Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologsi pada Anak Etnis Tionghoa Usia 6 sampai 12 Tahun di SD WR.Supratman 2 Medan

(1)

WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA

KRONOLOGIS PADA ANAK ETNIS TIONGHOA

USIA 6 SAMPAI 12 TAHUN

DI SD WR.SUPRATMAN 2

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

NATALIA INDRIANI NIM : 070600010

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2011

Natalia Indriani

Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologsi pada Anak Etnis Tionghoa Usia 6 sampai 12 Tahun di SD WR.Supratman 2 Medan

X + 55 halaman

Erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. Erupsi gigi dapat digunakan untuk meramalkan usia dan maturitas seseorang. Tahap erupsi gigi bervariasi pada setiap individu yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Usia kronologis dapat digunakan untuk memantau proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengamatan mengenai pembentukkan gigi geligi memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam memperkirakan usia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui waktu erupsi gigi permanen berdasarkan usia kronologis anak etnis Tionghoa di SD WR.Supratman 2 Medan.

Metode penelitian adalah observasional dengan dengan cara melihat rongga mulut dan rancangan penelitiannya adalah cross-sectional, serta teknik pemilihan sampel adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 224 siswa/i, berusia 6-12 tahun. Gigi dinyatakan erupsi jika gigi telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3


(3)

Hasil penelitian menunjukkan gigi permanen yang pertama erupsi adalah gigi molar pertama rahang bawah dengan rata-rata waktu erupsi pada usia 6,2 tahun dan gigi yang terakhir erupsi adalah gigi molar kedua rahang atas pada usia 12,1 tahun. Urutan erupsi pada rahang atas dan rahang bawah adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua dan molar kedua.

Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05), antara waktu erupsi setiap elemen gigi permanen pada rahang bawah lebih cepat daripada rahang atas dan waktu erupsi setiap elemen gigi permanen pada anak perempuan lebih cepat daripada laki-laki.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronoligis pada Anak Etnis Tionghoa Usia 6 sampai 12 Tahun

di SD WR. Supratman 2 Medan

Medan,01 Agustus 2011

Pembimbing Tanda Tangan

Yendriwati, drg., M.Kes ……….


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 03 Agustus 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Yendriwati, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Rehulina Ginting, drg., MSi


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya akhirnya penulisan skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara di Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan hati yang tulus dan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimah kasih kepada :

1. Prof. drg. Nazarrudin, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

2. drg. Rehulina Ginting, Msi., sebagai Ketua Departemen Biologi oral FKG USU dan selaku tim penguji skiripsi yang telah memberikan arahan, saran dan waktu dalam penulisan skripsi ini.

3. drg. Yendriwati, M.kes., selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. drg. Minasari., selaku tim penguji skiripsi, drg.Lisna Unita R, M.Kes., Dr.drg. Ameta Primasari, MDSc., M.Kes., dan drg. Yumi Lindawati, selaku para staf pengajar Departemen Biologi Oral, Ngaisah dan Dani Irma Suryani selaku staf pegawai yang telah memberikan saran, arahan, waktu dan motivasi dalam


(7)

5. drg. Neviyanti, M.Kes., selaku dosen pembimbing akademik yang mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes., dan ibu Maya selaku pembimbing statistik atas bimbingan dan bantuan dalam pengolahan data.

7. Kepala Sekolah Dasar Ibu Etty, S.E, dan Lini S.E, dan Guru-Guru di WR.Supratman 2 Medan yang telah mengizinkan dan meluangkan waktu dalam melakukan penelitian dan siswa/i yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

Ucapan terima kasih teristimewa kepada Ibunda saya Irene, abangku Benny, adikku Lince dan Grace, atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis sampai kapanpun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak Sri, kakak Suryana, abang Muktar, Dayuni, Egia, Doni, Uta, Lena, Bella, Ester, Ristoria, Rindu, Haspeni, Isfa dan Carolina yang telah membantu penulis semasa pendidikan dan selama penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengaharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi.

Medan,01 Agustus 2011 Penulis

(Natalia Indriani) NIM : 070600010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL --- i

HALAMAN PERSETUJUAN --- ii

HALAMAN TIM PENGUJI --- iii

KATA PENGANTAR --- iv

DAFTAR ISI --- vi

DAFTAR TABEL --- viii

DAFTAR GAMBAR --- ix

DAFTAR LAMPIRAN --- x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang --- 1

1.2 Rumusan Masalah --- 4

1.3 Tujuan Penelitian--- 4

1.4 Manfaat Penelitian --- 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Odontogeneis --- 6

2.1.1 Tahap Pra-Erupsi --- 7

2.1.2 Tahap Prafungsional --- 10

2.1.3 Tahap Fungsional --- 14

2.2 Waktu Erupsi Gigi --- 15

2.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Erupsi Gigi --- 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep --- 21


(9)

3.3 Skema Alur Penelitian --- 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian --- 24

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian --- 24

4.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian --- 24

4.4 Variabel Penelitian --- 27

4.5 Definisi Operasional --- 27

4.6 Bahan dan Alat --- 29

4.7 Prosedur Penelitian --- 29

4.8 Analisis Data --- 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan--- 31

5.2 Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan--- 33

5.3 Analisis waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan--- 35

5.4 Waktu erupsi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan --- 37

5.5 Analisis Waktu erupsi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan--- 41

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Waktu dan Analisi erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan --- 45

6.2 Waktu erupsi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin pada siswa/i SD WR.Supratman 2 Medan--- 48

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.2 Kesimpulan --- 51

7.2 Saran --- 51

DAFTAR PUSTAKA --- 52 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Permanen --- 17 2. Jumlah dan Persentase Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Usia pada Siswa-Siswi di SD WR.Supratman 2 Medan --- 31 3. Rata-rata waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan rahang bawah

pada siswa-siswi di SD WR.Supratman 2 Medan --- 33 4. Hasil rata-rata uji statistik waktu erupsi gigi permanen rahang atas

dan rahang bawah siswa-siswi SD WR.Supratman 2 Medan --- 35 5. Rata-rata waktu erupsi gigi permanen anak perempuan

di SD WR.Supratman 2 Medan --- 37

6. Rata-rata waktu erupsi gigi permanen anak laki-laki

di SD WR.Supratman 2 Medan --- 39 7. Hasil rata-rata uji statistik waktu erupsi gigi permanen berdasarkan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema proses molekuler dan seluler saat inisiasi

proses resorpsi akar gigi sulung --- 11 2. Skema dari interaksi system RANK/RANKL untuk diferensiasi

dan aktifasi osteoklas/odontoklas --- 12

3. Skema inhibisi diferensiasi dan aktifasi osteoklas/odontoklas

yang diperantarai OPG --- 13 4. Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen

Rahang Atas dan Rahang Bawah pada Siswa/i

SD WR. Supratman 2 Medan --- 34 5. Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen

Anak Perempuan pada Siswa-Siswa

SD WR. Supratman 2 Medan --- 38 6. Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen

Anak Laki-Laki pada Siswa-Siswa


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Rata-Rata Waktu dan Urutan Erupsi Gigi pada Anak-Anak Etnis Tionghoa, Suku Batak Toba dan Suku Sunda pada Rahang Atas dan Rahang Bawah

2. Rata-Rata Waktu dan Urutan Erupsi Gigi pada Anak-Anak Etnis Tionghoa, Suku Batak Toba dan Suku Jawa pada anak perempuan

3. Rata-Rata Waktu dan Urutan Erupsi Gigi pada Anak-Anak Etnis Tionghoa, Suku Batak Toba dan Suku Jawa pada anak laki-laki

4. Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan 5. Surat Izin Penelitian dari Kepala Sekolah SD WR,Supratman 2 Medan

6. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Sekolah SD WR.Supratman 2 Medan 7. Informasi kepada Orangtua/Wali Subjek Penelitian 8. Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Subjek Penelitian

9. Lembar Kuisoner

10. Lembar Status Pemeriksaan Oral 11.Dokumentasi Penelitian

12. Hasil Penelitian (Master Tabel) 13. Hasil Perhitungan Statistik


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2011

Natalia Indriani

Waktu Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologsi pada Anak Etnis Tionghoa Usia 6 sampai 12 Tahun di SD WR.Supratman 2 Medan

X + 55 halaman

Erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. Erupsi gigi dapat digunakan untuk meramalkan usia dan maturitas seseorang. Tahap erupsi gigi bervariasi pada setiap individu yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Usia kronologis dapat digunakan untuk memantau proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengamatan mengenai pembentukkan gigi geligi memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam memperkirakan usia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui waktu erupsi gigi permanen berdasarkan usia kronologis anak etnis Tionghoa di SD WR.Supratman 2 Medan.

Metode penelitian adalah observasional dengan dengan cara melihat rongga mulut dan rancangan penelitiannya adalah cross-sectional, serta teknik pemilihan sampel adalah purposive sampling. Sampel berjumlah 224 siswa/i, berusia 6-12 tahun. Gigi dinyatakan erupsi jika gigi telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau tepi incisal.


(14)

Hasil penelitian menunjukkan gigi permanen yang pertama erupsi adalah gigi molar pertama rahang bawah dengan rata-rata waktu erupsi pada usia 6,2 tahun dan gigi yang terakhir erupsi adalah gigi molar kedua rahang atas pada usia 12,1 tahun. Urutan erupsi pada rahang atas dan rahang bawah adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua dan molar kedua.

Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05), antara waktu erupsi setiap elemen gigi permanen pada rahang bawah lebih cepat daripada rahang atas dan waktu erupsi setiap elemen gigi permanen pada anak perempuan lebih cepat daripada laki-laki.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak, yaitu membantu menegakkan diagnosa, menetapkan rencana perawatan, dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan.1,2,3 Kemudian dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang penting dari jenazah sehingga memudahkan identifikasi dan memberikan bukti forensik yang membantu dalam proses peradilan, dan untuk individu yang masih hidup digunakan untuk klasifikasi kejahatan yang dilakukan dan sebagai bukti di peradilan.4

Pada masa anak-anak, pengamatan mengenai pembentukkan gigi geligi memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam memperkirakan usia sedangkan pada orang dewasa keakuratannya akan menurun karena adanya proses fisologis degeneratif seperti atrisi akibat penggunaan gigi geligi, penutupan ruang pulpa dan sklerosis dari dentin.4

Gigi geligi mempunyai enamel yang merupakan jaringan yang paling keras dalam tubuh manusia dan memiliki kekuatan yang tinggi dan tahan pada pH, kelembapan, salintas, dan temperatur yang tinggi. Sifat dentin yang juga stabil dan mempunyai kerentanan yang rendah dari rangsangan ekternal sehingga proses resorpsi dan pembentukkan dentin yang baru sangat rendah.4 Kalsifikasi pada gigi


(16)

geligi hanya sedikit dipengaruhi oleh faktor eksternal dibandingkan kalsifikasi pada tulang.5

Erupsi gigi dapat digunakan untuk meramalkan usia dan maturitas seseorang. Usia kronologis adalah usia yang diperoleh dengan mencatat tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang berhubungan dengan lama hidupnya seseorang.4 Usia kronologis digunakan untuk memantau proses pertumbuhan dan perkembangan anak.6 Perkembangan somatik berhubungan dengan usia kronologis yang merupakan hasil pengukuran dari maturasi somatik seperti perkembangan tulang, masa pubertas, dan tinggi badan atau berat badan.1,2 Perkembangan gigi geligi menunjukkan variabilitas lebih sedikit dibandingkan dengan perkembangan lainnya dan juga variabilitas rendah yang berhubungan dengan usia kronologis.1,2,7,8 Penilaian maturasi dental dapat ditentukan antara lain oleh erupsi gigi. 9,10

Waktu erupsi gigi permanen telah diteliti di antara populasi yang berbeda dan kelompok etnik yang berbeda.11,12 Juga dilaporkan bahwa beberapa variabel seperti faktor genetik, hormonal, geografis, budaya, jenis kelamin, status ekonomi, status gizi, ras, faktor penyakit, faktor lokal, kelainan-kelainan yang menyertai dan parameter pertumbuhan memiliki pengaruh terhadap waktu erupsi dan proses erupsi gigi.12,13 Proses erupsi gigi di dalam rongga mulut sangat kompleks. Waktu erupsi gigi pada rongga mulut berbeda-beda dan menunjukkan urutan pola yang berbeda juga antara suatu populasi.6

Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras. Erupsi lebih cepat pada ras Afrika


(17)

hitam dibandingkan dengan ras Kaukasoid, orang Korea (Mongoloid) sedikit lebih cepat daripada ras Kaukasia, dan pada orang Australia pribumi lebih lambat daripada Kaukasoid.14

Jenis kelamin juga mempengaruhi kalsifikasi gigi dan waktu erupsi. Pada umumnya, anak perempuan mempunyai waktu kalsifikasi lebih cepat dari pada laki-laki dan waktu erupsi gigi pada anak perempuan juga lebih cepat dari laki-laki-laki-laki,9,15,16 tetapi pada gigi desidui jenis kelamin tidak mempengaruhi waktu erupsi gigi.6,23

Kebiasaan dan jenis makanan pada setiap ras juga berbeda-beda. Faktor nutrisi yang mempengaruhi proses erupsi gigi antara lain kandungan gizi, pola makan, dan jenis makanan.9 Pola makan orant Tionghoa yang kurang suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan suka mengkonsumsi makanan yang lunak. Menurut UAB Health System (2004), asupan kalsium, fosfor, vitamin C dan D mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi serta waktu erupsi gigi. Kekurangan zat tersebut dapat memperlambat waktu erupsi gigi. Zat-zat tersebut banyak terdapat pada sayur-sayuran. Kekuatan penguyahan juga mempengaruhi proses erupsi gigi.9,28

Indonesia merupakan suatu negara yang multi etnis dan multi kultur di mana populasi penduduknya terdiri dari berbagai macam suku bangsa, salah satu di antaranya adalah suku Tionghoa. Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, jumlah suku Tionghoa-Indonesia berada di kisaran 4%-5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.17


(18)

Penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen ini penting, meskipun penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen pada etnis Tionghoa sudah ada sebelumnya, tetapi parameter yang digunakan pada penelitian ini berbeda. Berdasarkan latar belakang ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai waktu erupsi gigi permanen ditinjau dari usia kronologis ditinjau pada anak-anak usia 6-12 tahun di SD W.R Supratman 2 Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan antara waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan rahang bawah pada etnis Tionghoa?

2. Apakah ada perbedaan antara waktu erupsi gigi permanen antara laki – laki dan perempuan pada etnis Tionghoa?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan rahang bawah pada etnis Tionghoa.

2. Mengetahui perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara laki – laki dan perempuan pada etnis Tionghoa.


(19)

4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai data dan informasi dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai waktu erupsi gigi permanen pada suku-suku yang ada di Indonesia khususnya di kota Medan sendiri.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal.5-7 Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen. Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tetapi dasar proses pertumbuhannya sama pada semua gigi.18

1. Odontogenesis

Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang akan membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk pulpa, sementum, dan pulpa.19,20,23 Gigi terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta akar yang tidak ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat persarafan) yang didukung oleh ligamen periodontal.19 Pada minggu ke-5 masa embrio, epitel ektoderm yang melapisi kavum oris mengalami penebalan sepanjang tepi dari bakal rahang atas dan rahang bawah. Penebalan ini terdiri atas dua lapisan yang meluas sampai ke mesenkim, di mana lapisan pertama yaitu di sebelah labial akan memisahkan diri dan membentuk ruangan di antara bibir dan prosesus alveolaris dari rahang. Lapisan kedua yaitu di sebelah lingual akan membentuk gigi yang disebut lamina dentalis. Pada lamina dentalis, terjadi penebalan yang berbentuk kuncup dan masuk ke dalam jaringan pengikat (mesoderm). Kuncup-kuncup ini merupakan benih-benih gigi. Ada 10 benih-benih gigi dalam masing-masing tulang


(21)

masih tinggal akan membentuk kuncup-kuncup lagi yang akan menjadi benih-benih gigi permanen.23

Perkembangan gigi dimulai sejak dalam kandungan (fetus) sekitar 28 hari IU.19,20 Gigi desidui berkembang pada minggu ke-6 dan minggu ke-8 dan gigi permanen berkembang pada minggu ke-20.21 Tahap mineralisasi pada gigi desidui dimulai pada minggu ke-14 IU dan seluruh gigi desidui termineralisasi secara sempurna setelah kelahiran. Gigi I dan M1 permanen termineralisasi pada atau waktu setelah kelahiran, setelah itu baru gigi-gigi permanen lain mengalami mineralisasi.19

Erupsi gigi terjadi setelah formasi dan mineralisasi mahkota terbentuk sempurna tetapi sebelum akar terbentuk sempurna. Gigi tumbuh dari dua tipe sel, yaitu epitel oral dari organ enamel dan sel mesenkim dari papilla dental. Perkembangan enamel dari enamel organ dan perkembangan dentin dari papila dental.18 Mahkota dan bagian akar dibentuk sebelum gigi tersebut erupsi, mahkota dibentuk terlebih dahulu, kemudian baru pembentukkan akar.22 Pertumbuhan mandibula dan maksila menurut Sadler, dipersiapkan untuk tumbuhnya gigi geligi.10 Perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu : tahap erupsi, tahap pra-fungsional (tahap erupsi), dan tahap pra-fungsional.6

1.1Tahap Pra-Erupsi

Tahap pra-erupsi, yaitu saat mahkota gigi terbentuk dan posisinya dalam tulang rahang cukup stabil (intraosseus), ketika akar gigi mulai terbentuk dan gigi


(22)

mulai bergerak di dalam tulang rahang ke arah rongga mulut, penetrasi mukosa, dan pada saat akar gigi terbentuk setengah sampai tiga perempat dari panjang akar.25

Tahap pra-erupsi terdiri dari : 22,23

a. Inisiasi (Bud Stage)

Tahap inisiasi merupakan penebalan jaringan ektodermal dan pembentukkan kuntum gigi yang dikenal sebagai organ enamel pada minggu ke-10 IU. Perubahan yang paling nyata dan paling dominan adalah proliferasi jaringan ektodermal dan jaringan mesenkimal yang terus berlanjut.

b. Proliferasi (Cap Stage)

Dimulai pada minggu ke-11 IU, sel-sel organ enamel masih terus berproliferasi sehingga organ enamel lebih besar sehingga berbentukan cekung seperti topi. Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan mesenkim dan berproliferasi membentuk papila dentis yang akan membentuk dentin. Papila dental yang dikelilingi oleh organ enamel akan berdiferensiasi menjadi pulpa. Jaringan mesenkim di bawah papila dental membentuk lapisan yang bertambah padat dan berkembang menjadi lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus) primitif.

c. Histodiferensiasi (Bell Stage)

Tahap bel merupakan perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi menjadi bentuk bel. Perubahan histodiferensiasi mencakup perubahan sel-sel perifer papila dental menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin). Ada empat lapisan sel


(23)

yang dapat dilihat pada tahap bell, yaitu Outer Enamel Epithelium, Retikulum Stelata, Stratum Intermedium, dan Inner Enamel Epithelium.

d. Morfodiferensiasi

Morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel dalam perkembangan bentuk jaringan atau organ. Perubahan morfodiferensiasi mencakup pembentukkan pola morfologi atau bentuk dasar dan ukuran relatif dari mahkota gigi. Morfologi gigi ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khas pada setiap gigi, sebagai suatu pola tertentu pada pembiakan sel.

e. Aposisi

Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang.

f. Kalsifikasi

Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan garam-garam kalsium anorganik selama pengendapan matriks. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi.


