Macam-Macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah

dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil kedua belah pihak.

D. Macam-Macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah

1. Transaksi Option Transaksi option hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir spekulasi. Contoh dari transaksi option, misalnya A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 1999, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B. Transaksi ini disebut call option, sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjual tanpa B berkewajiban menjualnya disebut put option. Ulama kontemporer memandang hal ini sebagai janji untuk melakukan sesuatu menjual atau membeli pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang syariah. Namun, jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli. Yang menjadi persoalan secara fiqih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk melakukan janji tersebut. Transaksi option dapat menjadi lebih rumit. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. Perjanjiannya A menjual US 1 juta dengan kurs Rp 7.500 per dollar kepada B. Transaksi ini lunas. Pada saat yang sama, A juga memberikan hak kepada B untuk menjual kembali US 1 juta pada tanggal atau sebelum 30 Juni 1999 dengan kurs Rp 8.500 per dollar dan tetap demikian dalam 21 hari kerja berturut-turut sebelum 30 Juni 1999. Ulama kontemporer juga menolak hal ini. Pertama, karena ada kompensasi utang sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Kedua, karena jual beli yang pertama dikaitkan dengan option untuk menjual kembali. Dalam kaidah fiqih ini disebut jual beli bersyarat yang tidak lazim. B belum tentu bersedia untuk menjual US 1 juta pada kurs Rp 7.500 per dollar bila A tidak memberinya option berikutnya menjual kembali pada kurs Rp 8.500 per dollar, itupun bila syarat berikutnya terpenuhi. 37 2. Transaksi Forward Dalam transaksi sharf, penyerahan valuta harus dilakukan secara tunai naqdan dan tidak dapat dilakukan secara tangguh. Terkait ini, maka transaksi forward tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan transaksi forward mirip dengan jual beli kali bi kalinasi’ah bi nasi’ahdain bi dain, yaitu menjual barang yang belum ada, karena jual beli dengan pembayaran dan penyerahan barang tertunda yang disebut juga dengan jual beli hutang dengan hutang. 38 3. Transaksi Swap Transaksi swap hukumnya haram. Singkatnya, swap dapat dikatakan gabungan antara transaksi spot dan transaksi futures atau forward. Salah satu 37 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Cet.1, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h.133 38 Adiwarman Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Darul Haq, 2004, h. 137 transaksi swap adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dollar pada kurs Rp 7.500 per dollar pada 1 Januari 1999. Bank B menempatkan US 1 juta. Bank A menempatkan Rp 7,5 milyar. Pada 30 Juni 1999 enam bulan kemudian A membayar kembali US 1 juta, B membayar kembali Rp 7,5 milyar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua transaksi ini terkait dan merupakan satu kesatuan. Bila yang satu dipisahkan dari orang lain, namanya bukan lagi swap. Di Malaysia, transaksi swap dibolehkan. Tentunya swap yang berlandaskan syariah. Bahkan kebolehannya dianggap telah demikian jelas sehingga tidak diperlukan lagi fatwa. Alasannya adalah, bila spot boleh dilakukan dan futures sebagai suatu janji juga boleh, tentunya swap pun boleh dilakukan. Namun paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam praktek ini. Pertama, bagaimana dengan keberatan sebagian ulama akan adanya kompensasi uang untuk transaksi futures. Kedua, transaksi spot dan futures dalam transaksi swap itu haruslah tidak terkait satu sama lain. Kontra argumen dari alasan kedua ini adalah dua transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama syarat sahnya adalah syarat shahih lazim.Bukan hanya swap saja yang dibolehkan, di negeri Jiran ini juga dikembangkan Islamic Futures Contract. 39 39 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, hal.133-134 Mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat dibenarkan oleh Islam, karena sama halnya seperti jual beli barang lain. Harganya sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Lain halnya dengan memonopoli saham, valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu ketika orang yang bersangkutan memainkan harganya di bursa efek atau valuta asing. Spekulasi dalam bursa valuta asing adalah melakukan transaksi valas dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari turun naiknya kurs suatu mata uang asing. Kerugian dapat terjadi akibat salah antisipasi terhadap ketidakpastian kurs suatu valuta asing tertentu. Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa melakukan kegiatan valas hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak mengandung riba, karena dalam naik turunnya mata uang telah ada kesepakatan dari beberapa negara. Dalam perkembangannya, transaksi valas makin jauh dari kaidah fiqih. Contoh pertama adalah transaksi margin trading yang merupakan transaksi jual beli valas tanpa pergerakan dana dengan menggunakan sejumlah dana cash margin dalam persentase tertentu misalnya 10 sebagai jaminan. Contohnya dengan margin 10 untuk transaksi US 1 juta, pembeli harus menyediakan dana US 100.000. Dalam sehari, bank dapat melakukan transaksi berulang- ulang. Adapun penyelesaian pembayaran dan perhitungan untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Jadi, jual beli valas yang dilakukan bukan untuk memilikinya, melainkan semata-mata untuk spekulasi. Contoh kedua adalah transaksi futures. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 1999. A akan menjual US 1 juta dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada 30 Juni 1999, tidak perduli berapa kurs pasar saat itu. Di satu sisi, transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, namun di sisi lain dapat dipandang sebagai hedging melindungi dari gejolak kurs. Ulama kontemporer menolak transaksi ini karena bai’ ad-dayu bi daya jual beli uang rupiah dengan uang dollar hanya dapat dilakukan secara tunai. Oleh karena itu, transaksi futures tidak dapat dianggap sebagai transaksi jual beli, tetapi dapat dianggap sebagai janji untuk melakukan transaksi jual beli. Implikasinya, hal dan kewajiban A dan B tidak dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk memilikinya, hanya nettonya saja seperti transaksi margin trading. 40 40 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, h. 133

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS