Prevalensi Kejadian Hipertensi Pada Penyakit Infark Miokard Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010

(1)

PREVALENSI KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENYAKIT

INFARK MIOKARD DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK TAHUN 2010

Oleh :

MUHAMMAD RIZAL ABDUL MUNAF

NIM: 080100138

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PREVALENSI KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENYAKIT

INFARK MIOKARD DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK TAHUN 2010

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

MUHAMMAD RIZAL ABDUL MUNAF

NIM: 080100138

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PREVALENSI KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENYAKIT INFARK

MIOKARD DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

TAHUN

2010

Nama : M. Rizal Abdul Munaf

NIM : 080100138

Pembimbing Penguji I

(Prof. dr. Sutomo K, Sp.PD, Sp.JP (K) (dr. Juliandi Harahap

NIP: 19460430 197302 1 001 NIP: 19700702 199802 1 001

Penguji II

(dr. Lydia Imelda Laksmi Sp.PA) NIP: 19760110 200812 2 002

Medan, 21 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar (31,7%). Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling awal dan terpenting pada cardiovascular

continuum (konsep perjalanan penyakit hipertensi menuju gagal jantung);

menyebabkan kerusakan target organ, termasuk miokard infark.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien infark miokard.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif retrospektif, yang dilakukan di bagian rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010 dengan menggunakan data rekam medis, dengan jumlah sampel 168 orang.

Hasil penelitian didapatkan 168 orang pasien infark miokard dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki laki (133 pasien; 79,2%), kelompok usia 45-54 (61 pasien; 36,3%), hipertensi (64 pasien; 38,1%).

Prevalensi hipertensi pada penyakit infark miokard khususnya di RSUP H.Adam Malik Medan sangat tinggi. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien-pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit infark miokard.


(5)

ABSTRACT

Based on the results of measurements of blood pressure, prevalence of hypertension in population aged 18 years and over in Indonesia amounted to (31.7%). Hypertension is a risk factor of the earliest and most important in the cardiovascular continuum (the concept of hypertension to heart failure); cause target organ damage, including myocardial infarction.

The aim of this study is to find out the prevalence of hypertension in patients with myocardial infarction.

This study is a descriptical retrospective study, conducted at the medical records of RSUP H. Adam Malik Medan in 2010 by using medical records, the total amount of the samples were 168 patients.

The results of the study showed that 168 patients who had myocardial infarction is male (133 patients; 79.2%), 45-54 age group (61 patients; 36.3%), hypertension (64 patients; 38.1%) .

The prevalence of hypertension in the disease, especially myocardial infarction in RSUP H. Adam Malik Medan is high. Need to do regular blood pressure control in hypertensive patients in order not to fall into the disease myocardial infarction.

Key words: hypertension, myocardial infarction, prevalence, Cardiovascular Continuum


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Prevalensi Kejadian Hipertensi Pada Penyakit Infark Miokard di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2010”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, dan dorongan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan rendah hati ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktunya bagi penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini selesai serta selirih staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa pendidikan.

Terima kasih dan penghargaan penulis kepada kedua Orangtua tercinta ayahnda dr. H. Arizal Munaf Sp.A dan ibunda Niza Amita atas segala nasehat, doa, dorongan dan motivasi yang besar bagi penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan rasa hormat penyusun menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Juliandi Harahap, MA dan dr. Nuraiza Meutia, M. Biomed , selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan penilaian terhadap penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.


(7)

3. Seluruh staf di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4. Keluarga (kak Nova, kak Nella, bang Heru, bang Adi dan adik saya tercinta Iqbal) yang telah banyak memberi dukungan sehingga karya tulis ilmiah ini selesai.

5. Teman-teman seperjuangan saya, Tami, Ican, Febrine, Ade, Nana, Acit, Tical, Hijria, Mila, Novi, Nova, Yusda, Tulus, Wahyu, Solita dan seluruh mahasiswa-mahasiswi stambuk 2008 dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis sehingga karya tulis ilmiah ini selesai.

6. Teman-teman satu dosen pembimbing saya, Ridyana dan Soraya yang banyak berperan penting dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 13 Desember 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Rumusan Masalah ...2

1.3.Tujuan Penelitian ...2

1.4.Manfaat Penelitian ...3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Hipertensi ...4

2.1.1. Definisi ...4

2.1.2. Etiologi ...4

2.1.3. Patofisiologi ...5

2.1.4. Faktor Resiko ...8

2.1.5. Kerusakan Target Organ ... 10

2.1.6. Penatalaksanaan ... 11

2.2. Infark Miokard ... 14

2.2.1. Definisi ... 14

2.2.2. Etiologi ... 15

2.2.3. Patofisiologi ... 15

2.2.4. Gejala Klinis ... 17

2.2.5. Diagnosis ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19

3.2. Definisi Operasional ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21


(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1. Hasil Penelitian ... 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 22

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 22

5.2. Pembahasan... 25

5.2.1 Karakteristik Sampel ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

6.1 Kesimpulan ... 26

6.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII 4

Tabel 3.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII 19

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Infark Miokard Berdasarkan Jenis Kelamin

23

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Infark Miokard Berdasarkan Usia 23

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Hipertensi Terhadap Infark Miokard 23

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Hipertensi pada Infark Miokard


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi arteri koroner jantung 14


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Data Induk

Lampiran 4 Output SPSS


(13)

ABSTRAK

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar (31,7%). Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling awal dan terpenting pada cardiovascular

continuum (konsep perjalanan penyakit hipertensi menuju gagal jantung);

menyebabkan kerusakan target organ, termasuk miokard infark.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien infark miokard.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif retrospektif, yang dilakukan di bagian rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010 dengan menggunakan data rekam medis, dengan jumlah sampel 168 orang.