(24)

1.2 Tahap Pra-Fungsional/Pra-Oklusal (Tahap Erupsi)6,25,26

Erupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin ‘erumpere’, yang berarti menetaskan.7 Erupsi gigi adalah suatu proses pergeraka gigi secara aksial yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari tahap pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke rongga mulut. 6,15,24

Menurut Lew (1997, cit Primasari A, 1992), gigi dinyatakan erupsi jika mahkota telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau dari tepi insisal.14 Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal selama proses gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi, dan pergerakan ke arah mesial.

Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen, melibatkan gigi desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi permanen. Resorpsi tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi desidui oleh gigi permanennya. Resoprsi akar gigi desidui dimulai di bagian akar gigi desidui yang paling dekat dengan benih gigi permanen. Tahap awal erupsi gigi permanen akan menghasilkan tekanan erupsi yang akan menyebabkan resorpsi akar gigi desidui. Namun, folikel gigi dan retikulum stelata yang merupakan bagian dari komponen gigi juga berperan dalam resorpsi akar gigi desidui.25-26


(25)

Gambar 1 : Skema proses molekuler dan seluler saat inisiasi proses resorpsi akar gigi sulung.26

Erupsi gigi permanen tidak terlepas dari proses seluler dan molekuler. Sel-sel retikulum stelata dari gigi permanen yang sedang terbentuk mensekresi parathyroid

hormone (PTH)-related protein (PTHrP), yaitu suatu molekul pengatur pembentukan

yang dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang disereksi kemudian terikat dalam suatu fungsi parakrin pada reseptor PTHrP yang diekspresikan oleh sel-sel dalam folikel gigi. Interleukin 1a juga disereksi oleh epitel stelata dan dengan cara yang sama terikat pada reseptor IL-1a yang ditemukan pada folikel gigi. Akibatnya, sel-sel folikel gigi yang terstimulasi ini akan mensereksi faktor-faktor perekrut monosit, seperti colony-stimulating factor-1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular

endothelial growth factor. Kemudian, di bawah pengaruh faktor-faktor tersebut,

monosit dibawa dari daerah di dekat folikel gigi yang kaya pembuluh darah dan diletakkan di daerah koronal.


(26)

Gambar 2 : Skema dari interaksi sistem RANK/RANKL

untuk diferensiasi dan aktifasi osteoklas/odontoklas.26

Bila lingkungan folikel gigi mendukung maka monosit-monosit tersebut akan berfusi, lalu berdiferensiasi menjadi sel-sel osteoklas atau odontoklas yang jika sel-sel tersebut berkontak dengan sel-sel yang mengekspresikan RANKL (Receptor

Activator of Nuclear Factor Kappa B Ligand) maka akan meresorpsi jaringan keras.

RANKL adalah suatu protein yang terikat pada membran yang TNF ligand yang diekspresikan oleh osteoblast, odontoblast, pulpa, ligamen periodontal, fibroblast, dan sementoblas yang berfungsi dalam menginduksi dan mengaktifasi osteoklas dari sel-sel precursor. Reseptor RANKL adalah RANK (Receptor Activator of Nuclear

Factor Kappa B) yang diekspresikan oleh osteoklas dan odontoklas. OPG

(Osteoprotegerin) merupakan glikoprotein yang termasuk golongan TNF. OPG dihasilkan oleh berbagai macam sel dan menghambat diferensiasi osteoklas dari sel prekursornya. OPG juga bertindak sebagi reseptor RANKL dan bila RANKL dan


(27)

OPG bertemu maka tidak terjadi pembentukkan osteoklas. Sel-sel yang mengekspresikan OPG antara lain odontoblast, ameloblast, dan sel-sel pulpa.

Gambar 3 : Skema inhibisi diferensiasi dan aktifasi osteoklas/ odontoklas yang diperantarai OPG.26

Teori mekanisme erupsi gigi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :6

1. Gigi didorong atau didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang dihasilkan dari bawah dan disekitarnya, seperti pertumbuhan tulang alveolar, akar, tekanan darah atau tekanan cairan dalam jaringan (proliferasi).

2. Gigi mungkin keluar sebagai hasil dari tarikan jaringan penghubung di sekitar ligamen periodontal.

Pergerakan gigi ke arah oklusal berhubungan dengan pertumbuhan jaringan ikat di sekitar soket gigi. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal akan menghasilkan tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap ini semakin bertambah seiring meningkatnya permeabilitas vaskular di


(28)

sekitar ligamen periodontal yang memicu keluarnya cairan secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukkan cairan di sekitar ligamen periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Faktor lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini adalah perpanjangan dari pulpa, di mana pulpa yang sedang berkembang pesat ke arah apikal dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah oklusal.

1.3 Tahap Fungsional/Tahap Oklusal25

Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan.

Pada tahap ini, tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada bagian soket gigi sebelah distal. Demikian halnya dengan sementum pada akar gigi yang menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan sementum. Interpretasi ini tidak benar, pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan sementum yang terjadi merupakan hasil dari pergerakan gigi. Pergerakan gigi pada tahap fungsional sama dengan pada tahap prafungsional, tetapi proliferasi ligamen periodontal berjalan lambat.


(29)

2. Waktu Erupsi Gigi6,9

Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras.17 Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai etnis di Amerika Serikat dan Eropa Barat didapat data bahwa tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yang persis sama pada rongga mulut.23 Perbedaan atau variasi 6 bulan pada erupsi gigi adalah biasa, tetapi kecenderungan waktu erupsi terjadi lebih lambat daripada waktu erupsi lebih awal.6,10,23

Berdasarkan penelitian Djaharuddin (1997, cit Primasari A, 1980) di Surabaya, terdapat perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan anak laki di mana gigi pada anak perempuan lebih cepat dari pada anak laki-laki.14 Menurut Mundiyah, tidak terdapat perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak perempuan dan anak laki-laki.6,23

Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui atau gigi primer. Untuk beberapa lama gigi susu akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan gigi susu tersebut.23 Gigi susu berjumlah 20 di rongga mulut, yaitu 10 pada maksila dan 10 pada mandibula. Gigi susu terdiri dari insisivus pertama, insisivus kedua, kaninus, molar pertama dan molar kedua di mana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap jenisnya.19,20 Erupsi gigi desidui dimulai saat bayi berusia 6


(30)

bulan yang ditandai dengan munculnya gigi insisivus rahang bawah dan berakhir dengan erupsi gigi molar dua pada usia 2 tahun.

Gigi permanen berjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4 premolar, dan 6 molar pada masing-masing rahang.19 Waktu erupsi gigi permanen ditandai dengan erupsinya gigi molar pertama permanen rahang bawah pada usia 6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus pertama rahang bawah juga sudah bererupsi di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas dan gigi insisivus kedua rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus kedua rahang atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur akan mendekati penyempurnaan ke periode gigi permanen.8 Gigi kaninus rahang bawah erupsi lebih dahulu daripada gigi premolar pertama dan gigi premolar kedua rahang bawah. Pada srahang ata, gigi premolar pertama bererupsi lebih dahulu dari gigi kaninus dan gigi premolar kedua bererupsi hampir bersamaan dengan gigi kaninus. Erupsi gigi molar kedua berdekatan dengan erupsi gigi premolar kedua, tetapi ada kemungkinan gigi molar kedua bererupsi lebih dahulu daripada gigi premolar kedua. Erupsi gigi yang paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah.


(31)

Tabel 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Permanen6

Gigi Tahap awal pembentukkan jaringan keras Mahkota lengkap (tahun) Erupsi (tahun) Pembentukkan akar lengkap (tahun) Rahang Atas Insisivus Pertama

3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10 Insisivus

Kedua

10 bulan 4 – 5 8 – 9 11 Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 11 – 12 13 – 15 Premolar

Pertama

11/2 - 13/4 tahun 5 – 6 10 – 11 12 – 13 Premolar

Kedua

2 - 21/4 tahun 6 – 7 10 – 12 12 – 14 Molar

Pertama

Pada saat lahir 21/2 – 3 6 – 7 9 – 10 Molar

Kedua

21/2 - 3 tahun 7 – 8 12 – 13 14 - 16 Molar

Ketiga

7 – 9 tahun 12 – 16 17 – 21 18 – 25 Rahang

Bawah

Insisivus Pertama

3 – 4 bulan 4 – 5 6 – 7 9 Insisivus

Kedua

3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10 Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 9 – 10 12 – 14 Premolar

Pertama

11/2 – 13/4 tahun 5 – 6 10 – 12 12 – 13 Premolar

Kedua

2 – 21/4 tahun 6 – 7 11 – 12 13 – 14 Molar

Pertama

Pada saat lahir 21/2 – 3 6 – 7 9 – 10 Molar

Kedua

21/2 – 3 tahun 7 – 8 11 – 13 14 – 15 Molar ketiga 7 – 9 12 – 16 17 – 21 18 – 25

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi

Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak.6 Variasi ini dapat terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi, terutama pada periode transisi pertama dan kedua.9,10


(32)

a. Faktor Genetik (Keturunan)

Faktor genetik dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi. Menurut Stewart, pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78%.

b. Faktor Ras

Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Prancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar. Erupsi lebih cepat pada ras Afrika hitam dibandingkan dengan ras Kaukasoid, orang Korea (Mongoloid) sedikit lebih cepat daripada ras Kaukasia, dan pada orang Australia pribumi lebih lambar daripada Kaukasoid.

c. Jenis Kelamin

Waktu erupsi gigi permanen mandibula dan maksila terjadi bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki.

d. Faktor Lingkungan

Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan,


(33)

Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan, antara lain : 1. Sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang tingkat ekonomi menengah.

