Gambar 2.8.c pelat ferit ini akan melepaskan karbon ke fasa asutenit di sekitarnya dan ini akan memacu terbentuknya nukleasi sementit, yang kemudian
tumbuh terus. Bersamaan dengan pertumbuhan ke samping dari nodul peralit, lamel ferrit dan sementit tumbuh dalam austenit, karena atom karbon yang dilepas oleh
lamel ferrit yang tumbuh terus berdifusi ke arah sementit yang tumbuh juga. Akhirnya, terbentuk pelat sementit dengan orientasi berbeda yang kemudian menjadi
inti yang baru seperti pada gambar 2.8.d dan gambar 2.8.e. Dengan banyaknya fasa pearlit yang tumbuh, maka tentu akan semakin banyak
benturan-benturan atau tumbukan-tumbukan antara satu dengan lainnya sehingga laju transformasi nantinya akan berkurang.
3. Pengaruh Unsur Paduan
Semua unsur paduan dalam jumlah kecil, terkecuali kobalt menunda transformasi austenit menjadi pearlit. Unsur tersebut mengurangi laju nukleasi, N, dan
laju.pertumbuhan, G, sehingga puncak kurva T-T-T tergeser ke sebelah kanan. Hal ini memiliki dampak yang penting karena tanpa unsur paduan, potongan baja berukuran
kecil atau tipis hanya dapat bertransformasi menjadi fasa bainit atau fasa martensit yang keras karena laju pendinginnya cepat sehingga tidak memotong hidung kurva
T-T-T dan tidak akan terjadi transformasi dari fasa austenit ke fasa pearlit.
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. 7 Mikro Struktur
Pemilihan bahan baku baja ditentukan oleh faktor komposisi paduan. Faktor komposisi dapat mempengaruhi sifat fisis dan sifat mekanis dan mikrostruktur.
Mikrostruktur dapat menginterprestasikan kekerasan dan bahan tersebut. Analisa mikrostruktur adalah salah satu bahagian dari metalurgi fisis yang dapat menganalisa
mikrostruktur dari baja akibat perlakuan panas dan poerlakuan mekanik yang menghasilkan bentuk butir yang nantinya dapat memperbaiki sifat fisis dan sifak
mekanis dari baja, andaikan suatu bahan dipanaskan sampai temperatur tertentu. Metalurgi fisik adalah pengetahuan tentang metalografi. Konstitusi dari logam
dan strukturnya maupun paduan-paduannya dipelajari dengan menggunakan mikroskop elektron atuau mikroskop optik.
Setelah permukaan baja dipoles dan dietsa dengan bahan kimia khusus, maka dengan penyinaran dibawah mikroskop akan tampak bermacam-macam struktur
mikro dengan batas butir berupa garis ,seperti yang nampak pada Gambar 2.9. Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tak
teratur antar butir disebut batas butir grain boundar . Makin halus butir, makin kuat bahan dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga semakin tinggi.
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar.2.9 Struktur Butir Baja ferrit α yang Telah DietsaVander, 1984.
Gambar 2.9 memperlihatkan kondisi dengan perbesaran optik,pada mikrostruktur tampak beberapa warna,warna putih adalah warna yang mendominasi
yang merupakan fasa ferrit α.Garis warna hitam adalah batas butir fasa ferrit.
Besar butiran tergantung pada laju pendinginan dan proses pengerjaan pendinginan suatu baja. Struktur mikro baja dapat memberikan sebagian imformasi
yang mendukung sifat dari baja tersebut. Salah satu yang dapat dianalisa dari struktur mikro adalah ukuran butir dari logam. Dimana ukuran butir mempengaruhi kekerasan
logam. Ukuran butir dari logam dapat diketahui dengan menghitung diameter
butirnya. Untuk menentukan ukuran butir suatu baja dapat dipergunakan Metode Planimetric Metode Jeffries
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
2.7.1 Metode Planimetric Metode Jeffries
Metode Planimetric dikembangkan oleh Jeffries yang telah digunakan cukup lama dan sederhana untuk menentukan jumlah butir persatuan luas pada bagian
bidang yang dapat dihubungkan pada standart ukuran butir ASTM E112. Metode Jeffries lebih sederhana penggunaannya jika dibandingkan dengan metode-metode
lainnya.Vander, 1984, hal 445. Dalam penggunaan metode Jeffries dapat dilakukan dengan menggambar sebuah lingkaran pada gambar struktur mikro yang akan
dianalisa. Jumlah butir yang utuh didalam daerah lingkaran disebut dengan n
1
dan jumlah butir yang berpotongan dengan garis lingkaran disebut dengan n
2
. Gambar 2.10 penggunaan metode Jeffries dapat dilakukan dengan menggambar
sebuah lingkaran pada gambar struktur mikro yang akan dianalisa.
Gambar. 2.10 Foto Struktur untuk Menghitung Diameter Butir dengan Metode Planimetric Jeffries Vander, 1984.
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
Persamaan-persamaan yang berhubungan dalam perhitungan ukuran butir dengan metode Jeffries tersebut sebagai berikut Vander, 1984. hal. 445 ;
Jumlah butir per milimeter persegi Na dihitung dengan persamaan 2-1:
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ +
= 2
n n
f Na
2 1
Dimana: n
1
= Jumlah butir yang utuh n
2
= Jumlah butir yang terpotong Dari persamaan diatas, nilai f faktor Jeffries dapat dihitung dengan
persamaan2.2: 2.1
2.2 f =
A M
2
Dimana: M= Perbesaran gambar mikro-stuktur A= Luas gambar mikro-stuktur
Luas butir rata-rata A ditentukan dengan persamaan2.3
2.3 A mm
2
= A = 1
Na Diameter butir rata-rata dihitung dengan mensubsitusi nilai dari persamaan
2-3 kepersamaan berikut : 2.4
d
mm = A
12
=
2 1
1 Na
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ukuran butir G dihitung dengan persamaan 2.5: G =
2 log
log
A
N - 2.95
2.5 G =
[ ]
log 322
. 3
A
N
- 2.9 Untuk menghitung diameter butir rata-rata digunakan persamaan 2-5 ,tetapi
dapat juga dilihat langsung dari tabel data grain size berdasarkan standar ASTM E112 pada lampiran C dengan terlebih dahulu menghitung ukuran butirG.