Hasil penelitian didapatkan 168 orang pasien infark miokard dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki laki (133 pasien; 79,2%), kelompok usia 45-54 (61 pasien; 36,3%), hipertensi (64 pasien; 38,1%).

Prevalensi hipertensi pada penyakit infark miokard khususnya di RSUP H.Adam Malik Medan sangat tinggi. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien-pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit infark miokard.


(14)

ABSTRACT

Based on the results of measurements of blood pressure, prevalence of hypertension in population aged 18 years and over in Indonesia amounted to (31.7%). Hypertension is a risk factor of the earliest and most important in the cardiovascular continuum (the concept of hypertension to heart failure); cause target organ damage, including myocardial infarction.

The aim of this study is to find out the prevalence of hypertension in patients with myocardial infarction.

This study is a descriptical retrospective study, conducted at the medical records of RSUP H. Adam Malik Medan in 2010 by using medical records, the total amount of the samples were 168 patients.

The results of the study showed that 168 patients who had myocardial infarction is male (133 patients; 79.2%), 45-54 age group (61 patients; 36.3%), hypertension (64 patients; 38.1%) .

The prevalence of hypertension in the disease, especially myocardial infarction in RSUP H. Adam Malik Medan is high. Need to do regular blood pressure control in hypertensive patients in order not to fall into the disease myocardial infarction.

Key words: hypertension, myocardial infarction, prevalence, Cardiovascular Continuum


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar (31,7%). Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan pada daerah Sumatera Utara prevalensi hipertensi (26,3 %). Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastoli k ≥ 90 mmHg (Balitbangkes, 2007).

Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, kasus hipertensi semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut penelitian yang telah dilakukan, prevalensi usia yang terkena hipertensi yang paling sering adalah 75+ (67,3%), kemudian 65 - 74 tahun (63,5%), 55 – 64 tahun (53,7%), 45 – 54 tahun (42,4%), 35 – 44 tahun (29,9%), 25 – 34 tahun (19,0%) dan yang paling sedikit pada usia 18 – 24 tahun (12,2%) (Balitbangkes, 2007).

Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling awal dan terpenting pada

cardiovascular continuum (konsep perjalanan penyakit hipertensi menuju gagal

jantung); menyebabkan kerusakan target organ, termasuk miokard infark (Joesoef, 2003).

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002). Infark miokard adalah perkembangan cepat dari


(16)

nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana (Garas, 2010).

Angka kejadian hipertensi terus meningkat setiap tahun. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui apakah kejadian infark miokard ikut meningkat seiring angka kejadian hipertensi yang meningkat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Prevalensi Kejadian Hipertensi pada Penyakit Infark Miokard”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah Bagaiamanakah prevalensi kejadian Hipertensi pada penyakit Infark Miokard di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010?.

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian hipertensi pada pasien infark miokard.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui berapa banyak kejadian penyakit hipertensi 2. Mengetahui berapa banyak kejadian penyakit infark miokard

1.4 Manfaat

1. Sebagai penambah pengetahuan bahwa hipertensi dapat menyebabkan kejadian infark miokard.

2. Sebagai pengalaman yang sangat berharga sekaligus tambahan pengetahuan bagi penulis.


(17)

3. Dengan terwujudnya hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta referensi bagi rekan-rekan mahasiswa, khususnya para peneliti berikutnya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi 2.1.1. Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII

Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastole

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

2.1.2. Etiologi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui peyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin, sistem saraf otonom, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti merokok, alkohol, obesitas, dan lain-lain (Lauralee, 2001).

2. Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, misalnya 1) Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit poliarteritis, diabetes nefropati, 2) Penyakit endokrin : hipotiroid,


(19)

hiperkalsemia, akromegali, 3) koarktasio aorta, 4) hipertensi pada kehamilan, 5) kelainan neurologi, 6) obat-obat dan zat-zat lain (Lauralee, 2001).

.

2.1.3. Patofisiologi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible (Gray, et al. 2005).

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh


(20)

ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).


(21)

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005).

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005).

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al. 2005).

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).


(22)

Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori mosaic

of hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan” penyakit pengaturan

tekanan yang diakibatakan oleh multifaktorial” (Majid, 2005).

Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak lagi faktor yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum termasuk dalam teori mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu : 1. Faktor genetik

2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas

3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya.

Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik (Majid, 2005).

Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer. 1. Faktor genetik

a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun dari penelitian, misalnya:

- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.

- Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum usia 50 tahun.

- Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR) Dahl salt sensitive (DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS) menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang


(23)

juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi (Majid, 2005).

b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na pada membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon terhadap stress (Majid, 2005).

2. Faktor lingkungan a. Keseimbangan garam

Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh (Majid, 2005).

b. Obesitas

Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia (Majid, 2005).


(24)

Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut hipertensi (Majid, 2005).

d. Lain-lain

Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras (Majid, 2005).

3. Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah

Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang meningkat secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic growth (angiotensin II dan growth hormon) (Majid, 2005).

2.1.5. Kerusakan Target Organ

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1. Penyakit ginjal kronis 2. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Angina atau infark miokardium c. Gagal jantung

3. Otak a. Strok

b. Transient Ischemic Attack (TIA) 4. Penyakit arteri perifer


(25)

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide

synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam

dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

2.1.6. Penatalaksanaan Terapi Farmakologi

1. Diuretik

Mula-mula obat ini mengurangi volum ekstraseluler dan curah jantung. Efek hipotensi dipertahankan selama terapi jangka panjang melalui berkurangnya tahanan vaskular, sedangkan curah jantung kembali ke tingkat sebelum pengobatan dan volum ekstraseluler tetap berkurang sedikit (Benowitz, 1998). Mekanisme yang potensial untuk mengurangi tahanan vaskular oleh reduksi ion Na yang persisten walaupun sedikit saja mencakup pengurangan volum cairan interstisial, pengurangan konsentrasi Na di otot polos yang sekunder dapat mengurangi konsentrasi ion Ca intraseluler, sehingga sel menjadi lebih resisten terhadap stimulus yang mengakibatkan kontraksi, dan perubahan afinitas dan respon dari reseptor permukaan sel terhadap hormon vasokonstriktor (Benowitz, 1998).

Efek Samping

Impotensi seksual merupakan efek samping yang paling mengganggu pada obat golongan tiazid. Gout merupakan akibat hiperurisemia yang dicetuskan oleh diuretik. Kram otot dapat pula terjadi, dan merupakan efek samping yang terkait dosis (Benowitz, 1998).

Golongan obat


(26)

b. Diuretik loop (furosemid, bemetanid, asam etakrinik)

c. Diuretik penyimpan ion K, amilorid, triamteren, spironolakton.

2. Beta adrenergik blocking agents (betabloker)

Jenis obat ini efektif terhadap hipertensi. Obat ini menurunkan irama jantung dan curah jantung. Beta bloker juga menurnkan pelepasan renin dan lebih efektif pada pasien dengan aktivitas renin plasma yang meningkat (Benowitz, 1998).

Beberap mekanisme aksi anti hipertensi di duga terdapat pada golongan obat ini, mencakup :

1) Menurunkan frekuensi irama jantung dan curah jantung 2) Menurunkan tingkat renin di plasma

3) Memodulai aktivitas eferen saraf perifer 4) Efek sentral tidak langsung

Efek Samping

Semua betabloker memicu spasme bronkial, misalnya pada pasien dengan asma bronkial.

Golongan Obat

a. Obat yang bekerja sentral (metildopa, klonidin, kuanabenz, guanfasin) b. Obat penghambat ganglion (trimetafan)

c. Agen penghambat neuron adrenergik (guanetidin, guanadrel, reserpin) d. Antagonis beta adrenergik (propanolol, metoprolol)

e. Antagonis alfa-adrenergik (prazosin, terazosin, doksazosin, fenoksibenzamin, fentolamin)

f. Antagonis adrenergik campuran (labetalol)

3. ACE-inhibitor (Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors)

Cara kerja utamanya ialah menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron, namun juga menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis


(27)

prostaglandin vasodilating, dan kadang-kadang mereduksi aktivitas saraf simpatis (Benowitz, 1998).

Efek Samping

Batuk kering ditemukan pada 10 persen atau lebih penderita yang mendapat obat ini. Hipotensi yang berat dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal. Golongan obat: Benazepril, captopril, enalapril, fosinoplir, lisinopril, moexipril, ramipril, quinapril, trandolapril (Benowitz, 1998).

4. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Efek samping batuk tidak ditemukan pada pengobatan dengan ARB. Namun efek samping hipotensi dan gagal ginjal masih dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral dan hiperkalemia (Benowitz, 1998).

Golongan obat: Candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, valsartan.

5. Obat penyekat terowongan kalsium (calcium channel antagonists, calcium channel blocking agents, CCT).

Calcium antagonist mengakibatkan relaksasi otot jantung dan otot polos, dengan demikian mengurangi masuknya kalsium kedalam sel. Obat ini mengakibatkan vasodilatasi perifer, dan refleks takikardia dan retensi cairan kurang biladibanding dengan vasodilator lainnya (Benowitz, 1998).

Efek samping

Efek samping yang paling sering pada calcium antagonis ialah nyeri kepala, edema perifer, bradikardia dan konstipasi.

Golongan obat : Diltiazem, verapamil.

2.2 Infark miokard 2.2.1. Definisi


(28)

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996).

Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Anatomi arteri koroner jantung

Sumber: NewYork-Presbyterian Hospital

2.2.2. Etiologi

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:


(29)

1. Infark miokard tipe 1

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

2. Infark miokard tipe 2

Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

3. Infark miokard tipe 3

Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

4. a. Infark miokard tipe 4a

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary

intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.

b. Infark miokard tipe 4b

Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

5. Infark miokard tipe 5

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

2.2.3. Patofisiologi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).


(30)

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).

2.2.4. Gejala Klinis

Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat


(31)

ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).

Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan

stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi

cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).

2.2.5. Diagnosis

Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu

1. Adanya nyeri dada

Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.

2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)

Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).


(32)

3. Peningkatan petanda biokimia.

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine

kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu,

2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2Definisi Operasional

3.2.1 Definisi

a. Hipertensi

Hipertensi diukur dengan pemeriksaan tekanan darah, dikatakan hipertensi bila hasil pemeriksaannya ≥ 140/90 mmHg. Dalam penelitian ini, penilaian hipertensi dilihat dari rekam medis pasien. Data tekanan darah yang didapat dikelompokkan berdasarkan skala ordinal mengikut kategori JNC VII seperti tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII

Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

b. Infark miokard

Infark miokard akut adalah infark yang terjadi pada sel-sel otot jantung. Pasien dengan diagnosis infark miokard akut ditegakkan oleh dokter yang berkompeten berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu EKG dan kadar enzim jantung.

3.2.2 Alat ukur: Rekam medis


(34)

3.2.3 Cara Ukur: Dengan cara mengolah data-data rekam medis

3.2.4 Skala Pengukuran: Nominal

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang deskriptif. Penelitian deskriptif ini bertujuan melakukan deskripsi mengenai prevalensi kejadian infark miokard pada penyakit hipertensi di RSUP Haji Adam Malik selama tahun 2010. Survei dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah cross-sectional retrospective (potong-lintang retrospektif) yaitu peneliti melakukan pengambilan data (observasi atau pengukuran variabel) pada satu saat terhadap kejadian yang telah terjadi di masa lampau (Alatas dkk, 2008).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Juli hingga Agustus 2011. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien infark miokard di RSUP Haji Adam Malik Medan yang ada pada bulan Januari 2010 - Desember 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Adapun kriteria inklusi adalah seluruh pasien infark miokard. Sedangkan kriteria eksklusi yang digunakan adalah pasien yang tidak didapati hasil pemeriksaan EKG pada rekam medis. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sampling). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non randomized accidental sampling yaitu


(35)

mengambil sampel bukan secara acak atau random. Pengambilan sampel secara aksidental (accidental) ini dilakukan dengan mengambil kasus yang kebetulan ada atau tersedia di tempat penelitian yaitu rekam medis pasien (Notoatmodjo, 2005).

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini hanya data sekunder yaitu rekam medis pasien rawat inap yang sudah didiagnosis hipertensi pada tahun 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan. Kemudian dilihat apakah pasien mengalami infark miokard.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah yaitu: (1) editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding, data yang telah dikumpulkan kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan computer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisa data (Wahyuni, 2008).

Semua data yang telah dicatat kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prevalensi kejadian infark miokard pada pasien rawat inap yang didiagnosa hipertensi.


(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu mulai bulan September hingga Oktober 2011.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini didapatkan sampel sebanyak jumlah populasi penderita penyakit infark miokard selama satu tahun (tahun 2010) di RSUP Haji Adam Malik yaitu 168 orang. Dari keseluruhan sampel tersebut, diamati prevalensi hipertensi sistol, hipertensi diastol, dan usia terhadap infark miokard.

Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat prevalensi sampel penelitian sebagai berikut:


(37)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Infark Miokard Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 133 79,2

Perempuan 35 20,8

Total 168 100

Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa penderita infark miokard dengan jenis kelamin pria merupakan sampel terbanyak yaitu sebanyak 133 orang (79,2%) dan sampel perempuan hanya sebanyak 35 orang (20,8%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Infark Miokard Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

18 – 24 1 0,6

25 – 34 3 1,8

35 – 44 24 14,3

45 – 54 61 36,3

55 – 64 53 31,5

65 – 74 22 13,1

>74 4 2,4

Total 168 100

Berdasarkan tabel 5.2. didapati bahwa penderita infark miokard dengan kelompok usia 18-24 tahun merupakan sampel yang paling sedikit yaitu sebanyak 1 orang (0,6%), kelompok usia 25-34 tahun adalah sebanyak 3 orang (1,8%), kelompok usia 35-44 tahun adalah sebanyak 24 orang (14,3%), kelompok usia 45-54 tahun merupakan sampel terbanyak yaitu sebanyak 61 orang (36,3%), kelompok usia 55-64 tahun adalah sebanyak 53 orang (31,5%), kelompok usia 65-74 tahun adalah sebanyak 22 orang (13,1%), dan kelompok usia >74 tahun adalah sebanyak 4 orang (2,4%).