2. Nutrisi

Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh nutrisi terhadap perkembangan gigi adalah sekitar 1%.

e. Faktor Penyakit

Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,

Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy.

f. Faktor Lokal

Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi yang berlebih, trauma dari benih gigi, mukosa gusi yang menebal, dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal.5-7 Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen. Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tetapi dasar proses pertumbuhannya sama pada semua gigi.18

1. Odontogenesis

Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang akan membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk pulpa, sementum, dan pulpa.19,20,23 Gigi terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta akar yang tidak ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat persarafan) yang didukung oleh ligamen periodontal.19 Pada minggu ke-5 masa embrio, epitel ektoderm yang melapisi kavum oris mengalami penebalan sepanjang tepi dari bakal rahang atas dan rahang bawah. Penebalan ini terdiri atas dua lapisan yang meluas sampai ke mesenkim, di mana lapisan pertama yaitu di sebelah labial akan memisahkan diri dan membentuk ruangan di antara bibir dan prosesus alveolaris dari rahang. Lapisan kedua yaitu di sebelah lingual akan membentuk gigi yang disebut lamina dentalis. Pada lamina dentalis, terjadi penebalan yang berbentuk kuncup dan masuk ke dalam jaringan pengikat (mesoderm). Kuncup-kuncup ini merupakan benih-benih gigi. Ada 10 benih-benih gigi dalam masing-masing tulang


(35)

masih tinggal akan membentuk kuncup-kuncup lagi yang akan menjadi benih-benih gigi permanen.23

Perkembangan gigi dimulai sejak dalam kandungan (fetus) sekitar 28 hari IU.19,20 Gigi desidui berkembang pada minggu ke-6 dan minggu ke-8 dan gigi permanen berkembang pada minggu ke-20.21 Tahap mineralisasi pada gigi desidui dimulai pada minggu ke-14 IU dan seluruh gigi desidui termineralisasi secara sempurna setelah kelahiran. Gigi I dan M1 permanen termineralisasi pada atau waktu setelah kelahiran, setelah itu baru gigi-gigi permanen lain mengalami mineralisasi.19

Erupsi gigi terjadi setelah formasi dan mineralisasi mahkota terbentuk sempurna tetapi sebelum akar terbentuk sempurna. Gigi tumbuh dari dua tipe sel, yaitu epitel oral dari organ enamel dan sel mesenkim dari papilla dental. Perkembangan enamel dari enamel organ dan perkembangan dentin dari papila dental.18 Mahkota dan bagian akar dibentuk sebelum gigi tersebut erupsi, mahkota dibentuk terlebih dahulu, kemudian baru pembentukkan akar.22 Pertumbuhan mandibula dan maksila menurut Sadler, dipersiapkan untuk tumbuhnya gigi geligi.10 Perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu : tahap erupsi, tahap pra-fungsional (tahap erupsi), dan tahap pra-fungsional.6

1.1Tahap Pra-Erupsi

Tahap pra-erupsi, yaitu saat mahkota gigi terbentuk dan posisinya dalam tulang rahang cukup stabil (intraosseus), ketika akar gigi mulai terbentuk dan gigi


(36)

mulai bergerak di dalam tulang rahang ke arah rongga mulut, penetrasi mukosa, dan pada saat akar gigi terbentuk setengah sampai tiga perempat dari panjang akar.25

Tahap pra-erupsi terdiri dari : 22,23

a. Inisiasi (Bud Stage)

Tahap inisiasi merupakan penebalan jaringan ektodermal dan pembentukkan kuntum gigi yang dikenal sebagai organ enamel pada minggu ke-10 IU. Perubahan yang paling nyata dan paling dominan adalah proliferasi jaringan ektodermal dan jaringan mesenkimal yang terus berlanjut.

b. Proliferasi (Cap Stage)

Dimulai pada minggu ke-11 IU, sel-sel organ enamel masih terus berproliferasi sehingga organ enamel lebih besar sehingga berbentukan cekung seperti topi. Bagian yang cekung diisi oleh kondensasi jaringan mesenkim dan berproliferasi membentuk papila dentis yang akan membentuk dentin. Papila dental yang dikelilingi oleh organ enamel akan berdiferensiasi menjadi pulpa. Jaringan mesenkim di bawah papila dental membentuk lapisan yang bertambah padat dan berkembang menjadi lapisan fibrosa yaitu kantong gigi (dental sakus) primitif.

c. Histodiferensiasi (Bell Stage)

Tahap bel merupakan perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi menjadi bentuk bel. Perubahan histodiferensiasi mencakup perubahan sel-sel perifer papila dental menjadi odontoblas (sel-sel pembentuk dentin). Ada empat lapisan sel


(37)

yang dapat dilihat pada tahap bell, yaitu Outer Enamel Epithelium, Retikulum Stelata, Stratum Intermedium, dan Inner Enamel Epithelium.

d. Morfodiferensiasi

Morfodiferensiasi adalah susunan sel-sel dalam perkembangan bentuk jaringan atau organ. Perubahan morfodiferensiasi mencakup pembentukkan pola morfologi atau bentuk dasar dan ukuran relatif dari mahkota gigi. Morfologi gigi ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khas pada setiap gigi, sebagai suatu pola tertentu pada pembiakan sel.

e. Aposisi

Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstraseluler yang mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang.

f. Kalsifikasi

Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan garam-garam kalsium anorganik selama pengendapan matriks. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis. Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi.


(38)

1.2 Tahap Pra-Fungsional/Pra-Oklusal (Tahap Erupsi)6,25,26

Erupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin ‘erumpere’, yang berarti menetaskan.7 Erupsi gigi adalah suatu proses pergeraka gigi secara aksial yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari tahap pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke rongga mulut. 6,15,24

Menurut Lew (1997, cit Primasari A, 1992), gigi dinyatakan erupsi jika mahkota telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau dari tepi insisal.14 Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal selama proses gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi, dan pergerakan ke arah mesial.

Proses erupsi gigi permanen selain gigi molar permanen, melibatkan gigi desidui, yaitu gigi desidui tanggal yang digantikan oleh gigi permanen. Resorpsi tulang dan akar gigi desidui mengawali pergantian gigi desidui oleh gigi permanennya. Resoprsi akar gigi desidui dimulai di bagian akar gigi desidui yang paling dekat dengan benih gigi permanen. Tahap awal erupsi gigi permanen akan menghasilkan tekanan erupsi yang akan menyebabkan resorpsi akar gigi desidui. Namun, folikel gigi dan retikulum stelata yang merupakan bagian dari komponen gigi juga berperan dalam resorpsi akar gigi desidui.25-26


(39)

Gambar 1 : Skema proses molekuler dan seluler saat inisiasi proses resorpsi akar gigi sulung.26

Erupsi gigi permanen tidak terlepas dari proses seluler dan molekuler. Sel-sel retikulum stelata dari gigi permanen yang sedang terbentuk mensekresi parathyroid

hormone (PTH)-related protein (PTHrP), yaitu suatu molekul pengatur pembentukan

yang dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang disereksi kemudian terikat dalam suatu fungsi parakrin pada reseptor PTHrP yang diekspresikan oleh sel-sel dalam folikel gigi. Interleukin 1a juga disereksi oleh epitel stelata dan dengan cara yang sama terikat pada reseptor IL-1a yang ditemukan pada folikel gigi. Akibatnya, sel-sel folikel gigi yang terstimulasi ini akan mensereksi faktor-faktor perekrut monosit, seperti colony-stimulating factor-1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular

endothelial growth factor. Kemudian, di bawah pengaruh faktor-faktor tersebut,

monosit dibawa dari daerah di dekat folikel gigi yang kaya pembuluh darah dan diletakkan di daerah koronal.


(40)

Gambar 2 : Skema dari interaksi sistem RANK/RANKL

untuk diferensiasi dan aktifasi osteoklas/odontoklas.26

Bila lingkungan folikel gigi mendukung maka monosit-monosit tersebut akan berfusi, lalu berdiferensiasi menjadi sel-sel osteoklas atau odontoklas yang jika sel-sel tersebut berkontak dengan sel-sel yang mengekspresikan RANKL (Receptor

Activator of Nuclear Factor Kappa B Ligand) maka akan meresorpsi jaringan keras.

RANKL adalah suatu protein yang terikat pada membran yang TNF ligand yang diekspresikan oleh osteoblast, odontoblast, pulpa, ligamen periodontal, fibroblast, dan sementoblas yang berfungsi dalam menginduksi dan mengaktifasi osteoklas dari sel-sel precursor. Reseptor RANKL adalah RANK (Receptor Activator of Nuclear

Factor Kappa B) yang diekspresikan oleh osteoklas dan odontoklas. OPG

(Osteoprotegerin) merupakan glikoprotein yang termasuk golongan TNF. OPG dihasilkan oleh berbagai macam sel dan menghambat diferensiasi osteoklas dari sel prekursornya. OPG juga bertindak sebagi reseptor RANKL dan bila RANKL dan


(41)

OPG bertemu maka tidak terjadi pembentukkan osteoklas. Sel-sel yang mengekspresikan OPG antara lain odontoblast, ameloblast, dan sel-sel pulpa.

Gambar 3 : Skema inhibisi diferensiasi dan aktifasi osteoklas/ odontoklas yang diperantarai OPG.26

Teori mekanisme erupsi gigi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :6

1. Gigi didorong atau didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang dihasilkan dari bawah dan disekitarnya, seperti pertumbuhan tulang alveolar, akar, tekanan darah atau tekanan cairan dalam jaringan (proliferasi).

2. Gigi mungkin keluar sebagai hasil dari tarikan jaringan penghubung di sekitar ligamen periodontal.

Pergerakan gigi ke arah oklusal berhubungan dengan pertumbuhan jaringan ikat di sekitar soket gigi. Proliferasi aktif dari ligamen periodontal akan menghasilkan tekanan di sekitar kantung gigi yang mendorong gigi ke arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap ini semakin bertambah seiring meningkatnya permeabilitas vaskular di


(42)

sekitar ligamen periodontal yang memicu keluarnya cairan secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukkan cairan di sekitar ligamen periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Faktor lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap ini adalah perpanjangan dari pulpa, di mana pulpa yang sedang berkembang pesat ke arah apikal dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah oklusal.