2.7.2 Laju Transformasi R
Fraksi fasa transformasi pada suatu transformasi fasa akan mengikuti persamaan Avrami, sehingga fungsi f dapat dinyatakan sebagai Y, yaitu suatu fraksi
fasa yang bertransformasi misalkan volume fraction dari suatu fasa hasil transformasi contohnya transformasi dari fasa austenite menjadi pearlite, maka
persamaan transformasinya mengikuti persamaan Avrami Porter, 1981:
2.6 Y = 1 – exp -K t
n
Dimana: Y = fraksi transformasi t = waktu yang diperlukan untuk bertransformasi
n = orde reaksi n = 1,2,3 dan 4 K = suatu konstanta
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
Bila persamaan 2.6 dijabarkan akan menghasilkan 1 –Y = exp - K t
n
, sehingga bilamana dilogaritma naturaliekan akan menjadi:
2.7 ln 1 –Y = - K t
n
Selanjutnya bilamana persamaan 2-7 yakni ln 1 – Y
-1
= K t
n
dilogaritmakan naturaliekan untuk kedua kalinya akan menjadi : 2.8
2.9 ln [ ln 1 – Y
-1
]= ln K + n ln t yang dapat dinyatakan sebagai persamaan garis lurus yaitu :
Z = a + b . x Persamaan 2.9 secara kwantitatif merupakan persamaan linear yang bila
digambarkan akan memberikan suatu kurva garis lurus Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Hubungan Linear antara In [In {1-Y}
-1
] dengan In t Berdasarkan gambar 2.11 diatas secara matematika akan didapat
ln t [ ln {1- Y}
-1
] n = tan =
ln t 2.10
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
atau dapatlah dijabarkan sebagai : ln [ln {1-Y
a
}
-1
- ln [ln {1-Y
b
}
-1
n = [ ln t
a
] - [ ln t
b
] Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa laju transformasi adalah
derivasi [turunan differensial ] dari fraksi transformasi per perubahan waktu, atau dengan perkataan lain :
R = dY dt = d 1 – exp { - K t
n
} d t Dimana bentuk persamaan differensial ini tentunya dapat diasumsikan
mengikuti persamaan differensial dari persamaan : d e
u
d t = e
y
dy dx Dengan perkataan lain persamaan R = - d d t exp{ - K t
n
} dapatlah diubah menjadi suatu persamaan R = - d dt e
u
bilamana diasumsikan : U = - K t
n
R = - d dt e
u
dapatlah ditulis sebagai R = - e
u
dU dt atau dengan kata lain : R = - exp -K t
n
d dt -K t
n
. Selanjutnya bilamana dijabarkan lebih lanjut persamaan:
R = - exp -K t
n
d dt -K t
n
maka akan didapat persamaan yaitu : R = n K t
n-1
exp {- K t
n
} Dari Persamaan diatas ini, bila dihubungkan dengan persamaan sebelumnya
yaitu : K t
n
= ln { 1 – Y }
-1
, maka akan dijabarkan sebagai persamaan : R = n t K t
n
exp { - K t
n
} 2.12
2.13 2.11
2.14
2.15
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
dan bilamana dapat diasumsikan pula bahwa : exp { - K t
n
} = 1 – Y, yang memberi sumsi bahwa K t
n
= ln { 1 – Y }
-1
maka untuk selanjutnya persamaan 2.15 tersebut dapat diubah menjadi :
2.16 R = n t { 1 – Y } ln { 1 – Y }
-1
dimana persamaan di atas ini akan mengandung arti bahwa :waktu t adalah suatu fungsi dari persamaan {ln [ 1- Y ]
-1
K }
-n
. Dan bila disubsitusikan nilai dari t sebagai waktu tersebut ke dalam persamaan sebelumnya yaitu:
R = - d dt exp { - K t
n
} sehingga nantinya didapat persamaan akhir yaitu : R = n 1- Y . K
1 n
. {ln [1- Y]
-1
}
n-1 n
Persamaan : R = n 1- Y . K
1 n
. {ln [1- Y]
-1
}
n-1 n
ini nantinya yang akan menentuka nilai dari laju transformasi yang terjadi. Persamaan 2.17 diatas dapatlah
diubah menjadi: R = d y d t = { f [y] } . k dimana : { f [y] } = n . 1 – Y . { ln [ 1 – Y ]
-1
}
n – 1 n
dan nilai dari k = K
1 n
. Dari persamaan 2.18 diatas : R = { f [y] } . k
dapatlah ditetapkan k adalah suatu konstanta laju transformasi yang ditentukan oleh persamaan :
2.17
2.18
2.19 k = k
o
exp { - Q [R T]} dimana: R= Konstanta gas umum 8,314 Joulemol K
T= TemperaturKelvin k= Konstanta laju transformasi
k
o
= Konstanta transformasi
Q= Energi aktivasi transformasi dari material Joulemol
Muhd. Amin Nasution : Pembentukan Kurva S Dari Proses Kinetika Transformasi Fasa Baja Mangan Pada..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. 8 Analisa Mikro Struktur