(38)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Infark Miokard pada Jenis Kelamin Perempuan terhadap Kelompok Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

35 - 44 5 14,3

45 - 54 9 25,7

55 - 64 12 34,3

65 - 74 7 20,0

>74 2 5,7

Total 35 100

Berdasarkan tabel 5.3 didapati bahwa kategori umur yang paling banyak pada jenis kelamin perempuan pada kelompok umur 35–44 sebanyak 5 orang (14.3%), kelompok umur 45-54 sebanyak 9 orang (25,7%), kelompok usia 55-64 adalah kelompok usia terbanyak yaitu 12 orang (34,3%), kelompok usia 65-74 sebanyak 7 orang (20,0%), dan kelompok usia paling sedikit adalah >74 yaitu sebanyak 2 orang (5,7%).

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Hipertensi Terhadap Infark Miokard

Tekanan darah Frekuensi Persentase (%)

Hipertensi 64 38.1

Bukan Hipertensi 104 61.9

Total 168 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 didapati bahwa terdapat kejadian hipertensi sebanyak 64 orang (38,1%) dan didapati 104 orang (61,9%) yang bukan hipertensi.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Hipertensi pada Infark Miokard Hipertensi Frekuensi (n) Persentase (%)

Hipertensi Sistol dan Diastol

19 29,7

Hipertensi Sistol 41 64,1

Hipertensi Diastol 4 6,2

Total 64 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat terlihat bahwa sebagian besar jenis hipertensi yang dimiliki oleh penderita infark miokard ialah hipertensi sistol yaitu sebanyak 41


(39)

orang (64,1%). Sedangkan hipertensi sistol dan diastol didapati sebanyak 19 orang (29,7%), dan didapati penderita hipertensi diastol sebanyak 4 orang (6,2%).

5.2. Pembahasan

5.2.1.Karakteristik Sampel

Berdasarkan tabel 5.1 di diketahui bahwa jenis kelamin penderita infark miokard terbanyak ialah laki-laki yaitu sebanyak 133 orang (79,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Sleman, Yogyakarta dimana sampel penelitian tersebut mayoritas adalah laki-laki yaitu 75% (Ulfaty, 2007).

Infark Miokard, seperti halnya penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya, memiliki faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik. Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Sulastomo, 2010).

Faktor risiko lainnya adalah usia. Dari tabel 5.2 didapati kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 45-54 tahun yaitu sebanyak 61 (36,3%). Hal ini berbeda dengan penelitian Morales dkk (2011) di Kuba yang menyatakan bahwa kelompok usia penderita infark miokard terbanyak pada usia 65-75 tahun (53,5%). Berdasarkan tabel 5.4 didapati pasien hipertensi sebanyak 64 pasien (38,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian Shiraki di Jepang yang meneliti tentang karakteristik pasien infark miokard, salah satunya hipertensi. Pada penelitian ini didapati pasien hipertensi sebanyak 43,3% (Shiraki, 2011). Namun berbeda dengan penelitian Sadowska di Polandia yang menyatakan bahwa angka kejadian hipertensi pada infark miokard sebanyak 77,7%.


(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian didapatkan 168 orang pasien infark miokard dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki laki 133 pasien (79,2%), kelompok usia 45-54 adalah 61 pasien (36,3%), hipertensi sebanyak 64 pasien (38,1%).

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih mengerti dan mengetahui bahwa hipertensi dapat menyebabkan infark miokard, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan dini terhadap hipertensi.

2. Jumlah sampel yang sedikit dapat mempengaruhi ketepatan hasil penelitian, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan agar jumlah sampel diperbanyak dengan cara memperlebar interval tahun penelitian 3. Disarankan bagi tenaga kesehatan di RSUP Haji Adam Malik untuk

melengkapi data pasien di berkas rekam medis. Sehingga pada penelitian selanjutnya tidak terdapat data yang tidak diketahui.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Antman, E.M., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial

Infarction. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser,

S.L., Jameson, J. L., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1449-1450

Alatas, H., Karyomanggolo, W.T., Musa, D.A., Boediarso, A., Oesman, I.N. 2008. Desain Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S. (eds). Dasar-dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 92-100.

Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W., 2010. A Universal

Definition of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century.

AccessMedicine from McGraw-Hill. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/716457 [Accessed 27 April 2011]

Bakri, S., dan Lawrence, G.S., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., et al, 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun

Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan: USU Press, 19-31.

Brown, T.C., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,

L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:

EGC 580-587.

Benowitz, Neal L, MD. 1998. Obat – obat Anti Hipertensi. dalam :Katzung, Bertam G. eds. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi keempat. Jakarta: EGC. 158 – 181.

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC

Fenton, D.E., 2009. Myocardial Infarction. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/759321-overview [Accessed 23 April 2011]


(42)

Garas, S., 2010. Myocardial Infarction. Emedicine Cardiology. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/155919-overview [Accessed 23 April 2011]

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A., 2005. Kardiologi :

Lecture Notes. ed 4. Jakarta : Penerbit Erlangga, 57-69.

Hanafiah, A., 1996. Angina Pektoris. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI 166- 167.

Irmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI, 173-174.

