Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya Selwyn, 2005.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan
oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi Selwyn, 2005.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel 20 menit atau ireversibel
20 menit. Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard Selwyn, 2005.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial nontransmural. Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard
subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda Selwyn, 2005.
2.2.4. Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
Universitas Sumatera Utara
ataupun pemberian nitrogliserin Irmalita, 1996. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan
oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor
pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat Hanafiah, 1996.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat Irmalita, 1996. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan
stroke volume yang dipompa jantung Antman, 2005. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah
kembali normal Irmalita, 1996.
2.2.5. Diagnosis
Menurut Irmalita 1996, diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen
ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI Cannon, 2005.
Universitas Sumatera Utara
3. Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik
Patel, 1999. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase AST, lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB CK-MB, mioglobin, carbonic anhydrase III CA III,
myosin light chain MLC dan cardiac troponin I dan T cTnI dan cTnT Samsu, 2007. Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard Nigam, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Definisi
a. Hipertensi
Hipertensi diukur dengan pemeriksaan tekanan darah, dikatakan hipertensi bila hasil pemeriksaannya
≥ 14090 mmHg. Dalam penelitian ini, penilaian hipertensi dilihat dari rekam medis pasien. Data tekanan darah yang didapat dikelompokkan
berdasarkan skala ordinal mengikut kategori JNC VII seperti tabel di bawah ini:
Tabel 3.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
Normal 120
80 Prahipertensi
120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159
90 – 99 Hipertensi derajat 2
≥ 160 ≥ 100
b. Infark miokard
Infark miokard akut adalah infark yang terjadi pada sel-sel otot jantung. Pasien dengan diagnosis infark miokard akut ditegakkan oleh dokter yang berkompeten
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu EKG dan kadar enzim jantung.
3.2.2 Alat ukur: Rekam medis
Infark Miokard Kejadian Hipertensi
Universitas Sumatera Utara