1.3 Tahap Fungsional/Tahap Oklusal25

Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan.

Pada tahap ini, tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada bagian soket gigi sebelah distal. Demikian halnya dengan sementum pada akar gigi yang menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan sementum. Interpretasi ini tidak benar, pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan sementum yang terjadi merupakan hasil dari pergerakan gigi. Pergerakan gigi pada tahap fungsional sama dengan pada tahap prafungsional, tetapi proliferasi ligamen periodontal berjalan lambat.


(43)

2. Waktu Erupsi Gigi6,9

Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda ras.17 Berdasarkan penelitian Hurme pada berbagai etnis di Amerika Serikat dan Eropa Barat didapat data bahwa tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yang persis sama pada rongga mulut.23 Perbedaan atau variasi 6 bulan pada erupsi gigi adalah biasa, tetapi kecenderungan waktu erupsi terjadi lebih lambat daripada waktu erupsi lebih awal.6,10,23

Berdasarkan penelitian Djaharuddin (1997, cit Primasari A, 1980) di Surabaya, terdapat perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan anak laki di mana gigi pada anak perempuan lebih cepat dari pada anak laki-laki.14 Menurut Mundiyah, tidak terdapat perbedaan waktu erupsi gigi desidui antara anak perempuan dan anak laki-laki.6,23

Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui atau gigi primer. Untuk beberapa lama gigi susu akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan aktivitas fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan gigi susu tersebut.23 Gigi susu berjumlah 20 di rongga mulut, yaitu 10 pada maksila dan 10 pada mandibula. Gigi susu terdiri dari insisivus pertama, insisivus kedua, kaninus, molar pertama dan molar kedua di mana terdapat sepasang pada rahang untuk tiap jenisnya.19,20 Erupsi gigi desidui dimulai saat bayi berusia 6


(44)

bulan yang ditandai dengan munculnya gigi insisivus rahang bawah dan berakhir dengan erupsi gigi molar dua pada usia 2 tahun.

Gigi permanen berjumlah 32 yang terdiri dari 4 insisivus, 2 kaninus, 4 premolar, dan 6 molar pada masing-masing rahang.19 Waktu erupsi gigi permanen ditandai dengan erupsinya gigi molar pertama permanen rahang bawah pada usia 6 tahun. Pada masa ini gigi insisivus pertama rahang bawah juga sudah bererupsi di rongga mulut. Gigi insisivus pertama rahang atas dan gigi insisivus kedua rahang bawah mulai erupsi pada usia 7-8 tahun, serta gigi insisivus kedua rahang atas erupsi pada usia 8-9 tahun. Pada usia 10-12 tahun, periode gigi bercampur akan mendekati penyempurnaan ke periode gigi permanen.8 Gigi kaninus rahang bawah erupsi lebih dahulu daripada gigi premolar pertama dan gigi premolar kedua rahang bawah. Pada srahang ata, gigi premolar pertama bererupsi lebih dahulu dari gigi kaninus dan gigi premolar kedua bererupsi hampir bersamaan dengan gigi kaninus. Erupsi gigi molar kedua berdekatan dengan erupsi gigi premolar kedua, tetapi ada kemungkinan gigi molar kedua bererupsi lebih dahulu daripada gigi premolar kedua. Erupsi gigi yang paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah.


(45)

Tabel 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Permanen6

Gigi Tahap awal pembentukkan jaringan keras Mahkota lengkap (tahun) Erupsi (tahun) Pembentukkan akar lengkap (tahun) Rahang Atas Insisivus Pertama

3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10 Insisivus

Kedua

10 bulan 4 – 5 8 – 9 11 Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 11 – 12 13 – 15 Premolar

Pertama

11/2 - 13/4 tahun 5 – 6 10 – 11 12 – 13 Premolar

Kedua

2 - 21/4 tahun 6 – 7 10 – 12 12 – 14 Molar

Pertama

Pada saat lahir 21/2 – 3 6 – 7 9 – 10 Molar

Kedua

21/2 - 3 tahun 7 – 8 12 – 13 14 - 16 Molar

Ketiga

7 – 9 tahun 12 – 16 17 – 21 18 – 25 Rahang

Bawah

Insisivus Pertama

3 – 4 bulan 4 – 5 6 – 7 9 Insisivus

Kedua

3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10 Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 9 – 10 12 – 14 Premolar

Pertama

11/2 – 13/4 tahun 5 – 6 10 – 12 12 – 13 Premolar

Kedua

2 – 21/4 tahun 6 – 7 11 – 12 13 – 14 Molar

Pertama

Pada saat lahir 21/2 – 3 6 – 7 9 – 10 Molar

Kedua

21/2 – 3 tahun 7 – 8 11 – 13 14 – 15 Molar ketiga 7 – 9 12 – 16 17 – 21 18 – 25

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi

Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak.6 Variasi ini dapat terjadi dalam setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi, terutama pada periode transisi pertama dan kedua.9,10


(46)

a. Faktor Genetik (Keturunan)

Faktor genetik dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi. Menurut Stewart, pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78%.

b. Faktor Ras

Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Prancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar. Erupsi lebih cepat pada ras Afrika hitam dibandingkan dengan ras Kaukasoid, orang Korea (Mongoloid) sedikit lebih cepat daripada ras Kaukasia, dan pada orang Australia pribumi lebih lambar daripada Kaukasoid.

c. Jenis Kelamin

Waktu erupsi gigi permanen mandibula dan maksila terjadi bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki.

d. Faktor Lingkungan

Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan,


(47)

Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan, antara lain : 1. Sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan dengan anak yang tingkat ekonomi menengah.

2. Nutrisi

Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh nutrisi terhadap perkembangan gigi adalah sekitar 1%.

e. Faktor Penyakit

Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,

Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy.

f. Faktor Lokal

Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi yang berlebih, trauma dari benih gigi, mukosa gusi yang menebal, dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

Erupsi gigi adalah suatu proses pergerakan gigi secara aksial yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Anak mengalami berbagai tahapan tumbuh kembang, baik secara fisik, kognitif maupun sosial. Gigi geligi merupakan salah satu bagian dari fisik anak yang mengalami tumbuh kembang. Usia kronologis adalah usia yang diperoleh dengan mencatat tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang berhubungan dengan lama hidupnya seseorang dan digunakan untuk memantau proses pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pada masa anak-anak, pengamatan mengenai pembentukkan gigi geligi memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam memperkirakan usia dan perkembangan gigi geligi menunjukkan variabilitas lebih sedikit dibandingkan dengan perkembangan lainnya dan juga variabilitas rendah yang berhubungan dengan usia kronologis.

Jenis kelamin juga mempengaruhi kalsifikasi gigi dan waktu erupsi. Pada umumnya, anak perempuan mempunyai waktu kalsifikasi lebih cepat dari pada laki-laki dan waktu erupsi gigi pada anak perempuan juga lebih cepat dari laki-laki-laki-laki. Kebiasaan dan jenis makanan pada setiap ras juga berbeda-beda. Beberapa variabel seperti faktor genetik, jenis kelamin, status ekonomi, status gizi/nutrisi, ras, faktor


(49)

penyakit, dan faktor lokal memiliki pengaruh terhadap waktu erupsi dan proses erupsi gigi.


(50)

1. Kerangka Konsep

Usia Kronologis

Maturasi Dental

Anak Etnis Tionghoa dengan Kondisi Umum Baik

Kelompok usia :

Kelompok usia 6 tahun

Kelompok usia 7 tahun

Kelompok usia 8 tahun

Kelompok usia 9 tahun

Kelompok usia 10 tahun

Kelompok usia 11 tahun

Kelompok usia 12 tahun

Laki-Laki Perempuan

Waktu Erupsi Gigi Permanen pada Rahang Atas dan Rahang Bawah


(51)

2. Hipotesa Penelitian

1) Ada perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan rahang bawah pada anak etnis Tionghoa.

2) Ada perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara anak laki-laki dan anak perempuan pada etnis Tionghoa.


(52)

3. Skema Alur Penelitian

Skema Alur Penelitian

Populasi Siswa/Siswi

Persetujuan dari orang tua

Pengambilan data/informasi murid (calon sampel)

Seleksi/Pemilihan Sampel

• Etnis Tionghoa (dua keturunan)

• Usia 6 sampai 12 tahun

• Keadaan umum anak baik Sampel Selektif

Pemeriksaan Rongga Mulut

Erupsi gigi Rahang Atas Erupsi gigi Rahang Bawah

Hasil Analisis Data

Informed consent/ Kuisioner


(53)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan penelitiannya cross-sectional. Pengamatan dilakukan pada anak-anak berusia 6-12 tahun berdasarkan usia kronologis, untuk melihat waktu erupsi gigi permanen.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : SD WR. SUPRATMAN 2 MEDAN Jln. Brigjed.Zein Hamid No.33 Medan Waktu : bulan Apri-bulan Mei 2011

3. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak usia 6-12 tahun yang bersekolah di SD WR.Supratman 2 Medan yang berjumlah 815 anak.

b. Sampel Penelitian

Setelah kuisioner dibagikan kepada seluruh anak maka dipilih anak-anak-anak yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Kriteria Inklusi , sampel penelitian haruslah :


(54)

• Etnis Tionghoa asli 2 generasi.

• Periode Gigi Bercampur.

Kriteria Ekslusi, sampel yang dikecualikan dengan :

• Tidak mendapat persetujuan orang tua

• Anak tidak kooperatif

• Gigi yang crowded. c. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus uji perbedaan dua mean tidak berpasangan, yaitu :

Keterangan : n = besar sampel

α = kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 %.

Β = kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10 %.

Zα = batas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan = 1,96

Zβ = batas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan

= 1,645


(55)

S = 0,335 d = mean deviasi perbedaan

d = X1 – X2.

d = 7,59 – 7,22 = 0,37

d = 0,37

Nilai X1 ,X2, dan SD diperoleh dari penelitian Indriati3.

sehingga :

Setiap kelompok usia terdiri dari 22 orang dengan 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan, sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 154 orang. Pembagian sampel penelititan adalah sebagai berikut :

- Kelompok usia 6 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. - Kelompok usia 7 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. - Kelompok usia 8 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan.