Joesoef, Andang H, 2003. Pharmacological Odyssey From Hypertension to Heart

Failure: Focus on Beta-Blockers. In: Ganesja M. H., dkk, 2003. Hypertension, Vascular Disease: Management and Prevention From Dream to Reality. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 68

Lauralee, S, 2001. Pembuluh Darah dan Tekanan Darah. In: Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta: EGC. 330-341.

Lumbantobing, S.M., 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Majid, A., 2005. Fisiologi Kardiovaskular. Edisi 2, Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Morales, A et all., 2011. Acute Myocardial Infarction Incidence, Mortality and

Case Fatality in Santa Clara, Cuba, 2007–2008. Available from:

Desember 2011]

Nigam. P.K., 2007. Biochemical Markers of Myocardial Injury. Indian Journal of

Clinical Biochemistry. Available from:


(43)

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Oemar, H., 1996. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI, 12

Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J Clin

Pathol. Available from:

April 2011]

Sadowska, A.J., et all, 2011. Gender-Related Differences In Clinical Course,

Therapeutic Approach And Prognosis In Patients With Non−ST Segment

Elevation Myocardial Infarction. Available from :

Samsu, N., Sargowo, D., 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I

pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Tinjauan Pustaka. Malang: Fakultas

Kedokteran Brawijaya. Available from

http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_viewall&smod=mki&s p=public&id_katparent=14&id_artikel=178 [Accessed 27 April 2011]

Selwyn, A.P., Braunwald E., 2005. Ischemic Heart Disease. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J. L., eds.,

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill

1434-1435.

Shiraki, T., 2011. Sex Difference of In-hospital Mortality in Patients with Acute

Myocardial Infarction. Available from:

Sulastomo, H. 2011. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada

Wanita Usia Muda Pengguna Kontrasepsi Hormona. Available from:

2011]


(44)

Ulfaty, F. 2007. Evaluasi Terapi Obat Pada Penangannan Pasien Infark Miokard

Akut (IMA) di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Selama Tahun

2005-2006. Available from:

2011]

Wahyuni, A.S. 2008. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Medan. 8-9.

World Health Organization, 2008. The Top Ten Causes of Death. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf [Accessed 7 Maret 2011]

Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit


(45)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Rizal Abdul Munaf

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 26 September 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Setiabudi Psr. 1 Gg. Mekarmulyo no. 3A/6

Medan Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar 004 Dumai (1996-2002)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Dumai (2002-2005) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Dumai (2005-2006) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan (2006-2008)

Riwayat Pelatihan :

1. -

Riwayat Organisasi :


(46)

Lampiran 3

No. Jenis Kelamin Umur Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol

1 Laki-laki 56 150 110

2 Laki-laki 50 200 120

3 Laki-laki 53 190 100

4 Perempuan 48 170 120

5 Laki-laki 73 140 95

6 Laki-laki 49 140 100

7 Laki-laki 56 140 100

8 Perempuan 58 160 100

9 Laki-laki 43 160 110

10 Perempuan 63 170 100

11 Laki-laki 44 180 100

12 Perempuan 40 210 120

13 Perempuan 75 190 100

14 Perempuan 48 200 110

15 Laki-laki 62 140 100

16 Laki-laki 60 140 100

17 Laki-laki 53 160 110

18 Laki-laki 54 160 100

19 Laki-laki 64 160 100

20 Perempuan 42 110 100

21 Laki-laki 58 130 100

22 Laki-laki 55 120 100

23 Laki-laki 57 130 100

24 Perempuan 57 140 90

25 Laki-laki 69 150 80

26 Perempuan 58 140 80

27 Laki-laki 56 160 90

28 Laki-laki 55 170 90

29 Perempuan 63 140 80

30 Perempuan 65 180 90

31 Laki-laki 49 160 80

32 Perempuan 50 140 80

33 Laki-laki 63 140 90

34 Laki-laki 54 140 90

35 Laki-laki 20 160 0

36 Laki-laki 51 140 90

37 Perempuan 48 140 80

38 Perempuan 65 180 80


(47)

40 Laki-laki 70 160 90

41 Perempuan 61 150 90

42 Laki-laki 41 150 90

43 Laki-laki 49 150 80

44 Laki-laki 59 160 80

45 Laki-laki 68 140 90

46 Laki-laki 57 140 80

47 Laki-laki 57 140 90

48 Laki-laki 35 140 90

49 Laki-laki 68 140 80

50 Laki-laki 45 170 90

51 Perempuan 37 160 80

52 Laki-laki 54 150 90

53 Laki-laki 53 150 90

54 Laki-laki 49 140 90

55 Laki-laki 59 140 70

56 Perempuan 58 160 60

57 Laki-laki 48 140 80

58 Laki-laki 49 140 90

59 Laki-laki 63 140 70

60 Perempuan 45 180 70

61 Laki-laki 42 140 80

62 Perempuan 74 150 90

63 Laki-laki 49 152 88

64 Perempuan 62 140 80

65 Laki-laki 45 130 90

66 Laki-laki 53 100 60

67 Laki-laki 42 120 85

68 Laki-laki 56 100 70

69 Laki-laki 58 120 70

70 Laki-laki 49 136 70

71 Laki-laki 52 110 70

72 Laki-laki 46 100 70

73 Perempuan 52 120 70

74 Laki-laki 44 110 70

75 Laki-laki 61 130 80

76 Laki-laki 50 110 90

77 Laki-laki 43 110 80

78 Laki-laki 53 80 40

79 Laki-laki 41 90 60

80 Perempuan 60 130 80


(48)

