDA ASING telinga 34 13 47
hidung 10 10 20
trakeobronkial 12 7 19
esophagus 13 11 24
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 234-235.
Asroel, H.A., 2007. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus (Laporan
Kasus). Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik, Medan : Majalah Kedokteran Nusantara vol.40, 156-159.
Dhingra, P.L., 2004. Foreign Bodies of Air Passages. In : Diseases of Ear,
Nose and Throat. 3 rd ed. New Delhi: Elsevier, 387–90.
Evans, J., 1997. Foreign Bodies In The Larynx and Trachea. In : Scott-Brown’s
Otolaryngology. 6 th ed. Vol.6. Oxford : Butterworth – Heinemann.
6/25/1-10.
Hilger, P.A., 1997. Penyakit Hidung. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta : EGC, 238.
Junizaf, MH., 2007. Benda Asing di Saluran Nafas. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta :
FK UI, 259-265.
Liston, S.L. & Duvall, A.J., 1997. Anatomi Telinga. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed.
Jakarta : EGC, 27-34.
Ludman, H., 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit Telinga Hidung
(2)
Kurniadi, W.G., Purwanto, T.B., 1999. Benda Asing pada Bronkus. Dalam :
Kumpulan Naskah Ilmiah KONAS PERHATI XII. Semarang. 28-30
Oktober, 426-23.
Maisel, R.H., 1997. Trakeostomi. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta : EGC, 475-476.
Needlman, R.D., 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan. Dalam : Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Vol 1. Jakarta : EGC, 53;55.
Notoatmojo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Pramono., 2001. Deskripsi Benda Asing dalam Esofagus di THT RSUP Dr Kariadi Semarang tahun 1994-1998 dan Resume Singkat 2 Kasus dengan Komplikasi. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII
PERHATI. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Oktober,
445-53.
Siegel, L.G., 1997.Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah. Dalam : Effendi, H. & Santoso, R.A.K (eds). 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed.
Jakarta : EGC, 467.
Soekirman., 1996. Pengambilan Benda Asing di Esofagus dengan menggunakan Laringoskop dan Bronkoskop. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah PIT
Perhati. Batu-Malang. Oktober, 607-15.
Sosialisman, Helmi., 2007. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta :
(3)
Shapiro, R.S., 1990. Foreign Bodies of the Nose. In : Pediatric Otolaryngology. Vol.1.2 nd ed. Philadelphia : WB Saunders Comp, 752-9.
Sloane, E., 2003. Anatomi Hidung. Dalam : Widyasturi, P. (ed). Anatomi dan
Fisiolgi untuk Pemula. Jakarta : ECG, 66-269.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik. 6 th ed. Jakarta : EGC. 782;803.
Syukri, A., 2002. Hubungan Antara Benda Asing pada Anak di bidang THT
dengan Ibu Wanita Karir. Departemen Ilmu Penyakit THT-KL, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik, Medan : 33.
Walthy, A.P., 1997. Foreign Bodies in The Ear or Nose. In : Kerr, A.G., (ed).
Scott-Brown’s Otolaryngology. 6 th ed. Vol .6. Oxford : Butterworth –
Heinemann. 6/14/1-6.
Yunizaf, M., 2007. Benda Asing di Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6 th ed. Jakarta : FK UI,
(4)
JENIS KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 69 62.7 62.7 62.7
Perempuan 41 37.3 37.3 100.0
Total 110 100.0 100.0
Kategori Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Anak-Anak 61 55.5 55.5 55.5
Dewasa 35 31.8 31.8 87.3
Orang Tua 14 12.7 12.7 100.0
Total 110 100.0 100.0
Kategori Benda Asing
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Benda Asing Organik 31 28.2 28.2 28.2
Benda Asing Non-Organik 79 71.8 71.8 100.0
Total 110 100.0 100.0
LOKASI BENDA ASING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid telinga 47 42.7 42.7 42.7
hidung 20 18.2 18.2 60.9
trakeobronkial 19 17.3 17.3 78.2
esophagus 24 21.8 21.8 100.0
(5)
BENDA ASING
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Duri Ikan 9 8.2 8.2 8.2
tulang ayam 2 1.8 1.8 10.0
kacang 5 4.5 4.5 14.5
serangga 6 5.5 5.5 20.0
padi 5 4.5 4.5 24.5
biji jagung 2 1.8 1.8 26.4
tomat 1 .9 .9 27.3
daging 1 .9 .9 28.2
potongan biji durian 1 .9 .9 29.1
kapas 29 26.4 26.4 55.5
pluit 6 5.5 5.5 60.9
mainan plastik 4 3.6 3.6 64.5
baterai jam 1 .9 .9 65.5
peluru mainan 5 4.5 4.5 70.0
jarum pentul 8 7.3 7.3 77.3
potongan anak pensil 1 .9 .9 78.2
gigi palsu 4 3.6 3.6 81.8
cincin 1 .9 .9 82.7
busa kursi 2 1.8 1.8 84.5
kertas tissue 1 .9 .9 85.5
uang logam 4 3.6 3.6 89.1
serbuk besi 2 1.8 1.8 90.9
potongan kayu 3 2.7 2.7 93.6
anting-anting 1 .9 .9 94.5
manik-manik 2 1.8 1.8 96.4
potongan kertas 1 .9 .9 97.3
tutup pulpen 1 .9 .9 98.2
peniti 1 .9 .9 99.1
potongan aluminium 1 .9 .9 100.0
(6)
LOKASI BENDA ASING * Kategori Usia Crosstabulation
Count
Kategori Usia
Total Anak-Anak Dewasa Orang Tua
LOKASI BENDA ASING telinga 21 20 6 47
hidung 18 2 0 20
trakeobronkial 13 3 3 19
esophagus 9 10 5 24
Total 61 35 14 110
LOKASI BENDA ASING * JENIS KELAMIN Crosstabulation
Count
JENIS KELAMIN
Total Laki-laki Perempuan
LOKASI BENDA ASING telinga 34 13 47
hidung 10 10 20
trakeobronkial 12 7 19
esophagus 13 11 24