(56)

- Kelompok usia 9 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. - Kelompok usia 10 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. - Kelompok usia 11 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan.

- Kelompok usia 12 tahun : 11 anak laki-laki dan 11 anak perempuan.

4. Variabel Penelitian

5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :

1. Gigi yang dinyatakan erupsi adalah gigi yang telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau tepi insisal.

Variabel Bebas :

- Erupsi gigi permanen - Jenis kelamin :

• laki-laki • perempuan - Usia 6-12 tahun

Variabel Tidak Terkendali :

- faktor lingkungan: - status ekonomi - nutrisi/gizi - faktor lokal

Variabel Terikat/ Tergantung :

Waktu Erupsi Gigi Permanen

Variabel Terkendali :

- Etnis Tionghoa

- Genetik (2 Keturunan) - Anak dalam keadaan sehat


(57)

2. Usia kronologis adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran dengan kriteria jika saat penelitian umur anak telah lebih 6 bulan sejak ulang tahun terakhir, maka usia anak dimasukkan ke dalam kelompok umur selanjutnya.

- 5 tahun 7 bulan sampai 6 tahun 6 bulan dihitung 6 tahun - 6 tahun 7 bulan sampai 7 tahun 6 bulan dihitung 7 tahun - 7 tahun 7 bulan sampai 8 tahun 6 bulan dihitung 8 tahun - 8 tahun 7 bulan sampai 9 tahun 6 bulan dihitung 9 tahun - 9 tahun 7 bulan sampai 10 tahun 6 bulan dihitung 10 tahun - 10 tahun 7 bulan sampai 11 tahun 6 bulan dihitung 11 tahun - 11 tahun 7 bulan sampai 12 tahun 6 bulan dihitung 12 tahun

3. Etnis Tionghoa yaitu anak yang berasal dari keturunan sejauh dua generasi yaitu kedua orang tua ayah dan ibu subjek adalah etnis Tionghoa.


(58)

6. Bahan dan Alat Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kaca mulut, sonde, senter, jangka, penggaris, pinset, antiseptik desinfektan, masker, kapas, sarung tangan, tissue, alat tulis, dan lembaran formulir pengisian.

7. Prosedur Penelitian

Setelah mendapat izin dari pihak sekolah, kuisioner dan Informed consent dibagikan pada anak-anak kemudian diisi dan dikembalikan kepada peneliti.

Cara pengambilan data, yaitu :

1. Pengambilan data anak dilakukan di sekolah pada ruang yang telah disediakan oleh pihak sekolah dengan penerangan yang cukup.

2. Setiap anak dipanggil dari kelas yang memenuhi kriteria pemilihan sampel. 3. Peneliti mengisi data anak yang akan diperiksa pada formulir pemeriksaan

yang terdiri dari tanggal pemeriksaan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan kelas.

4. Peneliti melakukan pemeriksaan oral dengan melihat semua gigi permanen yang telah erupsi dan mencatatnya dalam lembar pemeriksaan, dengan kategori sebagai berikut :

Tanda - : gigi yang belum erupsi

Tanda + : gigi telah erupsi ≤ 3 mm di atas gingiva level dihitun g dari tonjol gigi atau tepi insisal.


(59)

Data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah gigi yang telah erupsi ≤ 3 mm dengan tanda “+” pada setiap kelompok usia untuk melihat waktu erupsi gigi permanen pada setiap rahang anak.

Pada penelitiaan tidak dilakukan pencetakan, karena dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Sampel penelitian adalah anak-anak, sehingga sulit melakukan pencetakan pada anak mengingat usia mereka masih kecil dan sulit diajak koperatif. 2. Biaya mahal.

3. Tujuan penelitian hanya untuk melihat gigi-gigi yang sudah erupsi yang tidak melebihi 3 mm di dalam rongga mulut sehingga tidak perlu dilakukan pencetakan.

8. Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan cara ditabulasi. Dari data yang ada dicari nilai rata-rata (mean) dan nilai simpangan baku (standart deviasi) untuk mengetahui waktu erupsi gigi permanen pada anak usia 6-12 tahun. Untuk mengetahui adanya perbedaan waktu erupsi gigi permanen antara rahang atas dan rahang bawah dilakukan dan antara laki-laki dan perempuan dilakukan dengan uji t-Independent.


(60)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap siswa-siswi di Sekolah Dasar W.R. Supratman 2 Medan usia 6 sampai 12 tahun pada etnis Tionghoa dari kuisioner yang memenuhi kriteria adalah 224 orang.

5.1 Jumlah dan Persentase Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia pada Siswa-Siswi di SD WR.Supratman 2 Medan

Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur pada siswa-siswa di SD WR. Supratman 2 Medan.

Kelompok Umur Perempuan Laki-laki Total

Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)

6 Tahun 16 (7,14) 16 (7,14) 32 (14,28)

7 Tahun 12 (5,35) 12 (5,35) 24 (10,70)

8 Tahun 17 (7,58) 17 (7,58) 34 (15,16)

9 Tahun 16 (7,14) 16 (7,14) 32 (14,28)

10 Tahun 18 (8,03) 18 (8,03) 36 (16,06)

11 Tahun 15 (6,69) 15 (6,69) 30 (13,38)

12 Tahun 18 (8,03) 18 (8,03) 36 (16,06)

Total 112 (50) 112 (50) 224 (100)

Jumlah sampel yang memenuhi kriteria berdasarkan umur yaitu pada umur 6 tahun sebanyak 32 orang (14,28%) dengan perempuan 16 orang (7,14%) dan laki-laki 16 orang (7,14%), umur 7 tahun sebanyak 24 orang (10,70%) dengan perempuan 12 orang (5,35%) dan laki-laki 12 orang (5,35%), umur 8 tahun sebanyak 34 orang


(61)

(15,16%) dengan perempuan 17 orang (7,58%) dan laki-laki 17 orang (7,58%), umur 9 tahun sebanyak 32 orang (14,28%) dengan perempuan 16 orang (7,14%) dengan laki-laki 16 orang (7,14%), umur 10 tahun sebanyak 36 orang (16,06%) dengan perempuan 18 orang (8,03%) dan laki-laki 18 (8,03%) orang, umur 11 tahun sebanyak 30 orang (13,38%) dengan perempuan 15 orang (6,69%) dan laki-laki 15 orang (6,69%), dan umur 12 tahun sebanyak 36 orang (16,06%) dengan perempuan 18 orang (8,03%) dan laki-laki 18 orang (8,03%).


(62)

5.2 Waktu Erupsi Gigi Permanen Rahang Atas dan Rahang Bawah pada Siswa-Siswi SD WR. Supratman 2 Medan

Tabel 3 menunjukkan rata-rata waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan rahang bawah pada siswa-siswi di SD WR.Supratman 2 Medan.

Tabel 3. RATA-RATA WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN PADA SISWA-SISWI DI SD WR.SUPRATMAN 2 MEDAN

Elemen Gigi

N Range (tahun)

Rata-Rata (tahun)

N Range (tahun) Rata-Rata (tahun) Urutan Erupsi

Rahang Atas Kanan Rahang Atas Kiri Rahang Atas I1 12 6,1 - 8,7 7,7 14 6,2 - 8,1 7,4 2 I2 18 7,2 - 9,7 8,6 18 7,1 - 10,4 8,2 3 C 31 9,1 - 12,6 10,4 30 9,1 - 11,7 10,0 5 P1 21 8,4 - 11,7 9,8 24 8,4 - 12,4 10,0 4 P2 20 9,2 - 12,2 11,2 17 9,1 - 12,2 11,0 6 M1 20 6,1 - 8,1 6,9 22 6,2 - 9,7 6,9 1 M2 15 11,2 - 12,6 12,1 19 11,1 - 12,5 11,8 7

Rahang Bawah Kanan Rahang Bawah Kiri Rahang Bawah I1 11 6,0 - 7,7 6,7 13 6,1 - 7,7 6,5 2 I2 25 6,2 - 8,5 7,6 20 6,2 - 8,1 7,8 3 C 24 8,3 - 11,7 10,0 35 8,3 - 11,7 9,9 5 P1 21 8,4 - 10,8 9,5 24 8,1 - 11,7 9,5 4 P2 25 9,2 - 12,6 11,0 17 9,1 - 11,7 10,7 6 M1 21 6,1 - 6,5 6,2 19 6,0 - 6,5 6,4 1 M2 21 11,2 - 12,6 11,8 16 11,2 - 12,3 11,6 7

Pada tabel 3 diatas untuk Rahang Atas Kanan dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 7,7 tahun, Insisivus kedua 8,6 tahun, Kaninus 10,4 tahun, Premolar pertama 9,8 tahun, 11,2 tahun, Molar pertama 6,9 tahun, dan Molar kedua 12,1 tahun, dan untuk Rahang Atas Kiri rata-rata waktu


(63)

Kaninus 10 tahun, Premolar pertama 10 tahun, Premolar kedua 11 tahun, Molar pertama 6,9 tahun, dan Molar kedua 11,8 tahun.

Untuk Rahang Bawah Kiri dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,5 tahun, Insisivus kedua 7,8 tahun, Kaninus 9,9 tahun, Premolar pertama 9,5 tahun, Premolar kedua 10,7 tahun, Molar pertama 6,4 tahun, dan Molar kedua 11,6 tahun, dan untuk Rahang Bawah Kanan rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,7 tahun, Insisivus kedua 7,6 tahun, Kaninus 10 tahun, Premolar pertama 9,5 tahun, Premolar kedua 11 tahun, Molar pertama 6,2 tahun, dan Molar kedua 11,8 tahun.