82 Laki-laki 46 120 80

83 Laki-laki 50 120 80

84 Laki-laki 53 130 70

85 Laki-laki 75 100 70

86 Laki-laki 70 130 80

87 Laki-laki 59 90 80

88 Laki-laki 53 100 60

89 Laki-laki 67 130 80

90 Laki-laki 47 130 70

91 Perempuan 62 130 80

92 Laki-laki 43 110 70

93 Perempuan 76 110 70

94 Laki-laki 50 110 70

95 Laki-laki 45 130 80

96 Perempuan 42 120 80

97 Laki-laki 32 130 90

98 Laki-laki 60 130 80

99 Laki-laki 45 120 90

100 Laki-laki 52 130 80

101 Laki-laki 40 100 70

102 Laki-laki 52 120 70

103 Laki-laki 39 90 60

104 Laki-laki 88 130 60

105 Laki-laki 70 110 70

106 Laki-laki 43 120 90

107 Laki-laki 53 120 80

108 Laki-laki 51 125 90

109 Laki-laki 68 101 51

110 Laki-laki 73 110 60

111 Perempuan 58 110 70

112 Laki-laki 69 120 76

113 Perempuan 51 110 70

114 Laki-laki 50 120 80

115 Laki-laki 58 130 80

116 Laki-laki 48 110 80

117 Laki-laki 43 120 80

118 Laki-laki 59 120 80

119 Laki-laki 64 110 70

120 Laki-laki 43 130 90

121 Laki-laki 68 110 80

122 Laki-laki 52 130 90


(49)

124 Perempuan 72 110 70

125 Laki-laki 47 111 76

126 Laki-laki 47 110 80

127 Laki-laki 52 117 70

128 Laki-laki 45 120 80

129 Laki-laki 60 70 50

130 Perempuan 68 120 60

131 Perempuan 48 110 60

132 Laki-laki 51 120 90

133 Laki-laki 48 120 80

134 Laki-laki 60 100 60

135 Laki-laki 51 130 80

136 Laki-laki 55 115 75

137 Laki-laki 44 130 90

138 Laki-laki 59 120 80

139 Laki-laki 73 116 72

140 Laki-laki 60 130 80

141 Laki-laki 71 130 70

142 Laki-laki 28 130 70

143 Laki-laki 58 120 69

144 Laki-laki 51 130 80

145 Laki-laki 48 110 70

146 Laki-laki 43 100 60

147 Laki-laki 50 130 70

148 Laki-laki 55 117 79

149 Laki-laki 53 119 55

150 Laki-laki 50 110 70

151 Perempuan 66 110 60

152 Laki-laki 59 90 60

153 Laki-laki 57 110 70

154 Perempuan 52 120 80

155 Laki-laki 59 120 80

156 Perempuan 42 120 80

157 Laki-laki 59 130 80

158 Laki-laki 55 130 80

159 Laki-laki 55 110 70

160 Laki-laki 40 130 70

161 Perempuan 70 130 85

162 Laki-laki 54 90 80

163 Perempuan 59 130 70

164 Laki-laki 59 120 80


(50)

166 Laki-laki 31 110 70

167 Laki-laki 56 120 90


(51)

Lampiran 4

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 133 79.2 79.2 79.2

Perempuan 35 20.8 20.8 100.0

Total 168 100.0 100.0

hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid hipertensi 64 38.1 38.1 38.1

bukan hipertensi 104 61.9 61.9 100.0

Total 168 100.0 100.0

kategori umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 - 24 1 .6 .6 .6

25 - 34 3 1.8 1.8 2.4

35 - 44 24 14.3 14.3 16.7

45 - 54 61 36.3 36.3 53.0

55 - 64 53 31.5 31.5 84.5

65 - 74 22 13.1 13.1 97.6

>74 4 2.4 2.4 100.0


(52)

hipertensi sistol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 108 64.3 64.3 64.3

Hipertensi Sistol 60 35.7 35.7 100.0

Total 168 100.0 100.0

Hiperdiastol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid normal 145 86.3 86.3 86.3

Hipertensi Diastol 23 13.7 13.7 100.0


(1)