Gambar 4 : Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen Rahang Atas dan Rahang Bawah pada Siswa-Siswi SD WR. Supratman 2 0 2 4 6 8 10 12 14 Insisivus Pertama Insisivus Kedua Kaninus Premolar Pertama Premolar Kedua Molar Pertama Molar Kedua

Rahang Atas Kanan (Regio 1)

Rahang Bawah Kanan (Regio 4) Rahang Atas Kiri (Regio 2) Rahang Bawah Kiri (Regio 3)

Rata-Rata


(64)

5.3 Analisis Waktu Erupsi Gigi Permanen Rahang Atas dan Rahang Bawah Siswa-Siswi SD WR.Supratman 2 Medan

Tabel 4 menunjukkan hasil rata-rata uji statistik waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan rahang bawah siswa-siswi SD WR.Supratman 2 Medan.

Tabel 4. HASIL RATA-RATA UJI STATISTIK WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN SISWA-SISWI SD WR.SUPRATMAN 2 MEDAN

ELEMEN GIGI

RATA-RATA (TAHUN)

SD (TAHUN) P

11 7,7 0,79 0,002*

41 6,7 0,52

21 7,4 0,69 0,002*

31 6,5 0,48

12 8,6 0,70 0,000*

42 7,6 0,54

22 8,2 0,86 0,019*

32 7,8 0,75

13 10,4 0,97 0,012*

43 10,0 0,88

23 10,0 0,88 0,047*

33 9,8 1,00

14 9,8 0,95 0,019*

44 9,5 0,61

24 10,0 0,88 0,044*

34 9,5 0,72

15 11,2 0,77 0,031*

45 11,0 0,86

25 11,0 0,96 0,042*

35 10,7 0,90

16 6,9 0,60 0,000*

46 6,2 0,12

26 6,9 0,90 0,046*

36 6,4 0,78

17 12,1 0,44 0,012*

47 11,8 0,56


(65)

Pada penelitian ini menggunakan uji t-independent untuk mengetahui perbedaan waktu erupsi gigi permanen pada rahang atas dan rahang bawah. Pada tabel 4 berdasarkan hasil analisis uji-t terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) waktu erupsi gigi permanen antara elemen gigi pada rahang atas dengan rahang bawah, yaitu : gigi Insisivus pertama kanan (p=0,002); gigi Insisivus pertama kiri (p=0,002); gigi Insisivus kedua kanan (p=0,000); gigi Insisivus kedua kiri (p=0,019); gigi kaninus kanan (p= 0,012); gigi kaninus kiri (p=0,047); gigi premolar pertama kanan (p=0,019); gigi premolar pertama kiri (p=0,044); gigi premolar kedua kanan (p=0,031); gigi premolar kiri (p=0,042); gigi molar pertama kanan (p=0,000); gigi molar pertama kiri (p=0,046); gigi molar kedua kanan (p=0,012); dan gigi molar kedua kiri (p=0,019).


(66)

5.4 Waktu Erupsi Gigi Permanen Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa-Siswi SD WR. Supratman 2 Medan

Tabel 5, Tabel 6 menunjukkan rata-rata waktu erupsi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin pada siswa-siswi di SD WR.Supratman 2 Medan.

Tabel 5. RATA-RATA WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN ANAK PEREMPUAN DI SD WR.SUPRATMAN 2 MEDAN

Elemen Gigi

N Range

(tahun)

Rata-Rata (tahun)

N Range

(tahun) Rata-Rata (tahun) Urutan Erupsi

Rahang Atas Kanan Rahang Atas Kiri Rahang

Atas

I1 5 6,1 - 8,7 7,5 8 6,2 - 8,7 7,2 2 I2 9 8,1 - 9,2 8,4 8 7,1 - 9,5 8,0 3 C 17 9,2 - 12,6 10,2 17 9,1 - 11,3 9,9 5 P1 10 8,4 - 11,7 9,6 11 8,4 - 10,6 9,6 4 P2 9 10,1 - 11,2 11,1 7 9,1 - 12,2 10,8 6 M1 11 6,1 - 7,7 6,8 10 6,2 - 7,7 6,8 1 M2 6 11,7 - 12,6 12,0 7 11,2 - 12,5 11,7 7

Rahang Bawah Kanan Rahang Bawah Kiri Rahang

Bawah

I1 5 6,0 - 7,2 6,6 5 6,1 - 7,1 6,4 2 I2 10 6,2 - 8,5 7,5 10 6,2 - 8,7 7,7 3 C 11 8,4 - 10,4 9,8 21 8,4 - 11,3 9,6 5 P1 8 8,4 - 9,6 9,2 11 9,2 - 10,2 9,4 4 P2 11 9,6 - 11,6 10,8 9 9,1 - 11,6 10,4 6 M1 10 6,1 - 6,5 6,2 8 6,0 - 6,2 6,1 1 M2 9 11,2 - 12,5 11,6 8 11,7 - 12,2 11,6 7

Pada tabel 5 di atas untuk Rahang Atas Kanan dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 7,5 tahun, Insisivus kedua 8,4 tahun, Kaninus 10,2 tahun, Premolar pertama 9,6 tahun, Premolar kedua 11,1 tahun, Molar


(67)

waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 7,2 tahun, Insisivus kedua 8 tahun, Kaninus 9,9 tahun, Premolar pertama 9,6 tahun, Premolar kedua 10,8 tahun, Molar pertama 6,8 tahun, dan Molar kedua 11,7 tahun.

Pada Rahang Bawah Kiri dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,4 tahun, Insisivus kedua 7,7 tahun, Kaninus 9,6 tahun, Premolar pertama 9,4 tahun, Premolar kedua 10,4 tahun, Molar pertama 6,1 tahun, dan Molar kedua 11,6 tahun, dan untuk Rahang Bawah Kanan rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,6 tahun, Insisivus kedua 7,5 tahun, Kaninus 9,8 tahun, Premolar pertama 9,2 tahun, Premolar kedua 10,8 tahun, Molar pertama 6,2 tahun, dan Molar kedua 11,6 tahun.

Gambar 5 : Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen Anak Perempuan pada Siswa-Siswa SD WR. Supratman 2 Medan

0 2 4 6 8 10 12 14 Insisivus Pertama Insisivus Kedua Kaninus Premolar Pertama Premolar Kedua Molar Pertama Molar Kedua Rahang Atas Kanan (Regio 1) Rahang Bawah Kanan (Regio 4) Rahang Atas Kiri (Regio 2) Rahang Bawah Kiri (Regio 3)

Elemen Gigi Rata-Rata


(68)

Tabel 6. RATA-RATA WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN ANAK LAKI-LAKI DI SD WR. SUPRATMAN 2 MEDAN

Elemen Gigi Range (tahun) Rata-Rata (tahun) Range (tahun) Rata-Rata (tahun) Urutan Erupsi

N Rahang Atas Kanan N Rahang Atas Kiri Rahang

Atas

I1 7 7,1 - 8,7 7,9 6 7,1 - 8,1 7,5 2 I2 9 7,2 - 9,7 8,7 10 7,1 - 10,4 8,3 3

C 14 9,1 - 12,4 10,5 13 9,1 - 11,7 10,2 5

P1 11 9,1 - 11,7 10,0 13 9,1 - 12,4 10,3 4

P2 11 9,2 - 12,2 11,4 10 9,2 - 11,7 11,2 6

M1 9 6,2 - 8,1 7,0 12 6,2 - 9,7 7,1 1

M2 9 11,2 - 12,5 12,2 12 11,1 - 12,5 12,0 7

Rahang Bawah Kanan Rahang Bawah Kiri Rahang

Bawah

I1 6 6,3 - 7,7 6,8 8 6,1 - 7,7 6,6 2 I2 15 7,2 - 8,3 7,7 10 7,1 - 8,1 8,0 3

C 13 8,3 - 11,7 10,1 14 8,3 - 11,7 10,3 5

P1 13 9,1 - 10,6 9,7 13 8,1 - 11,7 9,6 4

P2 14 9,2 - 12,6 11,2 7 11,2 - 11,7 11,4 6

M1 11 6,1 - 6,5 6,3 11 6,2 - 9,6 6,6 1

M2 12 11,2 - 12,6 11,9 8 11,2 - 12,3 11,7 7

Pada tabel 6 di atas untuk Rahang Atas Kanan dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 7,9 tahun, Insisivus kedua 8,7 tahun, Kaninus 10,5 tahun, Premolar pertama 10 tahun, Premolar kedua 11,4 tahun, Molar pertama 7 tahun dan Molar kedua 12,2 tahun, dan untuk Rahang Atas Kiri rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 7,5 tahun, Insisivus 8,3 tahun, Kaninus 10,2 tahun, Premolar pertama 10,3 tahun, Premolar kedua 11,2 tahun, Molar pertama 7,1 tahun, dan Molar kedua 12 tahun.


(69)

Pada Rahang Bawah Kiri dapat dilihat rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,6 tahun, Insisivus kedua 8 tahun, Kaninus 10,3 tahun, Premolar pertama 9,6 tahun, Premolar kedua 11,4 tahun, Molar pertama 6,6 tahun, dan Molar kedua 11,7 tahun, dan untuk Rahang Bawah Kanan rata-rata waktu erupsinya sebagai berikut : Insisivus pertama 6,8 tahun, Insisivus kedua 7,7 tahun, Kaninus 10,1 tahun, Premolar pertama 9,7 tahun, Premolar kedua 11,2 tahun, Molar pertama 6,3 tahun, dan Molar kedua 11,9 tahun.

Gambar 6 : Diagram Batang Rata-Rata Waktu Erupsi Gigi Permanen Anak Laki-Laki pada Siswa-Siswa SD WR. Supratman 2 Medan 0 2 4 6 8 10 12 14 Insisivus Pertama Insisivus Kedua

Kaninus Premolar Pertama Premolar Kedua Molar Pertama Molar Kedua Rahang Atas Kanan (Regio 1) Rahang Bawah Kanan (Regio 4) Rahang Atas Kiri (Regio 2) Rahang Bawah Kiri (Regio 3)

Elemen Gigi Rata-Rata


(70)

5.5 Analisis Waktu Erupsi Gigi Permanen Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa-Siswa SD WR. Supratman 2 Medan

Tabel 7 menunjukkan hasil rata-rata uji statistik waktu erupsi gigi permanen berdasarkan jenis kelamin pada siswa-siswa SD WR.Supratman 2 Medan.

Tabel 7. HASIL RATA-RATA UJI STATISTIK WAKTU ERUPSI GIGI PERMANEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN SISWA-SISWA SD WR.SUPRATMAN 2 MEDAN

Elemen Gigi

Rata-Rata (tahun) SD (tahun) P

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

11 7,5 7,9 0,97 0,67 0,042*

12 8,4 8,7 0,43 0,89 0,048*

13 10,2 10,5 0,94 1,00 0,040*

14 9,6 10,0 1,03 0,87 0,036*

15 11,0 11,4 0,53 0,92 0,032*

16 6,8 7,0 0,59 0,62 0,040*

17 12,0 12,2 0,55 0,38 0,044*

21 7,2 7,5 0,87 0,35 0,049*

22 8,0 8,3 0,83 0,89 0,039*

23 9,9 10,2 0,78 0,99 0,042*

24 9,6 10,3 0,67 0,91 0,030*

25 10,6 11,2 1,13 0,85 0,042*

26 6,8 7,1 0,54 1,12 0,046*

27 11,7 11,2 0,46 0,47 0,018*

31 6,4 6,6 0,41 0,54 0,046*

32 7,7 7,6 0,51 0,76 0,045*

33 9,6 10,3 0,99 0,87 0,034*

34 9,4 9,6 0,37 0,93 0,036*

35 10,4 11,4 0,94 0,27 0,020*

36 6,1 6,6 0,13 1,00 0,024*

37 11,6 11,7 0,43 0,49 0,43

41 6,6 6,8 0,53 0,49 0,047*

42 7,5 7,7 0,63 0,47 0,036*

43 9,9 10,1 0,65 1,04 0,033*

44 9,2 9,7 0,33 0,64 0,024*

45 10,8 11,2 0,62 1,00 0,030*

46 6,2 6,3 0,13 0,11 0,027*


(1)

kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua dan molar kedua (6-1-2-4-3-5-7). Erupsi pada rahang bawah memiliki urutan yang sama dengan rahang atas.

Penelitian yang dilakukan pada anak-anak suku Jawa, pada anak perempuan urutan erupsi rahang atas adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua, dan molar kedua (6-1-2-4-3-5-7), sedangkan urutan erupsi pada rahang bawah adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, premolar kedua, kaninus, dan molar kedua (6-1-2-4-5-3-7). Pada anak laki-laki urutan rahang atas adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, premolar kedua, kaninus, molar kedua (6-1-2-4-5-3-7), dan urutan pada rahang bawah adalah insisivus pertama, molar pertama, insisivus kedua, premolar pertama, kaninus, molar kedua, premolar kedua (1-6-2-4-3-7-5).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa urutan erupsi masing-masing elemen gigi pada anak-anak etnis Tionghoa berbeda urutan erupsi gigi pada anak-anak suku Batak Toba, suku Jawa dan suku Sunda.


(2)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan

1. Ada perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara waktu erupsi semua gigi permanen, dimana Rahang Bawah lebih cepat daripada Rahang Atas pada anak etnis Tionghoa di SD WR. Supratman 2 Medan

2. Ada perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara waktu erupsi semua gigi permanen, dimana anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki pada anak etnis Tionghoa di SD WR.Supratman 2 Medan kecuali pada gigi molar kedua rahang bawah kiri. 3. Urutan erupsi gigi permanen pada rahang atas dan rahang bawah pada anak etnis Tionghoa di SD WR.Supratman 2 Medan adalah molar pertama, insisivus pertama, insisivus kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua dan molar kedua.

4. Urutan erupsi gigi permanen pada anak perempuan dan laki-laki memiliki urutan erupsi yang sama pada rahang atas dan rahang bawah yaitu molar pertama, insisivus pertama, insivus kedua, premolar pertama, kaninus, premolar kedua dan molar kedua. 7.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi permanen seperti faktor gizi/nutrisi atau pola makan pada etnis Tionghoa.

2. Perlu dilakukan penelitian yang sama pada suku-suku yang ada di Indonesia khususnya di kota Medan sendiri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rai B, Anand SC. Tooth Development : An Accurancy of Age Estimation of Radiographic Methods. World Journal of Medical Sciences 2006; 1(2):130-2. 2. El-Yazeed MA, Zeid WA, Tawfik W. Dental Maturation Assessment by

Nolla’s Technique on a Group of Egyptian Children. Australian Journal of Basic and Applied Sciences 2008; 2(4):1418-24.

3. Indriati E. Permanent tooth eruption in Javanese children. Berkala Ilmu Kedokteran 2001; 33(4):237-48.

4. Corral C, Garcia F, Garcia J, Leon P, Herrera A, Martinez C, Moreno F. Chronological versus Dental Age in Subject from 5 to 19 years: A Comparative Study with Forensic Implication. Colombia Medica Journal 2010; 41(3):1-7.

5. Rai B, Kaur J, Anand SC. Mandibular Third Molar Development Staging to Chronologic Age and Sex in North Indian Children and Young Adults. J Forensic Odontostomatol 2009; 27(2):45-49.

6. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ. Oral Anatomy, Histology and Embryology. 4th ed. Toronto: Mosby Elsevier, 2009:358-65.

7. Gupta R, Sivapathasundharma B, Einstein A. Eruption Age Permanent Mandibular Molars ang Central Incisors in the South Indian Population. Indian J Dent Res 2007; 18:186-9.

8. Willems G. A Riview of The Most Commonly used Dental Age Estimation Technique. J Forensic Odontostomatol 2001 ;19:9-17.


(4)

9. Indriyanti R, Pertiwi ASP, Sasmita IS. Pola Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologis pada Anak Usia 6 sampai 12 Tahun di Kabupaten Sumedang. Laporan Penelitian.Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi UNPAD, 2006:1-30.

10.Koesoemahardja HD, Indrawati A, Jenie I. Tumbuh Kembang Kraniofasial. Jakarta: FKG Ussaki,2004: 55-67.

11.Khan NB, Chohan AN, Al-Mograbi B, Al-Deyab S, Zahid T, Al-Moutairi M. Eruption Time of Permanent First Molar and Incisors among a Sample of Saudi Male Schoolchildren. Saudi Dent J 2006; 18(1):18-24.

12.Sumandi M. Hubungan Status Gizi dengan Status Erupsi Gigi Molar 1 Permanen.

13.Rajic Z, Rajic-Mestrovic S, Verzak Z. Chronology, Dynamics and Period of Permanent Tooth Eruption in Zagreb Children (Part II). Coll Antropol 2000; 24 (1):137-43.

14.Primasari A. Waktu Erupsi Gigi Molar Satu dan Incisivus Satu Permanen pada Murid-Murid Sekolah Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Kotif Rantau Prapat. M Ked. Gigi USU 1997; (2): 28-34.

15.Wedl JS, Danias S, Schmelzie R, Friedrich RE. Eruption Times of Permanent Teeth in Children and Young Adolescent in Athens (Greece). Clin Oral Invest 2005; 9: 131-34.


(5)

17.Anonymous. Orang Tionghoa di Kota Medan dalam Konteks Indonesia. http ://tionghoa-indonesia/Wikipedia bahasa Indonesia/ensiklopedia bebas.htm; (17 Februari 2011)

18.Nasution MI. Morfologi Gigi Desidui dan Gigi Permanen. Medan:USU Press,2008:1-9.

19.Holt R, Roberts G, Scully C. ABC of Oral Health: Oral Health dan Disease. BMJ 2000; 320:1 652-55.

20.Markman Lisa. Teething: Facts dan Fiction. AAP 2010; 30(8):59-64.

21.Meinl A. The Application of Dental Age Estimation Methods: Comperative Validity and Problems in Practical Implementation. Doctoral Thesis. Department of Antropology: University of Vienna, 2007:1-27.

22.Harshanur IW. Anatomi Gigi 2. Jakarta:EGC, 1995: 218-39.

23.Mokhtar M. Dasar-Dasar Ortodonti : Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniodentofasial. Medan: Bina Insani Pustaka, 2005:5-1-13.

24.Roosmahanani S, Retno, Sutadi H. Erupsi Gigi Insisif Sentral dan Molar Satu Permanen pada Penderita Sindroma Down Usia 6-8 Tahun Berdasarkan Kriteria Sato. M I Ked Gigi 2005;61:221-8.

25.Wahono NA, Soenawan H. Delayed Eruption of Multiple Permanent Tooth in 12-year-old Boy. In : Jakarta Convention Center, ed Proceedings of the 15th Scientific Meeting & Refesher Course in Denstiry, 2009 : 366-74.

26.Harokopakis-Hajishengalis E. Physiologic Root Resorption in Primary Teeth : Moleculer and Histologic Event. Journal of Oral Science 2007; 49:1-12.


(6)

27.Nizam A, Naing L, Mokhtar N. Age and Sequence of Eruption of Permanent Teeth in Klantan, North-eastern Malaysia. Clin Oral Invest 2003; 7:222-5. 28.Harila V, Heikkinen T, Alvesalo L. The Eruption of Permanent Incisor and

First Molars in Prematurely Born Children. European Ort Soc 2003; 25: 293-9.

29. Orner G. Eruption of Permanent Teeth in Mongoloid Children and Their Sib. J Dent Res 1973; 52:1202-08.

30.Infante F.P. Sex Differences in the Chronology of Decidous Tooth Emergence in White and Black Children. J Dent Res 1974; 2:418-21.

31.Price S. A Radiographic Study of The Impact of Race and Sex on 1st and 2nd Molar Development. Thesis. Lousiana State University : Drew University, 2002:55.