40 Laki-laki 70 160 90

41 Perempuan 61 150 90

42 Laki-laki 41 150 90

43 Laki-laki 49 150 80

44 Laki-laki 59 160 80

45 Laki-laki 68 140 90

46 Laki-laki 57 140 80

47 Laki-laki 57 140 90

48 Laki-laki 35 140 90

49 Laki-laki 68 140 80

50 Laki-laki 45 170 90

51 Perempuan 37 160 80

52 Laki-laki 54 150 90

53 Laki-laki 53 150 90

54 Laki-laki 49 140 90

55 Laki-laki 59 140 70

56 Perempuan 58 160 60

57 Laki-laki 48 140 80

58 Laki-laki 49 140 90

59 Laki-laki 63 140 70

60 Perempuan 45 180 70

61 Laki-laki 42 140 80

62 Perempuan 74 150 90

63 Laki-laki 49 152 88

64 Perempuan 62 140 80

65 Laki-laki 45 130 90

66 Laki-laki 53 100 60

67 Laki-laki 42 120 85

68 Laki-laki 56 100 70

69 Laki-laki 58 120 70

70 Laki-laki 49 136 70

71 Laki-laki 52 110 70

72 Laki-laki 46 100 70

73 Perempuan 52 120 70

74 Laki-laki 44 110 70

75 Laki-laki 61 130 80

76 Laki-laki 50 110 90

77 Laki-laki 43 110 80

78 Laki-laki 53 80 40

79 Laki-laki 41 90 60

80 Perempuan 60 130 80


(2)

82 Laki-laki 46 120 80

83 Laki-laki 50 120 80

84 Laki-laki 53 130 70

85 Laki-laki 75 100 70

86 Laki-laki 70 130 80

87 Laki-laki 59 90 80

88 Laki-laki 53 100 60

89 Laki-laki 67 130 80

90 Laki-laki 47 130 70

91 Perempuan 62 130 80

92 Laki-laki 43 110 70

93 Perempuan 76 110 70

94 Laki-laki 50 110 70

95 Laki-laki 45 130 80

96 Perempuan 42 120 80

97 Laki-laki 32 130 90

98 Laki-laki 60 130 80

99 Laki-laki 45 120 90

100 Laki-laki 52 130 80

101 Laki-laki 40 100 70

102 Laki-laki 52 120 70

103 Laki-laki 39 90 60

104 Laki-laki 88 130 60

105 Laki-laki 70 110 70

106 Laki-laki 43 120 90

107 Laki-laki 53 120 80

108 Laki-laki 51 125 90

109 Laki-laki 68 101 51

110 Laki-laki 73 110 60

111 Perempuan 58 110 70

112 Laki-laki 69 120 76

113 Perempuan 51 110 70

114 Laki-laki 50 120 80

115 Laki-laki 58 130 80

116 Laki-laki 48 110 80

117 Laki-laki 43 120 80

118 Laki-laki 59 120 80

119 Laki-laki 64 110 70

120 Laki-laki 43 130 90

121 Laki-laki 68 110 80

122 Laki-laki 52 130 90


(3)

124 Perempuan 72 110 70

125 Laki-laki 47 111 76

126 Laki-laki 47 110 80

127 Laki-laki 52 117 70

128 Laki-laki 45 120 80

129 Laki-laki 60 70 50

130 Perempuan 68 120 60

131 Perempuan 48 110 60

132 Laki-laki 51 120 90

133 Laki-laki 48 120 80

134 Laki-laki 60 100 60

135 Laki-laki 51 130 80

136 Laki-laki 55 115 75

137 Laki-laki 44 130 90

138 Laki-laki 59 120 80

139 Laki-laki 73 116 72

140 Laki-laki 60 130 80

141 Laki-laki 71 130 70

142 Laki-laki 28 130 70

143 Laki-laki 58 120 69

144 Laki-laki 51 130 80

145 Laki-laki 48 110 70

146 Laki-laki 43 100 60

147 Laki-laki 50 130 70

148 Laki-laki 55 117 79

149 Laki-laki 53 119 55

150 Laki-laki 50 110 70

151 Perempuan 66 110 60

152 Laki-laki 59 90 60

153 Laki-laki 57 110 70

154 Perempuan 52 120 80

155 Laki-laki 59 120 80

156 Perempuan 42 120 80

157 Laki-laki 59 130 80

158 Laki-laki 55 130 80

159 Laki-laki 55 110 70

160 Laki-laki 40 130 70

161 Perempuan 70 130 85

162 Laki-laki 54 90 80

163 Perempuan 59 130 70

164 Laki-laki 59 120 80


(4)

166 Laki-laki 31 110 70

167 Laki-laki 56 120 90


(5)

Lampiran 4

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 133 79.2 79.2 79.2

Perempuan 35 20.8 20.8 100.0

Total 168 100.0 100.0

hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid hipertensi 64 38.1 38.1 38.1

bukan hipertensi 104 61.9 61.9 100.0

Total 168 100.0 100.0

kategori umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 - 24 1 .6 .6 .6

25 - 34 3 1.8 1.8 2.4

35 - 44 24 14.3 14.3 16.7

45 - 54 61 36.3 36.3 53.0

55 - 64 53 31.5 31.5 84.5

65 - 74 22 13.1 13.1 97.6

>74 4 2.4 2.4 100.0


(6)

hipertensi sistol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 108 64.3 64.3 64.3

Hipertensi Sistol 60 35.7 35.7 100.0

Total 168 100.0 100.0

Hiperdiastol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid normal 145 86.3 86.3 86.3

Hipertensi Diastol 23 13.7 13.7 100.0